Share

05. Ejekan

Author: Meriatih Fadilah
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

“Saya memang suka berpenampilan seperti ini Bu, apakah Ibu keberatan?”

“Dan mengenai kaki saya, tidak perlu mencari tahu kenapa dan apa, karena kita di sini untuk menghadiri acara anak-anak kita, apakah Ibu keberatan?” tanya Aluna dengan sikap tenangnya.

“Sudah cacat sombong pula,” sahutnya dan bergegas pergi dari hadapan Aluna.

“Loh Aluna kamu di sini?” tanya seorang wanita paruh baya itu yang dia kenal.

“Siapa dia Jeng?” tanya Ibunya Vivi penasaran.

“Ini bukan mamanya Raina, tetapi menantunya Bu Rini keluarga Batara pengusaha properti itu loh, kan yang bangun sekolah ini adalah Bapak Ardin Bagas Batara dan dia menantunya yang cacat itu,” celetuk Bu Yeni salah satu tetangga mereka.

“Kamu memang diizinkan keluar, bukannya kamu nggak boleh keluar ya, jangan-jangan kamu pergi begitu saja dari rumah itu?” sindir Bu Yeni kembali memojokkan Aluna.

Namun, Aluna masih bersikap tenang menghadapi Bu Yeni yang hampir sama tabiatnya dengan mertuanya itu.

“Saya memang bukan ibunya Raina, tetapi kasih sayang untuk Raina tiada batasnya, maaf bukannya saya tidak sopan tetapi saya ke sini hanya untuk menghadiri acara sekolahnya Raina karena yang lain tidak bisa hadir, apakah itu masalah buat Anda, Bu Yeni ?” tanyanya dengan tegas.

“Ayuk Tante, kita cari tempat duduk saja,” ajak Raina menarik tangan Aluna, tetapi saat ingin duduk terdengar suara orang berteriak kencang di jalanan.

Semua orang yang hadir ikut mencari sumber suara itu. Tidak ketinggalan Raina dan Aluna pun ikut bersama mereka keluar.

Tampak seorang gadis kecil ketakutan dan diam di tempat dan itu adalah Vivi teman Raina yang sombong. Di hadapannya ada seekor ular yang sedang berdiri kepalanya untuk siap menerjang Vivi jika dia banyak bergerak.”

“Tante ada ular, apakah itu sangat bahaya?” tanya Raina penasaran.

“Iya Sayang, itu sangat berbahaya jika ada pergerakan sedikit ular itu akan langsung menggigitnya,” jelas Aluna sembari memperhatikan gerakan ular itu.

“Tolong anak saya Bu, Pak!”

“Ma, Vivi takut ular itu sangat dekat sama Vivi.” Anak itu menangis histeris membuat ular itu sedikit agresif mendekati Vivi.

Tidak ada yang menolong semua ikutan panik, pihak sekolah memanggil pemadam kebakaran untuk segera menangkapnya tetapi belum juga datang.

Maaf Pak, apakah ada karung beras atau semacamnya ?” Aluna bertanya kepada cleaning servis sekolah.

“Sepertinya ada Bu, sebentar saya ambilkan,” jawab orang itu dan segera mencarinya di dalam.

Tak butuh waktu lama orang itu keluar dengan membawa satu karung beras bekas dan memberikannya kepada Aluna.

“Ini buat apa toh Bu?”

“Ya buat ularnya,” jawabnya santai.

“Tante mau ke mana?” tanya Raina ikutan panik.

“Mbak Sarah, jaga Raina jangan sampai dia ikut aku ke sana, “ pintanya.

Aluna mendekati dan dengan jalan perlahan-lahan mendekati ular itu, semua tertegun akan keberanian Aluna dan dalam sekejap ular itu dia ambil dengan tangan kosong.

Dengan cepat dia masukan ke dalam karung beras bekas itu lalu mengikatnya dengan tali rapia. Ibu itu langsung memeluk anaknya dan menangis histeris sembari menciumi wajah anaknya sendiri. Semua bertepuk tangan dan memberikan senyuman saat Aluna dengan mudahnya mengambil ular berbisa itu. Bu Vina langsung memeluknya erat dan menangis setalah itu berterima kasih karena sudah menolong anaknya.

“Bu Aluna, sungguh saya sangat memuji keberanian kamu, padahal tadi saya sudah menghina kamu di depan orang banyak, tetapi kamu masih mau menolong anak saya dari luar berbisa itu, saya tidak tahu jika terjadi sesuatu dengan anak saya, terima kasih,” ucapnya bahagia.

“Iya Bu sama-sama,” sahutnya ikut tersenyum.

Bu Yeni yang ingin memberitahukan keberadaan Aluna langsung mengurungkan niatnya dan membiarkan Aluna ada di sekolah itu. Semua menyambut dan menghormati Aluna membuat dia pun sangat terharu karena bisa di terima di kalangan sosial elit itu.

Raina dan Sarah berpelukan dengan Aluna dan terlebih lagi Raina sangat bahagia ketika Aluna di terima dengan buka tanpa melihat kekurangan fisiknya.

***

Waktu sudah menunjukkan pukul dua siang, mereka harus pulang sebelum orang rumah mencari Aluna. Mereka tampak bahagia dan Raina tidak mau melepaskan tangan Aluna, dia sudah nyaman dengan keberadaan Aluna di sampingnya.

Sampai mereka di rumah dan betapa terkejutnya mereka di sambut oleh Bu Rini dan Sari dengan tatapan sinisnya. Seketika keceriaan mereka sirna. Sadar akan situasi tegang Aluna menyuruh Sarah membawa Raina pergi ke kamarnya.

“Wah, hebat kamu Aluna tanpa seizin suamimu, kamu berani keluar dan pergi ke sekolah Raina, apa yang ingin kamu tunjukan Aluna? Kamu ingin menunjukkan kalau keluarga Batara mempunyai menantu cacat begitu? Kamu sengaja mau mempermalukan kami, Aluna?” tanya Bu Rini dengan tatapan tajamnya dengan berkacak pinggang.

“Apa yang Mama katakan, Aluna hanya ingin Raina bahagia, dia mempunyai keluarga banyak tetapi tidak ada satu pun yang peduli dengan gadis kecil itu, kalian sibuk dengan urusan dunia kalian masing-masing. Dia itu masih kecil dan butuh banyak perhatian,” tegas Aluna.

“Hei kamu, tahu dari mana kamu tentang cara mengasuh anak, sedangkan kamu saja belum punya anak, lagian pernikahan kalian sudah enam bulan nggak ada tuh tanda-tandanya hamil?” sindir Sari tersenyum jahat.

Rasanya ingin sekali menertawakan bahkan ingin menjambak rambut wanita yang bergelar kakak iparnya itu, tapi dia masih mempunyai hati nurani untuk merendam emosinya sesaat. "Apakah Mbak Sari sedang mengigau, hah? Bagaimana aku bisa hamil kalau aku tidak di sentuh sama sekali oleh suamiku sendiri, tetapi bagaimana dengan Mbak, apakah aku harus mengulang pertanyaan aku?” sindir balik ke Sari dengan sorotan mata tajamnya.

Mereka pun berdebat lagi sampai akhirnya terdengar suara deru mobil masuk ke halaman rumah. Dengan bergelayut manja di lengan Ardan, seorang wanita dengan paras cantik dan seksi memasuki rumah itu. Suara sepatu berhak tinggi sudah meninggalkan bunyi, sehingga dengan cara perlahan-lahan menyambutnya suka cita.

“Halo semuanya?” sapa wanita cantik itu dengan ramah.

“Delia?” panggil Bu Rini antusias.

“Tante apa kabar?” Delia berlari kecil menghampiri Bu Rini dan memeluknya begitu juga dengan Sari.

“Loh bilangnya jam empat sore tetapi ini baru jam dua siang?” tanya Bu Rini bingung sekaligus bahagia.

“Iya Tante dimajukan dan sekarang Delia sudah di sini? “ jawabnya semringah.

“Ya sudah ayuk kita ke dalam supaya lebih enak mengobrolnya,” lanjutnya lagi.

“Oya ini siapa Tante, pembantu baru?” tanya Delia saat melihat Aluna berdiri mematung.

“Delia Sayang, kenalin ini istri cacat Ardan, ya begitulah Om Ardin ingin sekali menikahkan anak pembantu dengan majikannya, bagaimana Tante mau mendapat keturunan begini, adanya Tante malu lah,” sindir Bu Rini.

Mereka pun menghempaskan bokongnya bersaman dan saling bicara dengan hangat. Aluna yang melihatnya merasa iri dengan kedekatan mereka. Ada sesak di dada yang dia rasakan, berusaha untuk menahannya sebisa mungkin agar bulir-bulir air matanya tidak jatuh. Ardan melihat Aluna yang masih berdiri mematung kembali menghampirinya.

“Aluna, seperti yang aku bilang sama kamu, Delia akan tinggal di sini untuk sementara waktu setelah rumahnya selesai, dan selain itu dia adalah calon istriku dan kamu harap tidak keberatan. Kamu lihat, kan, perbedaan kamu dengan Delia, penampilan sangat cantik dan sempurna, aku tidak malu untuk memperkenalkan kepada orang lain siapa istriku.” Ardan menatap sinis istrinya tapi Aluna membalas tatapan itu.

"Apa kelebihan wanita itu, Mas?" tanya Aluna dengan nada sedikit gemetar.

“Kalian seperti langit dan bumi, dan aku tidak tahu kenapa papa sangat menginginkan aku menjadi suamimu, tetapi biarlah untuk kebahagiaan papa aku turuti tetapi aku juga tidak mau kebahagiaan aku terganggu kan. Bukankah menyenangkan suami juga adalah ibadah dan ini salah satunya membiarkan aku hidup dengan cintaku yang seharusnya.” Ardan tampak tegas mengatakan semuanya dan terlihat bahagia sedangkan Aluna hanya diam dan menyaksikan kebahagiaan yang terukir manis di hadapannya.

“Oh sial, kenapa dia ada di sini apakah dia mengenalku, sepertinya aku harus menyingkirkan Aluna sebelum dia sadar siapa yang mencelakai Ardan setahun yang lalu,” batin Delia berkata gelisah sambil menatap tajam ke arah Aluna.

Related chapters

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    06. Cemburu

    “Sayang ada apa? Kenapa kamu melihat dia seperti mau marah gitu?” tanya Ardan sambil merangkul pinggang ramping Delia. Aluna melihatnya, bohong kalau dia tidak cemburu, tapi apalah daya Ardan lebih menyukai wanita seksi itu daripada istrinya yang cacat.“Oh enggak apa-apa, Sayang.” Delia mendaratkan satu ciuman di pipi suaminya membuat Aluna semakin tidak tahan dengan kelakuan mereka.Akan tetapi dia tidak mau bertindak gegabah, sebisa mungkin menahan hati agar bersikap tenang.Wanita cantik itu tetap melayani tamu yang datang. Tamu kehormatan bagi mereka sehingga semuanya sangat bahagia menyambutnya. Gelak tawa masih terdengar sampai balik pintu dapur. Dengan kaki pincang Aluna masih tetap mengatur hidangan itu agar terlihat rapi di meja makan. Dia tidak ingin membuat Ardan kecewa. “Sayang, bagaimana kalau kita makan dulu, Tante sudah menyiapkan makanan kesukaanmu, pasti kamu akan ketagihan deh,” ucap Bu Rini bersemangat. “Tante tahu aja kalau perut Delia lapar.” Delia dan lainnya

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    07. Kedatangan Rayhan

    Aluna menatap wajah mertuanya. “Lantai dua, bukannya kamar tamu ada di bawah?” tanya Aluna bingung.“Iya tapi saya mau dia di kamar atas. Lagian banyak kamar di sini, kan, kamu keberatan?” sindir Bu Rini dengan senyuman merendahkan.“Ma, tapi ini sangat berat dan Luna enggak ...“Kenapa? Enggak bisa begitu, ayolah Luna membawa koper itu tidak akan memakan waktu sampai semalaman kan, katanya kamu wanita yang kuat, kalau begitu buktikan dong jangan hanya omongan saja. Oh ya satu lagi jangan membuat alasan karena kamu cacat sehingga tidak mau mengangkat koper itu,” lanjut Bu Rini menekankan.Aluna menghela napas panjang, dia tidak mau berdebat lagi toh hasilnya tidak ada yang mendukungnya selalu dia yang harus mengalah. Mau tak mau Aluna menyeret dengan perlahan untuk bisa sampai dianak tangga. Ardan melihat sekilas dan ada sedikit rasa empati tapi karena Delia mengajaknya mengobrol sehingga pria tampan itu kembali mendengarkan ocehan Delia. Namun, sesekali hatinya terusik saat istrinya

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    08. Cemburu

    “Maaf saya tidak sengaja dan siapa .... Ucapan Aluna terhenti saat pria tampan itu mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan. “Kenalkan saya Rayhan, saya sahabatnya Ardan,” jawab pria tampan itu dengan wajah tersenyum.“Ray?” panggil Ardan dari atas dan langsung menjabat tangan Rayhan.“Halo apa kabar, kenapa kamu tidak memberitahukan sama aku sih kalau kamu akan datang? Bagaimana dengan bisnismu di sana apa semuanya lancar?” tanya Ardan basa basi.Rayhan membalas pelukan sahabatnya itu tapi setelahnya dia langsung melepaskan pelukan itu karena kembali fokus dengan apa yang ada di depan matanya. “Dan dia?” “Rayhan kami juga sudah kangen sama kamu, betul kata Ardan kenapa enggak kabari kami sih?” Kini Sari ikutan naik ke atas anak tangga di mana Luna ingin mengangkat koper besar itu.“Maaf Mbak sebuah kejutan dan ini apakah dia istrimu?” Lagi-lagi Rayhan masih penasaran meskipun dia sudah tahu kalau wanita yang ada dihadapanya adalah istri Ardan.Saat pernikahan Ardan terjadi mema

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    09. Kesal

    “Dasar menyebalkan, berani sekali dia mengatakan seperti dan apa yang aku lakukan, menggendongnya? Pasti sekarang dia loncat kegirangan saat ini di kamar, dan .... Entah kenapa pikiran Ardan malah ke istrinya sendiri padahal tadi sangat membencinya ditambah lagi kedatangan Rayhan yang langsung menyentuh tubuh istrinya.Rasa kesal pun masih ada, dia langsung ingin menemui Rayhan dan memarahinya. Dengan langkah lebar dan tergesa-gesa untuk sampai di hadapan Rayhan yang duduk santai di ruang keluarga sambil menikmati teh hangat dan beberapa camilan yang disuguhkan oleh Sarah.Ardan menghempaskan bokongnya di samping Rayhan. “Kenapa kamu enggak bilang kalau sudah mau pulang ke Jakarta?” tanya Ardan yang berusaha menenangkan hatinya sendiri.Rayhan masih memegang cangkir teh itu. Sesekali menyasapi minuman itu dengan nikmat. “Kenapa? Apakah kamu takut aku bisa melihat apa yang terjadi barusan? Ayolah Ar, kamu tahu kan selain menjadi sahabatmu aku juga sebagai mata-mata papamu dan kamu t

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    10. Penasaran

    Ardan masuk dan menghampiri Aluna yang sedang tertidur dengan masih memakai mukena berwarna putih. Pria tampan itu melirik jam yang terpasang di dinding menunjukkan pukul tiga dini hari. Ada perasaan yang aneh yang tidak bisa digambarkan oleh dirinya. Entah saat Rayhan menyentuh tubuh Aluna saat dia hampir terjatuh di anak tangga itu.Dengan sangat hati-hati Ardan menggendong Aluna pindah ke tempat tidur. Dia lalu berusaha membuka mukena yang masih dia pakai. Ardan memperhatikan sosok wajah itu yang tak pernah dia lihat secara detail. “Cantik!” Kata yang pertama dia ucapkan saat melihat wajah polos itu masih memejamkan matanya. Rambut hitam bergelombang tergerai indah sepanjang bahu. Alis hitam bagaikan barisan semut hitam yang berbaris rapi dengan bulu mata lentik dan tebal. Hidung yang mancung dan bibir mungil berwarna pink muda. Tanpa sadar pria tampan itu mendaratkan sebuah kecupan di kening Aluna. Ardan lalu mengambil ponselnya dan mengabadikan wajah istrinya dalam posisi terp

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    11. Bingung

    Setelah menyiapkan air hangat Aluna kembali ke kamar dan membangunkan sang suami untuk segera bangun. Meskipun biasanya Ardan sangat sulit dibangunkan dan pasti akan terbawa emosi dia tetap membangunkannya. “Mas, bangun sudah jam enam pagi, semua sudah aku siapkan, segeralah mandi dan sarapan pagi juga sudah ada di meja makan,” ucap Aluna tanpa jeda. Tidak ada pergerakan dari Ardan, wanita cantik itu kembali mendekat. Wajahnya sedikit dicondongkan dan menatap wajah tampan itu. “Apakah dia sakit?” gumamnya seraya menempelkan telapak tangannya ke kening Ardan. “Tidak panas, tapi biasanya sudah bangun meskipun dengan omelan. Kenapa ya?” Aluna masih bingung sementara Ardan malah sengaja berpura-pura masih terlelap tidur. Aluna kembali menggoyangkan tubuh Ardan tapi pria tampan itu tidak juga bangun. “Kenapa hari ini sangat sulit dibangunkan sih?” ucapnya sedikit kesal. Masih penasaran Aluna masih berusaha untuk membangunkan sang suami. Namun, dengan sengaja Ardan malah menarik tubu

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    12. Kotak Makan Siang

    “Aku yakin tidak salah orang, wanita itu yang ada di tempa kejadian. Dia yang menolong Ardan. Mas, aku takut kalau Aluna sampai mengatakan sesuatu kepada orang lain atau dengan Ardan tamat riwayatku, Mas,” ucapnya dalam ketakutan.“Ayolah Sayang jangan takut seperti , kalau pun memang Aluna memang ingin menindasmu dia tidak akan bisa karena aku sendiri yang akan menyingkirkannya. Seharusnya yang mati adalah Ardan tapi dia seperti kucing saja mempunyai sembilan nyawa. Mungkin kita tidak akan melakukan rencana itu lagi karena sangat berbahaya pastinya mereka sudah lebih berhati-hati, kita akan pakai halus dan aku merasa yakin kalau kamu bisa menikah dengan Ardan,” jelas Om Ardi begitu bernafsu untuk mencumbu tubuh Delia yang begitu seksi. Dengan cepat Ardi menaikkan gairah Delia sehingga dalam hitungan menit saja mereka melakukannya. Napas mereka masih terdengar tersengal-sengal. Delia dengan cepat merapikan pakaiannya yang sudah berantakan akibat ulah Om Ardi. Begitu juga pria paru

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    13. Makan Siang

    Di dalam mobil Ardan tampak diam, dia hanya fokus untuk menyetir padahal sedari tadi Delia sudah panjang lebar bercerita tentang kegiatan yang akan menyita waktunya. Ardan masih bergeming dia malas untuk menanggapi semua ocehan Delia, karena entah kenapa semenjak kehadiran Rayhan semut menjadi rumit. Di tambah ucapan Rayhan yang seakan-akan ingin mengambil Aluna dari sisinya. Mobil mewah itu berhenti tepat di sebuah gedung tinggi. Tempat di mana Delia akan bekerja sebagai model. Hari ini jadwal Delia sedikit padat karena banyak pemotretan yang harus dia kerjakan. “Sayang, aku sudah sampai tapi wajahmu sepertinya tidak suka dengan kehadiran aku, apa ada? Apakah kamu tidak mencintaiku lagi?” tanya Delia lembut sembari mengecup pipi Ardan. “Aku enggak apa-apa, turunlah jangan sampai kamu terlambat, nanti siang aku jemput untuk makan siang,” jawab Ardan dan membalas ciuman hangat untuk Delia.Wanita seksi itu pun turun dari mobil dan segera masuk ke gedung. Sedangkan Ardan kini melaju

Latest chapter

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    122. Aku Mencintaimu Aluna

    Naya bangun dan melihat Ardan sedang menutup matanya. “Apakah Abi sangat kelelahan sehingga di jam seperti ini masih bisa beristirahat?” gumamnya dalam hati sambil menatap kearah Ardan. Naya beranjak dari tempat duduknya dengan perlahan-lahan lalu sampai lah dia di sofa tempat Ardan duduk dengan posisi sang masih sama. Muncul dalam pikirannya untuk bisa meringankan masalah yang dihadapi olehnya. Gadis kecil itu pun berinisiatif untuk memijat kening Ardan dengan tangan kecilnya. Ardan pun belum menyadari siapa yang telah membuatnya sedikit rileks. Dia beranggapan kalau itu adalah tangan Aluna. Ardan pun mengingat masa lalu saat tanpa disuruh Aluna langsung memijat kening Ardan begitu lembut. Awalnya menolak karena menjaga gengsi tapi lama kelamaan pijatan itu semakin terasa enak dan membuat Ardan tertidur. “Luna?” panggilnya seketika dan mengagetkan Naya yang sedang memijit keningnya. Mata Ardan melotot seperti hampir keluar dari tempatnya. “Na—naya?” Ardan masih tidak percaya

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    121. Minta Izin

    Wajah imut menggemaskan membuat pria tampan itu tidak bosan memandangnya. Baru kali ini Ardan bisa melihat putri kandungnya terlelap dalam mimpi. Dia pun tak menyangka jika telah dianugerahi dengan buah hati yang cantik dan sholehah. Seketika lamunannya tersadar bagaimana dia bisa sampai disini, apakah hati Aluna sudah mencair karena mau mengizinkan putrinya bersama ayah kandungnya sendiri?“Anaya? Dia di sini juga? Apa Dena sudah meminta izin untuk membawanya ke sini?” tanya Ardan kembali terkejut.“Nggak Pi, soalnya hari Tante Luna tidak masuk mengajar dia sibuk dengan orderan, kata Naya sih. Tadinya juga Naya nggak dijemput makanya Dena bawa saja ke sini,” jelasnya.“Jadi Tante Luna tidak tahu dong kalau Anaya ada di sini?”“Iya Pi.”“Gawat ini Dena, kenapa kamu tidak beritahu Tante Luna, kamu kan bisa menghubunginya?” Ardan begitu panik karena Aluna akan marah besar dan akan menuduh kalau Ardan lah yang merencanakan semuanya. “Papi lupa ya ponsel Dena kan sama Papi dan sekarang

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    120. Masa Lalu

    Mengingat masa lalu itu Ardan semakin marah. Apalagi dia menyalahkan Tuan Ardin atas semua yang terjadi. Menurut Ardan seandainya Tuan Ardin mengatakan siapa Aluna sebenarnya tentu tidak akan seperti ini.Hubungan antara ayah dan anak itu pun menjadi renggang, akan tetapi Ardan masih peduli dengan Tuan Ardin sehingga masih mau merawatnya sampai sekarang ini. Pria tua itu kini kembali sakit-sakitan karena terus memikirkan Aluna. Sedangkan Ardan antara marah dan merasa bersalah karena dirinya sendiri yang tidak peka dengan Aluna.“Kenapa Papa menyembunyikan hal sebesar ini? Kenapa Pa? Dan Aluna kenapa juga tidak memberitahukan kalau dia yang telah menolongku dari kecelakaan, bahkan kakinya menjadi korban karena aku! Aku memang tidak bisa melihat kebaikan Aluna, bahkan dia rela bertahan selama dua tahun dari keluarga ini padahal dia sudah banyak membantu. Aku tidak bisa diam begitu saja, aku harus mencarinya tapi di mana? Sedangkan nomor ponselnya saja sudah tidak aktif dan menyuruh or

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    119. Tertidur Di Kantor

    Lima belas menit perjalanan akhirnya mereka sampai di sebuah gedung menjulang tinggi. Naya sampai tertegun saat melihat gedung dan sekitarnya yang begitu indah di pandang mata. Pak supir menurunkan mereka di halaman parkir. Dena yang sering pergi ke kantor ayahnya sudah terbiasa untuk keluar masuk di gedung itu. “Sungguh ini kantor Abi? Tinggi sekali? Apakah banyak orang di dalam sana?” tanya Naya dalam hati begitu takjub melihatnya.Dena memperhatikan Naya yang begitu lugu melihat bangunan itu. “Apakah kamu tidak pernah melihat gedung-gedung seperti ini?” tanya Dena bingung. “Pernah lihat tapi hanya di televisi. Ini sungguhan kan?” Naya begitu bersemangat untuk mengitari pemandangan itu. “Ya iyalah, masa mainan. Ayuk, kita masuk!” “Tunggu Dena!” panggilnya lagi.“Ada apa, Naya?” Naya berlari kecil menghampiri Dena yang telah jalan duluan. “Memang anak kecil seperti kita boleh masuk ke sana , nanti kalau diusir bagaimana?” tanya Naya meragukan.“Naya sayang, kantor ini milik P

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    118. Naik Mobil Mewah

    Mendengar ucapan Bu Nia Aluan pun terkejut. Bu Nia kembali menjelaskan kalau Dena sendiri yang berinisiatif membawa Naya ikut dengannya, karena sampai di kantor Ardan pun terkejut dengan kedatangan dua gadis kecil itu ke kantornya. Setengaj jam yang lalu ....Bel sekolah telah berbunyi yang menandakan mereka pulang sekolah. Anak-anak berlarian ke luar mencari penjemput mereka. Hanya Naya dan Aluna yang belum terlihat. Meskipun Naya tahu kalau hari ini Umminya sedang sibuk dengan pesanan orderan yang semakin meludak. “Naya, kamu belum dijemput ya?” tanya Dena polos.“Iya, mungkin Ummi lupa kalo jemput Naya,” sahutnya sedikit kecewa.“Dena juga belum di jemput, hari ini. Papi juga sibuk pasti papi tidak menjemput Dena .”“Nasib kita kok sama ya?” tanya Naya menatap sendu.“Kita tunggu di luar yuk!” ajak Dena kembali bersemangat.“Oke!”Mereka pun melangkah pergi untuk sampai di depan gerbang sekolah. Pak Agus melihat mereka berdua saling berpegangan tangan “Kalian berdua belum dije

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    117. Di mana Naya

    Hari-hari berlalu dijalani oleh dua keluarga yang berbeda. Dena semakin akrab dengan Naya. Mereka begitu lengket bagaikan prangko, selalu bersama-sama. Dena pun memang tak pernah lagi ikut menertawakan Naya jika dia kena di bully malah Dena yang akan membela Naya jika asa yang berani mengganggu Naya. Aluna semakin sibuk dengan urusan warungnya karena semakin hari semakin banyak orderan yang datang untuknya. Aluna sampai kewalahan untuk mengatasinya sehingga Ardan pun memperkerjakan karyawan tetap untuk membantu Aluna. Ya berkat Ardan yang melobi ke sana kemari untuk memperkenalkan masakan Aluna sehingga banyak yang ingin mencobanya, ada juga yang memesan tiap hari untuk dijadikan menu makan mereka di kantin.Aluna menolak uang pemberian Ardan. Dia berdalih untuk kebutuhan Anaya tapi Aluna tidak mau memakai uang itu dan mengembalikannya kepada mantan suaminya itu. Ardan berpikir keras untuk bisa membantu perekonomian Aluna, sehingga timbul ide untuk membuat warung Aluna semakin dike

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    116. Perubahan Sikap

    Naya memperhatikan wajah pria itu lebih dekat lagi. Wajah yang sempurna dan memang mempunyai kemiripan dengan Naya. “Abi memang sangat tampan pantas saja banyak yang menyukai Abi, tapi apakah Abi juga banyak pacar? Buktinya Abi dulu tidak menyukai Ummi karena Ummi cacat, dan sekarang Abi kembali dan ingin mengajak kami untuk hidup bersama. Naya Ingin sekali mempunyai keluarga yang utuh. Naya ingin memeluk Abi. Naya ingin mereka tahu kalau Naya masih mempunyai Abi tapi bagaimana dengan nasib Dena? Apakah dia akan membenci Naya jika dia tahu Nayalah putri kandungnya bukan Dena,” gelisahnya dalam hati.“Apakah Naya tidak merindukan Abi dan apa yang dikatakan Ummi tentang Abi Naya?” desak Ardan ingin mengetahui apa saja yang diajarkan oleh Aluna. “Awalnya iya, Naya kan nggak pernah melihat wajah Abi Naya, tapi setiap Naya bertanya di mana Abi Naya Ummi langsung terlihat sedih. Dari situ Naya nggak akan pernah bertanya lagi tentang jika membuat Ummi menangis,” jelasnya panjang lebar.De

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    115. Pendekatan

    Ardan langsung melepaskan Aluna karena dia juga tidak mau akan terjadi sesuatu hal dengannya dan Naya.“Maaf Lun, aku hanya ....” ucapan menggantung saat Aluna langsung bertanya tentang kondisi papanya. “Bagaimana kondisi papa apakah beliau baik-baik saja?” akhirnya Aluna juga penasaran dengan kondisi kesehatan mantan mertuanya itu. “Alhamdulillah untuk saat ini baik-baik saja. Papa tidak bekerja lagi di perusahaan, kini aku yang mengambil tanggung jawab itu. Ternyata apa yang papa lakukan di perusahaan aku baru menyadarinya kalau tanggung jawab papa semasa itu sangat berat, aku baru menyadari semuanya,” jelas Ardan pelan.Aluna kembali duduk diikuti oleh Ardan. Dia senang akhirnya Aluna mau mendengarkan keluh kesahnya. “Alhamdulillah akhirnya kamu bisa berubah, Mas. Kamu mengambil tanggung jawab dengan benar. Berarti permintaan papa sudah kamu turuti,” sahutnya tersenyum lega jika mantan mertuanya masih sehat.“Nggak semuanya Lun, ada satu permintaan yang belum bisa aku turuti,”

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    114. Permintaan Maaf Dena

    Aluna pun melihat sekelilingnya dan benar memang masih banyak pembeli yang ingin dilayaninya.“Maaf, tapi tidak bisa lama-lama karena warung masih ramai atau mau menunggu sebentar, saya nggak bisa meninggalkan mereka?” bujuknya karena memang masih terlihat ramai. “Tante, Dena juga harus istirahat, kami juga belum pulang ke rumah kecuali kami boleh menginap di rumah Tante, boleh kan?” Dena begitu bersemangat. “Tidak!” jawab lantang Naya hampir sebagian orang melihat ke arahnya.Aluna tak enak hati jika dilihat banyak orang. Mau tak mau Aluna membawanya ke rumah yang terletak di samping warungnya. Mereka pun duduk di teras rumah. Sedangkan Naya tetap berdiri di samping Aluna yang sudah duduk bersama Ardan dan Dena. Ada sedikit rasa canggung untuk bisa duduk bersama apalagi jarak duduk mereka tidak terlalu jauh. Ardan tak lepas memandangi terus wajah Aluna sehingga wanita cantik itu pun bersemu merah. Dena yang tidak mengetahui apa-apa pun sedikit merasa curiga dengan gerak tubuh pa

DMCA.com Protection Status