Share

02. Om Yang Meresahkan

Penulis: Meriatih Fadilah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Aluna masih mencengkeram kuat tongkat kakinya walaupun tubuhnya terlihat sedikit bergetar, napas yang  masih naik turun tetapi pertarungan dengan pria mata keranjang itu tidak membuatnya lemah dan takut, berusaha melindungi harga dirinya yang ingin direnggut paksa oleh pria itu.

“Aku memang Om nya Ardan tetapi usia kami terpaut tidak jauh dan wajahku tidak jauh berbeda dengan suamimu itu, seharusnya Mas Ardin menikahkan aku dengan kamu saja, ya walaupun kamu cacat seperti ini tetapi  cukup menjadi pemuas di ranjang hangatku, iya kan?” goda Ardi yang terus-menerus walaupun masih memegang kakinya yang sakit.

“Maaf Om jangan ganggu, aku masih banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan, sekarang Om pergi dari sini dan jangan sampai Raina melihat Om ada di sini!"

“Raina sudah tidur, Sayang, dan tidak ada orang di rumah selain kita dan Mbak Rini, mungkin dia sudah tidur sambil mendengarkan musik di telinganya, lagian para pelayan sudah pergi semua jadi bagaimana kalau kita bermain sebentar? Kamu pasti suka,” godanya lagi.

Aluna tidak menanggapinya dia masih fokus dengan pekerjaannya sehingga membuat Ardi terlihat tidak suka diabaikan.

Rahangnya mengeras, tangannya mengepal, tatapan sangat tajam ke arah Aluna. Dengan napas memburu dia mengambil tongkat penyangga kakinya dan membuangnya.

“Om kembalikan tongkatku!” teriak Aluna histeris.

“Kenapa? Apakah kamu susah berjalan sekarang? Benar kata Ardan kamu itu sudah cacat, miskin dan meninggikan harga dirimu! Ayuk ambil tongkat ini dan mendekat kepadaku, Sayang! Sudah aku bilang aku tidak suka penolakan dan kamu sudah terang-terangan menolak aku dan kamu harus mendapat hukuman!”

“Om kembalikan tongkatku atau kalau tidak!”

“Kalau tidak apa Sayang, kamu mau melakukan apa? Aku menjadi penasaran,” ejeknya dengan tersenyum nakal.

“Om, aku ini istri dari keponakan kamu yang arogan itu, tetapi dia tidak pernah main fisik seperti ini, bahkan dia jijik menyentuhku tetapi aku lebih jijik jika tubuh ini aku berikan kepada kamu!" sungut Aluna.

Aluna mendekat dan mereka saling menatap, tetapi tiba-tiba ...

Terdengar teriakan keras dari suara Ardi yang meraung kesakitan, dan meninggalkan luka cukup serius sampai mengeluarkan cairan berwarna merah di bagian hidungnya.

Rupanya Aluna sudah menyiapkan diri  jika Ardi kembali memeluknya, diam-diam wanita berhijab itu di tangannya sudah  mengambil ulakan kecil yang terbuat dari batu, lalu menyelipkan di pakaian gamisnya. Dan benar saja Ardi menyerangnya kembali dan rasa percaya yang tinggi dia langsung memukul hidung  Ardi sehingga meninggalkan sebuah luka di sana.

“Aku memang cacat Om, tetapi pikiranku tidak cacat, jadi berpikirlah dua kali untuk mendekatiku lagi!” ancam Aluna.

“Kamu akan membayar semua ini Aluna, sepetinya hidungku patah dan darah! Aluna, dasar wanita cacat!”

“Aku pastikan kamu akan keluar dari rumah ini dan diceraikan oleh Ardan, aku pasti membalasmu!” teriaknya dan pergi meninggalkan dapur itu sambil memegang hidungnya yang sudah mengeluarkan banyak darah.

Aluna lemas dan membiarkan tubuhnya merosot  jatuh ke lantai. Tanpa terasa bulir-bulir air matanya jatuh kembali. Aluna menangis histeris. Ketidak sempurnaan kakinya telah di jauhi oleh suaminya sendiri dan dimanfaatkan oleh orang lain.

***

Sebuah tangan kecil itu memberikan sapu tangan berwarna putih. Aluna mengambilnya dan mengelap air mata yang jatuh ke pipi mulusnya. Aluna mendongkak,  dan gadis kecil itu tersenyum, lalu memeluk dengan hangat.

“Tante, maafkan sikap papa ya  setelah kepergian Mama setahun  tahun yang lalu, sikap papa memang berubah dan papa sepertinya juga tidak menyayangi Raina lagi, apakah karena kita wanita lemah ya Tante?” tanya gadis kecil itu yang kini sudah berusia sepuluh tahun itu dengan wajah muram.

“Sayang kenapa bicara seperti itu, papa pasti sayang sama Raina hanya caranya saja yang berbeda, kita sebagai wanita jangan mau diremehkan jika tidak suka maka kita harus mengumpulkan keberanian untuk melawannya.”

“Apakah Raina melihat semuanya tadi?”  tanya Aluna penasaran.

“Maafkan Raina Tante, karena tidak bisa membantu Tante, Raina takut dengan papa, dia seperti singa,” celetuknya.

Aluna memeluk tubuh gadis kecil itu dengan hangat.

“Sudahlah jangan kamu pikirkan, Sayang, Tante bisa kok menjaga diri Tante sendiri buktinya Tante bisa melawan papa kamu yang bertubuh besar,” jawabnya lagi.

“Oh ya Sayang maukah kamu melakukan satu hal untuk Tante?” tanyanya lagi.

“Dengan senang hati  Tante,  Raina pasti akan bantu biar usia Raina masih sepuluh   tahun, tetapi Raina sangat pintar dan mengerti apa yang kalian bicarakan,” pujinya sendiri dengan penuh percaya diri.

“Sekarang katakan apa yang ingin Raina, bantu?” tanyanya bersemangat.

“Sayang, Tante hanya meminta kamu untuk tidak memberitahukan kejadian yang Raina lihat tadi, berjanjilah sama Tante, mau kan?”

“Apa maksud Tante? Tidak, Raina harus memberitahukan kepada Om Ardan tentang masalah ini, agar papa tidak lagi bersikap tidak sopan sama Tante,” protesnya kesal.

“Sayang, dengarkan Tante dulu, kamu tahu kan mereka tidak menyukai Tante di sini apalagi sikap Om Ardan yang terlampau dingin, mereka tidak akan percaya dan Tante nggak mau ada keributan di rumah ini. Om Ardan akan menyalahkan Tante karena mencari kesempatan untuk menggoda papa kamu, tolong bantu Tante, Sayang, kamu mau kan?” bujuk Aluna  memberikan pengertian.

Wajah Raina semakin sayu dia lalu memeluk Luna dengan hangat.

“Tante sama baiknya dengan mama dia terlalu lembut untuk papa, dan sekarang Raina tidak kesepian lagi ada Tante sebagai pengganti mama, baiklah  sesuai keinginan Tante. Raina sayang banget sama Tante, tolong jangan tinggalkan Raina.”

“Iya Sayang, Tante akan selalu ada untukmu.”

“Oh ya Tante besok ada acara di sekolah, apakah Tante mau datang?”

“Kenapa dengan Papa?”

“Pasti dia tidak mau hadir dalam acara sekolahnya Raina apalagi Oma dan Tante Sari , mereka  pasti tidak mau datang, biasanya Mbok Darmi atau Mbak Sarah keponakannya  Mbok Asih  yang datang mewakili orang tua,” ucapnya menunduk.

“Sayang jangan sedih ya, nanti Tante yang akan datang ke sekolah kamu,” jawab Aluna penuh keyakinan.

“Sungguh?”

“Apakah Tante pernah berbohong sama kamu?”

“Terima kasih, Tante." Raina memeluk dan mencium pipi Aluna dan pergi kembali ke kamarnya.

Aluna tersenyum melihat tingkah gadis kecil itu, setidaknya ada yang peduli dengan kehadirannya di rumah besar itu.

***

Menjelang pagi, seperti biasa Aluna akan bangun lebih pagi dari orang rumah. Sudah banyak pelayan dengan pekerjaan masing-masing tetapi sebagai mertua dia ingin menantunya bekerja agar tenaganya bisa dipakai dan tidak santai di rumah.

Para pelayan tidak bisa membantah, walaupun mereka  juga merasa kasihan, tetapi mereka sangat takut dan masih butuh pekerjaan. Mereka bisa saja membantah dan keluar dari sana tetapi jangan harap  bisa mencari pekerjaan di luar karena Bu Rini akan menyebarluaskan ke tempat lain untuk tidak menerima orang yang membangkang.

Semua berkumpul di meja makan, hanya dentingan sendok dan garpu terdengar. Mereka menikmati hidangan yang di suguhkan oleh Aluna. Tidak ada yang protes karena masakan Aluna sangat cocok di lidah mereka.

Namun, tidak dengan Ardan yang memilih sarapan dengan roti selai, dia tidak pernah menyentuh masakan istrinya walaupun hidungnya selalu mencium harum masakan itu tetapi dia tetap  tidak tergoda.

Lain halnya dengan Ardi yang sangat menikmatinya, sesekali wajahnya melirik Aluna  dan tersenyum nakal.

“Kenapa hidung kamu, Ardi?” tanya Rini saat memperhatikan hidung  adik iparnya itu tertempel perban.

Semua menatap heran ke arah Ardi.

“Oh ini tadi malam saat pulang ada kucing  nggak tahu tiba-tiba saja dia naik dan mencakar hidungku, Mbak,” jawabannya berbohong.

"Papa sih nakal, mungkin kucing itu tahu  kalau papa jahat sama orang lain makanya di cakar sama kucing,” sahut Raina disertai gelak tawa  membuat yang lainnya ikut tertawa.

“Oh ya bisa jadi, Raina," timpa Sari lagi dengan berusaha menahan tawa saat melihat ekspresi wajah Ardi berubah.

Ardi hanya diam dan menatap tajam ke arah Aluna yang sudah membuat luka gores di hidungnya.

“Kamu sudah membuat aku malu Aluna, mereka menertawakan aku, aku akan membuatmu membayar semua ini, tunggu saja jangan panggil aku Ardi jika  tidak bisa menaklukkan gadis mana pun, apa lagi kamu hanya seorang wanita cacat," batinnya berkata.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Yeni_Lestari87
ardi minta diketok ih
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    03. Menyambut Kekasih Suami

    “Oh ya Pa, di sekolah nanti ada acara, Raina ditunjuk membacakan karangan Raina di depan orang banyak, papa bisa hadirkan?” tanya Raina setelah mereka selesai sarapan.“Raina, Papa ada meeting, sama Oma atau Tante Sari, saja ya?” bujuk Ardi tanpa melihat ke wajah putrinya sendiri.“Maaf Raina sayang Oma ada urusan penting sama Tante Sari, kamu ditemani sama Mbak Sarah saja ya, Mbok Darmi pulang kampung selama dua Minggu. Dan kamu Aluna tetap di rumah saja jangan pergi ke mana-mana, Mama nggak mau kalau keluarga kita menjadi bahan topik perbincangan di luar sana karena mempunyai menantu cacat seperti kamu!” ancam Bu Rini ketus.Ardan diam saja tidak membela istrinya yang selalu di hina oleh ibunya sendiri.“Oh ya Ma, Delia akan datang dari luar negeri dan Ardan akan menjemputnya di bandara, dan bolehkah Delia menginap sementara di sini, kebetulan rumahnya sedang renovasi dan dia tidak biasa tinggal di hotel terlalu lama,” jelas Ardan mengalihkan pembicaraan.“Apa! Delia pulang? Boleh

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    04. Sakit Hati

    "Halo, iya Mas ada apa?""Mama sudah memberikan tugas untukmu kan?""Iya Mas, sudah ini lagi mau menyiapkan bahannya dulu.""Dengarkan baik-baik Aluna, Delia adalah tunanganku, dan aku akan segera menikahinya. Pilihan kamu ada satu bertahan dengan siap di madu atau kita bercerai, segera kamu pikirkan baik-baik, kamu pasti tidak mungkin memilih bercerai karena jika papa sampai tahu dia akan mengalami serangan jantung, jadi aku mohon jika Papa sampai tahu kalau aku menikah lagi kamu yang harus menjawabnya kalau kamu setuju untuk di madu, aku tidak perlu mengulanginya lagi kan?."Belum juga Aluna menjawabnya, sambungan telepon itu terputus secara sepihak tanpa mengetahui setuju atau tidak. Matanya memerah dan terduduk kembali setelah mendapat kabar yang sangat menyakitkan hatinya.“Ada apa lagi Neng?” tanya Mbok Asih penasaran.“Nggak ada Mbok, Aluna mau ke kamar mandi dulu.”“Perlu Sarah bantu Neng?” “Nggak usah Mbak Sarah, aku bisa sendiri kok,” jawabnya pelan dan melangkah menuju

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    05. Ejekan

    “Saya memang suka berpenampilan seperti ini Bu, apakah Ibu keberatan?” “Dan mengenai kaki saya, tidak perlu mencari tahu kenapa dan apa, karena kita di sini untuk menghadiri acara anak-anak kita, apakah Ibu keberatan?” tanya Aluna dengan sikap tenangnya.“Sudah cacat sombong pula,” sahutnya dan bergegas pergi dari hadapan Aluna.“Loh Aluna kamu di sini?” tanya seorang wanita paruh baya itu yang dia kenal.“Siapa dia Jeng?” tanya Ibunya Vivi penasaran.“Ini bukan mamanya Raina, tetapi menantunya Bu Rini keluarga Batara pengusaha properti itu loh, kan yang bangun sekolah ini adalah Bapak Ardin Bagas Batara dan dia menantunya yang cacat itu,” celetuk Bu Yeni salah satu tetangga mereka.“Kamu memang diizinkan keluar, bukannya kamu nggak boleh keluar ya, jangan-jangan kamu pergi begitu saja dari rumah itu?” sindir Bu Yeni kembali memojokkan Aluna.Namun, Aluna masih bersikap tenang menghadapi Bu Yeni yang hampir sama tabiatnya dengan mertuanya itu.“Saya memang bukan ibunya Raina, tet

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    06. Cemburu

    “Sayang ada apa? Kenapa kamu melihat dia seperti mau marah gitu?” tanya Ardan sambil merangkul pinggang ramping Delia. Aluna melihatnya, bohong kalau dia tidak cemburu, tapi apalah daya Ardan lebih menyukai wanita seksi itu daripada istrinya yang cacat.“Oh enggak apa-apa, Sayang.” Delia mendaratkan satu ciuman di pipi suaminya membuat Aluna semakin tidak tahan dengan kelakuan mereka.Akan tetapi dia tidak mau bertindak gegabah, sebisa mungkin menahan hati agar bersikap tenang.Wanita cantik itu tetap melayani tamu yang datang. Tamu kehormatan bagi mereka sehingga semuanya sangat bahagia menyambutnya. Gelak tawa masih terdengar sampai balik pintu dapur. Dengan kaki pincang Aluna masih tetap mengatur hidangan itu agar terlihat rapi di meja makan. Dia tidak ingin membuat Ardan kecewa. “Sayang, bagaimana kalau kita makan dulu, Tante sudah menyiapkan makanan kesukaanmu, pasti kamu akan ketagihan deh,” ucap Bu Rini bersemangat. “Tante tahu aja kalau perut Delia lapar.” Delia dan lainnya

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    07. Kedatangan Rayhan

    Aluna menatap wajah mertuanya. “Lantai dua, bukannya kamar tamu ada di bawah?” tanya Aluna bingung.“Iya tapi saya mau dia di kamar atas. Lagian banyak kamar di sini, kan, kamu keberatan?” sindir Bu Rini dengan senyuman merendahkan.“Ma, tapi ini sangat berat dan Luna enggak ...“Kenapa? Enggak bisa begitu, ayolah Luna membawa koper itu tidak akan memakan waktu sampai semalaman kan, katanya kamu wanita yang kuat, kalau begitu buktikan dong jangan hanya omongan saja. Oh ya satu lagi jangan membuat alasan karena kamu cacat sehingga tidak mau mengangkat koper itu,” lanjut Bu Rini menekankan.Aluna menghela napas panjang, dia tidak mau berdebat lagi toh hasilnya tidak ada yang mendukungnya selalu dia yang harus mengalah. Mau tak mau Aluna menyeret dengan perlahan untuk bisa sampai dianak tangga. Ardan melihat sekilas dan ada sedikit rasa empati tapi karena Delia mengajaknya mengobrol sehingga pria tampan itu kembali mendengarkan ocehan Delia. Namun, sesekali hatinya terusik saat istrinya

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    08. Cemburu

    “Maaf saya tidak sengaja dan siapa .... Ucapan Aluna terhenti saat pria tampan itu mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan. “Kenalkan saya Rayhan, saya sahabatnya Ardan,” jawab pria tampan itu dengan wajah tersenyum.“Ray?” panggil Ardan dari atas dan langsung menjabat tangan Rayhan.“Halo apa kabar, kenapa kamu tidak memberitahukan sama aku sih kalau kamu akan datang? Bagaimana dengan bisnismu di sana apa semuanya lancar?” tanya Ardan basa basi.Rayhan membalas pelukan sahabatnya itu tapi setelahnya dia langsung melepaskan pelukan itu karena kembali fokus dengan apa yang ada di depan matanya. “Dan dia?” “Rayhan kami juga sudah kangen sama kamu, betul kata Ardan kenapa enggak kabari kami sih?” Kini Sari ikutan naik ke atas anak tangga di mana Luna ingin mengangkat koper besar itu.“Maaf Mbak sebuah kejutan dan ini apakah dia istrimu?” Lagi-lagi Rayhan masih penasaran meskipun dia sudah tahu kalau wanita yang ada dihadapanya adalah istri Ardan.Saat pernikahan Ardan terjadi mema

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    09. Kesal

    “Dasar menyebalkan, berani sekali dia mengatakan seperti dan apa yang aku lakukan, menggendongnya? Pasti sekarang dia loncat kegirangan saat ini di kamar, dan .... Entah kenapa pikiran Ardan malah ke istrinya sendiri padahal tadi sangat membencinya ditambah lagi kedatangan Rayhan yang langsung menyentuh tubuh istrinya.Rasa kesal pun masih ada, dia langsung ingin menemui Rayhan dan memarahinya. Dengan langkah lebar dan tergesa-gesa untuk sampai di hadapan Rayhan yang duduk santai di ruang keluarga sambil menikmati teh hangat dan beberapa camilan yang disuguhkan oleh Sarah.Ardan menghempaskan bokongnya di samping Rayhan. “Kenapa kamu enggak bilang kalau sudah mau pulang ke Jakarta?” tanya Ardan yang berusaha menenangkan hatinya sendiri.Rayhan masih memegang cangkir teh itu. Sesekali menyasapi minuman itu dengan nikmat. “Kenapa? Apakah kamu takut aku bisa melihat apa yang terjadi barusan? Ayolah Ar, kamu tahu kan selain menjadi sahabatmu aku juga sebagai mata-mata papamu dan kamu t

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    10. Penasaran

    Ardan masuk dan menghampiri Aluna yang sedang tertidur dengan masih memakai mukena berwarna putih. Pria tampan itu melirik jam yang terpasang di dinding menunjukkan pukul tiga dini hari. Ada perasaan yang aneh yang tidak bisa digambarkan oleh dirinya. Entah saat Rayhan menyentuh tubuh Aluna saat dia hampir terjatuh di anak tangga itu.Dengan sangat hati-hati Ardan menggendong Aluna pindah ke tempat tidur. Dia lalu berusaha membuka mukena yang masih dia pakai. Ardan memperhatikan sosok wajah itu yang tak pernah dia lihat secara detail. “Cantik!” Kata yang pertama dia ucapkan saat melihat wajah polos itu masih memejamkan matanya. Rambut hitam bergelombang tergerai indah sepanjang bahu. Alis hitam bagaikan barisan semut hitam yang berbaris rapi dengan bulu mata lentik dan tebal. Hidung yang mancung dan bibir mungil berwarna pink muda. Tanpa sadar pria tampan itu mendaratkan sebuah kecupan di kening Aluna. Ardan lalu mengambil ponselnya dan mengabadikan wajah istrinya dalam posisi terp

Bab terbaru

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    122. Aku Mencintaimu Aluna

    Naya bangun dan melihat Ardan sedang menutup matanya. “Apakah Abi sangat kelelahan sehingga di jam seperti ini masih bisa beristirahat?” gumamnya dalam hati sambil menatap kearah Ardan. Naya beranjak dari tempat duduknya dengan perlahan-lahan lalu sampai lah dia di sofa tempat Ardan duduk dengan posisi sang masih sama. Muncul dalam pikirannya untuk bisa meringankan masalah yang dihadapi olehnya. Gadis kecil itu pun berinisiatif untuk memijat kening Ardan dengan tangan kecilnya. Ardan pun belum menyadari siapa yang telah membuatnya sedikit rileks. Dia beranggapan kalau itu adalah tangan Aluna. Ardan pun mengingat masa lalu saat tanpa disuruh Aluna langsung memijat kening Ardan begitu lembut. Awalnya menolak karena menjaga gengsi tapi lama kelamaan pijatan itu semakin terasa enak dan membuat Ardan tertidur. “Luna?” panggilnya seketika dan mengagetkan Naya yang sedang memijit keningnya. Mata Ardan melotot seperti hampir keluar dari tempatnya. “Na—naya?” Ardan masih tidak percaya

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    121. Minta Izin

    Wajah imut menggemaskan membuat pria tampan itu tidak bosan memandangnya. Baru kali ini Ardan bisa melihat putri kandungnya terlelap dalam mimpi. Dia pun tak menyangka jika telah dianugerahi dengan buah hati yang cantik dan sholehah. Seketika lamunannya tersadar bagaimana dia bisa sampai disini, apakah hati Aluna sudah mencair karena mau mengizinkan putrinya bersama ayah kandungnya sendiri?“Anaya? Dia di sini juga? Apa Dena sudah meminta izin untuk membawanya ke sini?” tanya Ardan kembali terkejut.“Nggak Pi, soalnya hari Tante Luna tidak masuk mengajar dia sibuk dengan orderan, kata Naya sih. Tadinya juga Naya nggak dijemput makanya Dena bawa saja ke sini,” jelasnya.“Jadi Tante Luna tidak tahu dong kalau Anaya ada di sini?”“Iya Pi.”“Gawat ini Dena, kenapa kamu tidak beritahu Tante Luna, kamu kan bisa menghubunginya?” Ardan begitu panik karena Aluna akan marah besar dan akan menuduh kalau Ardan lah yang merencanakan semuanya. “Papi lupa ya ponsel Dena kan sama Papi dan sekarang

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    120. Masa Lalu

    Mengingat masa lalu itu Ardan semakin marah. Apalagi dia menyalahkan Tuan Ardin atas semua yang terjadi. Menurut Ardan seandainya Tuan Ardin mengatakan siapa Aluna sebenarnya tentu tidak akan seperti ini.Hubungan antara ayah dan anak itu pun menjadi renggang, akan tetapi Ardan masih peduli dengan Tuan Ardin sehingga masih mau merawatnya sampai sekarang ini. Pria tua itu kini kembali sakit-sakitan karena terus memikirkan Aluna. Sedangkan Ardan antara marah dan merasa bersalah karena dirinya sendiri yang tidak peka dengan Aluna.“Kenapa Papa menyembunyikan hal sebesar ini? Kenapa Pa? Dan Aluna kenapa juga tidak memberitahukan kalau dia yang telah menolongku dari kecelakaan, bahkan kakinya menjadi korban karena aku! Aku memang tidak bisa melihat kebaikan Aluna, bahkan dia rela bertahan selama dua tahun dari keluarga ini padahal dia sudah banyak membantu. Aku tidak bisa diam begitu saja, aku harus mencarinya tapi di mana? Sedangkan nomor ponselnya saja sudah tidak aktif dan menyuruh or

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    119. Tertidur Di Kantor

    Lima belas menit perjalanan akhirnya mereka sampai di sebuah gedung menjulang tinggi. Naya sampai tertegun saat melihat gedung dan sekitarnya yang begitu indah di pandang mata. Pak supir menurunkan mereka di halaman parkir. Dena yang sering pergi ke kantor ayahnya sudah terbiasa untuk keluar masuk di gedung itu. “Sungguh ini kantor Abi? Tinggi sekali? Apakah banyak orang di dalam sana?” tanya Naya dalam hati begitu takjub melihatnya.Dena memperhatikan Naya yang begitu lugu melihat bangunan itu. “Apakah kamu tidak pernah melihat gedung-gedung seperti ini?” tanya Dena bingung. “Pernah lihat tapi hanya di televisi. Ini sungguhan kan?” Naya begitu bersemangat untuk mengitari pemandangan itu. “Ya iyalah, masa mainan. Ayuk, kita masuk!” “Tunggu Dena!” panggilnya lagi.“Ada apa, Naya?” Naya berlari kecil menghampiri Dena yang telah jalan duluan. “Memang anak kecil seperti kita boleh masuk ke sana , nanti kalau diusir bagaimana?” tanya Naya meragukan.“Naya sayang, kantor ini milik P

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    118. Naik Mobil Mewah

    Mendengar ucapan Bu Nia Aluan pun terkejut. Bu Nia kembali menjelaskan kalau Dena sendiri yang berinisiatif membawa Naya ikut dengannya, karena sampai di kantor Ardan pun terkejut dengan kedatangan dua gadis kecil itu ke kantornya. Setengaj jam yang lalu ....Bel sekolah telah berbunyi yang menandakan mereka pulang sekolah. Anak-anak berlarian ke luar mencari penjemput mereka. Hanya Naya dan Aluna yang belum terlihat. Meskipun Naya tahu kalau hari ini Umminya sedang sibuk dengan pesanan orderan yang semakin meludak. “Naya, kamu belum dijemput ya?” tanya Dena polos.“Iya, mungkin Ummi lupa kalo jemput Naya,” sahutnya sedikit kecewa.“Dena juga belum di jemput, hari ini. Papi juga sibuk pasti papi tidak menjemput Dena .”“Nasib kita kok sama ya?” tanya Naya menatap sendu.“Kita tunggu di luar yuk!” ajak Dena kembali bersemangat.“Oke!”Mereka pun melangkah pergi untuk sampai di depan gerbang sekolah. Pak Agus melihat mereka berdua saling berpegangan tangan “Kalian berdua belum dije

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    117. Di mana Naya

    Hari-hari berlalu dijalani oleh dua keluarga yang berbeda. Dena semakin akrab dengan Naya. Mereka begitu lengket bagaikan prangko, selalu bersama-sama. Dena pun memang tak pernah lagi ikut menertawakan Naya jika dia kena di bully malah Dena yang akan membela Naya jika asa yang berani mengganggu Naya. Aluna semakin sibuk dengan urusan warungnya karena semakin hari semakin banyak orderan yang datang untuknya. Aluna sampai kewalahan untuk mengatasinya sehingga Ardan pun memperkerjakan karyawan tetap untuk membantu Aluna. Ya berkat Ardan yang melobi ke sana kemari untuk memperkenalkan masakan Aluna sehingga banyak yang ingin mencobanya, ada juga yang memesan tiap hari untuk dijadikan menu makan mereka di kantin.Aluna menolak uang pemberian Ardan. Dia berdalih untuk kebutuhan Anaya tapi Aluna tidak mau memakai uang itu dan mengembalikannya kepada mantan suaminya itu. Ardan berpikir keras untuk bisa membantu perekonomian Aluna, sehingga timbul ide untuk membuat warung Aluna semakin dike

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    116. Perubahan Sikap

    Naya memperhatikan wajah pria itu lebih dekat lagi. Wajah yang sempurna dan memang mempunyai kemiripan dengan Naya. “Abi memang sangat tampan pantas saja banyak yang menyukai Abi, tapi apakah Abi juga banyak pacar? Buktinya Abi dulu tidak menyukai Ummi karena Ummi cacat, dan sekarang Abi kembali dan ingin mengajak kami untuk hidup bersama. Naya Ingin sekali mempunyai keluarga yang utuh. Naya ingin memeluk Abi. Naya ingin mereka tahu kalau Naya masih mempunyai Abi tapi bagaimana dengan nasib Dena? Apakah dia akan membenci Naya jika dia tahu Nayalah putri kandungnya bukan Dena,” gelisahnya dalam hati.“Apakah Naya tidak merindukan Abi dan apa yang dikatakan Ummi tentang Abi Naya?” desak Ardan ingin mengetahui apa saja yang diajarkan oleh Aluna. “Awalnya iya, Naya kan nggak pernah melihat wajah Abi Naya, tapi setiap Naya bertanya di mana Abi Naya Ummi langsung terlihat sedih. Dari situ Naya nggak akan pernah bertanya lagi tentang jika membuat Ummi menangis,” jelasnya panjang lebar.De

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    115. Pendekatan

    Ardan langsung melepaskan Aluna karena dia juga tidak mau akan terjadi sesuatu hal dengannya dan Naya.“Maaf Lun, aku hanya ....” ucapan menggantung saat Aluna langsung bertanya tentang kondisi papanya. “Bagaimana kondisi papa apakah beliau baik-baik saja?” akhirnya Aluna juga penasaran dengan kondisi kesehatan mantan mertuanya itu. “Alhamdulillah untuk saat ini baik-baik saja. Papa tidak bekerja lagi di perusahaan, kini aku yang mengambil tanggung jawab itu. Ternyata apa yang papa lakukan di perusahaan aku baru menyadarinya kalau tanggung jawab papa semasa itu sangat berat, aku baru menyadari semuanya,” jelas Ardan pelan.Aluna kembali duduk diikuti oleh Ardan. Dia senang akhirnya Aluna mau mendengarkan keluh kesahnya. “Alhamdulillah akhirnya kamu bisa berubah, Mas. Kamu mengambil tanggung jawab dengan benar. Berarti permintaan papa sudah kamu turuti,” sahutnya tersenyum lega jika mantan mertuanya masih sehat.“Nggak semuanya Lun, ada satu permintaan yang belum bisa aku turuti,”

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    114. Permintaan Maaf Dena

    Aluna pun melihat sekelilingnya dan benar memang masih banyak pembeli yang ingin dilayaninya.“Maaf, tapi tidak bisa lama-lama karena warung masih ramai atau mau menunggu sebentar, saya nggak bisa meninggalkan mereka?” bujuknya karena memang masih terlihat ramai. “Tante, Dena juga harus istirahat, kami juga belum pulang ke rumah kecuali kami boleh menginap di rumah Tante, boleh kan?” Dena begitu bersemangat. “Tidak!” jawab lantang Naya hampir sebagian orang melihat ke arahnya.Aluna tak enak hati jika dilihat banyak orang. Mau tak mau Aluna membawanya ke rumah yang terletak di samping warungnya. Mereka pun duduk di teras rumah. Sedangkan Naya tetap berdiri di samping Aluna yang sudah duduk bersama Ardan dan Dena. Ada sedikit rasa canggung untuk bisa duduk bersama apalagi jarak duduk mereka tidak terlalu jauh. Ardan tak lepas memandangi terus wajah Aluna sehingga wanita cantik itu pun bersemu merah. Dena yang tidak mengetahui apa-apa pun sedikit merasa curiga dengan gerak tubuh pa

DMCA.com Protection Status