Beranda / Rumah Tangga / Aku Jenuh Menjadi Istrimu, Mas! / Bab 22. Kembali Bertemu Musuh

Share

Bab 22. Kembali Bertemu Musuh

Penulis: YOZA GUSRI
last update Terakhir Diperbarui: 2024-04-19 15:35:13

Roni – Dia lelaki yang dulu menjadi musuh, kini kembali berada di hadapanku. Aku sedang tidak ingin bertengkar dengan siapapun. Jika menghina atau merendahkan seperti yang sering dilakukannya dulu, aku tidak mampu membalas. Sebenarnya bisa saja aku berpura-pura tidak mengenalnya? Tetapi tidak mungkin aku melakukan itu, dia tidak salah menyebut nama.

“Elena, kamu ngapain di sini? Tadi kita bertemu di Mall. Sekarang ketemu lagi,” ucap Roni dengan wajah yang tersenyum. Senyum yang tidak begitu lebar. Tetapi tidak ada raut permusuhan di wajahnya.

Aku hanya menatap tanpa berkata. Banyak tanya dalam benak. Roni sedikit berubah dari yang dulu aku kenal. Lelaki yang selalu melihat dengan raut permusuhan, kini terlihat sedikit ramah. Ada apa dengannya?

“Eh, Bro. Kamu kenal dengan klien aku,” ujar Renji yang baru saja turun dari mobil

“Klien?” Alis Roni tampak berkerut.

“Iya, dia klien aku yang aku ceritain tadi, yang ingin membeli rumah,” jawab Renji sambil memasukan kunci mobil ke dalam k
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Aku Jenuh Menjadi Istrimu, Mas!   Bab 23. Niat Jahat Elena (Pov Daris)

    *** “Ibu, kenapa murung gitu sih?” tanyaku saat melihat ibu melamun di dapur. Kami baru saja selesai makan. Mba Intan dan Lona sudah kembali ke kamar. Begitu pula dengan ayah. Tadinya aku juga sudah ke kamar. Hanya saja rasa haus menuntun untuk kembali ke dapur. “Ibu memikirkan toko kita, Nak. Kenapa ya akhir-akhir ini sepi? Biasanya kita bisa meraup keuntungan sepuluh juta lebih sehari. Kenapa sekarang hanya di bawah lima juta? Bahkan lima juta pun tidak sampai,” ujar ibu dengan lemas. “Mungkin karena sekarang orang lebih suka belanja online, Bu.” aku berkata sambil mengusap punggung ibu. Sedih juga melihat ibu seperti ini. Sudah beberapa hari ibu sering murung ketika pulang dari pasar. Aku juga tidak tahu harus berbuat apa, tak mempunyai ilmu di bidang dunia online membuatku minim ide saat ada masalah seperti ini. “Tapi kan orang di desa kita banyak yang tidak tahu pegang handphone, Nak. Jaringan internet saja sering tidak bagus. Yang ibu herankan, kenapa toko Bu Yati ramai.

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-25
  • Aku Jenuh Menjadi Istrimu, Mas!   Bab 24. Bertubi Masalah (POV Daris)

    “Tidur lah, Nak. Ayah tidak akan memukulmu. Ayah ingin istirahat.” Setelah berkata, aku langsung mengembalikan hanger ke tempatnya. Aku luluh, tidak tega memukul tangan mungil itu. Sudah tidak terhitung, berapa banyak pukulan yang Caca terima dariku. Sudah tidak terhitung, berapa kali dia menangis histeris karena kesakitan. Mungkin Caca sudah lelah menangis dan dia inginkan hanya bertemu dengan ibunya. Tetapi, jangan pernah bermimpi. Aku tidak akan mengabulkan mimpi itu. Aku langsung duduk ke pinggiran kasur. Aku melihat Caca yang perlahan menurunkan tangannya. “Ayah sebenarnya sayang pada kamu, Caca. Tetapi kamu susah di atur. Suka membantah orang tua. Bagaimana cara ayah untuk mendidik kamu jadi patuh pada ayah. Kenapa ayah merasa sangat sulit? Kalau kamu ingin ayah tidak lagi memukul dan menyiksa kamu, ya kamu jangan melawan. Semua perintah ayah kamu turuti. Jadi anak yang baik. Ayah tidak ingin kamu menjadi perempuan seperti ibu kamu. Perempuan jahat. Sangat jahat.” Caca menu

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-25
  • Aku Jenuh Menjadi Istrimu, Mas!   Bab 25. Ibu Sangat Murka (POV Daris)

    *** “Benar, Bu. Menantu ibu selama ini berniat buruk pada ibu. Coba periksa kamarnya setelah pulang dari sini. Pasti ada benda-benda aneh yang diletakkan di kamar.” Aku sangat terkejut mendengar pernyataan Pak Udin. Ternyata benar yang ibu pikirkan. Sudah tiga ustad dan dua dukun yang aku dan ibu datangi, tetapi semuanya mengatakan jika Elena perempuan baik dan tulus. Kami tidak percaya, sehingga kembali mencari orang yang memiliki ilmu lebih pintar. Mungkin dua dukun dan tiga ustad yang kemarin kami datangi tidak bisa melihat dengan benar, atau mungkin mereka tidak memiliki kemampuan seperti yang dimiliki oleh Pak Udin. “Terus bagaimana caranya untuk menemukan benda itu. Perempuan itu sudah kami usir dari rumah. Sekarang dia tidak berani kembali lagi. Apakah kami bisa mengembalikan semua ke orangnya? Kami tidak rela diperlakukan seperti ini oleh perempuan itu,” ujar ibu yang masih duduk di depan Pak Udin. Hingga beberapa menit, Pak Udin tak kunjung menjawab. Dia masih saja terfo

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-27
  • Aku Jenuh Menjadi Istrimu, Mas!   Bab 26. Mengikuti Keinginan Ibu (POV Daris)

    Setelah ibu masuk kamar, aku langsung berdiri dan melangkah keluar rumah. Sekarang sudah jam sepuluh, waktunya untuk menjemput Caca. Kasian anak itu jika menunggu lama. Sedangkan ayah, beliau masih saja duduk di sofa ruang tamu. Aku yakin jika pikirannya saat ini juga sangat kacau. Ayah hanya termenung. Aku kasihan melihat ayah dan ibu yang merasa terpuruk. Tadi selama ibu histeris, ayah hanya diam saja. Mungkin ayah tidak tahu harus melakukan apa dan mungkin saja ayah ingin membantah saat ibu mengatakan jika akan mengusir Caca dari rumah, tetapi ayah tidak punya nyali. Selama ini aku tidak pernah melihat ayah membantah ibu. “Kemana anak itu?” lirihku sambil melihat sekeliling sekolah TK. Sekolah sudah sepi. Biasanya Caca menungguku dekat gerbang sekolah. Tetapi, saat ini tidak ada. Aku terus saja menengokkan kepala ke kanan dan kiri. Tetapi tanda tanda keberadaan Caca tak kunjung terlihat. Aku mulai sedikit panik. “Bu, anak saya kemana ya?” tanyaku pada seorang guru yang ba

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-27
  • Aku Jenuh Menjadi Istrimu, Mas!   Bab 27. Awal Kebahagiaan 

    *** “Ini rumah siapa, Ibu.” Aku berhenti melangkah ketika mendengar suara malaikat kecilku. Suara yang sungguh sangat dirindu. Suara yang menjadi penyemangat, aku masih berjuang untuk hidup hingga saat ini. Aku mendekat ke arah Caca yang terlihat enggan untuk melangkah. Aku terduduk, menjadikan lutut sebagai tumpuan. Garis bibir tertarik untuk membentuk senyum. “Ini rumah kamu, sayang. Ini rumah Caca. Sini masuk! Kenapa hanya berdiri di pintu,” ujarku lembut sambil merapikan Caca yang berantakan. Caca tidak menjawab. Dia sepertinya masih terheran aku membawanya ke rumah. Tidak salah jika dia bertanya-tanya. Mata Caca tak menatapku. Dia terus melihat ke langit langit yang terdapat lampu yang sangat indah. Rumah ini bercat putih, dengan interior yang mewah. Aku memang sengaja menjemput Caca ketika rumah ini sudah layak untuk menjamu anak istimewaku. Aku pun berdiri sambil menggenggam tangan mungil yang masih saja terlihat kaget sekaligus kagum dengan apa yang di hadapannya. Bi

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-27
  • Aku Jenuh Menjadi Istrimu, Mas!   Bab 28. Curhatan Putri Kecilku

    “Yuk kita makan! Caca mau makan apa? Pakai baju ini saja, nggak usah diganti. Ibu senang lihat Caca pakai baju ini.” aku berkata dengan kedua tangan dipinggang mungil Caca. “Makan bakso boleh nggak, Bu,” ujar Caca dengan pelan. Dia seperti ragu mengatakan keinginannya. “Boleh, Sayang. Caca boleh makan apapun hari ini. Pokoknya hari ini tuh hari spesial untuk anak ibu yang cantik.” Tanganku dengan lembut mengusap puncak kepala Caca. Kami bergegas meninggalkan Rumah. Aku langsung mengendarai mobil ketika Caca sudah masuk dan duduk. Sepanjang jalan dia terus saja bernyanyi. Tampak aura bahagia di wajahnya. “Bu, kok ibu bisa membeli rumah bagus? Bahkan lebih bagus dari pada rumah nenek. Ibu ‘kan tidak bekerja. Aku sudah cerita ke ayah kalau kita sering pergi jalan jalan ke mall. Terus ayah kelihatannya bingung ketika aku ucapkan makasih padanya … Kok aku curiga ya, kalau sebenarnya semua uang yang dipakai saat jalan-jalan bukan uang dari ayah.” Selama berucap, Caca terlihat me

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-20
  • Aku Jenuh Menjadi Istrimu, Mas!   Bab 29. Si Makhluk Pengganggu

    Lelaki ini, setelah kembali bertemu dia terlihat sangat aneh. Selalu saja tersenyum manis saat bertemu denganku. Bukan seperti saat di sekolah dulu. Lelaki yang sangat aku benci karena selalu mengejek dan membully. Padahal aku tak pernah mengusik hidupnya. Setelah membayar di kasir, aku langsung melangkah. Tetapi lagi dan lagi di usik oleh seorang Roni. Aku menatapnya tajam, sedangkan dia membalas dengan senyuman indah di wajahnya. “Awas aku mau lewat!” ujarku sambil menampilkan wajah tak bersahabat. Roni terus saja menghalangi langkahku. “Bagaimana kabarmu? Kenapa tidak jadi mengambil rumah yang pernah kita lihat?” tanya Roni dengan wajah yang terus saja tersenyum. Tanpa menjawab, aku langsung melangkah. Kebetulan Roni tidak menghalangi karena ada pelanggan lain yang ingin ke kasir. Aku membenci keadaan ini. Bertemu lagi dengan Roni adalah mimpi buruk. Kenapa aku tidak bisa hidup tenang? Apa dosaku terlalu besar, sehingga Tuhan tidak ingin mengampuni, sehingga selalu saja mengirim

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-20
  • Aku Jenuh Menjadi Istrimu, Mas!   Bab 30. Tutur Kata Roni

    “Om kenapa membela ibu?” tanya Caca dengan wajah cemberut. Aku kembali melirik Roni. Dia tersenyum lembut pada Caca. “Anak manis, makan lah! Dan jangan banyak bicara lagi. Okey, Cantik.” Caca hanya cemberut, tanpa membalas ucapan Roni. Sedangkan Roni, dia hanya tersenyum manis melihat respon Caca atas perkataannya. Aku kembali fokus dengan bakso yang ada dihadapan. Kini aku merasa canggung. Caca mengikuti perintah untuk diam dan hanya makan. Sedangkan Roni, dia juga tidak mengucap sepatah kata lagi. Aku sedikit menyesal telah menyuruh Caca diam. Jika saja dia tetap cerewet, situasi tidak akan secanggung ini. Setelah makan, rasanya aku ingin langsung pulang saja. Besok saja aku membeli handphone, setelah mengantar Caca ke sekolah barunya. Jangan sampai Roni mengikuti kami seperti yang dulu dia lakukan padaku. Roni sudah selesai makan, tetapi dia masih saja duduk. Belum mengangkat kaki dari warung ini. Kalau saja tidak ada Caca dihadapanku, sudah pasti mulutku akan berkata kasar p

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-20

Bab terbaru

  • Aku Jenuh Menjadi Istrimu, Mas!   Bab 34. Memilih Hidup Tanpa Pasangan

    Terlalu banyak hal yang membuatku kaget. Bagaimana tidak, aku mendapat informasi dari ibu jika Mas Daris masuk penjara karena telah menjadi pelaku pembunuhan. Seperti mimpi, aku sungguh sulit untuk percaya. Yang lebih mengagetkan, kata ibu, perempuan yang dibunuh adalah perempuan yang telah Mas Daris hamili. Apa selama hidup denganku Mas Daris selingkuh? Atau dia menjalin hubungan dengan perempuan itu setelah aku pergi dari rumah. Tetapi bisakah aku membenarkan jika Mas Daris selingkuh. Tiga tahun setelah pernikahan kami, Mas Daris sudah sangat jarang meminta melakukan aktivitas ranjang layaknya pasangan suami istri. Bisa saja dia melakukan bersama selingkuhannya tanpa sepengetahuanku. Ya, aku sangat mengenal Mas Daris, dari sejak kami pacaran, dia memiliki nafsu yang sangat sulit dikendalikan. Bagaimana mungkin berubah? Jika bukan melakukan denganku, pasti dia melakukan dengan selingkuhannya. Hanya saja sekarang bisa ketahuan karena perempuan itu telah hamil. Handphone ku berd

  • Aku Jenuh Menjadi Istrimu, Mas!   Bab 33. Di Usir dari Rumah (POV Daris)

    “Dia siapa lagi, Daris? Vina yang mana? Anak siapa? Apa kamu berulah lagi, Daris?” ujar Ayah, pelan namun tegas. Mba Intan mundur dari hadapanku. Dia lalu duduk di samping ibu. Begitu pun dengan Lona. Dia pun duduk di samping Mba Intan, sambil melipat tangan di depan dada. Aku terdiam, tak punya nyali untuk menjawab pertanyaan Ayah. Tidak mungkin aku jujur jika telah menghamili Vina. Tak mungkin aku berkata jika telah berselingkuh di belakang Elana. Kedua orang tuaku pasti akan lebih murka. “Vina siapa yang kamu maksud, Daris? Yang perempuan pelacur itu?” Suara Mba Intan membuatku melihatnya. Nama Vina di kampung ini hanya satu. Sudah jelas jika Mba Intan bisa menebak, Vina mana yang aku maksud. Dalam hati kecil masih ingin berbohong, tetapi takut jika nanti akan menjadi masalah besar. Setelah cukup lama terdiam, aku akhirnya hanya mengangguk sebagai jawaban. Kepala menunduk, tak kuasa melihat wajah ayah dan ibu. Mereka jelas pasti bertanya-tanya. Ada apa dan apa hubungan Vina

  • Aku Jenuh Menjadi Istrimu, Mas!   Bab 32. Bukan Elena Pelakunya (POV Damar)

    “Jadi selama ini ulah kamu, Vani? Dasar wanita iblis! Jangan bermimpi untuk aku menikahi kamu! Kita tidak akan pernah menikah sampai kapan pun!” ujarku dengan sangat marah. Bagaimana tidak, selama ini dia lah yang membuat masalah dalam keluargaku. Dia yang membuat semua pelanggan ibu di Pasar lari ke orang lain. Dia yang membuat orang tuaku bangkrut. Aku sungguh tidak bisa memaafkan perbuatannya. Gara-gara ulah nya, aku bahkan sudah menuduh Elena, seperti yang dikatakan oleh Pak Udin. Ternyata dukun sialan itu hanya asal bicara. Selama ini, bukan Elena pelakunya. “Kenapa, kamu mau marah? Ya silahkan marah saja! Kamu dan keluargamu pantas mendapatkan itu. Kamu terlalu sombong. Kalian layak untuk jatuh miskin!” Vani berkata sambil tersenyum. Bahkan di akhir ucapannya, dia tertawa. Seolah menghinaku. “Kurang ajar kamu, Vina! Aku akan membalas semua perbuatan kamu. Aku tidak akan membiarkanmu hidup. Aku akan membunuhmu!” Aku mencengkram kedua tanganku dengan kuat. Sebenarnya ingin me

  • Aku Jenuh Menjadi Istrimu, Mas!   Bab 31. Ternyata Cintaku Dulu Terbalas

    Seluruh makanan yang baru saja memenuhi perut rasanya ingin aku muntahkan saat ini juga. Perkataan yang sungguh membuat mual. Aku ingin berucap, tetapi takut jika kalimat kasar yang keluar dari bibirku. Hati pasrah, membiarkan Roni yang berucap dan aku menjadi pendengar. “Apa kabar, Elena?” Kenapa rasanya merinding ditatap seperti ini oleh Roni. Suaranya yang lembut, membuat bibir pun tak kuasa untuk berucap. Ada apa ini? “Aku tahu kalau kamu dan suamimu hanya menikah siri. Aku juga tahu kalau dia sudah menjatuhkan talak pada kamu. Makanya sekarang aku berani untuk datang lagi … menikahlah denganku!” Mataku terbelalak. Bibir pun bersuara, “maksud kamu apa, Roni? Jangan buat lelucon. Omong kosong apa yang baru saja kamu ucapkan. Ada apa? Dulu sewaktu SMA belum cukup menghina dan membully ku, sehingga sekarang ingin menikahi ku dan kembali menyiksaku. Sebenarnya niat kamu apa, Roni? Dulu, aku tidak pernah mau berurusan dengan kamu. Tetapi kamu selalu saja berbuat ulah padaku. Sekar

  • Aku Jenuh Menjadi Istrimu, Mas!   Bab 30. Tutur Kata Roni

    “Om kenapa membela ibu?” tanya Caca dengan wajah cemberut. Aku kembali melirik Roni. Dia tersenyum lembut pada Caca. “Anak manis, makan lah! Dan jangan banyak bicara lagi. Okey, Cantik.” Caca hanya cemberut, tanpa membalas ucapan Roni. Sedangkan Roni, dia hanya tersenyum manis melihat respon Caca atas perkataannya. Aku kembali fokus dengan bakso yang ada dihadapan. Kini aku merasa canggung. Caca mengikuti perintah untuk diam dan hanya makan. Sedangkan Roni, dia juga tidak mengucap sepatah kata lagi. Aku sedikit menyesal telah menyuruh Caca diam. Jika saja dia tetap cerewet, situasi tidak akan secanggung ini. Setelah makan, rasanya aku ingin langsung pulang saja. Besok saja aku membeli handphone, setelah mengantar Caca ke sekolah barunya. Jangan sampai Roni mengikuti kami seperti yang dulu dia lakukan padaku. Roni sudah selesai makan, tetapi dia masih saja duduk. Belum mengangkat kaki dari warung ini. Kalau saja tidak ada Caca dihadapanku, sudah pasti mulutku akan berkata kasar p

  • Aku Jenuh Menjadi Istrimu, Mas!   Bab 29. Si Makhluk Pengganggu

    Lelaki ini, setelah kembali bertemu dia terlihat sangat aneh. Selalu saja tersenyum manis saat bertemu denganku. Bukan seperti saat di sekolah dulu. Lelaki yang sangat aku benci karena selalu mengejek dan membully. Padahal aku tak pernah mengusik hidupnya. Setelah membayar di kasir, aku langsung melangkah. Tetapi lagi dan lagi di usik oleh seorang Roni. Aku menatapnya tajam, sedangkan dia membalas dengan senyuman indah di wajahnya. “Awas aku mau lewat!” ujarku sambil menampilkan wajah tak bersahabat. Roni terus saja menghalangi langkahku. “Bagaimana kabarmu? Kenapa tidak jadi mengambil rumah yang pernah kita lihat?” tanya Roni dengan wajah yang terus saja tersenyum. Tanpa menjawab, aku langsung melangkah. Kebetulan Roni tidak menghalangi karena ada pelanggan lain yang ingin ke kasir. Aku membenci keadaan ini. Bertemu lagi dengan Roni adalah mimpi buruk. Kenapa aku tidak bisa hidup tenang? Apa dosaku terlalu besar, sehingga Tuhan tidak ingin mengampuni, sehingga selalu saja mengirim

  • Aku Jenuh Menjadi Istrimu, Mas!   Bab 28. Curhatan Putri Kecilku

    “Yuk kita makan! Caca mau makan apa? Pakai baju ini saja, nggak usah diganti. Ibu senang lihat Caca pakai baju ini.” aku berkata dengan kedua tangan dipinggang mungil Caca. “Makan bakso boleh nggak, Bu,” ujar Caca dengan pelan. Dia seperti ragu mengatakan keinginannya. “Boleh, Sayang. Caca boleh makan apapun hari ini. Pokoknya hari ini tuh hari spesial untuk anak ibu yang cantik.” Tanganku dengan lembut mengusap puncak kepala Caca. Kami bergegas meninggalkan Rumah. Aku langsung mengendarai mobil ketika Caca sudah masuk dan duduk. Sepanjang jalan dia terus saja bernyanyi. Tampak aura bahagia di wajahnya. “Bu, kok ibu bisa membeli rumah bagus? Bahkan lebih bagus dari pada rumah nenek. Ibu ‘kan tidak bekerja. Aku sudah cerita ke ayah kalau kita sering pergi jalan jalan ke mall. Terus ayah kelihatannya bingung ketika aku ucapkan makasih padanya … Kok aku curiga ya, kalau sebenarnya semua uang yang dipakai saat jalan-jalan bukan uang dari ayah.” Selama berucap, Caca terlihat me

  • Aku Jenuh Menjadi Istrimu, Mas!   Bab 27. Awal Kebahagiaan 

    *** “Ini rumah siapa, Ibu.” Aku berhenti melangkah ketika mendengar suara malaikat kecilku. Suara yang sungguh sangat dirindu. Suara yang menjadi penyemangat, aku masih berjuang untuk hidup hingga saat ini. Aku mendekat ke arah Caca yang terlihat enggan untuk melangkah. Aku terduduk, menjadikan lutut sebagai tumpuan. Garis bibir tertarik untuk membentuk senyum. “Ini rumah kamu, sayang. Ini rumah Caca. Sini masuk! Kenapa hanya berdiri di pintu,” ujarku lembut sambil merapikan Caca yang berantakan. Caca tidak menjawab. Dia sepertinya masih terheran aku membawanya ke rumah. Tidak salah jika dia bertanya-tanya. Mata Caca tak menatapku. Dia terus melihat ke langit langit yang terdapat lampu yang sangat indah. Rumah ini bercat putih, dengan interior yang mewah. Aku memang sengaja menjemput Caca ketika rumah ini sudah layak untuk menjamu anak istimewaku. Aku pun berdiri sambil menggenggam tangan mungil yang masih saja terlihat kaget sekaligus kagum dengan apa yang di hadapannya. Bi

  • Aku Jenuh Menjadi Istrimu, Mas!   Bab 26. Mengikuti Keinginan Ibu (POV Daris)

    Setelah ibu masuk kamar, aku langsung berdiri dan melangkah keluar rumah. Sekarang sudah jam sepuluh, waktunya untuk menjemput Caca. Kasian anak itu jika menunggu lama. Sedangkan ayah, beliau masih saja duduk di sofa ruang tamu. Aku yakin jika pikirannya saat ini juga sangat kacau. Ayah hanya termenung. Aku kasihan melihat ayah dan ibu yang merasa terpuruk. Tadi selama ibu histeris, ayah hanya diam saja. Mungkin ayah tidak tahu harus melakukan apa dan mungkin saja ayah ingin membantah saat ibu mengatakan jika akan mengusir Caca dari rumah, tetapi ayah tidak punya nyali. Selama ini aku tidak pernah melihat ayah membantah ibu. “Kemana anak itu?” lirihku sambil melihat sekeliling sekolah TK. Sekolah sudah sepi. Biasanya Caca menungguku dekat gerbang sekolah. Tetapi, saat ini tidak ada. Aku terus saja menengokkan kepala ke kanan dan kiri. Tetapi tanda tanda keberadaan Caca tak kunjung terlihat. Aku mulai sedikit panik. “Bu, anak saya kemana ya?” tanyaku pada seorang guru yang ba

DMCA.com Protection Status