Share

06. Cemburu

Author: Meriatih Fadilah
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

“Sayang ada apa? Kenapa kamu melihat dia seperti mau marah gitu?” tanya Ardan sambil merangkul pinggang ramping Delia. Aluna melihatnya, bohong kalau dia tidak cemburu, tapi apalah daya Ardan lebih menyukai wanita seksi itu daripada istrinya yang cacat.

“Oh enggak apa-apa, Sayang.” Delia mendaratkan satu ciuman di pipi suaminya membuat Aluna semakin tidak tahan dengan kelakuan mereka.

Akan tetapi dia tidak mau bertindak gegabah, sebisa mungkin menahan hati agar bersikap tenang.

Wanita cantik itu tetap melayani tamu yang datang. Tamu kehormatan bagi mereka sehingga semuanya sangat bahagia menyambutnya. Gelak tawa masih terdengar sampai balik pintu dapur. Dengan kaki pincang Aluna masih tetap mengatur hidangan itu agar terlihat rapi di meja makan. Dia tidak ingin membuat Ardan kecewa.

“Sayang, bagaimana kalau kita makan dulu, Tante sudah menyiapkan makanan kesukaanmu, pasti kamu akan ketagihan deh,” ucap Bu Rini bersemangat.

“Tante tahu aja kalau perut Delia lapar.” Delia dan lainnya pun sama-sama pergi ke meja makan. Wangi dari masakan itu sudah tercium dari ruang keluarga. Sampai di meja makan pun Delia sangat antusias dan langsung duduk menatap semua hidangan itu.

“Tan, Deli enggak sabar mau makan, bisa kita mulai sekarang?”

“Tentu saja, Sayang. Ayuk makan sepuasnya jika kurang kamu bisa tambah atau minta dibuatkan lagi.”

“Serius, berarti selama Delia tinggal di sini bisa pesan makanan sesuai yang Deli mau?” tanya balik Delia penuh semangat

“Iya sayang apa pun,” jawabnya sambil melirik ke arah Aluna.

Semua menikmati masakan Aluna, tapi wanita cantik itu tidak bisa duduk bersama di meja makan. Ardan sudah memperingatinya untuk segera menjauh setelah selesai menyiapkan hidangan itu. Mbok Asih dan Sarah tidak bisa membela karena mereka hanyalah pembantu. Mbok Asih dan Sarah sama-sama berusaha untuk menghibur Aluna agar tidak bersedih meskipun mereka tahu kesedihan wanita cantik itu pasti akan terus berlanjut apalagi dengan menginapnya Delia di rumah besar ini.

“Bu Luna baik-baik saja toh?” tanya Mbok Asih sedikit khawatir.

“Luna sudah biasa, enggak apa-apa kok Mbok. Mbak Delia sangat cantik ya Mbok, kalau boleh jujur Luna memang sangat iri, pantas saja Mas Ardan sangat mencintai Mbak Delia. Pria mana pun pasti akan terpikat olehnya,” sahut Luna saat mereka berada di taman belakang.

Mbok Asih bisa melihat dan merasakan begitu sedihnya Aluna yang tidak dianggap sebagai istri, bahkan pikirnya mungkin jika dia diposisi Aluna sekarang tidak akan kuat.

Wanita paru baya itu pun duduk di sebuah gazebo. Pandangan Aluna lurus ke depan. “Apa yang Bu Luna pikirkan sekarang?”

“Jangan panggil Bu, dong Mbok, Luna masih muda, panggil Luna atau apa yang penting enggak ada Ibunya,” protes Luna dengan bibir mengerucut.

“Iya deh maaf, Neng Luna aja ya,” sahutnya sambil terkekeh.

“Mbok tahu, Luna juga tidak mau menikah dengan Mas Ardan, dia terlalu sempurna buat Luna, tapi ...

“Neng, Mbok masih bingung tapi jangan tersinggung ya , mohon maaf sebelumnya. Apakah cacat Neng itu dari lahir atau kecelakaan? Soalnya kalau cacat lahir tidak seperti ini bentuknya, Mbok rasa kaki Neng ini cacat karena kecelakaan ya?” tanya Mbok Asih yang sedari tadi memperhatikan kaki cacat. Aluna bingung untuk menjawab karena memang dia tidak ingin banyak yang tahu kejadian yang sebenarnya. Saat ingin mengatakan sesuatu tiba-tiba saja “Taraaaaa ... Sarah datang dengan membawa nampan besar yang berisi tiga piring nasi lengkap dengan lauk pauknya.

“Wah kamu tambah pintar saja, kebetulan saya juga lapar, kita makan sekarang?” Mbok Asih mengambil piring itu untuk Aluna dan dirinya. Mereka duduk bersama. Namun, saat ingin menyiapkan makanan itu terdengar suara Bu Rini memanggil. Mau tak mau Aluna melepaskan piring itu dan menaruhnya kembali.

“Neng, biar saya saja, Neng makan dulu ini sudah jam tiga Neng belum makan siang loh.” Mbok Asih mengingatkan.

“Enggak apa Mbok, lagian Mama memacari Luna bukan nama kalian, kata orang jangan membangunkan singa yang lagi tidur,” jawab Aluna sambil terkekeh.

“Berarti Bu Rini singa dong,” celetuk Sarah.

“Hussth nanti kalau ada yang dengar kita kena marah lagi,” sahut Mbok Asih.

Aluna segera pergi dari sana, sedikit sakit tapi dia berusaha untuk cepat melangkah meskipun harus tertatih-tatih.

“Aluna! Di mana kamu?” teriak Bu Rini berkali-kali meskipun dia tahu kalau Luna berada di taman belakang. Tak lama kemudian dengan berjalan pelan dan terlihat oleh Bu Rini.

“Lihat begitu susahnya dia berjalan, bagaimana kamu menemani Ardan dana segala acara, sangat memalukan! Saya jadi bingung dengan suami saya kenapa kamu begitu istimewa sampai orang miskin sepertimu bermimpi menikah denganmu?” sindir Bu Rini ketus.

“Maaf Ma, tadi Mama panggil Luna?” tanyanya saat setelah sampai di hadapan Bu Rini.

“Pakai nanya lagi, ya jelaslah siapa lagi kalau bukan kamu, Ayuk ikut saya!” bentaknya dan melangkah pergi kembali ke meja makan. Aluna pun mengikutinya.

Bu Rini kembali duduk, sedangkan Aluna masih berdiri menunggu perintah dari sang mertuanya.

“Begini Lun, kamu sudah dengar kan apa kata Ardan kalau mulai hari ini Delia akan tinggal bersama kita. Dan saya mau kamu lah yang melayani semua kebutuhannya selama dia tinggal di sini, kamu bisa kan?” tanya Bu Rini dengan tatapan mata yang tajam.

Begitu juga dengan Ardan dan Delia yang begitu senang karena bisa bersama lagi. Luna hanya mengangguk dan menggerakkan tubuhnya untuk mengambil koper milik Delia agar bisa menyeretnya ke kamar.

“Hey kamu, kemarilah!” bentak Bu Rini.

Aluna berhenti dan menoleh ke arah Bu Rini. “Ada apa Ma?” tanya Luna bingung sekaligus penasaran.

“Kamu bawa koper itu di lantai dua, tanpa menggunakan lift, bisa kan?” tanya Bu Rini dengan senyuman mengejek. Sedangkan Luna terdiam melihat anak tangga yang akan banyak dilewati dengan kakinya seperti itu.

"Ya Allah, bawa dua koper besar itu dengan menaiki anak tangga itu? Apakah aku bisa?" batin Alina.

Bu Rini berdiri dan menghampiri luna. "Saya mau lihat sampai di mana nyalimu untuk bisa menaiki anak tangga itu dengan kakimu yabg cacat, agar kamu sadar kalau kamu tidak pantas untuk anak saya," ucap Bu Rini sedikit berbisik di telinga Aluna.

Related chapters

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    07. Kedatangan Rayhan

    Aluna menatap wajah mertuanya. “Lantai dua, bukannya kamar tamu ada di bawah?” tanya Aluna bingung.“Iya tapi saya mau dia di kamar atas. Lagian banyak kamar di sini, kan, kamu keberatan?” sindir Bu Rini dengan senyuman merendahkan.“Ma, tapi ini sangat berat dan Luna enggak ...“Kenapa? Enggak bisa begitu, ayolah Luna membawa koper itu tidak akan memakan waktu sampai semalaman kan, katanya kamu wanita yang kuat, kalau begitu buktikan dong jangan hanya omongan saja. Oh ya satu lagi jangan membuat alasan karena kamu cacat sehingga tidak mau mengangkat koper itu,” lanjut Bu Rini menekankan.Aluna menghela napas panjang, dia tidak mau berdebat lagi toh hasilnya tidak ada yang mendukungnya selalu dia yang harus mengalah. Mau tak mau Aluna menyeret dengan perlahan untuk bisa sampai dianak tangga. Ardan melihat sekilas dan ada sedikit rasa empati tapi karena Delia mengajaknya mengobrol sehingga pria tampan itu kembali mendengarkan ocehan Delia. Namun, sesekali hatinya terusik saat istrinya

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    08. Cemburu

    “Maaf saya tidak sengaja dan siapa .... Ucapan Aluna terhenti saat pria tampan itu mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan. “Kenalkan saya Rayhan, saya sahabatnya Ardan,” jawab pria tampan itu dengan wajah tersenyum.“Ray?” panggil Ardan dari atas dan langsung menjabat tangan Rayhan.“Halo apa kabar, kenapa kamu tidak memberitahukan sama aku sih kalau kamu akan datang? Bagaimana dengan bisnismu di sana apa semuanya lancar?” tanya Ardan basa basi.Rayhan membalas pelukan sahabatnya itu tapi setelahnya dia langsung melepaskan pelukan itu karena kembali fokus dengan apa yang ada di depan matanya. “Dan dia?” “Rayhan kami juga sudah kangen sama kamu, betul kata Ardan kenapa enggak kabari kami sih?” Kini Sari ikutan naik ke atas anak tangga di mana Luna ingin mengangkat koper besar itu.“Maaf Mbak sebuah kejutan dan ini apakah dia istrimu?” Lagi-lagi Rayhan masih penasaran meskipun dia sudah tahu kalau wanita yang ada dihadapanya adalah istri Ardan.Saat pernikahan Ardan terjadi mema

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    09. Kesal

    “Dasar menyebalkan, berani sekali dia mengatakan seperti dan apa yang aku lakukan, menggendongnya? Pasti sekarang dia loncat kegirangan saat ini di kamar, dan .... Entah kenapa pikiran Ardan malah ke istrinya sendiri padahal tadi sangat membencinya ditambah lagi kedatangan Rayhan yang langsung menyentuh tubuh istrinya.Rasa kesal pun masih ada, dia langsung ingin menemui Rayhan dan memarahinya. Dengan langkah lebar dan tergesa-gesa untuk sampai di hadapan Rayhan yang duduk santai di ruang keluarga sambil menikmati teh hangat dan beberapa camilan yang disuguhkan oleh Sarah.Ardan menghempaskan bokongnya di samping Rayhan. “Kenapa kamu enggak bilang kalau sudah mau pulang ke Jakarta?” tanya Ardan yang berusaha menenangkan hatinya sendiri.Rayhan masih memegang cangkir teh itu. Sesekali menyasapi minuman itu dengan nikmat. “Kenapa? Apakah kamu takut aku bisa melihat apa yang terjadi barusan? Ayolah Ar, kamu tahu kan selain menjadi sahabatmu aku juga sebagai mata-mata papamu dan kamu t

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    10. Penasaran

    Ardan masuk dan menghampiri Aluna yang sedang tertidur dengan masih memakai mukena berwarna putih. Pria tampan itu melirik jam yang terpasang di dinding menunjukkan pukul tiga dini hari. Ada perasaan yang aneh yang tidak bisa digambarkan oleh dirinya. Entah saat Rayhan menyentuh tubuh Aluna saat dia hampir terjatuh di anak tangga itu.Dengan sangat hati-hati Ardan menggendong Aluna pindah ke tempat tidur. Dia lalu berusaha membuka mukena yang masih dia pakai. Ardan memperhatikan sosok wajah itu yang tak pernah dia lihat secara detail. “Cantik!” Kata yang pertama dia ucapkan saat melihat wajah polos itu masih memejamkan matanya. Rambut hitam bergelombang tergerai indah sepanjang bahu. Alis hitam bagaikan barisan semut hitam yang berbaris rapi dengan bulu mata lentik dan tebal. Hidung yang mancung dan bibir mungil berwarna pink muda. Tanpa sadar pria tampan itu mendaratkan sebuah kecupan di kening Aluna. Ardan lalu mengambil ponselnya dan mengabadikan wajah istrinya dalam posisi terp

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    11. Bingung

    Setelah menyiapkan air hangat Aluna kembali ke kamar dan membangunkan sang suami untuk segera bangun. Meskipun biasanya Ardan sangat sulit dibangunkan dan pasti akan terbawa emosi dia tetap membangunkannya. “Mas, bangun sudah jam enam pagi, semua sudah aku siapkan, segeralah mandi dan sarapan pagi juga sudah ada di meja makan,” ucap Aluna tanpa jeda. Tidak ada pergerakan dari Ardan, wanita cantik itu kembali mendekat. Wajahnya sedikit dicondongkan dan menatap wajah tampan itu. “Apakah dia sakit?” gumamnya seraya menempelkan telapak tangannya ke kening Ardan. “Tidak panas, tapi biasanya sudah bangun meskipun dengan omelan. Kenapa ya?” Aluna masih bingung sementara Ardan malah sengaja berpura-pura masih terlelap tidur. Aluna kembali menggoyangkan tubuh Ardan tapi pria tampan itu tidak juga bangun. “Kenapa hari ini sangat sulit dibangunkan sih?” ucapnya sedikit kesal. Masih penasaran Aluna masih berusaha untuk membangunkan sang suami. Namun, dengan sengaja Ardan malah menarik tubu

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    12. Kotak Makan Siang

    “Aku yakin tidak salah orang, wanita itu yang ada di tempa kejadian. Dia yang menolong Ardan. Mas, aku takut kalau Aluna sampai mengatakan sesuatu kepada orang lain atau dengan Ardan tamat riwayatku, Mas,” ucapnya dalam ketakutan.“Ayolah Sayang jangan takut seperti , kalau pun memang Aluna memang ingin menindasmu dia tidak akan bisa karena aku sendiri yang akan menyingkirkannya. Seharusnya yang mati adalah Ardan tapi dia seperti kucing saja mempunyai sembilan nyawa. Mungkin kita tidak akan melakukan rencana itu lagi karena sangat berbahaya pastinya mereka sudah lebih berhati-hati, kita akan pakai halus dan aku merasa yakin kalau kamu bisa menikah dengan Ardan,” jelas Om Ardi begitu bernafsu untuk mencumbu tubuh Delia yang begitu seksi. Dengan cepat Ardi menaikkan gairah Delia sehingga dalam hitungan menit saja mereka melakukannya. Napas mereka masih terdengar tersengal-sengal. Delia dengan cepat merapikan pakaiannya yang sudah berantakan akibat ulah Om Ardi. Begitu juga pria paru

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    13. Makan Siang

    Di dalam mobil Ardan tampak diam, dia hanya fokus untuk menyetir padahal sedari tadi Delia sudah panjang lebar bercerita tentang kegiatan yang akan menyita waktunya. Ardan masih bergeming dia malas untuk menanggapi semua ocehan Delia, karena entah kenapa semenjak kehadiran Rayhan semut menjadi rumit. Di tambah ucapan Rayhan yang seakan-akan ingin mengambil Aluna dari sisinya. Mobil mewah itu berhenti tepat di sebuah gedung tinggi. Tempat di mana Delia akan bekerja sebagai model. Hari ini jadwal Delia sedikit padat karena banyak pemotretan yang harus dia kerjakan. “Sayang, aku sudah sampai tapi wajahmu sepertinya tidak suka dengan kehadiran aku, apa ada? Apakah kamu tidak mencintaiku lagi?” tanya Delia lembut sembari mengecup pipi Ardan. “Aku enggak apa-apa, turunlah jangan sampai kamu terlambat, nanti siang aku jemput untuk makan siang,” jawab Ardan dan membalas ciuman hangat untuk Delia.Wanita seksi itu pun turun dari mobil dan segera masuk ke gedung. Sedangkan Ardan kini melaju

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    14. Amarah Ardan

    “Cepatan Mbok, apa perintah saya kurang jelas?” bentak Ardan terlihat kesal. “Bu—bukan begitu Den cuma aneh saja, permisi Den,” sahut Mbok Asih segera melangkah pergi mencari Aluna. Untung saja dia tahu keberadaan wanita cantik itu dan segera menghampirinya.“Nyonya Lun?” panggil Mbok Asih sedikit nyaring sehingga Luna menoleh. Wanita cantik itu sedang asyik membaca buku agam sebelum masuk waktu Zuhur. Dia pun menutup bukunya dan berusaha menghampiri Mbok Asih yang terlihat berlari kecil menuju ke arahnya.“Jangan panggil Nyonya, kesannya ketuaan Mbok, memang ada apa sih Mbok, kok sepertinya ada yang penting?” tanya Aluna penasaran.“Itu ada Den Ardan pulang, sekarang dia ada di meja makan,” jawab Mbok Asih sambil mengatur napasnya yang terdengar masih tersengal-sengal tapi membuat Aluna heran.“Mas Ardan pulang, kok tumben ini kan jam makan siang bukannya dia bilang mau makan siang bersama Mbak Delia?” tanyanya penasaran.“Nggak tahu Neng, cepatan Neng ke sana dia mau Neng Luna y

Latest chapter

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    122. Aku Mencintaimu Aluna

    Naya bangun dan melihat Ardan sedang menutup matanya. “Apakah Abi sangat kelelahan sehingga di jam seperti ini masih bisa beristirahat?” gumamnya dalam hati sambil menatap kearah Ardan. Naya beranjak dari tempat duduknya dengan perlahan-lahan lalu sampai lah dia di sofa tempat Ardan duduk dengan posisi sang masih sama. Muncul dalam pikirannya untuk bisa meringankan masalah yang dihadapi olehnya. Gadis kecil itu pun berinisiatif untuk memijat kening Ardan dengan tangan kecilnya. Ardan pun belum menyadari siapa yang telah membuatnya sedikit rileks. Dia beranggapan kalau itu adalah tangan Aluna. Ardan pun mengingat masa lalu saat tanpa disuruh Aluna langsung memijat kening Ardan begitu lembut. Awalnya menolak karena menjaga gengsi tapi lama kelamaan pijatan itu semakin terasa enak dan membuat Ardan tertidur. “Luna?” panggilnya seketika dan mengagetkan Naya yang sedang memijit keningnya. Mata Ardan melotot seperti hampir keluar dari tempatnya. “Na—naya?” Ardan masih tidak percaya

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    121. Minta Izin

    Wajah imut menggemaskan membuat pria tampan itu tidak bosan memandangnya. Baru kali ini Ardan bisa melihat putri kandungnya terlelap dalam mimpi. Dia pun tak menyangka jika telah dianugerahi dengan buah hati yang cantik dan sholehah. Seketika lamunannya tersadar bagaimana dia bisa sampai disini, apakah hati Aluna sudah mencair karena mau mengizinkan putrinya bersama ayah kandungnya sendiri?“Anaya? Dia di sini juga? Apa Dena sudah meminta izin untuk membawanya ke sini?” tanya Ardan kembali terkejut.“Nggak Pi, soalnya hari Tante Luna tidak masuk mengajar dia sibuk dengan orderan, kata Naya sih. Tadinya juga Naya nggak dijemput makanya Dena bawa saja ke sini,” jelasnya.“Jadi Tante Luna tidak tahu dong kalau Anaya ada di sini?”“Iya Pi.”“Gawat ini Dena, kenapa kamu tidak beritahu Tante Luna, kamu kan bisa menghubunginya?” Ardan begitu panik karena Aluna akan marah besar dan akan menuduh kalau Ardan lah yang merencanakan semuanya. “Papi lupa ya ponsel Dena kan sama Papi dan sekarang

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    120. Masa Lalu

    Mengingat masa lalu itu Ardan semakin marah. Apalagi dia menyalahkan Tuan Ardin atas semua yang terjadi. Menurut Ardan seandainya Tuan Ardin mengatakan siapa Aluna sebenarnya tentu tidak akan seperti ini.Hubungan antara ayah dan anak itu pun menjadi renggang, akan tetapi Ardan masih peduli dengan Tuan Ardin sehingga masih mau merawatnya sampai sekarang ini. Pria tua itu kini kembali sakit-sakitan karena terus memikirkan Aluna. Sedangkan Ardan antara marah dan merasa bersalah karena dirinya sendiri yang tidak peka dengan Aluna.“Kenapa Papa menyembunyikan hal sebesar ini? Kenapa Pa? Dan Aluna kenapa juga tidak memberitahukan kalau dia yang telah menolongku dari kecelakaan, bahkan kakinya menjadi korban karena aku! Aku memang tidak bisa melihat kebaikan Aluna, bahkan dia rela bertahan selama dua tahun dari keluarga ini padahal dia sudah banyak membantu. Aku tidak bisa diam begitu saja, aku harus mencarinya tapi di mana? Sedangkan nomor ponselnya saja sudah tidak aktif dan menyuruh or

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    119. Tertidur Di Kantor

    Lima belas menit perjalanan akhirnya mereka sampai di sebuah gedung menjulang tinggi. Naya sampai tertegun saat melihat gedung dan sekitarnya yang begitu indah di pandang mata. Pak supir menurunkan mereka di halaman parkir. Dena yang sering pergi ke kantor ayahnya sudah terbiasa untuk keluar masuk di gedung itu. “Sungguh ini kantor Abi? Tinggi sekali? Apakah banyak orang di dalam sana?” tanya Naya dalam hati begitu takjub melihatnya.Dena memperhatikan Naya yang begitu lugu melihat bangunan itu. “Apakah kamu tidak pernah melihat gedung-gedung seperti ini?” tanya Dena bingung. “Pernah lihat tapi hanya di televisi. Ini sungguhan kan?” Naya begitu bersemangat untuk mengitari pemandangan itu. “Ya iyalah, masa mainan. Ayuk, kita masuk!” “Tunggu Dena!” panggilnya lagi.“Ada apa, Naya?” Naya berlari kecil menghampiri Dena yang telah jalan duluan. “Memang anak kecil seperti kita boleh masuk ke sana , nanti kalau diusir bagaimana?” tanya Naya meragukan.“Naya sayang, kantor ini milik P

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    118. Naik Mobil Mewah

    Mendengar ucapan Bu Nia Aluan pun terkejut. Bu Nia kembali menjelaskan kalau Dena sendiri yang berinisiatif membawa Naya ikut dengannya, karena sampai di kantor Ardan pun terkejut dengan kedatangan dua gadis kecil itu ke kantornya. Setengaj jam yang lalu ....Bel sekolah telah berbunyi yang menandakan mereka pulang sekolah. Anak-anak berlarian ke luar mencari penjemput mereka. Hanya Naya dan Aluna yang belum terlihat. Meskipun Naya tahu kalau hari ini Umminya sedang sibuk dengan pesanan orderan yang semakin meludak. “Naya, kamu belum dijemput ya?” tanya Dena polos.“Iya, mungkin Ummi lupa kalo jemput Naya,” sahutnya sedikit kecewa.“Dena juga belum di jemput, hari ini. Papi juga sibuk pasti papi tidak menjemput Dena .”“Nasib kita kok sama ya?” tanya Naya menatap sendu.“Kita tunggu di luar yuk!” ajak Dena kembali bersemangat.“Oke!”Mereka pun melangkah pergi untuk sampai di depan gerbang sekolah. Pak Agus melihat mereka berdua saling berpegangan tangan “Kalian berdua belum dije

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    117. Di mana Naya

    Hari-hari berlalu dijalani oleh dua keluarga yang berbeda. Dena semakin akrab dengan Naya. Mereka begitu lengket bagaikan prangko, selalu bersama-sama. Dena pun memang tak pernah lagi ikut menertawakan Naya jika dia kena di bully malah Dena yang akan membela Naya jika asa yang berani mengganggu Naya. Aluna semakin sibuk dengan urusan warungnya karena semakin hari semakin banyak orderan yang datang untuknya. Aluna sampai kewalahan untuk mengatasinya sehingga Ardan pun memperkerjakan karyawan tetap untuk membantu Aluna. Ya berkat Ardan yang melobi ke sana kemari untuk memperkenalkan masakan Aluna sehingga banyak yang ingin mencobanya, ada juga yang memesan tiap hari untuk dijadikan menu makan mereka di kantin.Aluna menolak uang pemberian Ardan. Dia berdalih untuk kebutuhan Anaya tapi Aluna tidak mau memakai uang itu dan mengembalikannya kepada mantan suaminya itu. Ardan berpikir keras untuk bisa membantu perekonomian Aluna, sehingga timbul ide untuk membuat warung Aluna semakin dike

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    116. Perubahan Sikap

    Naya memperhatikan wajah pria itu lebih dekat lagi. Wajah yang sempurna dan memang mempunyai kemiripan dengan Naya. “Abi memang sangat tampan pantas saja banyak yang menyukai Abi, tapi apakah Abi juga banyak pacar? Buktinya Abi dulu tidak menyukai Ummi karena Ummi cacat, dan sekarang Abi kembali dan ingin mengajak kami untuk hidup bersama. Naya Ingin sekali mempunyai keluarga yang utuh. Naya ingin memeluk Abi. Naya ingin mereka tahu kalau Naya masih mempunyai Abi tapi bagaimana dengan nasib Dena? Apakah dia akan membenci Naya jika dia tahu Nayalah putri kandungnya bukan Dena,” gelisahnya dalam hati.“Apakah Naya tidak merindukan Abi dan apa yang dikatakan Ummi tentang Abi Naya?” desak Ardan ingin mengetahui apa saja yang diajarkan oleh Aluna. “Awalnya iya, Naya kan nggak pernah melihat wajah Abi Naya, tapi setiap Naya bertanya di mana Abi Naya Ummi langsung terlihat sedih. Dari situ Naya nggak akan pernah bertanya lagi tentang jika membuat Ummi menangis,” jelasnya panjang lebar.De

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    115. Pendekatan

    Ardan langsung melepaskan Aluna karena dia juga tidak mau akan terjadi sesuatu hal dengannya dan Naya.“Maaf Lun, aku hanya ....” ucapan menggantung saat Aluna langsung bertanya tentang kondisi papanya. “Bagaimana kondisi papa apakah beliau baik-baik saja?” akhirnya Aluna juga penasaran dengan kondisi kesehatan mantan mertuanya itu. “Alhamdulillah untuk saat ini baik-baik saja. Papa tidak bekerja lagi di perusahaan, kini aku yang mengambil tanggung jawab itu. Ternyata apa yang papa lakukan di perusahaan aku baru menyadarinya kalau tanggung jawab papa semasa itu sangat berat, aku baru menyadari semuanya,” jelas Ardan pelan.Aluna kembali duduk diikuti oleh Ardan. Dia senang akhirnya Aluna mau mendengarkan keluh kesahnya. “Alhamdulillah akhirnya kamu bisa berubah, Mas. Kamu mengambil tanggung jawab dengan benar. Berarti permintaan papa sudah kamu turuti,” sahutnya tersenyum lega jika mantan mertuanya masih sehat.“Nggak semuanya Lun, ada satu permintaan yang belum bisa aku turuti,”

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    114. Permintaan Maaf Dena

    Aluna pun melihat sekelilingnya dan benar memang masih banyak pembeli yang ingin dilayaninya.“Maaf, tapi tidak bisa lama-lama karena warung masih ramai atau mau menunggu sebentar, saya nggak bisa meninggalkan mereka?” bujuknya karena memang masih terlihat ramai. “Tante, Dena juga harus istirahat, kami juga belum pulang ke rumah kecuali kami boleh menginap di rumah Tante, boleh kan?” Dena begitu bersemangat. “Tidak!” jawab lantang Naya hampir sebagian orang melihat ke arahnya.Aluna tak enak hati jika dilihat banyak orang. Mau tak mau Aluna membawanya ke rumah yang terletak di samping warungnya. Mereka pun duduk di teras rumah. Sedangkan Naya tetap berdiri di samping Aluna yang sudah duduk bersama Ardan dan Dena. Ada sedikit rasa canggung untuk bisa duduk bersama apalagi jarak duduk mereka tidak terlalu jauh. Ardan tak lepas memandangi terus wajah Aluna sehingga wanita cantik itu pun bersemu merah. Dena yang tidak mengetahui apa-apa pun sedikit merasa curiga dengan gerak tubuh pa

DMCA.com Protection Status