Kereta kuda berhenti di sudut bagian utara Akademi Milu, kereta kuda Keluarga Bangsawan Cahyo juga mengikuti dari belakang agar tidak menyebabkan kemacetan.Hujan semakin deras dan orang-orang semakin banyak, kaki Jennifer terluka dan tidak baik baginya untuk kembali ke kereta kudanya pada saat ini. Dia hanya bisa menunggu sampai kereta kuda yang mengantar anak-anak ke akademi secara perlahan pergi dan baru turun dari kereta kuda Intan."Nyonya Jennifer antar anakmu untuk sekolah?" Intan mengetahui bahwa dia mengadopsi seorang orang, hanya saja tidak tahu berapa umurnya sekarang."Benar, ini adalah hari pertama dia bersekolah dan aku datang untuk mengantarnya," ujar Jennifer sambil tersenyum dan sikapnya terlihat jauh lebih alami saat membicarakan tentang putranya."Berapa umurnya? Siapa namanya?"Jennifer berkata, "Dia sudah tujuh tahun dan namanya Galio Cahyo."Marsila berkata sambil tersenyum, "Aku tahu bahwa dia akan jadi anak yang hebat setelah mendengar namanya."Ekspresi Jennife
Intan memanggil Marsila dan membantu Jennifer untuk bersandar di punggung Marsila, kemudian Marsila segera menggendong Jennifer ke kereta kuda dengan cepat, "Kamu tunggulah di sini, aku pasti akan menemukannya untukmu."Seluruh tubuh Jennifer bergetar, seluruh rambut Jennifer basah dengan air, sedangkan air di wajahnya tidak bisa dibedakan apakah itu adalah air mata atau air hujan. Bibir Jennifer bergetar dengan hebat dan berkata, "Tolong, tolong, kamu harus temukan anting itu.""Jangan turun dari kereta kuda!" Intan berkata dengan keras, "Jaga dirimu baik-baik dan jangan sampai dia yang sudah berada di surga mengkhawatirkanmu."Jennifer menangis sambil menutupi wajahnya.Intan menyuruh kusir untuk menjaga Jennifer, lalu turun dari kereta kuda dan terus mencari.Kereta kuda perlahan-lahan bubar pada setengah jam kemudian, tapi hujan masih belum berhenti, langit sangat gelap dan terlihat sangat menakutkan, keempat orang tidak bisa berdiri dengan tegak karena terus mencari anting Jennife
Rudi membeli sebuah tusuk rambut berwarna emas merah dan memasukkannya ke dalam kotak. Rudi tiba di kediaman dan bertanya kepada pelayan, Rudi langsung pergi ke kamar ibunya setelah mengetahui bahwa Shayna sedang berada di sana.Benar saja, Shayna sedang memeluk kotak perhiasan itu pada saat ini, dia segera berdiri dan bertanya dengan waspada saat melihat Rudi berjalan masuk, "Bukankah Kakak bekerja hari ini? Kenapa kembali lagi?""Ini untukmu!" Rudi memberi kotak itu pada Shayna dan berkata dengan datar, "Ini tusuk rambut yang kubelikan untukmu."Shayna bertanya dengan curiga, "Tusuk rambut untukku? Kenapa beli tusuk rambut untukku?"Shayna memeluk kotak perhiasannya dengan erat, beberapa hari ini Rudi menyuruhnya untuk mengembalikan hiasan kepala ini, kenapa Rudi tiba-tiba membelikan tusuk rambut untuknya?"Ini hadiah untukmu karena kamu telah merawat Ibu selama beberapa hari ini ... huh, ambilah," ujar Rudi sambil membalikkan badan dan menatap Diana yang sedang berbaring di tempat t
Para pelayan akhirnya berhasil meleraikan Shayna dan Amanda setelah Rudi tiba di kediaman, tapi kondisi mereka berdua terlihat sangat mengenaskan, rambut mereka acak-acakan dan pakaian mereka sampai robek. Bahkan wajah mereka juga dipenuhi dengan bekas cakaran dan tamparan, benar-benar seperti perkelahian antar tikus jalanan.Diana duduk di kursi sambil terengah-engah dan memelototi Amanda dengan marah, "Dia sebentar lagi akan menikah, tapi kamu malah melukai wajahnya, bagaimana dia bisa bertemu dengan orang-orang di masa depan?"Amanda duduk di lantai dan menangis dengan sangat sedih.Rudi melangkah maju dan membantu Amanda untuk berdiri, kemudian memberikan setumpuk uang kertas padanya, "Hiasan kepala batu rubi itu sudah dikembalikan dan simpan uang ini.""Rudi, apakah kamu sudah gila?" Diana merasa sangat marah sampai berdiri, "Tidak disangka kamu kembalikan perhiasan yang sudah dibeli, mau taruh di mana muka Keluarga Wijaya?""Ambil kembali, cepat ambil kembali hiasan kepala itu!"
Tatapan Rudi sedingin air dan berkata pelan, "Aku sangat berharap kamu bilang kalau kamu tidak melakukan hal seperti itu di Kota Wena."Linda mencibir, "Apakah kamu merasa jijik padaku karena kejadian di Kota Wena? Tidak, kamu jijik padaku karena aku ditangkap di Gunung Norao, wajahku rusak dan kamu merasa aku sudah tidak suci lagi. Tapi aku bisa kasih tahu kamu kalau aku masih suci."Rudi menggelengkan kepalanya, "Tidak, aku merasa kasihan atas apa yang terjadi padamu di pegunungan di luar Norao, kalau tidak aku tidak akan membantumu menanggung kesalahanmu. Hal yang tidak bisa kuterima adalah semua hal yang kamu lakukan di Kota Wena.""Bisakah kamu jangan membohongi dirimu sendiri?" Linda tetap mencibir, "Apakah kamu benar-benar merasa tindakanku di Kota Wena salah?""Kamu tidak merasa dirimu salah?" Rudi menarik napas dalam-dalam, "Sampai saat ini kamu masih merasa dirimu tidak salah?"Linda tidak mengenakan cadar, cahaya lampu menerangi wajahnya yang sudah rusak. Tatapan mata Linda
Rudi berkata, "Orang Biromo juga merupakan warga, kami punya perjanjian untuk tidak melukai warga sipil. Ini adalah janji yang dibuat oleh pihak atasan untuk rakyat dan tidak akan merugikan rakyat dari kedua negara. Apakah kamu tidak pernah mengira warga di Kota Uldi juga akan dibantai saat kamu membantai desa?"Linda mendengus dan terdapat tatapan mengejek di matanya, "Tidak disangka kamu bisa bertanya seperti ini sebagai seorang jenderal militer. Rudi, sebenarnya kamu tidak cocok di medan perang, kamu berhati lembut dan tidak memiliki kemampuan untuk membunuh lawan. Bagaimana mungkin kamu bisa berjasa kalau bukan karena aku? Bahkan akulah yang membujukmu untuk meminta pada Jenderal Raffa untuk bawa pasukan pergi ke Kota Wena untuk membakar lumbung. Kalau tidak, kamu bahkan tidak akan pernah dapat pujian karena membakar lumbung.""Kamu bisa berjasa karena aku juga berjasa, sedangkan aku juga yang menandatangani perjanjian damai. Kamu yang merupakan pemimpin bala bantuan dapat keuntung
Rudi membuka tirai dan keluar bersama Linda secara berdampingan. Langkah kaki mereka sangat pelan hingga nyaris tidak terdengar dan tidak ada pergerakan apa pun di luar.Setelah menunggu beberapa saat, Rudi membuka pintu sebelum segera bersembunyi di balik pintu. Setelah memastikan tidak ada gerakan, dia pun langsung menjulurkan kepalanya untuk melihat.Hanya pandangan sekilas saja sudah membuat darahnya membeku.Lentera angin di depan koridor menerangi anak tangga dengan tiga mayat di atasnya. Mereka adalah pelayan yang bekerja di sisi Linda. Tenggorokan mereka telah ditusuk dengan pedang dan mereka bahkan tidak sempat untuk berteriak.Darah mengalir menuruni tangga batu dan menodainya dengan warna merah.Rudi tiba-tiba teringat kasus pembantaian Keluarga Adipati Belima dan berteriak, "Ayah, ibu ...."Dia baru saja hendak keluar, tetapi ditahan oleh Linda.Wajah Linda memucat dan bibirnya agak bergetar, "Ta ... takutnya mereka itu datang mengincarku."Rudi langsung mengerti. Bisa jadi
Sebelum Amanda sempat bereaksi, dia melihat orang berbaju hitam menerobos masuk dengan pedang. Orang berbaju hitam itu berlumuran darah dan dia jelas telah membunuh orang di sepanjang jalan.Amanda berteriak sebelum berbalik dan membanting pintu, "Linda, buka pintunya, buka pintunya!"Yuna dan Eva melindungi Amanda, seluruh tubuh mereka menggigil hebat, "Jangan kema ....."Orang berbaju hitam itu mengayunkan pedang ke leher mereka. Mereka merasakan hawa dingin di leher mereka, kemudian darah memercik dan mengalir keluar.Dengan pedang menebas leher mereka, mereka tidak bisa bersuara dan jatuh ke lantai.Amanda sangat ketakutan hingga terkulai lemas di lantai, kemudian menutup telinganya dengan kedua tangan sambil menangis dan berteriak, "Tolong, tolong!"Orang berbaju hitam telah mengarahkan pedangnya ke arah Amanda. Rudi menendang pria itu ke udara dan segera berdiri di sisi Amanda dengan pedang di tangan."Masuk ke dalam dan sembunyi!" Rudi mendorong Amanda lebih dulu seolah sedang m