Beberapa jam kemudian mereka pun sampai di rumah yang sudah disiapkan Andre. Terlihat wajah kesal Anita saat dia harus tinggal satu atap dengan Syifa. Dia berharap semoga ibu mertuanya segera menyingkirkan Syifa dan putranya. "Aku harap perempuan tua itu bisa secepatnya menyingkirkan perempuan miskin ini, agar aku bisa secepatnya menguras harta laki-laki tolol ini," batin Anita sambil melirik ke arah Syifa. "Anita kamarmu ada di sebelah sana," ucap Rudi sambil menunjuk sebuah kamar di lantai dua. "Kamar tamu?" tanya Anita dengan sedikit kesal saat tahu jika dia harus tidur di kamar tamu. "Iya memangnya kenapa? Apa ada yang salah dengan kamar tamu itu," tanya Rudi dengan penasaran. "Kalau aku di kamar tamu lalu bagaimana dengan kamar utama itu, tidak mungkin 'kan kamar itu kosong," jawab Anita sambil menunjuk sebuah kamar yang terlihat lebih luas daripada kamarnya. "Kamar itu akan di tempati oleh Syifa, dan Mbok Inah bisa tidur di kamar bawah bersama Akbar," jawab Rudi sambil
"Assalamualaikum, Pa." ucap Rudi sambil membuka pintu. "Waalaikumsalam, tumben jam segini kamu sudah di kantor?" tanya Andre saat melihat Rudi masuk ke ruangannya. “Ada hal yang ingin aku bicarakan sama Papa, apa pagi ini Papa tidak ada kesibukan?" jawab Rudi sambil duduk di kursi. “Kebetulan pagi ini Papa banyak jam kosong, memang apa yang ingin kamu bicarakan?" tanya Andre sambil bersandar di kursinya. "Bagaimana kalau pagi ini Papa traktir aku makan, karena kebetulan aku belum sarapan," ucap Rudi sambil tersenyum. "Bagaimana bisa kamu belum makan?" tanya Andre kepada sang putra dengan rasa heran. "Ceritanya panjang, nanti akan aku ceritakan saat kita sudah di tempat makan," jawab Rudi sambil berdiri. "Baik, ayo kebetulan pagi ini Marni juga tidak masak," ucap Andre sambil berdiri dari tempat duduknya lalu berjalan ke arah sang putra lalu berjalan beriringan ke arah kantin yang ada di gedung itu. ***Di Tempat terpisah Syifa yang baru saja menerima uang dengan jumlah yan
Anita yang saat itu mengendap-endap langsung terkejut saat mendengar suara bentakan dari sang suami. Terlihat jelas wajah gugupnya saat berhadapan dengan Rudi yang sudah berdiri di hadapannya dengan tatapan yang tajam. Seperti seorang penyidik kepada seorang tersangka. "Darimana saja kamu! Apa kamu tahu jam berapa sekarang?" tanya Rudi sambil membentak Anita. "Hari ini aku ada sesi pemotretan di luar kota?" jawab Anita sambil berjalan meninggalkan Rudi yang terlihat marah. "Pemotretan apa jam segini baru selesai! Kamu pikir aku tidak tahu jadwal dan waktu pemotretan seorang model sepertimu, ingat Anita kamu bukan artis terkenal yang tidak punya waktu untuk keluarga," teriak Rudi kepada Anita yang terus berjalan meninggalkannya. "Memang kenapa kalau aku pulang jam 3 pagi? Aku juga tidak merepotkanmu 'kan," jawab Anita sambil terus berjalan ke arah kamarnya. "Kamu itu seorang istri, harusnya kamu tahu tugas dan kewajibanmu sebagai seorang istri dan calon Ibu!” bentak Rudi sambil me
Suatu pagi saat Syifa, Rudi dan Akbar menikmati sarapan. Tiba-tiba Anita datang dengan wajah yang terlihat bahagia. Bahkan pagi ini dia tidak melakukan protes dengan masakan yang Syifa masak di hari ini."Selamat pagi," sapa Anita sambil duduk di sebuah kursi."Pagi, cepat kamu habiskan makananmu hari ini aku akan mengantarmu ke Dokter kandungan," jawab Rudi sambil menikmati makanannya ."Hari ini Dokter Eko sedang libur, jadi pemeriksaan ditunda sampai minggu depan," jawab Anita dengan wajah yang terlihat bahagia."Baik kalau begitu, Syifa setelah Akbar makan kamu mandikan dia karena hari ini kita akan jalan-jalan ke sebuah taman," perintah Rudi sambil tersenyum kepada putra kesayangannya."Iya Mas, Anita apa kamu tidak mau ikut dengan kami?" tanya Syifa kepada Anita yang hanya dijawab dengan gelengan kepala."Kita lihat saja apa kalian jadi pergi setelah kedatangan Ningrum si Nenek peyot itu," batin Anita sambil terus menikmati makanan yang ada di hadapannya.Setelah selesai makan S
“Mas Rudi," ucap Syifa saat melihat sang suami masuk ke dalam kamarnya. Rasa marah, kesal dan benci terlihat jelas di wajah Rudi saat menatap Syifa yang masuk duduk di tempat tidur. Perlahan Rudi mulai mendekati sang istri, dengan kasar dia mulai menggenggam tangan Syifa hingga membuatnya kesakitan. Ini adalah pertama kalinya Rudi melakukan kekerasan secara fisik kepada sang istri. "Cepat katakan siapa Ayah kandung Akbar," perintah Rudi sambil menggenggam lengan tangan Syifa dengan kasar. "Aku berani bersumpah demi apapun jika Akbar adalah putra kandungmu, Mas," jawab Syifa sambil berusaha melepaskan cengkraman tangan suaminya. "Lebih baik kamu jujur, setelah itu aku akan antarkan kamu dan Akbar pulang ke kampung sekarang juga," paksa Rudi yang masih tidak percaya dengan ucapan Syifa. "Jika kamu ingin menceraikanku kenapa harus menunggu aku jujur? Bahkan saat aku jujur pun kamu tetap percaya surat itu dibanding ucapanku!" bentak Syifa sambil menahan rasa sakit di tangannya. "Bag
Sesuai dengan apa yang sudah di rencanakan Sherin dan Ningrum, dan setelah menghubungi Anita untuk menanyakan kapan dan dimana Rudi akan melakukan tes DNA. Mereka langsung bergegas pergi ke rumah Rudi. Syifa yang sedang sibuk menyiapkan makanan langsung terkejut saat melihat kedatangan Ningrum dan kedua putrinya. "Mau apa lagi mereka kesini?" batin Syifa sambil menatap Ningrum dan kedua putrinya dengan tatapan penuh kebencian. "Makanan kampung lagi," ucap Ningrum sambil melihat menu makanan yang ada diatas meja. "Maklum saja Ma, pembantu kita 'kan dari kampung terpencil jadi ya hanya mampu memasak makanan kampung," jawab Anita sambil tersenyum kecil. "Apa kalian mau sarapan bersama kami? Aku akan segera mengambilkan piring di dapur," tanya Syifa sambil berdiri dan bersiap berjalan ke arah dapur. "Tidak perlu, kami tidak terbiasa dengan makanan kampung seperti ini," jawab Ningrum dengan ketus. "Rudi, apa kamu jadi melakukan tes DNA hari ini?" tanya Ningrum kepada sang putra yang
Pagi ini keadaan rumah begitu tenang tanpa teriakan dari Ningrum yang selalu datang tiba-tiba bersama kedua putrinya. Setelah menyiapkan sarapan dan kopi untuk Rudi, Syifa langsung bergegas ke kamar sang putra untuk membantu Mbok Inah merawat Akbar. Rudi yang biasanya bermain bahkan menggendong Akbar dengan bangga, kini tidak lagi melakukan hal itu. Bahkan untuk menatap atau tersenyum kepada sang putra saja terlihat enggan. "Aku berangkat ke kantor dulu, mungkin hari ini aku akan pulang terlambat karena harus ke laboratorium untuk mengambil hasil tes DNA," ucap Rudi sambil berdiri dan berjalan ke arah pintu. "Mas, apa kamu tidak mau mencium Akbar dulu seperti biasa?" tanya Syifa sambil berjalan mendekati sang suami. Akbar yang saat itu berusia 9 bulan terlihat tersenyum saat melihat wajah sang ayah ada di hadapannya. Wajah polosnya terlihat sangat mirip dengan wajah Rudi saat masih kecil. Rudi terlihat ingin sekali memeluk sang putra yang ada dihadapannya. Namun, rasa itu seketika
Syifa yang baru saja bangun dari tidurnya langsung bersiap-siap untuk berangkat ke pasar untuk membeli keperluannya untuk berjualan. Setelah memandikan Akbar dan menyuapinya Syifa langsung segera berangkat. Namun, baru saja dia membuka pintu dia dikejutkan dengan kedatangan orang tuanya yang diantar oleh Anjas. "Bapak, Ibu," ucap Syifa saat melihat orang tuanya sudah berdiri di hadapannya. “Assalamualaikum, bagaimana kabarmu Nak?" tanya Sari kepada putrinya. "Alhamdulillah baik Bu, mari masuk," jawab Syifa sambil mencium tangan kedua orang tuanya. "Rudi kemana? Dan apa yang terjadi sampai kalian harus tinggal di rumah tua seperti ini," tanya Ruli saat melihat kondisi rumah sang putri. "Mas Rudi …." belum selesai menjawab Anjas langsung memotong ucapan Syifa. "Lebih baik Bapak dan Ibu istirahat saja dulu, karena setelah menempuh perjalan hampir 3 jam pasti sangat melelahkan," ucap Anjas sambil melihat ke arah orang tua Syifa. "Syifa, apa ada kamar untuk Bapak dan Ibu istirahat?"