Mendengar tawaran Adhitama sontak saja Lily membuka mulutnya lebar. Risha yang khawatir hanya bisa memandang apa yang Adhitama lakukan. Risha berpikir mungkinkah Adhitama akan memberitahu Lily sekarang?Risha belum siap dengan reaksi Lily saat tahu Adhitama adalah papanya. Risha takut akan muncul pertanyaan-pertanyan kritis dari bibir putrinya yang cerdas itu.Untuk saat ini Risha menyadari tidak bisa melakukan apa-apa. Dia mencoba mengambil sisi positif atas tindakan Adhitama.Lily menghabiskan makanannya, tapi baru saja Adhitama menyerahkan piring kosong ke Risha, Lily sudah bicara."Makanku sudah habis, sekarang Om harus nepatin janji." Lily menagih ucapan Adhitama."Mana Papa aku Om?" imbuh anak itu lagi.Jantung Risha berdebar-debar menunggu reaksi Adhitama. Dia terus memandang pria itu yang tampak merogoh saku celana.Adhitama mengeluarkan ponsel. Risha masih diam mengamati, penasaran apa yang akan dilakukan oleh Adhitama.Adhitama menunjukkan foto ke Lily sambil berkata," in
Adhitama menoleh menatap datar ke Sevia, lalu tanpa bicara meninggalkan wanita itu begitu saja.Sevia hanya diam melihat Adhitama pergi. Dia masih di sana diam cukup lama, tanpa terlihat berniat ingin pergi.Di kamar inap Lily. Niki masih di sana menemani Risha, hingga cukup lama keduanya saling bercerita dan tiba-tiba Risha meminta Niki untuk menjaga Lily.“Aku mau mengambil pakaian ganti dulu, kasihan juga pembantuku tadi aku tinggal begitu saja. Setelah selesai aku pasti akan langsung ke sini lagi. Jadi tolong jaga Lily dulu sebentar, ya,” pinta Risha ke Niki.“Oke, kamu tenang saja,” balas Niki. Tentu saja dia dengan sukarela membantu Risha.Risha tersenyum mendengar balasan Niki. Dia lantas keluar dari kamar inap Lily untuk pulang mengambil beberapa pakaian dan barang penting, hingga saat baru saja menginjakkan kaki di luar, Risha melihat Sevia yang ternyata masih ada di sana.Risha cukup terkejut melihat Sevia berdiri saat melihatnya, tapi Risha berusaha mengabaikan lantas memil
Sevia penuh semangat mendekat ke arah pintu kamarnya. Dia mengenakan baju kekurangan bahan dengan kimono tipis di bagian luar dan penuh percaya diri hendak menyambut kedatangan Adhitama. Namun, saat membuka pintu bukannya Adhitama yang Sevia lihat melainkan Tere. Manager Sevia itu langsung mendorong tubuh Sevia masuk dan menutup pintu. "Apa kamu sudah gila? Di mana akal sehatmu?" Sevia kebingungan, masih hendak memastikan keberadaan Adhitama tapi Tere menahannya. "Apa Mas Adhitama di luar?" Sevia bertanya karena penasaran. "Kamu memang gila Sev! Dia tadi memang ada di depan pintu kamarmu tapi melihatku dia pergi," kata Tere. "Apa-apaan ini? Kenapa kamu memakai baju macam begini? Sebenernya apa hubunganmu dengan Pak Adhitama? Benarkah rumor itu? Sevia bungkam tapi Tere masih mencecar. "Kenapa tidak jawab? Apa selama ini kamu memang memiliki hubungan spesial dengan Pak Adhitama? Jadi kamu bohong padaku?" Tere menatap curiga Sevia. Sevia enggan menjawab, dia memilih me
Setelah perawat memberitahu, Risha dan Adhitama bergegas menemui dokter yang menangani Lily. Risha duduk bersisian dengan Adhitama di depan dokter, dia harap-harap cemas mendengar apa yang akan dokter katakan. “Sebelumnya saya ingin bertanya lagi, dari keluarga pihak ayah atau ibu ya yang memiliki history kanker?” tanya dokter. “Dari saya Dok, ayah saya meninggal karena leukimia,” jawab Risha sambil meremat tas yang ada di pangkuan. Adhitama terkejut mendengar jawaban Risha, pernyataan Risha dan pertanyaan dokter membuat pikiran Adhitama semakin ke mana-mana. “Sebenarnya ada apa dengan Lily? Bagaimana hasil tesnya?” tanya Adhitama tak sabaran karena cemas. "Bukankah dia baik-baik saja?" Dokter menatap Adhitama dan Risha bergantian, lalu menjelaskan, “Ini hanya kemungkinan saja, karena bagaimanapun tanpa pemeriksaan menyeluruh, saya tidak bisa mendiagnosa."Risha dan Adhitama diam mendengarkan."Untuk itu saya sarankan Lily menjalani pemeriksaan lebih dalam, tapi sayangnya
Adhitama mendekat ke Risha, hendak menyentuh pundak tapi Risha lebih dulu menoleh. "Apa kamu baik-baik saja?" tanya Adhitama. Seharusnya sejak dulu Adhitama menunjukkan perhatian seperti ini ke Risha. "Menurutmu?" balas Risha. "Lily akan baik-baik saja, aku yakin dia tidak mengidap penyakit seperti itu." "Apa kamu Tuhan?" ketus Risha. "Tidak usah lagi bicara padaku." Risha meninggalkan Adhitama masuk ke ruang perawatan Lily. Dia cukup terpukul meski penyakit Lily belum pasti. Hari berikutnya Lily sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Untuk pemeriksaan lebih lanjut, Dokter membawakan beberapa lembar surat untuk proses administrasi Lily nanti. Risha sendiri masih cemas dengan kondisi Lily, sehingga dia membiarkan saja Adhitama terus membersamai mereka. Risha tidak menolak saat Adhitama menjemputnya dan Lily di rumah sakit. Risha sadar tidak mungkin terus merepotkan Niki yang juga memiliki urusan sendiri. "Jadi kapan kita ke Jakarta Bunda?" Suara Lily yang
Risha dan Haris benar-benar pergi ke ruang kerja Risha, meninggalkan Adhitama sendirian. Saat sampai di ruang kerja, Risha memegangi kening karena merasa sangat pusing. Haris memperhatikan Risha. Haris mengerti bagaimana perasaan Risha saat ini. “Aku sudah memberikan surat cerai ke Mas Tama, tapi dia tetap tidak mau menandatanganinya,” ucap Risha sambil menatap Haris. “Lalu apa rencanamu sekarang?” tanya Haris. Risha mengembuskan napas kasar karena merasa beban hidupnya kembali berat karena kedatangan Adhitama. Risha pikir setelah dia muncul lagi, Adhitama akan dengan sukarela bercerai darinya, tapi ternyata pria itu malah bersikap sebaliknya. “Aku tidak bisa melakukan ini sendiri, jadi aku akan minta saja pengacara untuk mengurusnya,” jawab Risha. Haris mengangguk-angguk mendengar jawaban Risha, lalu kembali mendengar adik angkatnya itu bicara. “Aku juga bingung dan takut dengan kondisi Lily. Bagaimana kalau Lily sakit seperti Papa?” tanya Risha sambil menatap send
Risha berpikir sejenak mendengar pilihan Lily yang ternyata di luar dugaan. Risha hendak buka suara, tapi Adhitama lebih dulu bicara ke Lily. "Kalau cuma kolam ikan koi, Papa bisa buatkan untuk Lily, halaman belakang rumah kita besar, bahkan kalau mau Papa buatkan play ground." Kening Risha berkerut mendengar tawaran Adhitama ke Lily. Entah kenapa jika ke putrinya pria itu mau banyak bicara. Risha tak ingin Lily sampai terpengaruh bujukan Adhitama, dia sudah membuka mulut hendak berkomentar tapi kini giliran Haris yang bicara. "Di rumah Paman sudah ada kolam, kita tinggal beli ikan koinya," ucap Haris. Haris memandang Adhitama yang memicingkan mata setelah bicara ke Lily. Wajah Adhitama sudah masam. Sementara itu Risha bingung karena dua pria yang satu meja makan dengannya ini malah seperti memperebutkan Lily. Kini Lily bingung memilih, anak itu sampai menggaruk kepala lantas menoleh ke Risha. "Bunda aku bingung milihnya," cicit Lily. "Kalau begitu kita tinggal di
Risha melihat pintu kamar yang biasa ditempati Haris di rumahnya tidak tertutup, Risha lantas membuka pintu itu lebar-lebar lalu masuk.Risha tak kaget mendapati Adhitama duduk di atas ranjang. Dia membiarkan saja Adhitama dan berjalan menuju lemari untuk mengambil selimut baru.Adhitama juga hanya memandangi Risha tanpa bicara. Adhitama kesal melihat perhatian Risha yang begitu besar ke Haris.“Kamu itu sebenarnya tahu tidak,kalau Haris punya perasaan ke kamu?”Risha yang memeluk selimut sambil melangkah menuju pintu kaget mendengar pertanyaan Adhitama.Adhitama sudah jauh berbeda. Apa sekarang mengajaknya bicara menjadi hobi pria itu?Lalu ke mana saja dulu? Kenapa saat Risha meminta penjelasan mulut Adhitama selalu saja bungkam?Bahkan selama dua tahun menikah, Risha yang sering mengajak Adhitama bicara lebih dulu.“Bukan urusanmu, berhentilah mengajakku bicara! Kamu sekarang bawel dan mengganggu,” ketus Risha.“Berhenti!” Adhitama memberikan perintah dan Risha seketika membeku di
Ternyata, saat Andre tidur, Adhitama mengajak Risha dan Lily pergi keluar. Mereka pergi ke alun-alun kidul Jogja dan duduk-duduk di sana.Lily sangat senang. Anak itu sibuk bermain gelembung sabun sampai tertawa begitu bahagia. Dia berlari-lari sambil tertawa senang mengejar gelembung yang berterbangan tertiup angin.“Padahal sudah malam, tapi anak-anak masih betah main begituan,” kata Risha mengamati beberapa anak kecil yang juga bermain gelembung seperti Lily.“Namanya juga anak-anak,” balas Adhitama.Mereka duduk memakai tikar plastik yang tadi dibeli dari penjual seharga sepuluh ribu. Risha hanya tersenyum menanggapi balasan Adhitama dan terus memperhatikan Lily yang sedang bermain.Sudah lama tidak melihat Lily sesenang itu saat berlarian. Risha lega putrinya bisa kembali ceria. Risha masih memandang ke arah Lily, lalu melihat anak itu berbicara dengan anak kecil seusianya.Adhitama juga memperhatikan sang putri, sebelum memalingkan pandangan lalu menyandarkan kepala di pundak Ri
Sesampainya di Jogja, Adhitama meminta sopir yang menjemput untuk mengantar mereka ke hotel yang sudah Adhitama pesan. “Kenapa tidak ke rumah?” tanya Risha terkejut. Andre tampak biasa. Dia hanya melirik sekilas ke Adhitama yang duduk di belakang bersama Risha dan Lily. “Kemarin kamu bilang pembantumu sedang ke luar kota, jadi tidak ada yang membersihkan rumah. Aku takut rumahnya berdebu dan kalian bisa alergi,” ujar Adhitama menjelaskan. “Aku sudah bilang kalau Si mbok udah balik ke rumah,” kata Risha mengingatkan. “Aku sudah terlanjur booking kamar, sudah menginap saja di hotel, lagi pula hanya beberapa hari,” balas Adhitama tetap kukuh menginap di hotel. Risha menghela napas kasar. Akhirnya dia pasrah saja. Mereka sampai di hotel dan langsung pergi ke kamar yang dipesan. Saat Andre hendak masuk kamar, Adhitama mencegah asistennya itu. “Aku mau bicara sebentar,” kata Adhitama. “Apa, Pak?” tanya Andre. “Aku nitip Lily,” kata Adhitama lalu berlalu pergi. Andre terkejut kar
Pagi itu. Adhitama bersiap-siap untuk pergi ke perusahaan. Dia sedang mengikat dasi, lalu menoleh pada Risha yang sedang mengambilkan jas miliknya. “Oh ya sayang, aku akan pergi ke Jogja untuk mengurus pekerjaan,” kata Adhitama. Risha mengambil jas yang tergantung di lemari, lalu menoleh pada Adhitama sambil bertanya, “Kapan Mas Tama pergi? Aku mau ikut, sekalian melihat kantor di sana.” “Tapi bukan weekend, lusa aku berangkat,” jawab Adhitama. “Ya sudah, tidak apa-apa. Nanti aku ikut sama Lily juga, sekali-kali Lily libur juga tidak apa-apa. Sepertinya dia juga butuh liburan,” ucap Risha. “Oke kalau begitu. Nanti akan aku minta Andre untuk memesankan tiket untuk kalian juga,” ujar Adhitama sambil mengembangkan senyum. “Iya, tapi jangan beritahu Lily dulu ya Mas, takutnya dia nanti heboh." Risha tahu bagaimana sifat Lily, bisa-bisa anak itu akan menanyakan setiap detik kapan mereka pergi. Adhitama tersenyum penuh arti kemudian mengangguk paham. Adhitama akhirnya berangkat ke
Setelah makan malam yang sedikit menegangkan itu, Haris dan Alma beranjak pulang. Risha dan Adhitama juga memilih mengantar keduanya sampai ke halaman. “Hati-hati di jalan,” ucap Risha bersamaan dengan Haris dan Alma yang berjalan menuju mobil.Alma mengangguk lalu masuk mobil, begitu juga dengan Haris.Haris melajukan mobil meninggalkan rumah Risha. Sepanjang perjalanan, Haris melihat Alma terus saja diam. Sikap Alma membuatnya berpikir, apakah gadis itu marah karena tindakan tegasnya ke staf HRD.“Apa kamu marah?” tanya Haris untuk memastikan.“Tidak,” jawab Alma dengan suara agak lirih.Haris diam sejenak, berpikir jika Alma sudah menjawab seperti itu artinya dia tidak perlu memperpanjang masalah.“Bagaimana tadi, apa kamu sudah dapat baju untuk pernikahan kita?” tanya Haris. Untuk memecah rasa canggung dia memilih membahas hal lainnya.“Belum karena tadi Kak Risha harus menjemput Lily yang sakit,” jawab Alma dengan suara datar.Haris merasa Alma bersikap sedikit aneh. Dia kembal
Tanpa memberitahu, Malam harinya Haris menjemput Alma di rumah Risha. Saat sampai di sana, dia pergi ke kamar Lily dan bocah itu langsung meminta gendong karena masih sakit. “Kenapa badannya hangat?” tanya Haris saat menggendong Lily. “Dia demam, makanya tadi dijemput dari sekolah,” jawab Risha. Haris kaget, lalu menoleh Lily yang menyandarkan kepala di pundak. “Lily sakit? Sudah minum obat belum?” tanya Haris. “Sudah,” jawab Lily. "Lily bobok aja ya." Haris membujuk. Lily menggeleng lalu berkata," Lily maunya digendong Paman Haris.” Haris memeluk Lily, membiarkan anak itu bersikap manja, lalu kembali membujuk dan mengajak Lily berbaring di kasur. Haris mengambil buku cerita di nakas kemudian membacakan cerita untuk Lily. Alma juga ada di sana, ikut mendengarkan Haris bercerita. “Aku tinggal sebentar,” kata Risha pamit dan Alma membalasnya dengan anggukan kepala. Risha berjalan keluar dari kamar Lily. Saat menuruni anak tangga, dia melihat Adhitama yang baru
Hari itu Risha mengajak Alma pergi ke butik untuk melihat baju pernikahan. Mereka sudah ada di butik dan sedang melihat-lihat katalog untuk memilih model mana yang cocok.Saat masih memilih, Alma memberanikan diri untuk mengajak Risha mengobrol. “Kak, entah ini hanya perasaanku saja atau memang benar, tapi aku lihat akhir-akhir ini Lily jadi pemurung, apa ada masalah?” tanya Alma sambil mengalihkan tatapan dari desain gaun di katalog ke Risha. “Bukan masalah besar. Dia hanya sedih karena Audrey sudah tidak bekerja dengan kami lagi dan juga dia kehilangan adiknya,” jawab Risha. Alma mengangguk-angguk paham. Dia merasa bersimpati dan kasihan. “Mungkin nanti kalau anakku lahir, aku akan minta Lily yang memberinya nama supaya Lily senang dan sedikit terhibur,” ujar Alma. Risha terkejut sampai menoleh Alma. “Jangan, bisa-bisa nanti anakmu malah diberi nama yang aneh-aneh Sama Lily.” Alma tertawa kecil mendengar jawaban Risha. Mereka masih sibuk mengobrol sambil melihat-lihat baju
Pagi itu Lily pergi ke rumah sakit untuk menemui Risha. Dia sangat tidak sabar, sampai-sampai berjalan dengan cepat agar bisa segera menemui Risha. “Bunda!” Lily berlari ke arah ranjang ketika sampai di ruang inap Risha. Risha terkejut tapi juga senang karena Lily ada di sana. “Bunda, adiknya Lily sudah tidak ada, ya?” tanya Lily dengan tatapan sedih. Risha mengangguk. “Bunda nggak akan sakit lagi, kan?” tanya Lily lagi. “Iya,” balas Risha sambil memulas senyum. Adhitama mendekat, lalu mengusap rambut Lily dengan lembut. “Kenapa hari ini Lily tidak mau sekolah?” tanya Risha. “Nggak mau, Lily maunya sama Bunda,” jawab Lily sambil memainkan telunjuk di atas sprei. Adhitama dan Risha saling tatap. “Bagaimana di rumah Kakek Roshadi? Apa di sana seru?” tanya Adhitama. Lily hanya diam menunduk, tapi kemudian menjawab, “Iya Kakek Roshadi juga punya kolam ikan.” “Iya, Kakek membuat itu spesial untuk Lily karena Lily suka sama ikan Koi,” balas Adhitama. “Em ... kalau Lily suka di
Alma tak langsung pulang setelah menitipkan barangnya ke mobil Andre. Dia masih menyelesaikan pekerjaannya sampai pukul lima. “Permisi Pak, aku izin pulang dulu,” pamit Alma.“Apa kamu sudah mengecek semuanya? siapa tahu masih ada barang yang tertinggal?” tanya Haris memastikan.Alma menggelengkan kepala.“Sudah tidak ada, semua barangnya sudah aku titipkan ke mobil Andre,” jawab Alma.Haris mengerutkan dahi.“Aku pulang dulu,” kata Alma lagi. Dia merasa sedikit canggung dan tetap memutar tumit pergi dari ruangan Haris.Saat Alma akan meraih gagang pintu, Haris mencegah dan berkata, “Besok lagi tidak ada titip-titip barang ke pria lain.”Alma menoleh dan hanya tersenyum sambil mengangguk. Dia pergi meninggalkan Haris.Alma turun ke lobi, saat sampai di sana sudah ada Andre yang menunggunya.“Ayo pulang,” kata Andre.Alma mengangguk. Dia dan Andre berjalan keluar dari lobi secara bersamaan.Saat mereka sedang berjalan, Alma mendengar ada dua staf yang berbisik-bisik menggunjing diriny
Di sisi lain, Risha dan Adhitama pergi mengantar Lily ke sekolah. Risha menoleh Lily yang duduk di bangku belakang, sedikit ragu untuk bicara. “Nanti Bunda sama Papa tidak bisa jemput Lily, jadi Kakek Roshadi yang jemput, ya.” Risha berpesan lebih dulu agar Lily tidak bingung. “Iya,” balas Lily tanpa bertanya Risha mau ke mana. Risha mengusap lembut rambut Lily lalu mencium kening anak itu. Setelahnya dia melambai pada Lily yang sedang masuk ke gedung sekolah. Risha dan Adhitama meninggalkan sekolah Lily, mereka pergi ke rumah sakit sesuai dengan jadwal yang diberikan dokter. Risha sudah mendapat kamar karena mendaftar lebih dulu sebelumnya. “Mas Tama kalau mau pulang tidak apa-apa, misal mau kerja atau apa. Aku tidak apa-apa di sini sendirian,” ucap Risha setelah berada di kamar inap. “Tidak, aku mau di sini menemanimu,” balas Adhitama. “Tindakannya masih nanti sore, jadi semisal Mas Tama ingin mengurus pekerjaan dulu juga tidak apa-apa,” ucap Risha lagi. “Tadi pag