Setelah berdiskusi cukup lama dengan pemilik panti asuhan, akhirnya Sherin dan Rudi berhasil membawa Ratu pulang ke rumah. Shania dan Andre yang melihat kedatangan Ratu langsung menyambut dengan bahagia. Namun, tidak dengan Ningrum yang terlihat masih menyimpan benci. “Lihat saja, suatu saat aku pasti akan menyingkirkan Bayi cacat itu dari rumah ini,” batin Ningrum sambil melihat ke arah Andre dan Shania dari kejauhan. Ningrum yang merupakan salah anggota sosialita merasa ketakutan jika teman-teman perkumpulannya mengetahui jika dia memiliki cucu yang cacat. Karena bagi Ningrum kekurangan Ratu adalah sebuah aib yang harus ditutupi. Siang itu Ningrum yang baru saja menelpon seseorang langsung bergegas pergi meninggalkan rumah. “Mama mau kemana?” tanya Shania yang saat itu berjalan ke arah dapur. “Mama mau belanja bulanan di Mall,” jawab Ningrum sambil berjalan keluar. “Mama! Shania boleh ikut?”“Apa. Kamu mau ikut! Lalu bagaimana dengan anakmu?” tanya Ningrum sambil terkejut. “Sh
Sari yang khawatir dengan keadaan sang putri langsung berjalan menghampiri Anjas dan Syifa yang baru saja turun dari mobil. Wajah pucat dan tubuh yang lemah masih sangat terlihat pada diri Syifa. Sambil berjalan di samping Syifa, Sari terus menanyakan kondisi sang putri. "Bagaimana hasil pemeriksaannya, apa yang Dokter katakan?" tanya Sari sambil terus berjalan di samping Syifa. "Sudahlah, Bu. Tanyanya nanti dulu, biarkan mereka masuk dan duduk dulu," ucap Ruli yang ada di belakang Sari. "Bapak ini apa toh? Ibu itu sedang khawatir sama keadaan anak kita, jadi wajarkan kalau Ibu tanya," protes Sari sambil menoleh ke arah Ruli. Syifa, Anjas dan Akbar hanya bisa tertawa saat melihat kedua orang tua itu bertengkar. Perlahan Anjas mulai membantu Syifa untuk duduk di sofa. Sambil duduk di samping syifa, "Sekarang cepat katakan, apa kata Dokter?" desak Sari sambil terlihat tidak sabar. "Dokter bilang ….""Bu, biarkan mereka istirahat dulu, lebih baik Ibu buatkan minuman dulu untuk k
"Shania tiba-tiba berteriak histeris, Papa harus segera pulang," ucap Andre sambil memberhentikan sebuah taksi. "Kalau begitu lebih baik kita pulang dulu, setelah Shania tenang kita kembali mencari Ratu," saran Rudi. "Tidak perlu, Papa bisa pulang naik taksi. Lebih baik kamu lanjutkan mencari Ratu sampai ketemu," perintah Andre sambil berjalan ke arah taksi. Sambil masuk ke dalam taksi, "Seruni, tolong temani Rudi mencari Ratu! Dan satu lagi nanti malam bawa Seruni ke rumah kita. ""Tapi, Pa ….""Aku harus menemani laki-laki gila ini, aduh malas banget, " gerutu Seruni yang terlihat kesal. "Apa! Kamu bilang aku gila? Asal kamu tahu, aku juga tidak sudi di temani wanita stres sepertimu!" bentak Rudi sambil menatap Seruni dengan tajam. "Ya sudah, lebih baik aku pulang. Aku tidak mau menjadi gila hanya karena berlama-lama denganmu," jawab Seruni sambil mulai mendorong sepedanya. "Eh tidak bisa! Apa kamu tidak dengar jika Papa ku meminta aku untuk mengajakmu ke rumah nanti mala
Ningrum yang mendengar ucapan Andre hanya bisa diam sambil menatap wajah sang suami. Saat Andre dan Ningrum sedang berdebat tiba-tiba terdengar sebuah teriakan dari kamar Shania. Andre, Ningrum dan Rudi yang khawatir langsung segera berlari ke arah suara teriakan. "Shania! Hentikan, aku Sherin bukan penculik anakmu," teriak Sherin sambil berusaha melepaskan tangan Shania dari rambutnya. "Cepat kembalikan putriku! Dasar penculik jelek," teriak Shania sambil terus menarik tangan Sherin. "Tolong! Papa, Mama …." "Sherin, ada apa ini?" tanya Andre yang baru saja tiba. "Papa! Tolong Sherin," teriak Sherin sambil berusaha melepaskan cengkraman tangan Shania. Andre, Ningrum dan Rudi terkejut saat melihat apa yang dilakukan Shania kepada Sherin. Perlahan Andre pun mulai mendekati Shania yang masih menjambak rambut Sherin. Setelah cengkraman tangan Shania berhasil lepas, Sherin yang ketakutan langsung berlari keluar untuk segera pulang ke rumahnya. "Shania, kamu harus sabar, Nak. Papa ja
Sesaat Seruni terlihat terdiam dan melamun. Dia kembali teringat kejadian dua hari lalu sesaat sebelum dia berangkat kerja. Dini (50) adalah pemilik panti asuhan tiba-tiba didatangi 3 orang laki-laki. "Selamat pagi Ibu Dini," sapa salah satu dari laki-laki itu. "Pak Hendro! Mari silahkan masuk, Pak," jawab Dini sambil mempersilahkan mereka masuk. "Saya yakin Ibu Dini pasti tahu maksud dan tujuan kami datang kemari." "Iya, pak. Tapi maaf saat ini saya belum ada uangnya, kalau boleh saya minta sedikit waktu," jawab Dini yang terlihat ketakutan. "Waktu? Tidak bisa, Ibu sudah terlambat melanggar angsuran selama 5 bulan apa itu tidak cukup!" bentak Hendro hingga membuat Dini semakin ketakutan. "Saya tahu, Pak. Tapi …." "Pyar!" Hendro tiba-tiba melempar meja yang ada di hadapannya hingga pecah. Seruni yang saat itu sedang bersiap di kamarnya langsung bergegas keluar dan berlari ke arah ruang tamu. Terlihat Dini sedang menunduk ketakutan sambil menangis tersedu-sedu. “Saya beri wakt
Di saat Rudi sedang berusaha mencari cara untuk mengajak Seruni pergi. Di saat yang bersamaan rumah tangga Syifa dan Anjas justru sedang di uji. Sifat Anjas yang pencemburu membuat Syifa merasa tidak nyaman."Mau kemana kamu?" Tanya Anjas saat melihat Syifa sudah rapi dengan hiasan make up di wajahnya."Aku akan ke sekolah Akbar, Ibu bilang hari ini ada acara pembagian rapor," jawab Syifa sambil mengambil tas yang ada di tempat duduknya."Kamu yakin akan ke sekolah Akbar? Atau kamu sengaja membohongiku agar bisa bertemu dengan mantan suami mu," jawab Anjas dengan tatapan marah."Apa maksudmu? Aku benar-benar ke sekolah Akbar, lagipula aku pergi bersama Ibu. Jadi tidak mungkin aku bertemu dengan Rudi." Syifa mencoba untuk bersabar dengan sikap Anjas."Baik kalau begitu biar aku yang mengantarmu, lagipula sudah lama juga aku tidak ke sekolah Akbar. Aku yakin kali ini dia akan mendapat juara kelas lagi," ucap Anjas sambil mengganti kaosnya dengan kemeja."Kamu apa-apaan sih, Mas? Aku tid
Hari ini Anjas sengaja tidak berangkat ke toko kue. Untuk menebus kesalahannya dia bermaksud untuk mengajak Syifa dan Akbar untuk berlibur ke sebuah pantai. Setelah mempersiapkan segala keperluan yang akan dibawa, Anjas mengajak Syifa dan Akbar untuk menikmati sarapan yang sudah disiapkan ibu mertuanya. Setelah menikmati sarapan yang telah disediakan dan memasukkan keperluannya ke dalam mobil. Anjas dan keluarga kecilnya langsung bersiap masuk ke dalam mobil. Namun, belum juga dia masuk kedalam mobil tiba-tiba sebuah mobil masuk ke halaman rumahnya. "Rudi!" ucap Anjas saat melihat Rudi turun dari mobilnya. "Lebih baik kita temui dia dulu," perinta Anjas sambil melepas sabuk pengamannya. "Ta-tapi, Mas.""Sudah tidak apa-apa, Akbar kita temui Papa sebentar ya," ucap Anjas sambil menoleh ke arah Akbar yang ada di kursi belakang. Ada rasa ragu dalam hati Syifa untuk turun menemui Rudi. Kejadian beberapa waktu lalu telah meninggalkan trauma dalam hatinya. Namun, demi menghindari kecem
Ningrum yang tidak ingin Seruni menjadi menantunya langsung mengejar Rudi. Sambil berjalan Ningrum terus mencoba untuk meyakinkan sang putra agar merubah rencananya untuk menikahi perawat sang adik. Namun, usaha yang dilakukan Ningrum ternyata hanya sia-sia. Keesokan harinya Ningrum yang masih tidak terima dengan rencana pernikahan Rudi kembali membujuk sang putra saat makan bersama. Andre yang saat itu sedang menikmati sarapannya terlihat terkejut saat mendengar ucapan sang istri. Sambil mengusap mulutnya. "Rudi akan menikah dengan Seruni." "Iya, putra kesayangan mu ini akan menikahi gadis yatim piatu yang miskin itu. Entah apa bagusnya gadis itu sampai dia mau menikah dengan Seruni," ucap Ningrum sambil melirik ke arah Rudi yang masih menikmati makanannya. "Papa setuju, memang kapan kalian akan menikah? Biar nanti Papa siapkan pesta yang meriah," jawab Andre hingga membuat Ningrum membelalakkan matanya dengan lebar. "Papa! Kok Papa justru menyetujui pernikahan mereka," teria