Angin berhembus menyejukkan kulitnya. Rambut panjang sebahu menari-nari mengikuti arah kemana angin membawanya. Clarissa tersenyum dan memeluk tangan yang melingkar di pinggangnya.
"Apa nggak dingin,” Fathir bertanya Ketika melihat istrinya yang sudah lama berdiri di balkon teras kamarnya.
Clarissa tersenyum dan menggelengkan kepalanya, “dingin sih, tapi anginnya enak, sejuk Risa suka. Risa nggak pernah bayangin kalau Risa bakalan datang ke sini," Clarissa berbicara dengan memutar sedikit kepalanya ke belakang dan memandang wajah suaminya yang berdiri di belakangnya. Dari atas lantai 25 ini Clarissa bisa yang menatap keindahan kota Tokyo di malam hari.
Fathir tersenyum dan mencium bibir istrinya.
"Abang kalau mau cium kasih aba-aba kenapa."
"Kalau kasih aba-aba itu nggak seru.” Fathir mengulum senyumnya. Pria tiga anak Itu menatap wajah istrinya yang begitu sangat cantik. "Sebenarnya sudah lama pengen ajak adek berlibu
Clarissa bangun sebelum adzan. Bagun sepagi ini sudah selalu di lakukannya. Clarissa sudah sangat terbiasa melakukannya semenjak di panti asuhan.Clarissa hidup di panti asuhan sejak berusaha 6 tahun. Setelah ayahnya menikah dengan istri barunya dan bercerai dengan ibunya. Ibunya menitipkan Clarissa di panti asuhan karena harus mencari pekerjaan di kota. Tidak ada tempat untuk menitipkan putrinya pada saat itu. Sehingga ibunya memutuskan untuk menitipkan Clarissa di panti asuhan yang ada di kampungnya.Clarissa mengusap air matanya saat mengingat peristiwa itu. Peristiwa yang sudah terjadi belasan tahun silam. Namun Clarissa tidak pernah bisa melupakan itu semua."Ibu, aku mohon bawalah aku kemanapun ibu pergi," Clarissa menangis memeluk ibunya. "Aku berjanji tidak akan menangis bila lapar, tidur dimana saja tidak apa, aku tidak akan mengeluh bila hujan kebasahan, disaat panas kepanasan," Clarissa
"Aku bersihkan toilet cewek cup," ucap Sinta yang mengangkat jari telunjuknya."Gak adil, Sinta semalam sudah bersihkan toilet yang cewek. Sekarang gantian," ucap Clarissa yang tidak mau mengalah."Kalau gitu kita Sid," ucap Sinta memberi ide."Ayo, siapa takut," jawab Clarissa menantang. Di antara mereka tidak ada yang mau membersihkan toilet pria. Toilet pria lebih Kotor daripada toilet wanita karena alasan itu yang membuat kedua gadis itu tidak ada yang ingin membersihkan toilet pria."Ayo mulai," ucap Sinta yang sudah bersiap dengan menyimpan jarinya di belakang tekuk lehernya."Ayo," jawab Clarissa. Kedua gadis itu terlihat seperti anak kecil yang sangat lucu saat melakukan sid tersebut."Ye aku menang kamu bersihkan toilet laki-laki," ucap Sinta yang begitu sangat senang dan mengangkat kedua tangannya ke atas.Dengan muk
Jam 11 siang Clarissa baru bisa beristirahat. Clarissa duduk selonjor di lantai dan menyandarkan punggungnya di dinding saat berada pantry. Posisi duduk seperti ini membuat rasa lelahnya sedikit berkurang. Clarissa merasakan perutnya yang sudah sangat lapar. Tenggorokannya juga begitu amat sangat haus. Tubuhnya terasa amat lelah setelah membersihkan ruangan rapat. Baju seragam cleaning service yang dipakainya sudah basah oleh keringatnya.Setelah beristirahat sejenak Clarissa berencana makan terlebih dahulu sebelum kembali bekerja, agar la kembali memiliki tenaga dan bisa melanjutkan perjalanannya yang sangat menguras tenaga.Clarissa memandang Sinta yang masuk kedalam pantry dan berjalan ke rak piring. Sinta mengambil gelas dan mengisi gelas itu dengan air yang ada di dalam dispenser. Sinta meneguk air di dalam gelas itu hingga habis tanpa sisa."Sudah selesai?" tanya Clarisa."Belum," j
"Buatkan saya kopi," ucap pria itu memerintah"Baik Pak," ucap Clarissa yang meninggalkan ruangannya.Clarissa turun ke pantri dengan mengangkat baskom yang berisi piring kotor. Dengan cepat Clarissa membuatkan kopi untuk direktur dan kemudian naik lagi ke atas."Permisi pak," ucap Clarissa yang membawa secangkir kopi untuk bosnya. Ini untuk kali pertamanya Clarissa bertemu dengan pemilik perusahaan tempat dirinya bekerja. Clarissa memperhatikan pria tampan tersebut. "Ternyata pak Direktur masih terlihat muda dan juga sangat tampan," ucap Clarissa di dalam hati. Clarissa juga tahu bahwa pria itu berstatus suami orang."Masuk," ucap pria itu memandang Clarissa.Clarissa masuk ke dalam ruangan dan meletakkan cangkir berisi kopi di atas meja. Entah mengapa Clarissa merasakan dadanya berdebar-debar saat melihat direktur utama tersebut. Clarissa tidak p
Clarissa berjalan dengan tertatih. Kakinya terasa begitu sangat lemas, dengan tubuh yang terasa sakit dan remuk. Clarissa berusaha tetap berjalan membawa tubuh lelahnya. Berada di posisi seperti ini membuatnya hanya bisa menangis meratapi takdir hidup."Haruskah aku marah dengan takdir yang terasa begitu sangat kejam untuk ku. Apakah aku tidak berhak memiliki kebahagiaan seperti orang kebanyakan. Hidup sendiri tanpa mengetahui dimana keberadaan kedua orang tua aku saja terasa sudah begitu sangat berat. Aku datang ke sini dengan harapan bisa mencari keberadaan ibu yang katanya akan pergi ke Jakarta. Namun bukanya bertemu dengan ibu, aku harus mengalami nasib tragis seperti ini. ?" Clarissa tidak ada henti-hentinya menangis dan bertanya kepada diri sendiri. Clarissa merasakan dirinya yang sudah tidak mampu lagi berjalan. Tubuhnya terasa amat lemas hingga Clarissa memutuskan untuk duduk di pinggir jalan. Duduk di tepi jalan seperti ini sambi
Dengan mempercepat langkah kakinya Clarissa berjalanm ke kamar mandi. Berada di dalam ruangan ini membuat dadanya terasa begitu sangat sesak dan sakit. Clarissa masuk ke dalam kamar mandi dan duduk di closet. Saat ini ia menangis sejadi-jadinya. "Mengapa hidup ku harus seperti ini. ibu, Risa rindu Ibu. Apakah ibu benar-benar lupa sama Risa Bu," ucap Clarissa sambil mengusap air mata yang mengalir dengan derasnya.Clarissa berusaha meredam suara tangisnya. Ia tidak tahu harus mengadu dengan siapa. Cukup lama Clarissa nenagis di dalam kamar mandi. Clarissa membasuh wajahnya dengan air keran di wastafel.Clarissa keluar dari dalam kamar mandi setelah menenangkan dirinya sendiri . Clarissa sangat bersyukur saat melihat Sinta sudah selesai membersihkan ruangan direktur."Lama banget sih,” ucap Sinta yang mengomel saat melihat Clarissa yang keluar dari dalam kamar mandi."Perut ku meles banget," ucap Caris
Clarissa bangun ketika adzan subuh.Ia merendam pakaian kotor di dalam kamar mandi untuk mencucinya nanti.Clarissa keluar dari kamar mandi setelah berwudhu.Clarissa melaksanakan salat subuh. Ia menangis dan bersimpuh di depan sang pencipta. Cukup lama dia berdo’a. Begitu banyak yang dicurahkan di dalam do’anya. Dengan menagis sejadi-jadinya, mulutnya tetap berdoa. Seakan dia sedang berbicara kepada seseorang teman yang begitu setia mendengarkannya. Tanpa mau menyalahkan. "Ya Allah, hamba tidak akan menyalahkan takdir yang engkau berikan untuk hamba. Hamba ikhlas menjalani cobaan yang engkau berikan. Meskipun hampa merasa tidak sanggup," Clarissa menagis sejadi-jadinya. Ketika ia mencurahkan semua kepedihannya. "Ya Allah, berikan hamba kekuatan untuk menjalin ini semua. Clarissa menyudahi Doanya setelah ia mencurahkan seluruh perasaannya.Clarissa mulai merapikan sajadah dan mu
i"Iya tunggu sebentar," saut Clarissa yang mendengar Sinta mengetuk pintu dari luar. Clarissa berjalan mendekati pintu dan membukanya."Apa kamu sudah nungguin aku?" Sinta bertanya dengan yang tersenyum lebar saat memandang temannya tersebut."Ya, nungguin siap lagi. Kamu tau sendiri mau nungguin pacar, tapi gak punya," jawab Clarissa yang tersenyum."Apa masuk dulu?" Clarissa menawarkan."Iya dong. Aku capek habis berdiri di atas busway. Terus jalan kaki masuk ke sini," ucap Sinta yang masuk ke dalam rumah yang begitu sangat sederhana. Sinta duduk di lantai yang beralas dengan karpet."Berhubung kita baru siap gajian aku ada beli gula dan juga teh. Kamu mau aku buatin minum gak?" tanya Clarissa yang berdiri di dekat pintu."Boleh," jawab Sinta.Clarissa sedikit menutup pintu rumahnya. "Tunggu sebentar," ucapnya yang berjalan menuju
Angin berhembus menyejukkan kulitnya. Rambut panjang sebahu menari-nari mengikuti arah kemana angin membawanya. Clarissa tersenyum dan memeluk tangan yang melingkar di pinggangnya."Apa nggak dingin,” Fathir bertanya Ketika melihat istrinya yang sudah lama berdiri di balkon teras kamarnya.Clarissa tersenyum dan menggelengkan kepalanya, “dingin sih, tapi anginnya enak, sejuk Risa suka. Risa nggak pernah bayangin kalau Risa bakalan datang ke sini," Clarissa berbicara dengan memutar sedikit kepalanya ke belakang dan memandang wajah suaminya yang berdiri di belakangnya. Dari atas lantai 25 ini Clarissa bisa yang menatap keindahan kota Tokyo di malam hari.Fathir tersenyum dan mencium bibir istrinya."Abang kalau mau cium kasih aba-aba kenapa.""Kalau kasih aba-aba itu nggak seru.” Fathir mengulum senyumnya. Pria tiga anak Itu menatap wajah istrinya yang begitu sangat cantik. "Sebenarnya sudah lama pengen ajak adek berlibu
Clarissa memandang suaminya. Ada rasa khawatir ketika dirinya akan bertemu dengan Farah mantan istri suaminya."Bang." Clarissa memegang tangan suaminya.“Iya,” jawab Fathir.“Risa masih belum siap untuk ketemu sama Mbak Farah,” keluh Carissa.Fathir tersenyum dan mengusap pipi istrinya, “dia datang ke sini niatnya untuk memperkenalkan calon suaminya, dan juga untuk melihat Devan dan Sheren, jadi niatnya baik. Bila orang datang dengan niat yang baik, maka kita harus menerimanya." Fathir meyakinkan istrinya. Pria itu mengusap pipi istrinya dan mengecup kening istrinya.“Nanti Abang jangan tinggalin Risa ya,” pinta Clarissa. Hingga saat ini Clarissa masih tidak berani terhadap istri mantan suaminya. Apa yang telah dilakukan oleh mantan istri suaminya itu masih teringat jelas dalam ingatannya.“Iya dek Abang nggak akan ninggalin,” Fathir tersenyum dan mencium bibir istrinya.&ld
"Bang jangan gangguin, Risa lagi kasih Azkah susu," kata Clarissa yang merasa geli ketika suaminya mencium tengkuk lehernya."Kalau Azkah sudah selesai minum susu dan tidur, satu kali lagi ya Dek,"pintar Fathir.Clarissa memutar kepalanya dan memandang wajah suaminya.Fathir tersenyum dan memajukan bibirnya ke depan. Pria itu mencium bibir istrinya. "Ya sayang," ucap Fathir yang sedikit mengecup bibir istrinya."Sejak tadi rambut Risa nggak ada kering-keringnya," kata Clarissa yang sedang dalam kondisi berbaring menyusui bayi.“Iya sama Dek,” ucap Fathir.“Sama apanya.”“Rambut Abang juga gak ada kering-keringnya.” Jawab pria yang memegang punggung istrinya dari belakang.“Abang rambutnya pendek. Gitu siap mandi 5 menit dah kering,” ucap Clarissa.Fathir hanya tersenyum saat mendengar ucapan istrinya. "Dek, kemarin 40 hari cuti dek. Sekarang tu rasanya beda, enak. Gak
Farah duduk di meja kerjanya. Saat ini dirinya memeriksa laporan penjualan butik miliknya. Butik yang didirikannya 10 bulan yang lalu. Farah juga mengurusi pemesanan secara online.Farah menghentikan pekerjaannya dan menutup layar komputernya. Farah melihat foto-foto kedua anaknya seperti ini, air matanya menetes seketika. Setelah perpisahannya dengan mantan suaminya, Farah belum pernah bertemu dengan kedua anaknya. Rasa rindunya begitu sangat kuat, namun Farah malu untuk menatap wajah kedua anaknya. Menyandang nama sebagai ibu yang tidak baik, begitu membuatnya tidak berani untuk mendekati kedua anaknya.“Andainya aku berjumpa dengan mereka , apakah mereka akan berlari memeluk ku?" Farah bertanya di dalam hatinya. “Maafkan mami, Mami malu menatap wajah kalian. Sekarang kalian pasti begitu sangat bahagia. Berkumpul sama opa dan Oma. Kalian sudah memiliki mama baru, yang sepertinya dia sangat menyayangi kalian,” ucap Farah yang mengusap air matan
Fathir masuk ke dalam kamarnya. Pria itu melihat istrinya yang sedang tidur bersama dengan anak ketiganya. Sudah 2 hari ini istrinya sudah pulang ke rumah.Fathir tersenyum memandang wajah istrinya yang saat ini tertidur dengan sangat nyenyak. Pria itu mencium kening istrinya dengan sangat lembut kemudian mencium pipi dan bibir istrinya. “Enak kali tidurnya sampai nggak tahu,” ucap Fathir yang sedikit menarik hidup istrinya. Istrinya tidak bergerak sama sekali meskipun dirinya sudah dekat seperti ini.Fathir merangkak naik ke atas tempat tidur. Pria itu memandang wajah putranya yang begitu sangat tampan. “Ini tidurnya pasti sama enaknya sama mamanya. Atau jangan-jangan lagi lomba tidur." Fathir berbicara dengan suara yang sangat kecil. "Pipinya lembut sekali." Fathir mencium lembut bibir putranya.Fathir tersenyum ketika putranya bergerak. Pria itu mencium pipi putranya dan membuka jas yang saat ini di pakainya. Fathir menggendong putranya dan
Clarissa berbaring di atas tempat tidur kamar rawatnya. Senang sangat hati Clarissa setelah proses persalinannya berjalan dengan sangat lancar. Saat ini kamar yang ditempatinya sudah penuh dengan keluarganya. Adik-adiknya, anak-anaknya, Papa mertua, Mama mertua kemudian juga Ibu serta papa sambungnya. Clarissa tersenyum saat melihat wajah ibu dan juga mama mertuanya yang sedang asik mengendong cucunya.Clarissa tertawa ketika melihat tingkah Sheren yang begitu sangat lucu. Sheren menarik tangan Omanya agar dirinya bisa mencium Adik bayinya tersebut."Sejak tadi dicium-cium Sheren dan Devan, tapi tetap aja gak bangun-bangun," Clarissa memandang putranya yang tidur dengan sangat lelap."Jadi aku sekarang sudah di panggil Om," tanya DikoClarissa tersenyum dan menganggukkan kepalanya."Ciko yang umurnya nya 6 tahun juga?" Tanya Diko.“Iya,” jawab Rini."Oh aku berharap dia tidak cepat menikah nanti agar aku tidak
"Apa tidak ada cara lain dok, Istri saya sudah sangat kesakitan tapi masih disuruh untuk jalan?" Fathir menahan emosinya saat dokter Sandra yang menangani persalinan Istrinya meminta agar istrinya jalan-jalan di dalam kamar."Ini guna mempercepat bukaannya pak. Saat ini sudah bukaan 5." Dokter Sandra menjelaskan."Tapi istri saya sudah sangat kesakitan," ucap Fathir yang meneteskan air matanya. Dengan sangat cepat pria itu menutup matanya dengan telapak tangannya dan mengusap air matanya."Fathir, persalinan normal memang seperti ini." Rini menasehati menantunya."Tapi bu," ucap Fathir menghentikan ucapannya."Kita harus ikut apa yang disarankan dokter Sandra. Biar mempercepat bukaan. " Ucap Rini.Fathir memandang isterinya yang berbaring di atas tempat tidur. Saat ini yang bisa dilakukannya hanya menuruti saran dari dokter tersebut.Fathir berjalan mendekati istrinya. Pria itu duduk di samping tempat tidur. "Mau ya Dek jalan," bujukn
Setelah sholat subuh Fathir menemani istrinya jalan pagi di halaman rumahnya. Terkadang Fathir membawa istrinya jalan di taman agar Istrinya tidak bosan.Saat ini Fathir sedang berada di taman di depan rumahnya. Istrinya tidak mau untuk jalan-jalan ke taman yang berada di luar dari perumahannya. Clarissa lebih memilih untuk jalan pagi di halaman rumah mereka.Clarissa berhenti dan memegang tangan suaminya."Kenapa?" tanya Fathir."Perut Risa sakit bang," ucap Clarissa. Wajahnya terlihat menahan sakit."Apa sakit kali sayang, bila terlalu sakit jalan paginya udahan aja. Abang gendong ke kamar ya?"Clarissa menggelengkan kepalanya. "Gak usah bentar lagi akan hilang, sekarang sering sakit gini bang, terus nanti sakitnya hilang." Clarissa mengusap-usap perutnya berharap rasa sakit yang dirasakannya bisa secepatnya hilang.“Sayang, adek cepat lahir ya nak, kasihan Mama,” ucap Fathir. Ia hanya berusaha menguatkan istrinya dengan
Clarissa duduk di pangkuan suaminya sambil mengancing kemeja yang dipakai suaminya.Fathir memandang wajah istrinya. Pipi istrinya sudah semakin berisi dan bulat. Pria itu begitu sangat gemas melihat istrinya yang semakin tampak imut-imut. "Mau ikut ke kantor gak?" tanyanya sambil mencium pipi bulat istrinya.Clarissa memandangnya dan membesarkan matanya. "Apa boleh?" tanyanya."Iya bolehlah istri bos yang datang, siapa yang berani larang," ucapnya."Tapi nanti Risa gangguin abang kerja," Clarissa berkata dengan memandang wajah tampan suaminya."Ya enggak lah, paling waktu istirahat nanti main di kamar," Fathir sedikit tersenyum dan menaikan sebelah alisnya."Kalau gitu Risa wajib bawa baju ganti, make up juga," Clarissa berkata dengan wajah polosnya. Clarissa hanya perlu membawa perlengkapan baju dan make up saja, sedangkan untuk perlengkapan mandi di sana sudah tersedia.Fathir tersenyum saat mendengar jawaban polo