Pagi ini keadaan rumah begitu tenang tanpa teriakan dari Ningrum yang selalu datang tiba-tiba bersama kedua putrinya. Setelah menyiapkan sarapan dan kopi untuk Rudi, Syifa langsung bergegas ke kamar sang putra untuk membantu Mbok Inah merawat Akbar. Rudi yang biasanya bermain bahkan menggendong Akbar dengan bangga, kini tidak lagi melakukan hal itu. Bahkan untuk menatap atau tersenyum kepada sang putra saja terlihat enggan. "Aku berangkat ke kantor dulu, mungkin hari ini aku akan pulang terlambat karena harus ke laboratorium untuk mengambil hasil tes DNA," ucap Rudi sambil berdiri dan berjalan ke arah pintu. "Mas, apa kamu tidak mau mencium Akbar dulu seperti biasa?" tanya Syifa sambil berjalan mendekati sang suami. Akbar yang saat itu berusia 9 bulan terlihat tersenyum saat melihat wajah sang ayah ada di hadapannya. Wajah polosnya terlihat sangat mirip dengan wajah Rudi saat masih kecil. Rudi terlihat ingin sekali memeluk sang putra yang ada dihadapannya. Namun, rasa itu seketika
Syifa yang baru saja bangun dari tidurnya langsung bersiap-siap untuk berangkat ke pasar untuk membeli keperluannya untuk berjualan. Setelah memandikan Akbar dan menyuapinya Syifa langsung segera berangkat. Namun, baru saja dia membuka pintu dia dikejutkan dengan kedatangan orang tuanya yang diantar oleh Anjas. "Bapak, Ibu," ucap Syifa saat melihat orang tuanya sudah berdiri di hadapannya. “Assalamualaikum, bagaimana kabarmu Nak?" tanya Sari kepada putrinya. "Alhamdulillah baik Bu, mari masuk," jawab Syifa sambil mencium tangan kedua orang tuanya. "Rudi kemana? Dan apa yang terjadi sampai kalian harus tinggal di rumah tua seperti ini," tanya Ruli saat melihat kondisi rumah sang putri. "Mas Rudi …." belum selesai menjawab Anjas langsung memotong ucapan Syifa. "Lebih baik Bapak dan Ibu istirahat saja dulu, karena setelah menempuh perjalan hampir 3 jam pasti sangat melelahkan," ucap Anjas sambil melihat ke arah orang tua Syifa. "Syifa, apa ada kamar untuk Bapak dan Ibu istirahat?"
Ruli sengaja meminta Anjas untuk mencari rumah yang jauh dari desa Ronggo Lawuh tanpa sepengetahuan Syifa. Agar suatu saat Rudi tidak dapat menemui Syifa dan Akbar. Setiap orang tua akan melakukan hal yang sama saat mengetahui putrinya telah disakiti. "Maaf Nak, di desa kita tidak ada rumah yang bisa kita beli, lagipula uang Bapak tidak cukup untuk membeli rumah di desa itu. Kamu tahu sendiri harga rumah di desa itu cukup mahal," jawab Ruli saat mendengar pertanyaan sang putri. "Tapi bagaimana jika Mas Rudi datang ke desa dan mencariku?" tanya Syifa yang terlihat masih sangat mengharapkan kedatangan sang suami. "Nanti biar aku yang menggantarnya ke sini," jawab Anjas meyakinkan Syifa. "Sampai kapan kamu akan berharap dia datang menemuimu, sedangkan Rudi saja sudah bahagia dengan Istri barunya," batin Anjas sambil terlihat melamun di dalam mobilnya. "Nak Anjas, mari masuk dulu," panggil Ruli hingga membuat Anjas terkejut. "Eh, iya Pak," jawab Anjas sambil membuka sabuk pengamanny
Disaat Rudi sedang sibuk mencari Syifa dan Akbar di Desa Ronggo Lawuh. Ditempat yang berbeda Anita dan Ningrum sedang berdebat tentang siapa yang menjaga Aira. Karena sejak Anita tinggal bersama Ningrum, Mbok Inah dilarang menjaga dan merawat Aira. "Mbok!" teriak Anita sambil menggendong Aira. "Mbok Inah sedang ke pasar," jawab Ningrum sambil membaca majalah yang ada di tangannya. "Marni!" Anita kembali berteriak memanggil nama Marni."Marni sedang sibuk mencuci di belakang," jawab Ningrum yang masih terus fokus dengan majalahnya. "Ini pasti rencana Mama 'kan membuat seluruh pembantu sibuk, agar mereka tidak membantuku merawat Aira!" bentak Anita sambil berteriak. "Kamu lihat sekarang pukul 7 pagi ya tentu saja mereka sibuk dengan tugasnya, kamu pikir pembantu disini hanya digaji untuk menjaga anakmu? Jika kamu mau ya kamu jaga saja Aira, bukankah kamu Ibunya," ucap Ningrum sambil berdiri dan melemparkan majalah ke sofa. "Asal Mama tahu, aku ini model terkenal jadi jadwalku sang
"Waalaikumsalam," jawab seluruh orang yang ada di ruangan itu."Mas Rudi," ucap Syifa yang terlihat begitu terkejut melihat kedatangan Rudi."Dasar laki-laki bajingan, mau apa kamu kesini!" bentak Ruli saat melihat Rudi ada di depan pintu rumahnya."Kedatangan saya kesini untuk meminta maaf kepada Syifa dan saya juga ingin meminta Syifa kembali menjadi istri saya," jawab Rudi sambil menunduk."Tidak! Selama saya masih hidup saya tidak akan mengizinkan Syifa menginjakkan kaki di rumahmu lagi, apa belum puas kamu dan seluruh keluargamu memperlakukan Syifa sebagai pembantu, bahkan kamu juga tidak mengakui Akbar darah dagingmu sendiri," bentak Ruli sambil berteriak."Saya mohon izinkan saya bicara dengan Syifa, pak," ucap Rudi sambil memohon."Tidak, lebih baik kamu pergi dari rumah ini, karena saya tidak sudi jika rumah saya diinjak oleh laki-laki tidak bertanggung jawab sepertimu," usir Ruli sambil mengacungkan jari telunjuknya."Sabar Pak, biarkan Mas Rudi masuk dulu agar dia bisa menj
Hari ini Rudi diminta Andre untuk menghadiri sebuah pertemuan penting dengan berbagai klien penting di sebuah hotel terkenal di kota Surabaya. Rudi yang memang anak dari seorang pengusaha terkenal memiliki penampilan yang rapi, dan memikat kaum wanita yang melihatnya. Namun, saat dia sedang menikmati perbincangan dengan beberapa klien di sebuah lobby dia melihat Anita masuk ke dalam hotel dengan seorang laki-laki. "Anita," batin Rudi sambil menatap sang istri dari jauh. "Maaf Pak, saya permisi sebentar," pamit Rudi kepada para kliennya. Perlahan Rudi mulai mengikuti langkah kaki Anita dan Dion dengan diam-diam. Pelukan dan kecupan dua manusia yang ada di hadapannya sangat membuatnya muak. Anita yang selama ini beralasan fotoshoot justru kedapan sedang bermesraan dengan seorang pria di sebuah hotel. "Lebih baik aku menunggunya di rumah, yang penting foto mereka sudah aku dapatkan," ucap Rudi sambil melihat hasil gambar diponselnya dan langsung menemui kliennya yang sudah menunggu di
“Yayah!" teriak Akbar sambil berlari ke arah Anjas. "Akbar, bagaimana kabarmu hari ini?" tanya Anjas sambil menggendong Akbar. "Yayah ayo kita main sepeda diluar, " ajak Akbar sambil bersandar di dada Anjas. "Besok saja ya Nak, sekarang 'kan sudah sore dan Yayah juga sedang ada tamu," jawab Syifa sambil mencium pipi sang putra. "Ya Ibu, sebentar saja," renggek Akbar sambil menangis. "Sini Akbar main di kamar sama Nenek ya," ucap Sari sambil mengambil Akbar dari gendongan Anjas. Rudi dan keluarganya yang melihat kedekatan Akbar dan Anjas hanya bisa diam. Terlihat ekspresi kesal dan marah pada wajah Rudi. Namun, dia berusaha untuk tetap diam sesuai dengan perintah Andre saat berada di rumah. "Syifa, bagaimana kabarmu? Nak," tanya Andre saat Syifa sudah duduk di hadapannya. "Alhamdulillah baik Tuan, kalau boleh tahu apa maksud dan tujuan tuan dan keluarga datang ke rumah saya?" tanya Syifa kepada andre tanpa mempedulikan keberadaan Rudi dan Ningrum. "Sebelumnya saya minta
“Apa saja sih yang kalian lakukan disana? Aku hampir satu jam menunggu di mobil," gerutu Ningrum kepada Rudi dan Andre yang baru saja masuk ke dalam mobil. Andre dan Rudi tidak menjawab pertanyaan Ningrum yang sudah duduk di kursi belakang sambil memainkan ponselnya. Rudi yang duduk di kursi pengemudi langsung menyalakan mesin mobil. Suasana di mobil itu cukup tegang tanpa bicaraan dari masing-masing orang yang ada di mobil itu."Mama benar-benar menyesal datang ke rumah perempuan miskin itu, kalau ujung-ujungnya hanya mendapat penghinaan saja," ucap Ningrum sambil menatap keluar jendela. "Syifa tidak bermaksud menghina kita Ma, dia hanya berusaha untuk memberikan yang terbaik untuk kita, lagi pula yang membuat Syifa seperti ini juga kita, yang selalu menindasnya dan menghinanya," jawab Andre sambil menoleh ke arah Ningrum yang ada di belakangnya. "Sampai kapanpun Mama tetap tidak suka dengan perempuan itu, sudah miskin sombong lagi," jawab Ningrum sambil memalingkan wajahnya da
Kehamilan yang dijalani Seruni saat ini tidak sama seperti yang dialami Syifa beberapa tahun lalu. Kondisi fisik Seruni yang biasanya gesit dan lincah kini mendadak lemah dan malas. Hampir setiap hari Seruni menggalami muntah-muntah, hingga membuatnya hanya mampu berbaring di tempat tidur. Sambil memperhatikan Seruni yang sedang tertidur pulas. “Ehm enak sekali Nyonya besar kita ini, jam segini masih tidur dengan pulas.” “Mama! Maaf, Ma. Sejak hamil tubuhku rasanya lemas sekali, bahkan hampir setiap hari aku selalu memuntahkan makanan yang masuk ke perutku,” jawab Seruni sambil duduk di tempat tidurnya. "Halah, itu hanya alasanmu saja 'kan? Kamu pikir Mama ini anak kemarin sore yang bisa kau bodohi!" bentak Ningrum sambil berjalan mendekati Seruni. "Mama tidak mau tahu, sekarang kamu bangun dan bantu Mbok Ijah mengerjakan pekerjaan rumah!" perintah Ningrum yang langsung menarik tangan Seruni. "Tapi, Ma. Aku benar-benar tidak kuat untuk berdiri," jawab Seruni yang terlihat puca
Cukup lama Rudi menceritakan pertemuannya dengan Anjas dan Syifa. Hingga akhirnya pertemuan itu mampu membuatnya berpikir jika Syifa tidak akan bisa didapatkannya kembali. Rasa cinta yang besar untuk Anjas mampu membuat Rudi sadar akan hubungan mereka yang tidak lagi bersama. "Jadi kamu sempat bertemu dengan Mbak Syifa?" tanya Seruni dengan penasaran. "Iya. Dan saat melihat Syifa menggenggam tangan Anjas aku baru sadar jika hatinya sudah bukan untukku lagi," jawab Rudi yang terlihat kecewa. "Lalu apa kamu kecewa?" tanya Seruni penasaran. "Tidak, karena aku sekarang sudah memiliki istri yang begitu sangat menyayangi dan mencintaiku dengan tulus," jawab Rudi yang langsung memeluk Seruni dengan erat. Rudi yang sejak pertama menikah belum menyentuh Seruni sama sekali kini mulai memberanikan diri untuk menyentuhnya. Kecupan hangat diberikan Rudi kepada kening dan bibir mungil Seruni. Perlahan Rudi mulai membuka satu persatu kancing baju yang dikenakan sang istri. Siang ini menjad
Perlahan Seruni membuka kotak kecil yang baru saja diberikan Polisi tersebut. Terlihat satu set perhiasan mewah dengan beberapa belian menempel pada setiap perhiasan itu. Tangan Seruni mendadak gemetar saat melihat perhiasan mahal itu. "Perhiasan. Apa jangan-jangan ini perhiasan yang akan diberikan Mas Rudi kepada Syifa?" batin Seruni sambil terus mengamati perhiasan itu. “Kotak itu kami temukan di bawah kursi saat melakukan pengecekan pada mobil korban, dan ini kami juga menemukan surat yang tergeletak di samping kotak itu.” Polisi tersebut memberikan secarik kertas kepada Seruni. Sambil membaca surat tersebut. “Ya Allah selama ini aku sudah salah kepada Mas Rudi.” Seruni yang selama ini menganggap Rudi hanya menjadikannya sebagai pelarian kini terlihat menangis. Sebuah surat sebagai perantara untuk Rudi meminta maaf kepada Seruni telah membuatnya merasa bersalah. Cukup lama Seruni membaca surat itu, kini dengan berlinang air mata Seruni masuk ke ruangan Rudi. “Maafkan aku, Mas
Disaat Andre dan Seruni mencemaskan keadaan Rudi yang hampir sama hari tidak ada kabar. Sementara itu di tempat terpisah Syifa dan Anjas sedang menyambut kelahiran anak perempuan mereka. Seorang anak perempuan bermata biru dengan rambut ikal dan berkulit putih itu mereka beri nama Rania. "Masya Allah, cantik sekali putri kalian. Iya 'kan, Pak?" ucap Sari kepada sang suami. "Benar, Bu. Anak ini benar-benar cantik mirip sekali dengan Ayah dan ibunya," Ruli yang terlihat bahagia. “Tidak boleh! Rania tidak boleh mirip Ayah dan Mama, Rania itu mirip aku karena aku adalah kakaknya,” protes Akbar sambil memegang tangan mungil sang adik. ucapan Akbar seketika membuat semua orang yang ada di rumah itu tertawa. Anjas yang tidak ingin membedakan kasih sayang kepada kedua anaknya langsung menggendong Akbar. Dengan lembut dan penuh kasih sayang Anjas mencium kedua pipi Akbar secara bergantian. “Aku benar 'kan Ayah? Bukankah aku juga tampan, persis seperti Ayah," ucap Akbar sambil melihat wa
Disaat Ningrum bahagia dengan kepergian Seruni dari rumahnya. Disaat yang bersamaan Rudi yang tidak ingin kehilangan wanita sebaik Seruni langsung mengemudikan mobilnya ke arah panti asuhan. Seruni yang melihat kedatangan mobil sang suami langsung masuk ke dalam kamarnya. "Assalamualaikum,” sapa Rudi yang sudah berdiri di depan pintu. "Waalaikumsalam," jawab Dini sambil berdiri dari tempat duduknya. Rudi yang baru saja tiba langsung berjalan masuk dan mencium tangan pemilik panti asuhan. Dini yang telah mengetahui permasalahan antara Rudi dan Seruni langsung memintanya untuk duduk. Dengan lembut dan ramah Dini langsung meminta Rudi untuk menceritakan permasalahannya dengan Seruni. "Ini semua memang salah saya, Bu. Saya adalah suami yang gagal bagi Seruni." "Bukan begitu, Nak Rudi. Coba sekarang jelaskan sebenarnya bagaimana perasaanmu kepada Syifa, karena bagaimanapun juga Seruni itu adalah putri saya jadi sebagai orang tua tentunya tidak akan bisa terima jika anaknya disakit
Terdapat gambar Syifa dan Rudi pada bingkai foto tersebut. Rudi yang saat ini telah menjadi suami Seruni ternyata masih memiliki perasaan kepada mantan istrinya. Cukup lama Seruni mengamati bingkai foto itu hingga tanpa terasa air mata mulai menetes ke pipinya. "Ternyata selama ini Mas Rudi masih mencintai mantan istrinya, lalu untuk apa dia menikahi ku?" batin Seruni sambil terus menatap foto tersebut. Keesokan harinya Rudi yang baru saja terbangun langsung segera masuk ke kamarnya bersama Seruni. Semua itu dia lakukan agar tidak menimbulkan kecurigaan di keluarganya. Rudi yang baru saja masuk terkejut saat melihat Seruni duduk di tempat tidur sambil menangis. Sambil duduk di samping Seruni. "Kamu kenapa? Apa ada yang menyakitimu." "Apa benar kamu masih mencintai Syifa?" tanya Seruni sambil menoleh ke arah Rudi. "Apa maksudmu? Ini pasti karena Mama telah bicara yang tidak-tidak kepadamu, aku akan menemui Mama sekarang." Rudi segera berdiri dari tempat duduknya. Sambil memeg
Ningrum yang tidak ingin Seruni menjadi menantunya langsung mengejar Rudi. Sambil berjalan Ningrum terus mencoba untuk meyakinkan sang putra agar merubah rencananya untuk menikahi perawat sang adik. Namun, usaha yang dilakukan Ningrum ternyata hanya sia-sia. Keesokan harinya Ningrum yang masih tidak terima dengan rencana pernikahan Rudi kembali membujuk sang putra saat makan bersama. Andre yang saat itu sedang menikmati sarapannya terlihat terkejut saat mendengar ucapan sang istri. Sambil mengusap mulutnya. "Rudi akan menikah dengan Seruni." "Iya, putra kesayangan mu ini akan menikahi gadis yatim piatu yang miskin itu. Entah apa bagusnya gadis itu sampai dia mau menikah dengan Seruni," ucap Ningrum sambil melirik ke arah Rudi yang masih menikmati makanannya. "Papa setuju, memang kapan kalian akan menikah? Biar nanti Papa siapkan pesta yang meriah," jawab Andre hingga membuat Ningrum membelalakkan matanya dengan lebar. "Papa! Kok Papa justru menyetujui pernikahan mereka," teria
Hari ini Anjas sengaja tidak berangkat ke toko kue. Untuk menebus kesalahannya dia bermaksud untuk mengajak Syifa dan Akbar untuk berlibur ke sebuah pantai. Setelah mempersiapkan segala keperluan yang akan dibawa, Anjas mengajak Syifa dan Akbar untuk menikmati sarapan yang sudah disiapkan ibu mertuanya. Setelah menikmati sarapan yang telah disediakan dan memasukkan keperluannya ke dalam mobil. Anjas dan keluarga kecilnya langsung bersiap masuk ke dalam mobil. Namun, belum juga dia masuk kedalam mobil tiba-tiba sebuah mobil masuk ke halaman rumahnya. "Rudi!" ucap Anjas saat melihat Rudi turun dari mobilnya. "Lebih baik kita temui dia dulu," perinta Anjas sambil melepas sabuk pengamannya. "Ta-tapi, Mas.""Sudah tidak apa-apa, Akbar kita temui Papa sebentar ya," ucap Anjas sambil menoleh ke arah Akbar yang ada di kursi belakang. Ada rasa ragu dalam hati Syifa untuk turun menemui Rudi. Kejadian beberapa waktu lalu telah meninggalkan trauma dalam hatinya. Namun, demi menghindari kecem
Di saat Rudi sedang berusaha mencari cara untuk mengajak Seruni pergi. Di saat yang bersamaan rumah tangga Syifa dan Anjas justru sedang di uji. Sifat Anjas yang pencemburu membuat Syifa merasa tidak nyaman."Mau kemana kamu?" Tanya Anjas saat melihat Syifa sudah rapi dengan hiasan make up di wajahnya."Aku akan ke sekolah Akbar, Ibu bilang hari ini ada acara pembagian rapor," jawab Syifa sambil mengambil tas yang ada di tempat duduknya."Kamu yakin akan ke sekolah Akbar? Atau kamu sengaja membohongiku agar bisa bertemu dengan mantan suami mu," jawab Anjas dengan tatapan marah."Apa maksudmu? Aku benar-benar ke sekolah Akbar, lagipula aku pergi bersama Ibu. Jadi tidak mungkin aku bertemu dengan Rudi." Syifa mencoba untuk bersabar dengan sikap Anjas."Baik kalau begitu biar aku yang mengantarmu, lagipula sudah lama juga aku tidak ke sekolah Akbar. Aku yakin kali ini dia akan mendapat juara kelas lagi," ucap Anjas sambil mengganti kaosnya dengan kemeja."Kamu apa-apaan sih, Mas? Aku tid