Siang itu Rudi yang baru saja pulang ke rumahnya langsung di sambut oleh Ningrum dan Andre. Ningrum yang sudah marah dengan sang putra langsung meluapkan kekesalannya. Hal itu membuat Rudi sangat kesal kepada sang ibu. "Rudi! Darimana saja kamu, hampir seminggu ini kamu tidak pulang ke rumah, bahkan ke kantor pun tidak," bentak Ningrum sambil berdiri dari tempat duduknya. "Apapun yang Rudi lakukan bukan urusan Mama," jawab Rudi sambil terus berjalan meninggalkan ruang tamu. "Rudi. Duduklah dulu, Papa ingin bicara sesuatu kepadamu," perintah Andre kepada sang putra. Mendengar perintah sang ayah Rudi pun langsung berbalik dan langsung duduk di sebuah sofa. perubahan sikap Rudi memang terlihat sejak hancurnya rumah tangganya, serta saat dia mengetahui tentang kebenaran hasil tes DNA yang selama ini disembunyikan oleh Ningrum. Setelah Rudi duduk di hadapan sang ayah, Ningrum langsung mengutarakan maksud perjodohan antara sang putra dan anak dari sahabatnya. “Tidak! Aku tidak akan
"Aku izinkan kalian menikah, tapi serahkan Akbar kepadaku," ucap Rudi hingga membuat Anjas dan Syifa terkejut. "Tidak! Sampai kapanpun aku tidak akan menyerahkan Akbar kepadamu," bentak Syifa sambil mengambil Akbar dari Anjas. "Kenapa? Aku Ayahnya jadi aku juga berhak merawatnya," ucap Rudi kepada Syifa. "Kamu memang Ayahnya, tapi apa selama ini kamu sudah menjalankan kewajibanmu sebagai seorang Ayah? Ingat, Mas. Selama ini akulah yang merawat dan menghidupi Akbar, bahkan sejak dalam kandungan pun kamu sama sekali tidak menjalankan kewajibanmu sebagai seorang Ayah," jawab Syifa dengan wajah kesal. "Dasar perempuan tidak tahu diri, lalu kamu pikir uang operasimu itu turun dari langit, bahkan sampai Akbar usia bertambah 3 tahun kamu belum juga membayar uang itu," jawab Ningrum hingga membuat Syifa terkejut. "Oh jadi Nyonya masih berharap saya membayar uang bersalin, cepat katakan berapa nominal yang harus saya bayar untuk biaya bersalin saya," ucap Syifa sambil terlihat ketus.
Kebahagiaan terlihat jelas di wajah kedua mempelai yang saat itu bersanding di kursi pelaminan. Rudi yang saat itu terlihat tegar dan tenang, tiba-tiba langsung meneteskan air mata sesaat setelah bersalaman dengan Syifa dan Anjas. Ada rasa penyesalan yang dalam di hatinya. "Mas Rudi," panggil Syifa saat Rudi sudah berjalan melewatinya. "Iya ada apa?" jawab Rudi sambil menoleh ke arah Syifa. "Apa kamu tidak mau menggendong Akbar?" tanya Syifa sambil tersenyum. Rudi yang sejak tadi terlihat murung, langsung terkejut mendengar pertanyaan Syifa. Dia hanya menjawab pertanyaan sang mantan istri dengan senyuman. Syifa yang saat itu berdiri di atas pelaminan langsung meminta salah satu kerabatnya untuk menjemput Akbar yang ada di dalam rumah. "Gendonglah dia Mas, bagaimanapun juga dia adalah putra kandungmu," ucap Syifa sambil memberikan Akbar kepada Rudi. Ada rasa ragu dalam hati Rudi saat Syifa memberikan sang putra kepadanya. Namun, karena ucapan dan penjelasan yang diberikan Anj
Andre dan Rudi yang baru saja tiba di rumah sakit terlihat terkejut saat melihat Ningrum menangis tersedu-sedu. Sherin yang saat itu ada di samping Ningrum langsung menjelaskan jika Putri Shania terlahir dalam kondisi tuna rungu. Rudi dan Andre yang mendengar berita itu terlihat terkejut. "Bagaimana ini, Pa? Cucu kita tidak dapat mendengar," ucap Ningrum sambil menangis. "Kita harus bisa menerima kenyataan, Ma. Yang terpenting Shania dan bayinya selamat," jawab Andre sambil memeluk Ningrum. Tiga hari berlalu dengan begitu cepat, kini Shania sudah di izinkan pulang ke rumah. Namun, di saat Shania dan putrinya pulang dia terkejut karena Ningrum tidak terlihat menjemputnya. Shania yang penasaran mencoba bertanya kepada Rudi yang saat itu ada di hadapannya. "Mas, Mama dimana? Kenapa dia tidak ikut menjemputku," tanya Shania dengan wajah kecewa. "Apa sengaja menunggu di rumah, karena Mama bilang dia sedang tidak enak badan," jawab Rudi sambil tersenyum. Setelah hampir menempuh perjal
Pagi ini Shania terkejut saat melihat sang putri tidak ada di box bayi. Shania yang khawatir langsung bergegas turun ke bawah, dia berharap Ratu bersama keluarganya. Namun, apa yang menjadi dugaannya salah, seluruh keluarga tidak ada yang tahu dimana keberadaan Ratu. "Pa, Papa!" teriak Shania sambil berlari ke arah meja makan. "Apa kamu pikir rumah ini hutan? Jadi kamu bisa berteriak sesuka hatimu!" bentak Ningrum yang melihat kedatangan Shania. "Kebetulan ada Mama disini, sekarang cepat katakan dimana Mama sembunyikan putriku?" tanya Shania kepada Ningrum. "Kamu pikir Mama ini babysiter anak tuli itu? Lagi pula selama ini anak itu selalu dalam pelukanmu," jawab Ningrum sambil membuang muka. "Mama tidak perlu bersandiwara lagi, aku tahu pasti Mama yang membawa Ratu pergi!" bentak Shania yang terlihat tidak dapat menahan emosinya. "Diam! Sebenarnya ada apa ini? Dan kamu Shania kenapa kamu bisa menuduh Mama mengambil Ratu, bukannya Ratu selalu bersamamu," bentak Andre yang terliha
Setelah berdiskusi cukup lama dengan pemilik panti asuhan, akhirnya Sherin dan Rudi berhasil membawa Ratu pulang ke rumah. Shania dan Andre yang melihat kedatangan Ratu langsung menyambut dengan bahagia. Namun, tidak dengan Ningrum yang terlihat masih menyimpan benci. “Lihat saja, suatu saat aku pasti akan menyingkirkan Bayi cacat itu dari rumah ini,” batin Ningrum sambil melihat ke arah Andre dan Shania dari kejauhan. Ningrum yang merupakan salah anggota sosialita merasa ketakutan jika teman-teman perkumpulannya mengetahui jika dia memiliki cucu yang cacat. Karena bagi Ningrum kekurangan Ratu adalah sebuah aib yang harus ditutupi. Siang itu Ningrum yang baru saja menelpon seseorang langsung bergegas pergi meninggalkan rumah. “Mama mau kemana?” tanya Shania yang saat itu berjalan ke arah dapur. “Mama mau belanja bulanan di Mall,” jawab Ningrum sambil berjalan keluar. “Mama! Shania boleh ikut?”“Apa. Kamu mau ikut! Lalu bagaimana dengan anakmu?” tanya Ningrum sambil terkejut. “Sh
Sari yang khawatir dengan keadaan sang putri langsung berjalan menghampiri Anjas dan Syifa yang baru saja turun dari mobil. Wajah pucat dan tubuh yang lemah masih sangat terlihat pada diri Syifa. Sambil berjalan di samping Syifa, Sari terus menanyakan kondisi sang putri. "Bagaimana hasil pemeriksaannya, apa yang Dokter katakan?" tanya Sari sambil terus berjalan di samping Syifa. "Sudahlah, Bu. Tanyanya nanti dulu, biarkan mereka masuk dan duduk dulu," ucap Ruli yang ada di belakang Sari. "Bapak ini apa toh? Ibu itu sedang khawatir sama keadaan anak kita, jadi wajarkan kalau Ibu tanya," protes Sari sambil menoleh ke arah Ruli. Syifa, Anjas dan Akbar hanya bisa tertawa saat melihat kedua orang tua itu bertengkar. Perlahan Anjas mulai membantu Syifa untuk duduk di sofa. Sambil duduk di samping syifa, "Sekarang cepat katakan, apa kata Dokter?" desak Sari sambil terlihat tidak sabar. "Dokter bilang ….""Bu, biarkan mereka istirahat dulu, lebih baik Ibu buatkan minuman dulu untuk k
"Shania tiba-tiba berteriak histeris, Papa harus segera pulang," ucap Andre sambil memberhentikan sebuah taksi. "Kalau begitu lebih baik kita pulang dulu, setelah Shania tenang kita kembali mencari Ratu," saran Rudi. "Tidak perlu, Papa bisa pulang naik taksi. Lebih baik kamu lanjutkan mencari Ratu sampai ketemu," perintah Andre sambil berjalan ke arah taksi. Sambil masuk ke dalam taksi, "Seruni, tolong temani Rudi mencari Ratu! Dan satu lagi nanti malam bawa Seruni ke rumah kita. ""Tapi, Pa ….""Aku harus menemani laki-laki gila ini, aduh malas banget, " gerutu Seruni yang terlihat kesal. "Apa! Kamu bilang aku gila? Asal kamu tahu, aku juga tidak sudi di temani wanita stres sepertimu!" bentak Rudi sambil menatap Seruni dengan tajam. "Ya sudah, lebih baik aku pulang. Aku tidak mau menjadi gila hanya karena berlama-lama denganmu," jawab Seruni sambil mulai mendorong sepedanya. "Eh tidak bisa! Apa kamu tidak dengar jika Papa ku meminta aku untuk mengajakmu ke rumah nanti mala
Kehamilan yang dijalani Seruni saat ini tidak sama seperti yang dialami Syifa beberapa tahun lalu. Kondisi fisik Seruni yang biasanya gesit dan lincah kini mendadak lemah dan malas. Hampir setiap hari Seruni menggalami muntah-muntah, hingga membuatnya hanya mampu berbaring di tempat tidur. Sambil memperhatikan Seruni yang sedang tertidur pulas. “Ehm enak sekali Nyonya besar kita ini, jam segini masih tidur dengan pulas.” “Mama! Maaf, Ma. Sejak hamil tubuhku rasanya lemas sekali, bahkan hampir setiap hari aku selalu memuntahkan makanan yang masuk ke perutku,” jawab Seruni sambil duduk di tempat tidurnya. "Halah, itu hanya alasanmu saja 'kan? Kamu pikir Mama ini anak kemarin sore yang bisa kau bodohi!" bentak Ningrum sambil berjalan mendekati Seruni. "Mama tidak mau tahu, sekarang kamu bangun dan bantu Mbok Ijah mengerjakan pekerjaan rumah!" perintah Ningrum yang langsung menarik tangan Seruni. "Tapi, Ma. Aku benar-benar tidak kuat untuk berdiri," jawab Seruni yang terlihat puca
Cukup lama Rudi menceritakan pertemuannya dengan Anjas dan Syifa. Hingga akhirnya pertemuan itu mampu membuatnya berpikir jika Syifa tidak akan bisa didapatkannya kembali. Rasa cinta yang besar untuk Anjas mampu membuat Rudi sadar akan hubungan mereka yang tidak lagi bersama. "Jadi kamu sempat bertemu dengan Mbak Syifa?" tanya Seruni dengan penasaran. "Iya. Dan saat melihat Syifa menggenggam tangan Anjas aku baru sadar jika hatinya sudah bukan untukku lagi," jawab Rudi yang terlihat kecewa. "Lalu apa kamu kecewa?" tanya Seruni penasaran. "Tidak, karena aku sekarang sudah memiliki istri yang begitu sangat menyayangi dan mencintaiku dengan tulus," jawab Rudi yang langsung memeluk Seruni dengan erat. Rudi yang sejak pertama menikah belum menyentuh Seruni sama sekali kini mulai memberanikan diri untuk menyentuhnya. Kecupan hangat diberikan Rudi kepada kening dan bibir mungil Seruni. Perlahan Rudi mulai membuka satu persatu kancing baju yang dikenakan sang istri. Siang ini menjad
Perlahan Seruni membuka kotak kecil yang baru saja diberikan Polisi tersebut. Terlihat satu set perhiasan mewah dengan beberapa belian menempel pada setiap perhiasan itu. Tangan Seruni mendadak gemetar saat melihat perhiasan mahal itu. "Perhiasan. Apa jangan-jangan ini perhiasan yang akan diberikan Mas Rudi kepada Syifa?" batin Seruni sambil terus mengamati perhiasan itu. “Kotak itu kami temukan di bawah kursi saat melakukan pengecekan pada mobil korban, dan ini kami juga menemukan surat yang tergeletak di samping kotak itu.” Polisi tersebut memberikan secarik kertas kepada Seruni. Sambil membaca surat tersebut. “Ya Allah selama ini aku sudah salah kepada Mas Rudi.” Seruni yang selama ini menganggap Rudi hanya menjadikannya sebagai pelarian kini terlihat menangis. Sebuah surat sebagai perantara untuk Rudi meminta maaf kepada Seruni telah membuatnya merasa bersalah. Cukup lama Seruni membaca surat itu, kini dengan berlinang air mata Seruni masuk ke ruangan Rudi. “Maafkan aku, Mas
Disaat Andre dan Seruni mencemaskan keadaan Rudi yang hampir sama hari tidak ada kabar. Sementara itu di tempat terpisah Syifa dan Anjas sedang menyambut kelahiran anak perempuan mereka. Seorang anak perempuan bermata biru dengan rambut ikal dan berkulit putih itu mereka beri nama Rania. "Masya Allah, cantik sekali putri kalian. Iya 'kan, Pak?" ucap Sari kepada sang suami. "Benar, Bu. Anak ini benar-benar cantik mirip sekali dengan Ayah dan ibunya," Ruli yang terlihat bahagia. “Tidak boleh! Rania tidak boleh mirip Ayah dan Mama, Rania itu mirip aku karena aku adalah kakaknya,” protes Akbar sambil memegang tangan mungil sang adik. ucapan Akbar seketika membuat semua orang yang ada di rumah itu tertawa. Anjas yang tidak ingin membedakan kasih sayang kepada kedua anaknya langsung menggendong Akbar. Dengan lembut dan penuh kasih sayang Anjas mencium kedua pipi Akbar secara bergantian. “Aku benar 'kan Ayah? Bukankah aku juga tampan, persis seperti Ayah," ucap Akbar sambil melihat wa
Disaat Ningrum bahagia dengan kepergian Seruni dari rumahnya. Disaat yang bersamaan Rudi yang tidak ingin kehilangan wanita sebaik Seruni langsung mengemudikan mobilnya ke arah panti asuhan. Seruni yang melihat kedatangan mobil sang suami langsung masuk ke dalam kamarnya. "Assalamualaikum,” sapa Rudi yang sudah berdiri di depan pintu. "Waalaikumsalam," jawab Dini sambil berdiri dari tempat duduknya. Rudi yang baru saja tiba langsung berjalan masuk dan mencium tangan pemilik panti asuhan. Dini yang telah mengetahui permasalahan antara Rudi dan Seruni langsung memintanya untuk duduk. Dengan lembut dan ramah Dini langsung meminta Rudi untuk menceritakan permasalahannya dengan Seruni. "Ini semua memang salah saya, Bu. Saya adalah suami yang gagal bagi Seruni." "Bukan begitu, Nak Rudi. Coba sekarang jelaskan sebenarnya bagaimana perasaanmu kepada Syifa, karena bagaimanapun juga Seruni itu adalah putri saya jadi sebagai orang tua tentunya tidak akan bisa terima jika anaknya disakit
Terdapat gambar Syifa dan Rudi pada bingkai foto tersebut. Rudi yang saat ini telah menjadi suami Seruni ternyata masih memiliki perasaan kepada mantan istrinya. Cukup lama Seruni mengamati bingkai foto itu hingga tanpa terasa air mata mulai menetes ke pipinya. "Ternyata selama ini Mas Rudi masih mencintai mantan istrinya, lalu untuk apa dia menikahi ku?" batin Seruni sambil terus menatap foto tersebut. Keesokan harinya Rudi yang baru saja terbangun langsung segera masuk ke kamarnya bersama Seruni. Semua itu dia lakukan agar tidak menimbulkan kecurigaan di keluarganya. Rudi yang baru saja masuk terkejut saat melihat Seruni duduk di tempat tidur sambil menangis. Sambil duduk di samping Seruni. "Kamu kenapa? Apa ada yang menyakitimu." "Apa benar kamu masih mencintai Syifa?" tanya Seruni sambil menoleh ke arah Rudi. "Apa maksudmu? Ini pasti karena Mama telah bicara yang tidak-tidak kepadamu, aku akan menemui Mama sekarang." Rudi segera berdiri dari tempat duduknya. Sambil memeg
Ningrum yang tidak ingin Seruni menjadi menantunya langsung mengejar Rudi. Sambil berjalan Ningrum terus mencoba untuk meyakinkan sang putra agar merubah rencananya untuk menikahi perawat sang adik. Namun, usaha yang dilakukan Ningrum ternyata hanya sia-sia. Keesokan harinya Ningrum yang masih tidak terima dengan rencana pernikahan Rudi kembali membujuk sang putra saat makan bersama. Andre yang saat itu sedang menikmati sarapannya terlihat terkejut saat mendengar ucapan sang istri. Sambil mengusap mulutnya. "Rudi akan menikah dengan Seruni." "Iya, putra kesayangan mu ini akan menikahi gadis yatim piatu yang miskin itu. Entah apa bagusnya gadis itu sampai dia mau menikah dengan Seruni," ucap Ningrum sambil melirik ke arah Rudi yang masih menikmati makanannya. "Papa setuju, memang kapan kalian akan menikah? Biar nanti Papa siapkan pesta yang meriah," jawab Andre hingga membuat Ningrum membelalakkan matanya dengan lebar. "Papa! Kok Papa justru menyetujui pernikahan mereka," teria
Hari ini Anjas sengaja tidak berangkat ke toko kue. Untuk menebus kesalahannya dia bermaksud untuk mengajak Syifa dan Akbar untuk berlibur ke sebuah pantai. Setelah mempersiapkan segala keperluan yang akan dibawa, Anjas mengajak Syifa dan Akbar untuk menikmati sarapan yang sudah disiapkan ibu mertuanya. Setelah menikmati sarapan yang telah disediakan dan memasukkan keperluannya ke dalam mobil. Anjas dan keluarga kecilnya langsung bersiap masuk ke dalam mobil. Namun, belum juga dia masuk kedalam mobil tiba-tiba sebuah mobil masuk ke halaman rumahnya. "Rudi!" ucap Anjas saat melihat Rudi turun dari mobilnya. "Lebih baik kita temui dia dulu," perinta Anjas sambil melepas sabuk pengamannya. "Ta-tapi, Mas.""Sudah tidak apa-apa, Akbar kita temui Papa sebentar ya," ucap Anjas sambil menoleh ke arah Akbar yang ada di kursi belakang. Ada rasa ragu dalam hati Syifa untuk turun menemui Rudi. Kejadian beberapa waktu lalu telah meninggalkan trauma dalam hatinya. Namun, demi menghindari kecem
Di saat Rudi sedang berusaha mencari cara untuk mengajak Seruni pergi. Di saat yang bersamaan rumah tangga Syifa dan Anjas justru sedang di uji. Sifat Anjas yang pencemburu membuat Syifa merasa tidak nyaman."Mau kemana kamu?" Tanya Anjas saat melihat Syifa sudah rapi dengan hiasan make up di wajahnya."Aku akan ke sekolah Akbar, Ibu bilang hari ini ada acara pembagian rapor," jawab Syifa sambil mengambil tas yang ada di tempat duduknya."Kamu yakin akan ke sekolah Akbar? Atau kamu sengaja membohongiku agar bisa bertemu dengan mantan suami mu," jawab Anjas dengan tatapan marah."Apa maksudmu? Aku benar-benar ke sekolah Akbar, lagipula aku pergi bersama Ibu. Jadi tidak mungkin aku bertemu dengan Rudi." Syifa mencoba untuk bersabar dengan sikap Anjas."Baik kalau begitu biar aku yang mengantarmu, lagipula sudah lama juga aku tidak ke sekolah Akbar. Aku yakin kali ini dia akan mendapat juara kelas lagi," ucap Anjas sambil mengganti kaosnya dengan kemeja."Kamu apa-apaan sih, Mas? Aku tid