Andre yang baru saja masuk ke kamar Sherin terkejut saat melihat tubuh sang putri sudah tidak sadarkan diri dengan mulut yang berbusa. Andre yang tidak ingin terjadi apa-apa dengan sang putri langsung mengangkat tubuh Sherin untuk segera dibawa ke rumah sakit. Hingga setelah Sherin mendapat pertolongan pertama dari rumah sakit, kenyataan pahit justru di dapatkan oleh Ningrum dan Andre. "Keluarga Nyonya Sherin!" teriak seorang Dokter yang baru saja keluar dari ruang UGD. "Kami Orang tuanya, Dok," jawab Andre sambil menghampiri sang dokter. "Alhamdulillah kami bisa mengeluarkan racun dari tubuh Sherin, dan beruntung nyawa bayi yang ada di dalam kandungannya juga bisa diselamatkan," jelas sang dokter hingga membuat mereka terkejut. "Bayi, maksud Dokter putri saya hamil?" tanya Andre yang tidak percaya dengan apa yang didengarnya. "Benar Pak, dan usia kandungannya sudah memasuki usia 6 minggu," jelas sang dokter yang langsung membuat Ningrum terduduk di sebuah kursi. "Tidak mu
Siang itu Rudi yang baru saja pulang ke rumahnya langsung di sambut oleh Ningrum dan Andre. Ningrum yang sudah marah dengan sang putra langsung meluapkan kekesalannya. Hal itu membuat Rudi sangat kesal kepada sang ibu. "Rudi! Darimana saja kamu, hampir seminggu ini kamu tidak pulang ke rumah, bahkan ke kantor pun tidak," bentak Ningrum sambil berdiri dari tempat duduknya. "Apapun yang Rudi lakukan bukan urusan Mama," jawab Rudi sambil terus berjalan meninggalkan ruang tamu. "Rudi. Duduklah dulu, Papa ingin bicara sesuatu kepadamu," perintah Andre kepada sang putra. Mendengar perintah sang ayah Rudi pun langsung berbalik dan langsung duduk di sebuah sofa. perubahan sikap Rudi memang terlihat sejak hancurnya rumah tangganya, serta saat dia mengetahui tentang kebenaran hasil tes DNA yang selama ini disembunyikan oleh Ningrum. Setelah Rudi duduk di hadapan sang ayah, Ningrum langsung mengutarakan maksud perjodohan antara sang putra dan anak dari sahabatnya. “Tidak! Aku tidak akan
"Aku izinkan kalian menikah, tapi serahkan Akbar kepadaku," ucap Rudi hingga membuat Anjas dan Syifa terkejut. "Tidak! Sampai kapanpun aku tidak akan menyerahkan Akbar kepadamu," bentak Syifa sambil mengambil Akbar dari Anjas. "Kenapa? Aku Ayahnya jadi aku juga berhak merawatnya," ucap Rudi kepada Syifa. "Kamu memang Ayahnya, tapi apa selama ini kamu sudah menjalankan kewajibanmu sebagai seorang Ayah? Ingat, Mas. Selama ini akulah yang merawat dan menghidupi Akbar, bahkan sejak dalam kandungan pun kamu sama sekali tidak menjalankan kewajibanmu sebagai seorang Ayah," jawab Syifa dengan wajah kesal. "Dasar perempuan tidak tahu diri, lalu kamu pikir uang operasimu itu turun dari langit, bahkan sampai Akbar usia bertambah 3 tahun kamu belum juga membayar uang itu," jawab Ningrum hingga membuat Syifa terkejut. "Oh jadi Nyonya masih berharap saya membayar uang bersalin, cepat katakan berapa nominal yang harus saya bayar untuk biaya bersalin saya," ucap Syifa sambil terlihat ketus.
Kebahagiaan terlihat jelas di wajah kedua mempelai yang saat itu bersanding di kursi pelaminan. Rudi yang saat itu terlihat tegar dan tenang, tiba-tiba langsung meneteskan air mata sesaat setelah bersalaman dengan Syifa dan Anjas. Ada rasa penyesalan yang dalam di hatinya. "Mas Rudi," panggil Syifa saat Rudi sudah berjalan melewatinya. "Iya ada apa?" jawab Rudi sambil menoleh ke arah Syifa. "Apa kamu tidak mau menggendong Akbar?" tanya Syifa sambil tersenyum. Rudi yang sejak tadi terlihat murung, langsung terkejut mendengar pertanyaan Syifa. Dia hanya menjawab pertanyaan sang mantan istri dengan senyuman. Syifa yang saat itu berdiri di atas pelaminan langsung meminta salah satu kerabatnya untuk menjemput Akbar yang ada di dalam rumah. "Gendonglah dia Mas, bagaimanapun juga dia adalah putra kandungmu," ucap Syifa sambil memberikan Akbar kepada Rudi. Ada rasa ragu dalam hati Rudi saat Syifa memberikan sang putra kepadanya. Namun, karena ucapan dan penjelasan yang diberikan Anj
Andre dan Rudi yang baru saja tiba di rumah sakit terlihat terkejut saat melihat Ningrum menangis tersedu-sedu. Sherin yang saat itu ada di samping Ningrum langsung menjelaskan jika Putri Shania terlahir dalam kondisi tuna rungu. Rudi dan Andre yang mendengar berita itu terlihat terkejut. "Bagaimana ini, Pa? Cucu kita tidak dapat mendengar," ucap Ningrum sambil menangis. "Kita harus bisa menerima kenyataan, Ma. Yang terpenting Shania dan bayinya selamat," jawab Andre sambil memeluk Ningrum. Tiga hari berlalu dengan begitu cepat, kini Shania sudah di izinkan pulang ke rumah. Namun, di saat Shania dan putrinya pulang dia terkejut karena Ningrum tidak terlihat menjemputnya. Shania yang penasaran mencoba bertanya kepada Rudi yang saat itu ada di hadapannya. "Mas, Mama dimana? Kenapa dia tidak ikut menjemputku," tanya Shania dengan wajah kecewa. "Apa sengaja menunggu di rumah, karena Mama bilang dia sedang tidak enak badan," jawab Rudi sambil tersenyum. Setelah hampir menempuh perjal
Pagi ini Shania terkejut saat melihat sang putri tidak ada di box bayi. Shania yang khawatir langsung bergegas turun ke bawah, dia berharap Ratu bersama keluarganya. Namun, apa yang menjadi dugaannya salah, seluruh keluarga tidak ada yang tahu dimana keberadaan Ratu. "Pa, Papa!" teriak Shania sambil berlari ke arah meja makan. "Apa kamu pikir rumah ini hutan? Jadi kamu bisa berteriak sesuka hatimu!" bentak Ningrum yang melihat kedatangan Shania. "Kebetulan ada Mama disini, sekarang cepat katakan dimana Mama sembunyikan putriku?" tanya Shania kepada Ningrum. "Kamu pikir Mama ini babysiter anak tuli itu? Lagi pula selama ini anak itu selalu dalam pelukanmu," jawab Ningrum sambil membuang muka. "Mama tidak perlu bersandiwara lagi, aku tahu pasti Mama yang membawa Ratu pergi!" bentak Shania yang terlihat tidak dapat menahan emosinya. "Diam! Sebenarnya ada apa ini? Dan kamu Shania kenapa kamu bisa menuduh Mama mengambil Ratu, bukannya Ratu selalu bersamamu," bentak Andre yang terliha
Setelah berdiskusi cukup lama dengan pemilik panti asuhan, akhirnya Sherin dan Rudi berhasil membawa Ratu pulang ke rumah. Shania dan Andre yang melihat kedatangan Ratu langsung menyambut dengan bahagia. Namun, tidak dengan Ningrum yang terlihat masih menyimpan benci. “Lihat saja, suatu saat aku pasti akan menyingkirkan Bayi cacat itu dari rumah ini,” batin Ningrum sambil melihat ke arah Andre dan Shania dari kejauhan. Ningrum yang merupakan salah anggota sosialita merasa ketakutan jika teman-teman perkumpulannya mengetahui jika dia memiliki cucu yang cacat. Karena bagi Ningrum kekurangan Ratu adalah sebuah aib yang harus ditutupi. Siang itu Ningrum yang baru saja menelpon seseorang langsung bergegas pergi meninggalkan rumah. “Mama mau kemana?” tanya Shania yang saat itu berjalan ke arah dapur. “Mama mau belanja bulanan di Mall,” jawab Ningrum sambil berjalan keluar. “Mama! Shania boleh ikut?”“Apa. Kamu mau ikut! Lalu bagaimana dengan anakmu?” tanya Ningrum sambil terkejut. “Sh
Sari yang khawatir dengan keadaan sang putri langsung berjalan menghampiri Anjas dan Syifa yang baru saja turun dari mobil. Wajah pucat dan tubuh yang lemah masih sangat terlihat pada diri Syifa. Sambil berjalan di samping Syifa, Sari terus menanyakan kondisi sang putri. "Bagaimana hasil pemeriksaannya, apa yang Dokter katakan?" tanya Sari sambil terus berjalan di samping Syifa. "Sudahlah, Bu. Tanyanya nanti dulu, biarkan mereka masuk dan duduk dulu," ucap Ruli yang ada di belakang Sari. "Bapak ini apa toh? Ibu itu sedang khawatir sama keadaan anak kita, jadi wajarkan kalau Ibu tanya," protes Sari sambil menoleh ke arah Ruli. Syifa, Anjas dan Akbar hanya bisa tertawa saat melihat kedua orang tua itu bertengkar. Perlahan Anjas mulai membantu Syifa untuk duduk di sofa. Sambil duduk di samping syifa, "Sekarang cepat katakan, apa kata Dokter?" desak Sari sambil terlihat tidak sabar. "Dokter bilang ….""Bu, biarkan mereka istirahat dulu, lebih baik Ibu buatkan minuman dulu untuk k