Tatapan Rudi sedingin air dan berkata pelan, "Aku sangat berharap kamu bilang kalau kamu tidak melakukan hal seperti itu di Kota Wena."Linda mencibir, "Apakah kamu merasa jijik padaku karena kejadian di Kota Wena? Tidak, kamu jijik padaku karena aku ditangkap di Gunung Norao, wajahku rusak dan kamu merasa aku sudah tidak suci lagi. Tapi aku bisa kasih tahu kamu kalau aku masih suci."Rudi menggelengkan kepalanya, "Tidak, aku merasa kasihan atas apa yang terjadi padamu di pegunungan di luar Norao, kalau tidak aku tidak akan membantumu menanggung kesalahanmu. Hal yang tidak bisa kuterima adalah semua hal yang kamu lakukan di Kota Wena.""Bisakah kamu jangan membohongi dirimu sendiri?" Linda tetap mencibir, "Apakah kamu benar-benar merasa tindakanku di Kota Wena salah?""Kamu tidak merasa dirimu salah?" Rudi menarik napas dalam-dalam, "Sampai saat ini kamu masih merasa dirimu tidak salah?"Linda tidak mengenakan cadar, cahaya lampu menerangi wajahnya yang sudah rusak. Tatapan mata Linda
Rudi berkata, "Orang Biromo juga merupakan warga, kami punya perjanjian untuk tidak melukai warga sipil. Ini adalah janji yang dibuat oleh pihak atasan untuk rakyat dan tidak akan merugikan rakyat dari kedua negara. Apakah kamu tidak pernah mengira warga di Kota Uldi juga akan dibantai saat kamu membantai desa?"Linda mendengus dan terdapat tatapan mengejek di matanya, "Tidak disangka kamu bisa bertanya seperti ini sebagai seorang jenderal militer. Rudi, sebenarnya kamu tidak cocok di medan perang, kamu berhati lembut dan tidak memiliki kemampuan untuk membunuh lawan. Bagaimana mungkin kamu bisa berjasa kalau bukan karena aku? Bahkan akulah yang membujukmu untuk meminta pada Jenderal Raffa untuk bawa pasukan pergi ke Kota Wena untuk membakar lumbung. Kalau tidak, kamu bahkan tidak akan pernah dapat pujian karena membakar lumbung.""Kamu bisa berjasa karena aku juga berjasa, sedangkan aku juga yang menandatangani perjanjian damai. Kamu yang merupakan pemimpin bala bantuan dapat keuntung
Rudi membuka tirai dan keluar bersama Linda secara berdampingan. Langkah kaki mereka sangat pelan hingga nyaris tidak terdengar dan tidak ada pergerakan apa pun di luar.Setelah menunggu beberapa saat, Rudi membuka pintu sebelum segera bersembunyi di balik pintu. Setelah memastikan tidak ada gerakan, dia pun langsung menjulurkan kepalanya untuk melihat.Hanya pandangan sekilas saja sudah membuat darahnya membeku.Lentera angin di depan koridor menerangi anak tangga dengan tiga mayat di atasnya. Mereka adalah pelayan yang bekerja di sisi Linda. Tenggorokan mereka telah ditusuk dengan pedang dan mereka bahkan tidak sempat untuk berteriak.Darah mengalir menuruni tangga batu dan menodainya dengan warna merah.Rudi tiba-tiba teringat kasus pembantaian Keluarga Adipati Belima dan berteriak, "Ayah, ibu ...."Dia baru saja hendak keluar, tetapi ditahan oleh Linda.Wajah Linda memucat dan bibirnya agak bergetar, "Ta ... takutnya mereka itu datang mengincarku."Rudi langsung mengerti. Bisa jadi
Sebelum Amanda sempat bereaksi, dia melihat orang berbaju hitam menerobos masuk dengan pedang. Orang berbaju hitam itu berlumuran darah dan dia jelas telah membunuh orang di sepanjang jalan.Amanda berteriak sebelum berbalik dan membanting pintu, "Linda, buka pintunya, buka pintunya!"Yuna dan Eva melindungi Amanda, seluruh tubuh mereka menggigil hebat, "Jangan kema ....."Orang berbaju hitam itu mengayunkan pedang ke leher mereka. Mereka merasakan hawa dingin di leher mereka, kemudian darah memercik dan mengalir keluar.Dengan pedang menebas leher mereka, mereka tidak bisa bersuara dan jatuh ke lantai.Amanda sangat ketakutan hingga terkulai lemas di lantai, kemudian menutup telinganya dengan kedua tangan sambil menangis dan berteriak, "Tolong, tolong!"Orang berbaju hitam telah mengarahkan pedangnya ke arah Amanda. Rudi menendang pria itu ke udara dan segera berdiri di sisi Amanda dengan pedang di tangan."Masuk ke dalam dan sembunyi!" Rudi mendorong Amanda lebih dulu seolah sedang m
Keduanya bertarung dalam kondisi terluka, tetapi mereka tetap terkena serangan habis-habisan dan darah memercik ke seluruh tempat.Pembunuh yang tidak terlibat dalam pertarungan melawan ayah dan anak dari kediaman kedua, sementara sisanya menikam dada Linda dengan pedang yang ganas. Linda yang panik pun bergegas menjatuhkan pedangnya sebelum menarik Rudi untuk melindungi dirinya."Tidak!" Nyonya Besar Diana dan Amanda berteriak saat melihat ini.Rudi tidak pernah menyangka Linda akan melakukan ini, dia terluka dan Linda kedua lengannya dicengkeram oleh Linda. Akibatnya, dia tidak memiliki kesempatan untuk mengayunkan pedangnya untuk melawan dan hanya bisa menyaksikan serangan yang akan datang. Tiga pembunuh hendak menusuk jantungnya dengan pedang.Darah semua orang membeku, tetapi tidak ada yang bisa menyelamatkannya. Nyonya Besar Diana bahkan tidak berani melihat karena takut melihat putranya mati secara tragis di tangan si pembunuh.Pada saat genting, terdengar suara desiran. Tombak
"Kamu gila!" Gerald sangat marah, "Mereka semua diikat. Kalau kita tidak membawa mereka kembali ke Divisi Pengaman untuk menginterogasi siapa yang mengirim mereka, bagaimana kita bisa mencegah masalah yang akan datang?"Linda menegakkan kepalanya dan menatap Intan di udara.Tatapannya rumit dan kejam, dia menggertakkan gigi, "Seorang wanita terlantar yang diusir dari Kediaman Jenderal, apa hakmu kembali ke sini?"Intan melihat darah di wajah Linda dan mengerutkan kening, "Apa kamu pikir mereka itu mata-mata Biromo? Bodoh sekali."Raut wajah Linda agak berubah dan sorot matanya menjadi lebih jahat.Benar, dia khawatir mereka adalah mata-mata dari Biromo. Begitu disiksa dan diinterogasi oleh prefektur ibu kota, mereka pasti akan menceritakan kisah tentang masalah Kota Wena. Sekarang Linda masih beruntung. Lagi pula, Kaisar juga tidak akan menjatuhkan tuntutan.Akan tetapi kalau masalah ini diketahui melalui interogasi resmi, dia ... dia tidak akan berani bertaruh.Intan tahu persis apa y
Tamparan itu membuat kepala Linda miring ke samping.Dia menggertakkan gigi dan tidak melawan, hanya terus mengobati lukanya.Amanda menoleh ke arah Samuel, menyeka air matanya dengan satu tangan dan berkata dengan suara lantang, "Tuan Samuel, dialah orangnya. Para pembunuh datang untuknya. Dia bersembunyi di dalam rumah dan mendorongku serta pelayan di sisiku keluar. Dialah yang telah membunuh pelayanku dan para pembunuh itu ditundukkan serta diikat oleh Intan. Dia menggila dan membunuh mereka semua. Mohon tegakan keadilan untukku, Tuan Samuel."Samuel menatap Linda. Sebelum dia sempat bertanya, Linda berkata dengan dingin, "Mereka masuk ke Kediaman Jenderal dan membunuh para penjaga serta pelayan. Kalau aku membiarkan mereka tetap hidup, bukankah aku cuma akan meninggalkan masalah yang berkelanjutan?"Samuel memeriksa mayat si pembunuh dan merasa tidak puas dengan jawaban Linda, "Urat mereka telah putus dan energi dari pusat energi mereka hancur. Selain itu, mereka dalam kondisi diik
Para anggota dari prefektur ibu kota juga segera tiba. Gerald menghubungi mereka dan berdiskusi dengan Samuel yang bersama Pasukan Pengaman Ibu Kota kalau jenazah si pembunuh akan dibawa kembali oleh para anggota prefektur ibu kota.Karena sudah diserahkan ke pemerintah, pengakuan adalah hal yang sangat penting. Prefektur ibu kota juga akan menanyakan apa yang Samuel katakan lagi.Untuk menghindari menjawab pertanyaan, Linda berpura-pura terluka parah dan pingsan, sehingga dibawa kembali ke rumahnya.Semua orang menjaganya.Setelah Rudi menjawab semua pertanyaan, akhirnya dia pingsan karena kelelahan. Amanda memerintahkan untuk membawa Rudi ke kasur di Kediaman Wanar untuk beristirahat.Saat Nyonya Besar Kedua mengetahui Intan datang untuk menyelamatkan mereka, dia yang tidak pernah ingin terlibat dalam urusan kediaman utama langsung menemui Nyonya Besar Diana dan bertanya dengan tegas, "Dulu apa yang telah kalian lakukan padanya? Hari ini dia telah menyelamatkan Keluarga Jenderal. Aku
Dayang Erika segera mengejar Tuan Putri setelah mendengar Jihan akan dimasukkan ke dalam penjara bawah tanah, "Tuan Putri, apakah Anda berubah pikiran?"Putri Agung merasa isi pikirannya sangat kacau, "Kurung dia di penjara bawah tanah dulu dan nanti baru bicarakan hal ini lagi.""Baik, Anda jangan marah dan melukai tubuh Anda sendiri," bujuk Dayang Erika."Tidak ada seorang pun yang bisa dibandingkan dengan Marko, Jihan tetap bukan Marko meski punya tampang yang sama. Jihan sama sekali tidak bisa membuatku menyukainya dan aku malah marah saat melihat wajahnya."Putri Agung kembali ke kamarnya dengan amarah di matanya dan tetap merasa kesal meski sudah duduk, "Pelayan, bawakan air dan sabun. Aku mau cuci tangan."Semua pelayan sedang sibuk bekerja pada saat ini, Putri Agung mencuci tangan bekas menyentuh Jihan berulang kali, seperti setiap kali dia sehabis berhubungan badan. Putri Agung akan merendam dirinya di dalam ember yang berisi dengan air panas untuk menghilangkan aroma yang men
Jihan berusaha untuk berdiri, tapi Jihan sama sekali tidak memiliki kekuatan di dalam tubuhnya seolah-olah dia sedang sakit parah.Jihan segera menoleh setelah mendengar suara pintu terbuka dan terdapat seseorang yang berjalan masuk setelah melewati pembatas ruangan.Rambutnya disanggul dan dihiasi oleh pita, wanita ini mengenakan pakaian berbahan satin yang berwarna putih dan hijau. Wanita ini terlihat berusia sekitar 40 tahun yang tidak terdapat kerutan apa pun di wajahnya. Tapi ekspresi wanita ini sangat serius dan memiliki aura intimidasi dari seseorang yang berkuasa.Terdapat seseorang yang mengikuti di belakang wanita dan memindahkan kursi ke samping tempat tidur. Wanita itu duduk dengan perlahan dan menatap mata Jihan yang terlihat cemas serta curiga."Si ... siapa kamu?" Jihan tidak pernah melihat Putri Agung, tapi mengetahui identitasnya pasti tidak sederhana.Putri Agung melihat kepanikan di mata Jihan dan hatinya berada di tingkat ekstrim, seolah-olah terdapat air yang menyi
Sebuah kereta kuda meninggalkan kota dan Jihan sedang bergegas untuk pergi ke Jinbaran karena terdapat masalah pada pabrik di Jinbaran. Ayahnya menyuruh Jihan untuk pergi ke sana secara pribadi meski masalahnya tidak terlalu serius.Sebenarnya Jihan telah tinggal di Jinbaran untuk waktu yang lama, tapi Jihan mengantar istrinya ke ibu kota untuk melakukan persalinan karena istrinya sedang hamil. Jihan bisa menyerahkan masalah di sana pada pengurus toko setelah masalah di Jinbaran diselesaikan, selain itu Jihan juga berencana untuk melakukan bisnis yang lain dalam perjalanannya kembali ke ibu kota.Jihan sudah lama menjadi seorang ayah, karena dia menikah saat masih berusia 20 tahun dan sudah memiliki dua putra pada saat ini. Jadi dia berharap istrinya bisa melahirkan seorang anak perempuan untuknya.Tidak terlalu banyak orang yang memiliki selir di keluarga mereka dan Jihan juga tidak memiliki satu pun selir. Jihan memiliki hubungan yang sangat harmonis dengan istrinya dan selalu membaw
Pangeran Rafael bersedia bekerja sama demi hal ini, karena anak ini akan memiliki nama belakang Gunawan dan pasti akan berada di pihak Keluarga Bangsawan Gunawan."Aku akan memberi tahu mereka saat kembali," ujar Pangeran Rafael.Putri Agung bertanya, "Sebentar lagi upacara pemberkatan orang meninggal sudah tiba, apakah kamu sudah mengundang Guru Boni?""Sudah aku undang, ada 8 biksu yang datang bersama Guru boni. Aku akan jemput mereka secara pribadi pada hari pertama."Putri Agung mengangguk kecil dan berkata, "Panggil ibumu datang, tapi kamu harus bilang kalau ibumu harus bergadang dan tidak perlu datang kalau tidak bisa melakukannya.""Tentu saja ibuku bisa melakukannya, ibuku telah menjadi penganut Buddha selama bertahun-tahun dan selalu ingin mengikuti upacara ini," ujar Pangeran Rafael dengan cepat. Terdapat Nyonya Clara, Nyonya Thalia, Nyonya Besar Arni, Nyonya Besar Mila dan lain-lain yang mendatangi upacara pemberkatan orang meninggal. Mereka semua adalah nyonya atau nyonya b
Keluarga Salim masih tidak memberi jawaban apa pun, tapi desakan berulang kali dari Putri Agung membuat Nyonya Mirna mau tidak mau harus mendatangi Kediaman Keluarga Salim secara pribadi.Nyonya Mirna baru mengetahui jika Vincent sedang pergi ke Cunang dan berada di Perkemahan Pengintai Tujuvan karena terjadi sesuatu pada Waldy, jadi Vincent pergi ke sana untuk mengunjunginya bersama dengan Charles, yang merupakan anak angkat Keluarga Akbar.Viona berkata dengan nada meminta maaf, "Seharusnya masalah ini sudah diputuskan sejak awal, tapi Vincent bersikeras mau pergi menemui teman seperjuangannya dan baru memutuskan hal ini. Aku sama sekali tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan, tapi aku sangat menyukai Nona Reni. Kamu sendiri juga tahu kalau aku sangat menyukainya pada pertemuan pertama kami dan sangat ingin segera menjadikannya sebagai menantuku."Viona berkata dengan tulus dan Nyonya Mirna percaya karena Viona memang menunjukkan kesukaannya pada Reni pada hari itu, kemudian berkata
Merpati milik Paviliun Prumania terus beterbangan untuk bertukar pesan dan tiba di ibu kota pada dua malam sebelum upacara pemberkatan orang meninggal setelah beterbangan selama beberapa hari. Surat-surat itu baru dibawa ke Kediaman Aldiso setelah Metta dan yang lain menyusunnya menjadi sebuah surat yang lengkap di malam hari.Metta memberi surat ini pada Marsila, tapi Marsila tidak membukanya, melainkan memanggil semua orang ke ruang kerja dan menyerahkan surat itu pada Tuan Axel, karena hal ini berhubungan dengan Jenny dan sebaiknya membiarkan Tuan Axel membukanya terlebih dahulu.Terdapat urat yang menonjol di dahi Tuan Axel setelah membaca ini, "Sungguh tidak masuk akal. Ini benar-benar merupakan sebuah konspirasi, apa itu utang budi karena telah menyelamatkannya, ini semua adalah rencana yang dibuat dengan teliti."Alfred mengambil surat itu dan berkata secara garis besar setelah membacanya, "Pembuat onar itu adalah preman lokal yang buat masalah setelah terima uang dari orang lai
Tentu saja Edi tidak mengetahui jika Nona Nesa datang ke sini deminya. Edi tidak hanya akan menjadi menteri Departemen Konstruksi jika dia adalah orang yang pintar.Semua orang masih belum makan dan sedang menunggu Edi, Edi menyerahkan pangsit pada pelayan dan meminta mereka untuk merebusnya sesegera mungkin, agar mereka semua bisa makan selagi masih panas.Yanti berkata dengan nada bercanda, "Ternyata kamu pulang terlambat karena beli pangsit? Edi, sekarang perhatianmu hanya terpusat pada istrimu dan tidak ada ibumu lagi, kamu bahkan tega membiarkan ibumu kelaparan menunggumu kembali."Edi segera meminta maaf dan tidak bisa menahan diri untuk mengeluh, "Sebenarnya aku bisa pulang lebih awal, tapi Joko menyiapkan pangsitnya dengan lambat dan Nona Nesa juga menyela antrean. Nona Nesa Warda bilang dia sangat lapar dan menyuruhku untuk mengalah pada mereka berdua, jadi aku pulang terlambat hari ini.""Nona Nesa Warda?" tanya Yanti. Yanti sangat mengenal adik iparnya yang jarang berhubunga
Pangsit kuah yang panas disajikan, wangi sekali. Nona Nesa mengucap terima kasih pada Edi, "Terima kasih atas kebaikan Tuan Edi. Kalau Tuan Edi beli daun teh di tokoku lagi, aku akan beri sedikit diskon."Edi menatap Nona Nesa. "Diskon berapa?"Nona Nesa mengedipkan mata, tampak sangat lincah. "Tuan Edi mau diskon berapa?"Nona Nesa memiliki tampang yang manis dan lugu. Terutama saat mengedipkan mata, senyuman yang tersungging di bibir seperti bunga anggrek yang mekar di malam hari. Pria pasti akan terpukau padanya.Akan tetapi, Edi seakan-akan tidak melihat kecantikan dan kecentilan Nona Nesa. Dia hanya peduli berapa banyak diskon dari daun teh. "Samakan saja dengan diskon yang Nona Nesa berikan pada Tuan Warso."Nona Nesa tertawa. Matanya sangat indah. "Bagaimana bisa? Aku harus membalas kebaikan Tuan atas pemberian pangsit ini. Kalau Tuan Edi datang sendiri, aku beri seperempat kilo untuk pembelian setengah kilo. Bagaimana?"Edi berseru dengan girang, "Sepakat.""Sepakat!" Nona Nesa
Pada petang hari, Edi keluar dari kantor Departemen Konstruksi. Sudah ada kereta kuda yang menunggu di luar. Sebelum naik, Edi berpesan, "Pergi ke ujung Jalan Sejahtera. Dua hari lalu, Nyonya bilang mau makan Pangsit Joko. Beli yang mentah untuk masak di rumah nanti.""Sekarang sepertinya belum buka," jawab pak kusir.Pangsit Joko mulai berjualan pada malam hari. Ibu Kota Negara Runa makmur. Jalan Sejahtera dan Jalan Taraman sangat ramai di malam hari."Itu sebentar lagi, tunggu saja di sana," kata Edi.Pak kusir tersenyum seraya berkata, "Tuan Edi benar-benar sayang Nyonya Sanira."Edi mengetuk kepala pak kusir dengan kipas yang dia pegang. Dia tersenyum dan berujar, "Sanira menikah denganku dan sudah melahirkan anak untukku. Tentu saja aku sayang dia. Kamu juga, harus perlakukan Elmi dengan baik."Pak kusir tersenyum seraya berkata, "Aku tahu."Pak kusir adalah keturunan pelayan Keluarga Widyasono, sedangkan Elmi sudah dibeli oleh Keluarga Widyasono ketika masih kecil. Dua tahun lalu