Calvin meludahi Jerry lagi. "Untung saja aku memercayaimu! Aku hampir membuatmu terbunuh! Pak Doni sudah lama memperhatikan bahwa aku sakit, tapi kamu bersikeras mengatakan bahwa aku baik-baik saja. Sekarang kamu masih nggak tahu malu ingin bilang bahwa Tuan Muda Doni penipu? Cepat pergi dari sini, kalau nggak, aku nggak akan sungkan lagi!""Sebaiknya kalian bicara baik-baik." Lucinta mengingatkan, lalu melambaikan tangannya ke arah kedua rekannya. "Ayo pergi, kita sudah nggak ada urusan di sini.""Jangan pergi!" Jerry segera menghentikan mereka bertiga. "Pokoknya, pria itu melakukan malapraktik! Ilegal! Kalian jangan mengabaikannya! Kalau nggak, aku akan mengekspos kalian dan penipu itu! Aku beri tahu kalian, aku punya kenalan di kantor surat kabar!"Lucinta mengerutkan kening. Jerry ini seperti plester yang benar-benar menempel pada mereka.Namun, jika terobsesi dengan peraturan, tindakan Doni juga diduga melanggar hukum. Lucinta pun merasa bimbang.Doni tersenyum tipis. "Siapa bilan
Harris dengan hormat menyerahkan barang di tangannya kepada Doni. "Pak Doni, terimalah. Ini biaya pengobatan untukmu!"Ketika melihatnya, Doni menghela napas, Harris benar-benar rela memberikan segalanya.Harris mengeluarkan cek sebesar 40 miliar, ditambah 5 persen saham Grup Harris.Nilai barang-barang ini jelas melebihi cakupan biaya pengobatan. Tujuannya adalah untuk tetap berhubungan dengan Doni.Doni juga tahu bahwa Harris pasti mengetahui latar belakangnya.Bagaimanapun, Harris pernah bertemu dengannya di Kompleks Setia Masa I sebelumnya. Jika dengan sengaja mengumpulkan informasi di area ini, Harris masih bisa mendapatkan beberapa informasi berguna.Hari itu di tempat Tuan Herman, banyak orang melihat Irene dan Doni kakak beradik. Tidak mengherankan jika orang banyak berbicara dan sampai ke telinga Harris.Setelah melihat ekspresi serius Doni, Harris dengan cepat berkata dengan hormat, "Aku benar-benar merasa nggak bisa membalas kebaikan Pak Doni pada Keluarga Cahyo. Terimalah c
"Ya ... Cherry yang menelepon. Dia bilang ingin mentraktirmu makan. Kamu telepon saja Cherry.""Aku nggak perlu meneleponnya, kamu saja yang bilang. Sudah hampir waktunya makan, ayo pergi bersama."Helen menggelengkan kepalanya, "Aku sudah bilang aku nggak pergi, kamu saja yang pergi. Lagi pula, nggak ada masalah serius yang harus kamu lakukan di perusahaan. Aku akan memberimu hari libur.""Oke, oke, kalau begitu aku akan meneleponnya.""Ya, berhati-hatilah dengan ucapanmu! Jangan menimbulkan masalah di luar!" Helen bertanya dengan cemas, "Terutama pada Cherry, hilangkan amarahmu, perhatikan citramu dan ...."Doni tersenyum pahit. "Istriku, kamu khawatir sekali terhadapku.""Apa kamu membuatku tenang?" Helen bertanya, "Katakan padaku, sudah berapa lama, berapa banyak masalah yang kamu timbulkan? Kamu membuat semua orang gelisah!""Oke, oke ...." Doni tidak punya pilihan selain menyerah. "Aku akan lebih memperhatikannya lagi. Lebih baik kamu ikut denganku saja? Kamu terlihat khawatir."
Cherry menahan rasa malunya dan berkata, "Sebelumnya kamu juga pernah melihatnya, kamu adalah seorang dokter, jadi nggak apa-apa."Doni menarik tangannya dan berkata, "Periksa saja denyut nadinya. Kancingkan saja pakaianmu. Kanker bukanlah penyakit yang mengarah pada satu bagian saja, ini adalah kondisi fisik secara keseluruhan.""Oh ...." Cherry diam-diam merasa tertekan, persiapannya sia-sia.Doni memeriksa denyut nadinya dan mengangguk. "Nggak apa-apa. Kondisi fisikmu sangat baik. Apa kamu sudah pergi ke rumah sakit untuk pemeriksaan?""Sudah." Cherry tertawa, "Dokter ketakutan, lalu segera memeriksa mesin mereka. Aku pun tertawa terbahak-bahak!"Sambil tertawa, Cherry menepuk dada Doni dan dengan sengaja mendekat padanya.Segera, pahanya menempel di kaki Doni.Begitu merasakan kehangatan di kakinya, Doni melirik pahanya yang dibalut stoking hitam, hanya bisa menelan ludahnya.Cherry memperhatikan sesuatu dan diam-diam merasa senang. Apa Doni akhirnya bereaksi? Cherry sengaja memind
"Aku akan memesan makanan, menunya ada di atas meja, kamu pesan lagi saja.""Nggak perlu!" Doni tersenyum, "Aku ingat kamu pandai memesan, aku suka makan semuanya. Sajikan saja, aku lapar sekali."Cherry memanggil para pelayan dan meminta mereka menyajikan hidangan.Awalnya ingin mengobrol sambil makan, tetapi setelah makanan disajikan, Cherry menyesalinya.Doni seolah-olah punya dendam terhadap makanan itu, melahapnya dan hanya fokus makan. Entah apa yang dikatakan Cherry, jawabannya tidak pernah melebihi tiga kata.Setelah mendengarkan suara mengunyah Doni, Cherry akhirnya juga mengikuti perilaku Doni."Hehe ...."Tawa Doni mengganggu kesibukan Cherry.Cherry mengangkat kepalanya lalu berkata, "Kenapa kamu tertawa?""Nggak apa-apa! Menurutku enak sekali makan bersamamu."Cherry merasa senang. "Benarkah? Kenapa?""Enak sekali makan bersamamu!" Doni berkata sambil tersenyum, "Kamu nggak seperti gadis-gadis lain di kota yang makan dengan sok elegan, benar-benar membuatku muak! Melihat b
Melihat keheningan Doni, Cherry bertanya-tanya, "Ada apa? Apa yang kamu pikirkan?""Bukan apa-apa, aku hanya merasa ada yang nggak beres dengan Keluarga Wongso.""Ada yang salah!" Cherry berkata, "Sepupu aku dan yang lainnya sudah mengumpulkan dana, tetapi mereka belum melihat kemajuan apa pun dalam proyek ini! Semua aset tetap keluarganya sudah digadaikan! Menyedihkan sekali! Bagaimana kalau proyek gagal, bukankah keluargaku akan hancur?"Doni mengusap dagunya. "Ada yang aneh dalam hal ini, apa yang sebenarnya mau Keluarga Wongso?"Cherry meliriknya dan berkata, "Kalau begitu, biar aku bantu cari tahu.""Oke, terima kasih.""Kalau ada informasi yang berguna bagimu, traktir aku makan saja.""Oke, nggak masalah! Kamu suka makan apa?""Apa saja, kamu pilih saja.""Nggak apa-apa!""Kamu suka makan apa?" tanya Cherry."Ramen," kata Doni dengan antusias, "Ada kedai makanan di jalan menuju Grup Kusmoyo. Ramen di sana paling enak!"...Cherry merasakan gelombang depresi mengalir langsung ke
"Kalau begitu ... oke." Cherry diam-diam senang, akhirnya ada beberapa kemajuan. Kaki indahku dengan stoking hitam ada tepat di depanmu, kenapa kamu tetap acuh tak acuh?Kakiku bukanlah kaki, melainkan keindahan yang tidak ada taranya!Meskipun sengaja menggoda, ketika Doni melepas sepatu hak tingginya dan mengangkat kakinya, Cherry masih malu, wajahnya pun memerah.Pada zaman dahulu, kaki wanita juga merupakan bagian privasi, tempat yang hanya dapat dilihat oleh suaminya."Cherry ...." Doni dengan lembut membelai pergelangan kaki Cherry. "Saat melihat kakimu, aku memikirkan sesuatu.""Apa yang kamu bicarakan?" Cherry sangat menantikannya."Lupakan saja, lebih baik aku nggak bilang apa-apa, kalau nggak kamu akan marah.""Katakan padaku, aku nggak akan marah, pasti nggak akan marah!""Kalau begitu aku akan mengatakannya." Doni mengangkat sudut mulutnya. "Dengan kaki yang begitu indah, sayang sekali kalau nggak mengendarai motor roda tiga!""..." Cherry memandang Doni seperti orang aneh.
Setelah Cherry memanggil pelayan untuk membayar, Doni juga mengemasi barang-barangnya. Begitu melihat Cherry duduk diam di kursinya, Doni bertanya-tanya, "Ada apa? Ayo pergi!""Kakiku masih sedikit sakit. Apa kamu bisa membantuku?""Seharusnya nggak begitu!" Doni sedikit mengerutkan kening dan mengulurkan tangan untuk menarik Cherry ke atas. "Setelah dipijat, aku pikir kamu bisa berjalan dengan normal.""Masih sakit," kata Cherry sambil memeluk erat lengan Doni."Kalau begitu, biar kuperiksa lagi. Jangan-jangan aku melewatkan sesuatu."Saat mengatakan ini, Doni mendorong Cherry kembali ke kursi, memegangi kakinya dan dengan hati-hati memeriksa area pergelangan kaki.Cherry benar-benar kesal.Kak, bisakah jangan bersikap lugu seperti ini!Apa aku meminta kamu untuk memeriksanya?Apa aku memerlukan pemeriksaanmu kali ini?Bukankah seharusnya kamu membantuku berjalan, bahkan mungkin menggendong aku?Jika bukan karena Vila Genting yang mirip istana itu, Cherry bersumpah tidak akan pernah m
...Ckit!Jip diparkir di sebelah ekskavator, pintu terbuka dan Doni keluar dengan wajah muram.Penduduk desa di sekitar saling memandang dengan terkejut."Ini bukan Kepala Desa!""Siapa dia?""Apa dia kerabat Kepala Desa?"Doni tidak memedulikan orang di sekitar, dia hanya naik ekskavator dan mendekati keduanya.Melihat wajah Denada berlumuran darah, salah satu lengan Helen terkulai dan terlihat ada memar besar di lengan serta tulang selangkanya. Doni pun mengernyitkan dahi dan menatap penduduk desa dengan dingin, penuh dengan niat membunuh.Helen menahan rasa sakit dan menatap Doni, "Kamu sudah datang?""Ya, biar kulihat dulu." Setelah mengatakan itu, Doni mengulurkan tangan dan menekan bagian memar Helen dengan lembut tanpa menunggu reaksinya."Sakit!" Helen tidak bisa menahan diri untuk berbisik, "Dari mana saja kamu!? Kenapa kamu baru datang? Periksa kondisi Denada! Aku baik-baik saja!""Oke!" Doni melihat luka Denada lagi. Mengetahui wanita itu pusing, dia menatapnya lagi dan ber
Amarah penduduk desa tersulut lagi, mereka meninju dan menendang para pekerja serta beberapa satpam. Situasi menjadi kacau lagi.Helen yang terkena batu bata benar-benar kesakitan hingga tidak bisa mengangkat lengannya. Akan tetapi, saat ini dia sama sekali tidak berniat untuk pergi ke rumah sakit dan berteriak dengan cemas, "Hentikan! Jangan berkelahi!"Akan tetapi, suaranya langsung tenggelam dalam kebisingan.Orang-orang dari Grup Kusmoyo juga dipukul mundur oleh penduduk desa."Bu Helen! Bagaimana ini?" Denada cemas, wajahnya menjadi lebih pucat dan air mata bercampur darah mengalir.Helen juga agak bingung. Penduduk desa yang gila ini telah kehilangan akal sehatnya. Tadi saat bertemu masih bisa bicara dengan baik, tetapi sekarang malah benar-benar memukul orang. Situasinya benar-benar di luar kendali.Saat ini beberapa penduduk desa yang memegang tongkat bergegas keluar. Mereka menerobos garis pertahanan yang terdiri dari pekerja dan satpam sebelum sampai di hadapan Helen dan Dena
Denada berteriak ketakutan dan berbalik untuk melarikan diri, tetapi rasa pusingnya begitu luar biasa dan dia langsung jatuh ke lantai setelah berlari beberapa langkah. Sebuah lubang besar juga muncul di stokingnya dan lututnya juga terluka karena jatuh.Tin, tin, tin!Tepat saat beberapa penduduk desa hendak menangkap Denada, klakson mobil terdengar di luar dan Helen tiba.Dia membuka pintu dan keluar dari mobil. Dia melihat lokasi proyek yang kacau dan menggertakkan gigi karena marah. Helen benar-benar kecewa terhadap Doni."Bu Helen ...." Denada merasa seolah telah mendapatkan kepercayaan diri setelah melihat Helen dan berteriak dengan lemah.Helen bergegas mendekat dan membantu Denada, melihat kepalanya berlumuran darah dan wajahnya pucat. Akan tetapi, Doni tidak terlihat di sana. Dia bertanya lagi kepada beberapa pekerja dan mereka semua bilang kalau Doni tidak pernah muncul.Helen tidak bisa menahan amarahnya.Doni ini!Bagaimana gadis lembut seperti Denada bisa menghadapi hal se
Denada perlahan mengangkat kepalanya dan menatap sekelompok penduduk desa yang marah. Wajahnya penuh darah dan sorot matanya dipenuhi dengan ketakutan.Ada luka berdarah sepanjang tiga sentimeter di dahinya dan dagingnya terkelupas.Sebelumnya, dia sedang memeriksa lokasi konstruksi ketika sekelompok besar penduduk desa tiba-tiba muncul. Mereka berkata jalan di desa tersebut dihancurkan oleh kendaraan dari lokasi konstruksi dan orang-orang juga dipukul oleh satpam proyek. Penduduk desa menyuruh Denada untuk menyerahkan si pelaku dan membayar ganti rugi.Denada memberikan penjelasan dan kepalanya dipukul oleh batu bata yang muncul entah dari mana. Para pekerja di lokasi konstruksi agak marah dan bentrok dengan penduduk desa.Meskipun sebagian besar pekerja dan satpam di lokasi konstruksi kekar, mereka tidak mampu menahan jumlah penduduk desa yang sangat banyak dan terpaksa mundur selangkah demi selangkah.Penduduk desa telah memperingatkan kalau mereka tidak menyerahkan pelaku dan memba
Irene menatap Erika. "Sepertinya apa yang Doni katakan masuk akal."Erika berkata dengan kesal, "Kak Irene, kamu juga membantu adikmu menindasku, ya?"Irene tersenyum dan berkata, "Mana mungkin aku berani? Kalian berdua ini adikku. Meskipun bisa dikatakan sebagai keluarga, Doni telah membuat keputusan bulat. Nggak masalah bagaimana mendiskusikan masalah dalam keluarga, jangan sampai menghancurkan keharmonisan."Setelah mendengar ini, Doni pun tidak bisa menahan senyuman. Kata-kata indah ini diucapkan dengan sempurna, tetapi sebenarnya Irene juga menyetujui caranya.Erika tentu saja mengerti dan menghela napas, "Kak Irene, bagaimana kalau aku mengalah sedikit. Bagaimana dengan 6 triliun?"Doni menggelengkan kepalanya, "Nona Erika, aku benar-benar minta maaf. 6 triliun terlalu jauh dari harga yang kuinginkan. Sebenarnya kamu juga tahu kalau aku nggak akan setuju ...."Saat Doni sedang berbicara, ponselnya tiba-tiba berdering. Itu adalah panggilan dari lokasi proyek.Doni menekan tombol j
Saat berbicara, Erika memasang wajah menyedihkan seolah telah mengalami penganiayaan.Irene menjadi semakin bingung, "Ada kesalahpahaman di antara kalian berdua?"Erika berkata perlahan, "Kak Irene, ada sebuah bisnis yang kudiskusikan dengan Doni dengan sangat tulus dan menawarkan harga yang sangat sesuai, tapi Doni malah menolaknya tanpa ampun dan bahkan nggak memberiku kesempatan untuk bernegosiasi.""Bisnis?" Irene tertegun sejenak, lalu tiba-tiba sadar.Dia langsung berpikir ada peluang 80% bahwa apa yang Erika sebut bisnis adalah sebidang tanah di tangan Doni.Seketika, Irene diam-diam mengatakan kalau dia salah perhitungan.Erika adalah putri Damian sang orang terkaya di Kota Timung, Grup Damian juga pasti sudah mengetahui tentang pembangunan zona perdagangan di persimpangan Kota Horia dan Grup Damian. Bukannya mustahil untuk mengetahui tanah tersebut sudah menjadi milik Doni.Grup Damian tidak akan rela melepaskan keuntungan besar ini.Hanya saja kecepatan aksi Erika agak di lua
Doni menyentuh dagunya, "Kalau begitu, kamu harus menyiapkan kacamata berbingkai emas lagi untukku.""Untuk apa kamu pakai itu?""Itu akan membuatku terlihat seperti orang berpendidikan yang diam-diam menghanyutkan.""Hah?" Irene mengangkat alisnya.Doni buru-buru menutup telinganya dan berkata, "Cuma bercanda, cuma bercanda.""Heh! Biar kuberi tahu kamu, hari ini orang yang akan datang adalah temanku. Kalau kamu nggak menghormatinya, itu sama saja dengan kamu nggak menghormatiku," kata Irene dengan wajah dingin, "Kalau dia punya kesan buruk tentang kamu, awas saja aku akan membereskanmu! Lihat pohon di halaman belakang itu? Pohon itu sangat mirip dengan yang ada di dasar gunung saat itu!"Tubuh Doni tanpa sadar menegang dan tanpa sadar teringat adegan saat diikat ke pohon. Irene di depannya tidak lagi terlihat anggun dan malah seperti seorang penyihir yang akan melahapnya."Kak, tenang saja!" Doni buru-buru berkata, "Aku pasti akan memberimu muka!"Saat ini bel pintu berbunyi."Dudukl
Irene menyuruh Doni untuk datang dan dia tidak berani mengabaikannya. Selain itu, Doni tahu Irene tidak akan mencarinya tanpa ada masalah penting. Yang disebut "wanita cantik" yang akan diperkenalkan kepadanya hari ini pastilah orang yang sangat penting.Doni bergegas pergi ke rumah Irene secepat mungkin.Irene sudah menunggu di sana. Karena hari ini akan menerima tamu, dia berpakaian cukup formal. Gaun berwarna cerah membalut tubuhnya, sosoknya terlihat sangat seksi dan perangainya anggun. Akan tetapi, di mata Doni, dia selalu merasa ada hantu kecil yang tersembunyi di balik kecantikan dan keanggunan yang luar biasa itu."Kak, hari ini dandananmu sangat cantik!" Doni bercanda, "Terlihat seperti akan pergi ke kencan buta."Irene memelototinya dan mengulurkan tangan untuk menarik telinganya dengan akurat, "Bajingan kecil, besar sekali nyalimu! Beraninya kamu nggak sopan padaku!?""Maaf, maaf." Doni memiringkan kepalanya dan ditarik ke kamar oleh Irene, "Kak, sebenarnya siapa yang akan k
"Bukankah CEO Grup Damian itu Damian sendiri?" Beni berkata dengan heran, "Damian bukan hanya direktur, tapi juga CEO.""Aneh, mungkinkah itu penipu?" kata Doni sambil mengeluarkan ponselnya untuk memeriksa Internet. Doni menemukan artikel tentang penunjukan CEO baru di berandau Grup Damian dan tiba-tiba mengangguk. "Baru saja diganti, Damian mengundurkan diri. Posisi CEO digantikan oleh Erika yang pulang dari luar negeri.""Pak Doni, apa Grup Damian barusan mencarimu?""Ya! Katanya mereka akan membicarakan bisnis, sore ini aku akan pergi menemuinya." Doni tersenyum dan dengan kasar menebak niat Erika. Doni segera bergumam pada dirinya, benar-benar sasaran empuk....Pada pukul tiga sore, Doni tiba di Kafe Avior sesuai jadwal. Di meja dekat jendela, Doni bertemu Erika.Erika adalah wanita yang sangat cantik. Hari ini Erika mengenakan kemeja putih dengan rok tinggi. Rambut panjangnya diikat rapi di belakang kepalanya, memperlihatkan lehernya yang mulus serta putih. Saat duduk di sana, a