Plak! Plak!"Maaf! Maafkan kata-kata kasarku!" Setelah menampar diri, Kristofer berdiri dan berkata dengan sikap menjilat pada pria paruh baya jangkung itu, "Maaf sekali, Tuan Petrus. Maaf sudah mengotori sepatumu."Pria paruh baya itu adalah Petrus Tanjaya. Menduga bahwa Doni sudah hampir sampai, Petrus turun untuk menjemput Doni. Alhasil, sepatu Petrus diinjak oleh Kristofer.Melihat perubahan sikap Kristofer, Petrus memaki dalam hati, "Dasar penjilat!" Akan tetapi, Petrus tidak bisa marah. "Pak Kristofer, kebetulan sekali hari ini."Kristofer buru-buru mengangguk. "Ya, ya. Aku ditraktir klien hari ini, nggak nyangka bisa ketemu Tuan Petrus. Aku pasti akan bersulang dengan Tuan Petrus nanti."Petrus tidak berkomentar, melainkan menunjuk ke arah sana. "Apa yang terjadi di sana? Apa yang satpam-satpam itu lakukan?"Kristofer tersenyum sambil menjawab, "Ada kampungan entah dari mana yang membuat onar di sini, satpam mau usir dia. Tadi ... Tuan Petrus? Tuan Petrus?"Petrus melirik ke ara
"Hentikan! Hentikan! Apa kamu gila?" Kristofer menampar manajer wanita itu. "Cepat katakan! Apa yang terjadi?"Manajer wanita itu menangis dengan keras. "Dia kerabat Tuan Petrus! Dia datang untuk makan bersama Tuan Herman! Kamu malah suruh kami hentikan mereka! Dasar bajingan, kamu mencelakaiku! Aku pasti akan dipecat!"Dup!Kristofer jatuh duduk di atas cairan kencing yang masih hangat itu dan terbengong....Doni mengikuti Petrus ke ruangan. Selain Herman, Felicia, Petrus, dan Irene, juga ada Indra. Doni menyapa mereka satu per satu, lalu duduk.Herman berkata, "Di rumah terlalu kacau kemarin, aku belum sempat berterima kasih pada Dokter Ajaib atas penyelamatanmu! Hari ini, aku mengadakan jamuan kecil sebagai bentuk terima kasih.""Tuan Herman terlalu sungkan!" ucap Doni segera. "Tugas praktisi medis adalah menyembuhkan pasien. Selain itu, sudah lama aku mendengar Tuan Herman telah banting tulang demi perkembangan Kota Timung. Aku nggak akan membiarkan pemimpin sebaik ini disiksa ole
Melihat adegan lucu di depan pintu ini, Herman hanya bisa mengerutkan kening, "Siapa kamu? Apa yang kamu lakukan?"Meskipun Herman kenal Kristofer, saat ini kepala Kristofer dibalut perban dan citranya berbeda dari biasanya. Petrus juga baru mengenali Kristofer setelah mendekatinya.Kristofer berdiri dan berkata, "Tuan Herman, aku Kristofer! Tadi ... aku bertemu Tuan Petrus di bawah dan sudah sepakat akan datang untuk bersulang.""Kristofer?" Herman menatapnya dengan tajam, "Ada apa dengan kepalamu?"Kristofer menelan ludah dengan canggung, "Lampu di rumah rusak dan aku jatuh saat mengganti lampu.""Oh ...." Herman mengangguk, "Aku nggak mau sampai ada keributan dalam perjamuan keluarga ini."Kristofer langsung berkata, "Tenang saja, Tuan Herman! aku nggak memberi tahu orang lain!"Doni menatapnya dengan penasaran, apa yang orang ini lakukan di sini? Apakah dia ingin mengajukan keluhan? Pertanyaannya adalah mampukah dia memenangkan gugatan tersebut?Doni yang dipenuhi pertanyaan menata
Petrus tersenyum dan berkata, "Nggak kusangka perusahaan di Kota Ditus begitu hebat, bisa membuat terobosan teknologi dengan begitu cepat. Sekarang aku akan mencari cara untuk membawa teknologi perusahaan itu ke Kota Timung.""Hahaha ...." Herman berkata sambil tertawa, "Ini tergantung padamu. Aku nggak sebaik dirimu dalam hal koneksi di Kota Ditus."Keduanya mengobrol tentang hal-hal menarik dari pekerjaan dan Irene memanfaatkan situasi tersebut untuk meramaikan suasana. Para tamu dan tuan rumah menikmati makanan, tanpa sadar tiga jam telah berlalu.Melihat Herman agak lelah, Petrus mengusulkan untuk mengakhiri perjamuan.Semua orang keluar sambil mengobrol dan tertawa....Saat meninggalkan aula, sebuah sosok tiba-tiba berhenti dan menatap beberapa orang dengan terkejut. Dia adalah Cherry.Kebetulan saja dia datang ke Hotel Bayuni pada sore hari untuk melakukan sesuatu, tetapi tidak disangka dia akan bertemu dengan Doni dan Herman. Orang tersebut menatap Doni dan Herman yang sedang b
Setelah dimarahi oleh Rupert, Sherline juga merasa sedih. Ini jelas karena tuan besar memiliki caranya sendiri. Mereka sama sekali tidak menyukai Doni itu.Kalau harus memilih, tentu saja mereka akan memilih pria muda bertalenta seperti Reyhan sebagai menantu.Bernard sudah lama menelepon dan menjelaskan mengapa sekarang dia ingin pergi ke Bank Meta.Setelah membuat janji dengan Reyhan, Bernard bergegas berangkat.Keduanya bertemu di pintu masuk Bank Meta. Bernard yang berkata terlebih dahulu, "Tuan Muda Reyhan, kondisi grup benar-benar nggak menjanjikan. Akan lebih baik kalau kita bisa mendapatkannya lebih awal.""Aku mengerti, aku mengerti!" Reyhan berkata sambil tersenyum, "Aku sudah memberi tahu ayah dan ayah bilang dia bersedia membantu. Kemungkinan dia sudah menelepon Kristofer, ayo masuk.""Oke, oke! Terima kasih sudah turun tangan! Nanti aku akan menyuruh Helen untuk berterima kasih padamu dengan sebaik-baiknya. Seharusnya dia yang melakukan ini.""Santai saja ...." Reyhan ters
Kamu ini sedang mengejekku?Apakah kamu memuji Doni si kampungan itu?Kemampuan?Latar belakang?Apakah dia punya hal yang sama?Kalau kamu punya anak perempuan, bisakah setelah ini aku menyerahkan kampungan itu padamu?Tiba-tiba hati Bernard bergejolak dan dia melirik Reyhan.Dia merasa sangat lega.Ternyata itu adalah Tuan Muda Reyhan.Kristofer pasti salah paham.Keluarga Wongso sangat memperhatikan urusan Keluarga Kusmoyo, jadi wajar kalau orang lain salah paham.Hanya salah paham.Jadi Bernard tertawa, "Pak Kristofer benar-benar suka bercanda. Pernikahan adalah masalah besar, mana bisa dijadikan permainan anak-anak? Setelah perjamuan diadakan Pak Kristofer harus hadir!""Pasti!" kata Kristofer sambil menatap Reyhan dengan aneh.Apa yang si bajingan ini makan?Seringainya begitu lebar dan tersenyum seperti orang bodoh.Yang kubilang itu menantu Keluarga Kusmoyo, apakah itu ada hubungannya dengan orang ini?Mungkinkah kamu yang memperkenalkannya?Hmm ... mungkin saja.Reyhan terseny
Doni menoleh ke arah Bernard dan Reyhan. Raut wajahnya juga terlihat bingung. Apakah masalah pinjaman ini ada hubungannya dengan Reyhan?"Doni!" Bernard mendengus sinis saat melihat Doni."Di mana saja kamu saat Tuan Muda Reyhan bolak-balik mengurus pinjaman?""Meskipun sudah nggak berguna, bisa nggak bantu ambilkan tas?""Jangan mengira nggak ada seorang pun di keluarga yang bisa mengurusmu kalau tuan besar nggak ada di sini!"Alis Doni berkerut lebih dalam dan kemungkinan sudah tahu apa yang sedang terjadi. Sial sekali, kerja kerasnya telah dirampas lagi."Nggak jelas!" Doni menggelengkan kepalanya sambil menatap Bernard seperti orang idiot dan berbalik untuk naik ke atas."Dasar tebal muka!" Helen bergumam dengan suara rendah saat seseorang melewatinya.Doni menatapnya dengan tatapan penuh perhatian, "Bodoh!""A ... apa maksudmu?"Doni mengangkat bahu, "Pikirkan sendiri!""Berhenti!"Doni mengabaikan Helen dan langsung menuju kamarnya yang kecil.Meskipun Doni diatur untuk tidur di
Sherline mengerutkan kening dan bertanya, "Untuk apa dia mendengarkan hal-hal ini?""Biarkan si kampungan ini mendengarkan pada tingkat apa yang dibicarakan oleh Keluarga Kusmoyo dan Keluarga Wongso!" Bernard berkata sambil tersenyum, "Supaya dia bisa mengerti level kita dan jangan sampai dia nggak tahu diri!""Masuk akal ...." Sherline mengangguk dan berkata kepada Doni, "Ayo makan! Keluarga Kusmoyo juga nggak jatuh miskin dengan adanya kamu yang makan gratis!"Doni tersenyum sinis, "Aku tentu saja akan makan nasi ini.""Nggak punya kemampuan, tapi muka tebal sekali!" Sherline mencibir sambil mengambil satu set piring dan sendok sebelum meletakkannya di tempat duduk paling bawah.Doni tidak menganggapnya serius dan memasukkan sebagian dari setiap makanan ke dalam piringnya sebelum ditumpuk menjadi sebuah bukit kecil.Setelah itu, dia mulai makan seolah tidak ada orang di sekitar dan isi di atas piring juga langsung berkurang."Dasar nggak berguna!" Sherline bergumam dengan sinis.Hele