Risha tergelak ironi mendengar Adhitama mengakui Lily sebagai anaknya. Dia tak peduli dan tetap berjalan menuju mobilnya. Adhitama masih mengikuti, hingga Risha menoleh lalu meluapkan rasa kesal. “Kamu tidak perlu ikut! Lebih baik kamu pergi dari sini! Semakin kamu menahanku seperti ini, maka semakin lama aku pergi menjemput Lily. Anak itu menunggu kedatanganku, dia membutuhkanku!” Risha bicara sambil memicing tajam ke Adhitama. Adhitama akhirnya membiarkan Risha masuk ke mobil dan pergi. Namun, meski Risha pergi sendiri, nyatanya Adhitama diam-diam membuntuti Risha yang pergi ke sekolah Lily. Risha melihat mobil Adhitama mengikutinya, tapi dia memilih tak peduli karena pikirannya tertuju ke Lily yang sakit. Sesampainya di sekolah, Lily sudah dirawat di ruang kesehatan ditemani Miss yang biasa mengajar anak itu di kelas. “Bunda.” Lily langsung mengulurkan tangan ke Risha saat melihat ibunya datang. Risha langsung memeluk tubuh Lily, memang sangat panas hingga membuatnya keherana
Risha masih tak habis pikir dengan apa yang Adhitama lakukan. Dia dan pria itu masih saling berhadapan hingga Mbok Surti datang menghampiri Risha dengan muka panik.“Bu, Non Lily bangun dan nyariin Bu Risha,” kata Mbok Surti.Risha menoleh ke Mbok Surti sekilas, lalu memandang Adhitama yang benar-benar membuatnya kesal. Dia memilih mengabaikan Adhitama lalu pergi ke kamar untuk menemui Lily.Adhitama memandang Risha pergi, tapi tak mungkin mengejar Risha ke kamar hingga tatapannya tertuju ke Mbok Surti yang ternyata sudah memandangnya.“Maaf, Bapak ini siapa ya?” tanya Mbok Surti.“Perkenalkan, aku suaminya Risha,” jawab Adhitama.Mbok Surti melongo karena terkejut mendengar jawaban Adhitama sampai wanita paruh baya itu tak bisa berkata-kata.Sementara itu, Risha pergi ke kamar. Di sana melihat Lily yang bangun tapi masih dalam posisi berbaring.“Bunda.” Lily memanggil sambil menangis karena mencari Risha.Risha mendekat lalu memeluk Lily. Dia merasakan tubuh Lily yang masih panas.“B
Melihat pemandangan di depannya Risha sampai termenung.Adhitama yang dingin terlihat hangat ke Lily.Risha masih diam hingga Lily memanggil namanya.“Bunda, aku mau pegang tangan Bunda,” kata Lily.Risha tersenyum mendengar permintaan manis putri kecilnya, dia memegang tangan Lily saat perawat mulai menusukkan jarum untuk mengambil sampel darah anak itu.Risha mengusap rambut Lily, setelah itu menatap Adhitama dan Lily yang tampak saling melempar senyuman.Risha benar-benar merasa dilema. Di satu sisi dia tidak ingin Lily dekat dengan Adhitama, tapi di sisi lain Risha merasa berdosa jika melarang anak bertemu dengan ayah kandungnya.“Bagaimana? Tidak sakit ‘kan?” Adhitama bertanya ke Lily dan gadis kecil itu mengangguk-angguk menjawab pertanyaan Adhitama.“Beneran Cuma kayak digigit semut.” Lily tersenyum kecil sambil memandang Adhitama.Hingga Adhitama tiba-tiba saja meminta izin ke anak itu. Adhitama berkata,”Boleh Om belai rambut Lily?”Risha merasa ada yang aneh di dadanya, dia ha
Dada Risha serasa hampir meledak mendengar Adhitama melontarkan kalimat itu.Syarat?Risha sedang tidak melakukan negosiasi. Risha menginginkan kepastian akan statusnya.Bukankah lebih baik menjadi janda? Dari pada memiliki suami yang tak pengertian dan hanya memberi luka batin."Aku tidak akan menerima syarat apapun darimu, kita tidak sedang melakukan bisnis jadi tidak perlu negosiasi," tegas Risha. Dia memandang pergelangan tangannya yang masih ada dalam genggaman Adhitama."Lepas!" Risha menggerakkan tangannya agar Adhitama mau melepas."Bukankah kamu ingin berpisah? Aku jamin akan lebih mudah bagimu jika menerima syarat dariku."Risha meneguk saliva, merasa bodoh mencintai pria keras kepala dan arogan seperti Adhitama."Biarkan Lily tahu kalau aku ayahnya, kembalilah ke rumah dan mari menjadi keluarga utuh selama 30 hari saja," kata Adhitama.Risha tergelak ironi, dia menarik tangannya saat merasa pegangan tangan Adhitama padanya melonggar."Jangan harap! Kembali ke rumah sama saj
Risha tentunya kaget mendengar Lily menanyakan keberadaan Tama. Mungkinkah ini yang orang bilang darah lebih kental dari air? Lily bahkan baru mengenal Adhitama dalam hitungan jam, tapi seperti sudah sangat dekat. Risha mengusap kening Lily, dia lantas menjelaskan keberadaan Adhitama. “Lily harus dirawat di sini jadi …. “ Risha menjeda lisannya sejenak. Risha ragu. “Lily harus dirawat Jadi Om Tama membantu mengurus pendaftarannya,” kata Risha. “Oh … begitu, aku kira Om Tama sudah pulang,” balas Lily. “Bunda, apa Bunda mau denger cerita? Aku tadi mimpi lho,”imbuh Lily seraya menampilkan wajah antusias. Namun, jantung Risha malah berdetak tak karuan mendengar omongan Lily. Mimpi apa Lily saat sedang sakit begini? Risha berharap bukan mimpi bertemu dengan kakek nenek atau buyutnya yang sudah tiada. “Lily mimpi apa?” tanya Risha dengan sedikit takut. “Aku mimpi Paman Haris datang,” ucap Lily. Risha teresenyum lega mendengar apa yang Lily mimpikan ternyata tida
Lily mengedipkan matanya seperti bingung menjawab pertanyaan Adhitama. Bulu mata lentik anak itu semakin membuat elok parasnya, hingga Adhitama tersenyum.Lily mengingatkan Adhitama bagaimana imutnya Risha saat kecil. Lily memandang ke arah Risha seolah memastikan sang bunda tidak sedang memerhatikan dia dan Adhitama.Risha yang sadar langsung membuang muka dan berpura-pura sibuk dengan ponsel di tangan.Lily kembali menatap Adhitama dan berkata pelan," Aku bingung, Bunda bilang Papa ada di tempat jauh, aku ga bisa ketemu Papa. Mungkin Bunda ga punya uang buat beli tiket pesawatnya."Risha masih bisa mendengar jelas ucapan Lily meskipun anak itu berbicara lirih. Dia memilih keluar dari kamar perawatan dan tak sadar Adhitama menoleh padanya.Adhitama hanya menatap punggung Risha sampai hilang di balik pintu.Apa yang ada dipikiran wanita itu?Adhitama memilih kembali fokus ke Lily, omongan anak itu membuat Adhitama sangat penasaran tentang bagaimana selama ini Risha menjalani hidup da
Risha masih memandang pesan itu dengan ekspresi bingung, hingga tiba-tiba ada panggilan masuk dari nomor yang mengiriminya pesan.Risha bimbang dan takut untuk menjawab nomor tak dikenal itu, hingga akhirnya memilih mematikan panggilan.Risha masih memandangi nomor yang menghubunginya, hingga beberapa saat kemudian nomor itu kembali mengirim pesan.[Risha, ini aku Niki.]Risha sangat terkejut karena ternyata itu nomor Niki. Dia akhirnya segera menghubungi balik nomor itu.“Syukurlah kamu menghubungiku. Aku pikir kamu tidak percaya kalau ini aku,” ucap Niki dari seberang panggilan.Risha tersenyum canggung meski Niki tidak akan mungkin melihatnya kemudian membalas, “Maaf, aku hanya terkejut karena ada nomor tak dikenal menghubungiku.”“Iya, aku paham. Kamu ke mana saja selama ini? Sekarang kamu di mana?” tanya Niki dari seberang panggilan.“Aku ada di rumah sakit,” jawab Risha.“Rumah sakit mana? Aku akan segera ke sana.”Risha memberitahukan rumah sakit tempat Lily dirawat. Setelah it
Sementara itu setelah pergi dari rumah sakit, Adhitama menuju rumah Risha untuk mengambil mobilnya lalu dia kembali ke hotel tempatnya menginap selama di Jogja. Saat baru saja masuk lobi, Adhitama terkejut melihat Sevia yang sedang duduk di sofa depan meja resepsionis. Adhitama memilih membiarkan saja Sevia. Dia berpura-pura tak melihat, lantas berjalan cepat menuju lift untuk menghindari wanita itu. Namun, siapa sangka Sevia melihat lalu memanggil. “Mas Adhitama!” Adhitama mendengkus kasar, mau tak mau akhirnya menoleh. Dia melihat Sevia yang berjalan semringah menghampiri dirinya. “Kenapa kamu di sini? Kamu tahu kalau kita tidak boleh terlihat terlalu dekat karena bisa saja ada gosip yang tidak enak,” ucap Adhitama takut ada paparazi yang memergoki Sevia di sana bersamanya. “Bukankah sudah banyak gosip yang beredar tentang kita, kenapa Mas Adhitama takut?” Sevia membalas dengan enteng. Adhitama malas menanggapi Sevia. Dia akhirnya memilih meninggalkan Sevia begitu saja
Sesampainya di Jogja, Adhitama meminta sopir yang menjemput untuk mengantar mereka ke hotel yang sudah Adhitama pesan. “Kenapa tidak ke rumah?” tanya Risha terkejut. Andre tampak biasa. Dia hanya melirik sekilas ke Adhitama yang duduk di belakang bersama Risha dan Lily. “Kemarin kamu bilang pembantumu sedang ke luar kota, jadi tidak ada yang membersihkan rumah. Aku takut rumahnya berdebu dan kalian bisa alergi,” ujar Adhitama menjelaskan. “Aku sudah bilang kalau Si mbok udah balik ke rumah,” kata Risha mengingatkan. “Aku sudah terlanjur booking kamar, sudah menginap saja di hotel, lagi pula hanya beberapa hari,” balas Adhitama tetap kukuh menginap di hotel. Risha menghela napas kasar. Akhirnya dia pasrah saja. Mereka sampai di hotel dan langsung pergi ke kamar yang dipesan. Saat Andre hendak masuk kamar, Adhitama mencegah asistennya itu. “Aku mau bicara sebentar,” kata Adhitama. “Apa, Pak?” tanya Andre. “Aku nitip Lily,” kata Adhitama lalu berlalu pergi. Andre terkejut kar
Pagi itu. Adhitama bersiap-siap untuk pergi ke perusahaan. Dia sedang mengikat dasi, lalu menoleh pada Risha yang sedang mengambilkan jas miliknya. “Oh ya sayang, aku akan pergi ke Jogja untuk mengurus pekerjaan,” kata Adhitama. Risha mengambil jas yang tergantung di lemari, lalu menoleh pada Adhitama sambil bertanya, “Kapan Mas Tama pergi? Aku mau ikut, sekalian melihat kantor di sana.” “Tapi bukan weekend, lusa aku berangkat,” jawab Adhitama. “Ya sudah, tidak apa-apa. Nanti aku ikut sama Lily juga, sekali-kali Lily libur juga tidak apa-apa. Sepertinya dia juga butuh liburan,” ucap Risha. “Oke kalau begitu. Nanti akan aku minta Andre untuk memesankan tiket untuk kalian juga,” ujar Adhitama sambil mengembangkan senyum. “Iya, tapi jangan beritahu Lily dulu ya Mas, takutnya dia nanti heboh." Risha tahu bagaimana sifat Lily, bisa-bisa anak itu akan menanyakan setiap detik kapan mereka pergi. Adhitama tersenyum penuh arti kemudian mengangguk paham. Adhitama akhirnya berangkat ke
Setelah makan malam yang sedikit menegangkan itu, Haris dan Alma beranjak pulang. Risha dan Adhitama juga memilih mengantar keduanya sampai ke halaman. “Hati-hati di jalan,” ucap Risha bersamaan dengan Haris dan Alma yang berjalan menuju mobil.Alma mengangguk lalu masuk mobil, begitu juga dengan Haris.Haris melajukan mobil meninggalkan rumah Risha. Sepanjang perjalanan, Haris melihat Alma terus saja diam. Sikap Alma membuatnya berpikir, apakah gadis itu marah karena tindakan tegasnya ke staf HRD.“Apa kamu marah?” tanya Haris untuk memastikan.“Tidak,” jawab Alma dengan suara agak lirih.Haris diam sejenak, berpikir jika Alma sudah menjawab seperti itu artinya dia tidak perlu memperpanjang masalah.“Bagaimana tadi, apa kamu sudah dapat baju untuk pernikahan kita?” tanya Haris. Untuk memecah rasa canggung dia memilih membahas hal lainnya.“Belum karena tadi Kak Risha harus menjemput Lily yang sakit,” jawab Alma dengan suara datar.Haris merasa Alma bersikap sedikit aneh. Dia kembal
Tanpa memberitahu, Malam harinya Haris menjemput Alma di rumah Risha. Saat sampai di sana, dia pergi ke kamar Lily dan bocah itu langsung meminta gendong karena masih sakit. “Kenapa badannya hangat?” tanya Haris saat menggendong Lily. “Dia demam, makanya tadi dijemput dari sekolah,” jawab Risha. Haris kaget, lalu menoleh Lily yang menyandarkan kepala di pundak. “Lily sakit? Sudah minum obat belum?” tanya Haris. “Sudah,” jawab Lily. "Lily bobok aja ya." Haris membujuk. Lily menggeleng lalu berkata," Lily maunya digendong Paman Haris.” Haris memeluk Lily, membiarkan anak itu bersikap manja, lalu kembali membujuk dan mengajak Lily berbaring di kasur. Haris mengambil buku cerita di nakas kemudian membacakan cerita untuk Lily. Alma juga ada di sana, ikut mendengarkan Haris bercerita. “Aku tinggal sebentar,” kata Risha pamit dan Alma membalasnya dengan anggukan kepala. Risha berjalan keluar dari kamar Lily. Saat menuruni anak tangga, dia melihat Adhitama yang baru
Hari itu Risha mengajak Alma pergi ke butik untuk melihat baju pernikahan. Mereka sudah ada di butik dan sedang melihat-lihat katalog untuk memilih model mana yang cocok.Saat masih memilih, Alma memberanikan diri untuk mengajak Risha mengobrol. “Kak, entah ini hanya perasaanku saja atau memang benar, tapi aku lihat akhir-akhir ini Lily jadi pemurung, apa ada masalah?” tanya Alma sambil mengalihkan tatapan dari desain gaun di katalog ke Risha. “Bukan masalah besar. Dia hanya sedih karena Audrey sudah tidak bekerja dengan kami lagi dan juga dia kehilangan adiknya,” jawab Risha. Alma mengangguk-angguk paham. Dia merasa bersimpati dan kasihan. “Mungkin nanti kalau anakku lahir, aku akan minta Lily yang memberinya nama supaya Lily senang dan sedikit terhibur,” ujar Alma. Risha terkejut sampai menoleh Alma. “Jangan, bisa-bisa nanti anakmu malah diberi nama yang aneh-aneh Sama Lily.” Alma tertawa kecil mendengar jawaban Risha. Mereka masih sibuk mengobrol sambil melihat-lihat baju
Pagi itu Lily pergi ke rumah sakit untuk menemui Risha. Dia sangat tidak sabar, sampai-sampai berjalan dengan cepat agar bisa segera menemui Risha. “Bunda!” Lily berlari ke arah ranjang ketika sampai di ruang inap Risha. Risha terkejut tapi juga senang karena Lily ada di sana. “Bunda, adiknya Lily sudah tidak ada, ya?” tanya Lily dengan tatapan sedih. Risha mengangguk. “Bunda nggak akan sakit lagi, kan?” tanya Lily lagi. “Iya,” balas Risha sambil memulas senyum. Adhitama mendekat, lalu mengusap rambut Lily dengan lembut. “Kenapa hari ini Lily tidak mau sekolah?” tanya Risha. “Nggak mau, Lily maunya sama Bunda,” jawab Lily sambil memainkan telunjuk di atas sprei. Adhitama dan Risha saling tatap. “Bagaimana di rumah Kakek Roshadi? Apa di sana seru?” tanya Adhitama. Lily hanya diam menunduk, tapi kemudian menjawab, “Iya Kakek Roshadi juga punya kolam ikan.” “Iya, Kakek membuat itu spesial untuk Lily karena Lily suka sama ikan Koi,” balas Adhitama. “Em ... kalau Lily suka di
Alma tak langsung pulang setelah menitipkan barangnya ke mobil Andre. Dia masih menyelesaikan pekerjaannya sampai pukul lima. “Permisi Pak, aku izin pulang dulu,” pamit Alma.“Apa kamu sudah mengecek semuanya? siapa tahu masih ada barang yang tertinggal?” tanya Haris memastikan.Alma menggelengkan kepala.“Sudah tidak ada, semua barangnya sudah aku titipkan ke mobil Andre,” jawab Alma.Haris mengerutkan dahi.“Aku pulang dulu,” kata Alma lagi. Dia merasa sedikit canggung dan tetap memutar tumit pergi dari ruangan Haris.Saat Alma akan meraih gagang pintu, Haris mencegah dan berkata, “Besok lagi tidak ada titip-titip barang ke pria lain.”Alma menoleh dan hanya tersenyum sambil mengangguk. Dia pergi meninggalkan Haris.Alma turun ke lobi, saat sampai di sana sudah ada Andre yang menunggunya.“Ayo pulang,” kata Andre.Alma mengangguk. Dia dan Andre berjalan keluar dari lobi secara bersamaan.Saat mereka sedang berjalan, Alma mendengar ada dua staf yang berbisik-bisik menggunjing diriny
Di sisi lain, Risha dan Adhitama pergi mengantar Lily ke sekolah. Risha menoleh Lily yang duduk di bangku belakang, sedikit ragu untuk bicara. “Nanti Bunda sama Papa tidak bisa jemput Lily, jadi Kakek Roshadi yang jemput, ya.” Risha berpesan lebih dulu agar Lily tidak bingung. “Iya,” balas Lily tanpa bertanya Risha mau ke mana. Risha mengusap lembut rambut Lily lalu mencium kening anak itu. Setelahnya dia melambai pada Lily yang sedang masuk ke gedung sekolah. Risha dan Adhitama meninggalkan sekolah Lily, mereka pergi ke rumah sakit sesuai dengan jadwal yang diberikan dokter. Risha sudah mendapat kamar karena mendaftar lebih dulu sebelumnya. “Mas Tama kalau mau pulang tidak apa-apa, misal mau kerja atau apa. Aku tidak apa-apa di sini sendirian,” ucap Risha setelah berada di kamar inap. “Tidak, aku mau di sini menemanimu,” balas Adhitama. “Tindakannya masih nanti sore, jadi semisal Mas Tama ingin mengurus pekerjaan dulu juga tidak apa-apa,” ucap Risha lagi. “Tadi pag
Pagi itu Alma datang ke perusahaan untuk mengemasi barang-barangnya. Dia melihat beberapa rekan kerjanya masih seperti kemarin, menatapnya sinis, tapi Alma tidak peduli.Alma bergegas menuju ruang kerjanya, fokus membereskan barang-barang. Saat dia masih memasukkan barangnya ke kardus, Haris tampak datang dan langsung membantunya.“Biar aku saja,” kata Alma sambil meraih barangnya dari tangan Haris.“Tidak apa-apa,” balas Haris. Pria itu tersenyum dan bersikeras tetap ingin membantu.Alma tidak bisa mengelak, akhirnya dia membiarkan Haris membantu mengemas barang-barang miliknya.Saat sedang membereskan barang, ponsel di meja Alma berdering. Alma agak tak enak hati saat melihat nama Andre terpampang di sana.“Jawab saja,” kata Haris saat melihat Alma seperti berpikir.Alma mengangguk lalu menjawab panggilan dari Andre.“Halo," sapa Alma.“Aku diberitahu kalau kamu diminta datang ke ruang HRD,” kata Andre dari seberang panggilan."Oh iya, terima kasih sudah memberitahuku,” balas Alma,