"Sakit! Sakit! Sakit!"Doni yang telinganya dijewer langsung masuk ke dalam mobil. Di dunia ini, hanya ada satu orang yang sering menjewer telinga Doni, yaitu Irene Siregar.Setelah Doni masuk ke mobil, Irene langsung mengapit leher Doni di bawah ketiaknya.Doni mencium bau semerbak. Di saat bersamaan ketika dijewer, pipi Doni menempel erat dengan sesuatu yang empuk dan kenyal. Melalui kerah baju, Doni melihat kulit seputih salju yang mencolok!"Kak Irene!" Doni cemberut. "Jangan main-main, cepat lepaskan."Irene mendengus, seolah-olah tidak mendengarnya. "Sudah hebat, ya, kamu! Baru menikah berapa lama sudah cari wanita di luar? Keluarga Bonardi, Keluarga Leonardi, mana yang kamu incar? Jangan bilang kamu incar dua sekaligus!"Doni tersenyum getir. "Mana mungkin? Kakak, jangan begini, oke? Aku sudah dewasa!"Sambil berkata, Doni mengembungkan pipinya untuk mendorong buah dada Irene.Irene seakan-akan tidak menyadari hal itu. Dia menjewer telinga Doni dengan kuat, lalu melepaskannya. "
Doni berkata dengan tidak berdaya. "Aku kenal Melisa secara kebetulan, jangan pikir sembarangan."Irene memelototi Doni. "Gadis itu bahkan mau menempel ke tubuhmu! Aku yang pikir sembarangan atau kamu yang bertindak sembrono?"Doni membuka mulut, tetapi tidak dapat membantah."Lalu, gadis Keluarga Leonardi itu, bisa juga kalau kamu mau! Banyak untungnya kalau kamu dapatkan dia!" Irene meneruskan, seolah-olah tidak melihat tatapan Doni yang aneh. "Keluarga Leonardi unggul dalam mengumpulkan informasi. Tentang Kota Siron, nggak akan salah kalau tanya mereka!"Doni memutar mata. "Kak Irene, aku dan mereka hanya sekadar teman!""Teman? Teman tapi mesra?" Irene langsung menjewer telinga Doni. "Aku sedang serius! Jangan bercanda!""Sakit! Sakit! Sakit! Bisa copot! Bisa copot!" Doni merintih kesakitan. "Aku diam saja, oke?""Cih!" Irene melepaskan telinga Doni. "Dasar kurang ajar, memang kurang dihajar!"Doni benar-benar frustrasi. Kamu sendiri yang suka bercanda, kenapa malah bilang aku yang
Doni tercengang ketika Irene bertanya, "Bagaimana kita bisa kembali dengan cara seperti ini? Bukankah kita harus saling berpelukan untuk mengucapkan selamat tinggal?""Oke!" Irene memeluk Doni."Uh ... Kak, kenapa kamu seperti menggendong seorang anak?" Doni merasa tertekan. Meskipun aromanya berembus di wajahnya, rasanya sangat aneh.Irene mendengus lalu mendorongnya menjauh, "Dasar bodoh, pelukanku seperti ini sudah meninggalkan aroma serta rambut di tubuhmu. Nanti saat pulang, pikirkanlah bagaimana menjelaskannya pada istrimu!""Sialan ...." Doni menggaruk rambutnya. "Kamu mempermainkanku lagi.""Aku mengingatkanmu!" kata Irene sambil mengambil beberapa helai rambut dari bahu Doni."Kamu sudah punya keluarga, berhentilah bertingkah seperti anak bodoh.""Hati-hati! Setelah pergi ke pertemuan, rapikan tempat-tempat yang perlu dirapikan!""Rambut ini berwarna merah, pasti milik Melisa, 'kan? Rambut ini lurus, bukan milikku dan nggak sepanjang milik istrimu. Rambut siapa itu?""Ini ....
"Hah? Bagaimana perusahaan bisa merugi?" Helen tertegun sejenak, lalu tiba-tiba menyadari. "Apa kamu masih belum optimis dengan proyek Keluarga Wongso?""Tentu saja." Doni mencibir, "Bukankah menurutmu cara Keluarga Wongso seperti pembohong? Mereka mengumpulkan dana di mana-mana, tapi nggak ada berita sama sekali tentang di mana uang itu digunakan.""Mereka masih dalam masa persiapan, belum memulai konstruksi sama sekali." Helen menjelaskan, "Perusahaan sudah mengirimkan audit untuk menindaklanjuti proyek Keluarga Wongso, jadi jangan khawatir.""Di hadapan orang licik, tindak lanjut audit nggak ada gunanya! Seperti yang aku katakan, segera tarik uang investasinya, mungkin kamu nggak akan rugi banyak."Helen hanya bisa mengerutkan keningnya. "Kakek juga mendukung proyek ini! Jangan terlalu berprasangka buruk hanya karena kamu berasal dari Keluarga Wongso!""Aku nggak berprasangka buruk. Apa yang aku katakan sangat objektif!"Raut wajah Helen menjadi suram. "Maksudmu, kami semua, termasu
Helen semakin kesal mendengarkannya dan napasnya cenderung menjadi cepat.Akhirnya, Helen meraih bantal di tempat tidur dan melemparkannya. "Berhenti!"Doni sedang bernyanyi dengan semangat tinggi lalu tiba-tiba sebuah bantal harum mengenai wajahnya. Doni bertanya-tanya, "Ada apa?""Aku mengantuk!""Oke, selamat malam."Doni mendecakkan mulutnya tanpa berkata apa-apa.Doni sangat merindukan perasaan berdiri di atas bukit di desa pegunungan dan bernyanyi tanpa hambatan.Di kota ini, jika berdiri di atap gedung dan bernyanyi dengan keras, Doni mungkin akan segera dikirim ke rumah sakit jiwa....Keesokan paginya, begitu melihat Helen, Bernard mendesak, "Hari ini, cepat ke Bank Sentral Timung untuk kerja sama yang dikatakan Pak Yana kemarin."Ketika mendengar ini, Doni mengerutkan kening dan menyela, "Nggak perlu terlalu buru-buru."Bernard meliriknya. "Apa yang kamu tahu? Kamu harus melakukannya sekarang, agar belum terlambat! Seiring berjalannya waktu, bagaimana kalau Pak Yana lupa?"Do
...Pertemuan Yana memang diberitahukan dalam waktu singkat.Kemarin Yana pergi ke rumah sakit untuk pemeriksaan lagi. Dini hari tadi, semua hasilnya keluar.Para dokter di rumah sakit menjadi gila karena semua sel kanker di tubuh Yana telah hilang! Kali ini mereka mengira mesinnya rusak.Yana awalnya berencana mentraktir Doni makan hari ini sebagai ucapan terima kasih. Tanpa diduga, bos langsung menelepon dan memintanya mengadakan rapat ekonomi tingkat tinggi. Yana tidak punya pilihan selain memanggil orang kepercayaannya Wakil Direktur Dorris ke kantor."Pak Yana," Dorris berkata dengan sangat hormat, "Kalau ada perintah, beri tahu saja padaku."Yana mengeluarkan setumpuk kontrak, menyerahkannya kepadanya sambil berkata, "Kamu sudah bekerja dengan baik akhir-akhir ini. Anggap saja ini sebagai kinerjamu. Keluarga Kusmoyo akan datang untuk menandatangani kontrak hari ini."Dorris melihat sekilas kontraknya dan merasa sedikit bingung. Dorris belum pernah mendengar adanya hubungan antara
Doni serta Helen tiba di depan pintu Bank Sentral Timung. Mereka hendak masuk, tapi Helen tiba-tiba berhenti.Helen merasa ada yang tidak beres sejak meninggalkan rumah, tapi dirinya sudah memikirkan bagaimana menangani urusan bank hari ini, jadi tidak pernah memikirkannya terlalu mendalam. Ketika sampai di depan pintu bank, Helen memperhatikan pakaian Doni, akhirnya mengerti dari mana perasaan ada yang tidak beres itu berasal.Helen mengerutkan kening dan berkata, "Saat kamu pergi berbisnis nantinya, bisakah kamu nggak berpakaian seperti ini?""Apa salahnya berpakaian seperti ini? Aku nggak memakai pakaian yang dibawa desa. Ini semua pakaian bermerek!""Kamu datang untuk urusan bisnis, jadi kamu harus mengenakan pakaian formal!"Doni memandang orang-orang yang keluar masuk bank. "Kecuali teller bank, siapa yang mengenakan pakaian formal? Siapa pun yang berjalan di jalan dengan mengenakan pakaian formal akhir-akhir ini terlihat seperti agen real estat. Lihat dirimu yang seperti agen re
Sialan, ini istriku, kenapa kamu terus melihatnya?Mulai sekarang, jika pergi, lebih baik Helen berpakaian tertutup saja!Kalau tidak, pasti akan terlalu menggoda bagi orang mesum!"Baiklah, kalau begitu ... kami akan menunggu." Helen masih memasang ekspresi dingin, tapi nada suaranya lebih sopan."Nona Helen nggak perlu menunggu di luar." Hendry memandangnya dengan ekspresi main-main, mengeluarkan sekotak pakaian dari laci dan meletakkannya di atas meja. "Ambil ini, pergi ke kamar 5008 di hotel sebelah. Pakai saja pakaian ini lalu tunggu di sana. Pak Dorris akan tiba di sana sebentar lagi."Doni menunduk dan menunjuk ke kotak di atas meja. "Apa ini?"Hendry mendengus dengan nada menghina, "Apa kamu sopir Nona Helen? Kamu nggak perlu khawatir! Setelah mengantarkan Nona Helen ke sini, kenapa nggak langsung pergi saja! Setelah Nona Helen serta Pak Dorris selesai berbicara, tentu saja aku akan mencarimu."Ini adalah pertama kalinya Helen menghadapi hal semacam ini. Mereka memintanya pergi