Leonel tersenyum. "Seven, sudah dengar, 'kan? Laksanakan perintah Tuan Muda Jack.""Siap!" Seven menyeringai dan melambaikan tangan. "Dimas, Selvin, bawa dua wanita itu ke sebelah untuk ambil foto. Sisanya, temani aku lihat tarian!"Doni menarik Meisy dan Melisa ke belakangnya, lalu berhadapan dengan Seven. "Sebaiknya kamu dan majikanmu jangan ikut campur. Kalau nggak, kalian juga akan terbaring seperti mereka."Seven tersenyum bengis. "Jangan congkak karena menguasai sedikit keterampilan saja. Kamu belum pernah lihat seni bela diri sejati!"Doni memicingkan matanya. "Kenapa? Kamu bisa memperlihatkannya padaku?"Saat empat mata bertemu, ekspresi mata Seven berangsur-angsur menjadi tegas.Tatapan mata Seven yang ganas bahkan tidak sanggup dihadapi oleh pemimpin dunia persilatan pada umumnya, tetapi itu tidak berkhasiat terhadap Doni. Saat bertatapan dengan Doni, Seven merasa seperti sedang menerawang jurang tak berdasar dan akan tenggelam. Perasaan itu membuatnya merinding.Bocah ini ag
Melisa dan Meisy terbengong. Klub milik Leonel terbuka untuk umum dan Leonel menjalin hubungan yang baik dengan semua keluarga, tetapi semua orang tahu Leonel paling dekat dengan Keluarga Samosir dibanding keluarga lain di Kota Timung.Namun, Leonel tidak memihak kepada Jack hari ini.Melisa dan Meisy mengira keluarga satu sama lain diam-diam sudah menjalin hubungan yang erat dengan Leonel.Akan tetapi, Doni menatap seorang pria di belakang Leonel dengan penuh minat. Leonel menghentikan Seven setelah pria itu berbisik padanya.Melihat Doni menoleh ke arahnya, pria itu tersenyum sopan pada Doni.Doni juga tersenyum sebagai balasan. Dia pun paham.Itu Michael Chandra! Michael adalah kakaknya Leonel, sekretaris utama Petrus.Michael tidak pernah melakukan pendekatan dengan Doni, tetapi sebagai orang kepercayaan atasan, Michael harus mengenal nama dan tampang kerabat atasannya. Hari ini, dia baru saja menghadiri acara pengguntingan pita untuk usaha baru Harris untuk Doni.Oleh karena itu,
Setelah Jack pergi, Leonel langsung menandatangani cek senilai empat puluh miliar untuk Doni. Klub tersebut sering menerima bisnis "mahyong" antar pengusaha. Bos akan mentransfer uang ke rekening klub, lalu klub akan menyediakan koin sebagai buktinya. Koin-koin tersebut tampak umum, tetapi di dalamnya ada mikrocip dengan kode digital sehingga tidak dapat dipalsukan.Uang jaminan yang dibayar oleh Jack dan Tulus saat menukarkan koin juga diberikan kepada Doni.Namun, menurut Doni, sayang sekali tidak dapat melihat Jack menari. Leonel dan Michael ikut campur dengan terlalu cepat. Akan tetapi, mereka juga berbaik hati. Jadi, masalah itu dianggap lewat untuk sementara waktu.Setelah Doni pergi bersama Melisa dan Meisy, Leonel kembali ke kantor dan menyeka keringat. "Hampir saja aku melakukan kesalahan besar. Doni nggak akan menyimpan dendam, 'kan?"Michael tersenyum. "Harusnya nggak. Aku sudah telepon beliau dan laporkan kejadian barusan. Beliau sangat puas.""Baguslah kalau begitu. Nggak
"Nggak akan aku kasih tahu!" Melisa berpikir sejenak. "Mardi sepertinya sedang menyusun rencana besar, misterius setiap hari. Ada utusan lagi dari Kota Siron. Kelihatannya mereka cukup hebat, kamu harus lebih berhati-hati.""Baik, aku tahu." Doni tersenyum seraya berkata, "Ayahmu pasti marah kalau tahu kamu diam-diam memberiku informasi.""Cih! Aku nggak takut!" seru Melisa. "Aku sangat nggak suka Mardi. Aku mau lihat dia menderita!""Oh, ya, Kak Doni." Meisy menyela, "Kamu mau tahu kabar di Kota Siron nggak, tentang Keluarga Winta? Keluargaku punya banyak kenalan di Kota Siron, bisa bantu kamu tanya.""Hmm ... oke! Tolong, ya.""Jangan bilang begini, kamu sudah memberiku bantuan besar hari ini!" Meisy tersenyum saat berkata, "Sudah malam sekarang, aku traktir kamu makan saja lain hari! Kalau kamu ke Kota Siron, kamu harus main ke klub keluargaku. Bebas pilih acara saja dan wanita mana saja!"Melisa memutar mata. "Uhuk, uhuk! Meisy, kuperingatkan kamu, jangan menodai Kak Doni!"Meisy t
"Sakit! Sakit! Sakit!"Doni yang telinganya dijewer langsung masuk ke dalam mobil. Di dunia ini, hanya ada satu orang yang sering menjewer telinga Doni, yaitu Irene Siregar.Setelah Doni masuk ke mobil, Irene langsung mengapit leher Doni di bawah ketiaknya.Doni mencium bau semerbak. Di saat bersamaan ketika dijewer, pipi Doni menempel erat dengan sesuatu yang empuk dan kenyal. Melalui kerah baju, Doni melihat kulit seputih salju yang mencolok!"Kak Irene!" Doni cemberut. "Jangan main-main, cepat lepaskan."Irene mendengus, seolah-olah tidak mendengarnya. "Sudah hebat, ya, kamu! Baru menikah berapa lama sudah cari wanita di luar? Keluarga Bonardi, Keluarga Leonardi, mana yang kamu incar? Jangan bilang kamu incar dua sekaligus!"Doni tersenyum getir. "Mana mungkin? Kakak, jangan begini, oke? Aku sudah dewasa!"Sambil berkata, Doni mengembungkan pipinya untuk mendorong buah dada Irene.Irene seakan-akan tidak menyadari hal itu. Dia menjewer telinga Doni dengan kuat, lalu melepaskannya. "
Doni berkata dengan tidak berdaya. "Aku kenal Melisa secara kebetulan, jangan pikir sembarangan."Irene memelototi Doni. "Gadis itu bahkan mau menempel ke tubuhmu! Aku yang pikir sembarangan atau kamu yang bertindak sembrono?"Doni membuka mulut, tetapi tidak dapat membantah."Lalu, gadis Keluarga Leonardi itu, bisa juga kalau kamu mau! Banyak untungnya kalau kamu dapatkan dia!" Irene meneruskan, seolah-olah tidak melihat tatapan Doni yang aneh. "Keluarga Leonardi unggul dalam mengumpulkan informasi. Tentang Kota Siron, nggak akan salah kalau tanya mereka!"Doni memutar mata. "Kak Irene, aku dan mereka hanya sekadar teman!""Teman? Teman tapi mesra?" Irene langsung menjewer telinga Doni. "Aku sedang serius! Jangan bercanda!""Sakit! Sakit! Sakit! Bisa copot! Bisa copot!" Doni merintih kesakitan. "Aku diam saja, oke?""Cih!" Irene melepaskan telinga Doni. "Dasar kurang ajar, memang kurang dihajar!"Doni benar-benar frustrasi. Kamu sendiri yang suka bercanda, kenapa malah bilang aku yang
Doni tercengang ketika Irene bertanya, "Bagaimana kita bisa kembali dengan cara seperti ini? Bukankah kita harus saling berpelukan untuk mengucapkan selamat tinggal?""Oke!" Irene memeluk Doni."Uh ... Kak, kenapa kamu seperti menggendong seorang anak?" Doni merasa tertekan. Meskipun aromanya berembus di wajahnya, rasanya sangat aneh.Irene mendengus lalu mendorongnya menjauh, "Dasar bodoh, pelukanku seperti ini sudah meninggalkan aroma serta rambut di tubuhmu. Nanti saat pulang, pikirkanlah bagaimana menjelaskannya pada istrimu!""Sialan ...." Doni menggaruk rambutnya. "Kamu mempermainkanku lagi.""Aku mengingatkanmu!" kata Irene sambil mengambil beberapa helai rambut dari bahu Doni."Kamu sudah punya keluarga, berhentilah bertingkah seperti anak bodoh.""Hati-hati! Setelah pergi ke pertemuan, rapikan tempat-tempat yang perlu dirapikan!""Rambut ini berwarna merah, pasti milik Melisa, 'kan? Rambut ini lurus, bukan milikku dan nggak sepanjang milik istrimu. Rambut siapa itu?""Ini ....
"Hah? Bagaimana perusahaan bisa merugi?" Helen tertegun sejenak, lalu tiba-tiba menyadari. "Apa kamu masih belum optimis dengan proyek Keluarga Wongso?""Tentu saja." Doni mencibir, "Bukankah menurutmu cara Keluarga Wongso seperti pembohong? Mereka mengumpulkan dana di mana-mana, tapi nggak ada berita sama sekali tentang di mana uang itu digunakan.""Mereka masih dalam masa persiapan, belum memulai konstruksi sama sekali." Helen menjelaskan, "Perusahaan sudah mengirimkan audit untuk menindaklanjuti proyek Keluarga Wongso, jadi jangan khawatir.""Di hadapan orang licik, tindak lanjut audit nggak ada gunanya! Seperti yang aku katakan, segera tarik uang investasinya, mungkin kamu nggak akan rugi banyak."Helen hanya bisa mengerutkan keningnya. "Kakek juga mendukung proyek ini! Jangan terlalu berprasangka buruk hanya karena kamu berasal dari Keluarga Wongso!""Aku nggak berprasangka buruk. Apa yang aku katakan sangat objektif!"Raut wajah Helen menjadi suram. "Maksudmu, kami semua, termasu