Beranda / Rumah Tangga / Aku Ibumu, Nak! / Bab 2. Kurang Ajar

Share

Bab 2. Kurang Ajar

Penulis: Eka Sa'diyah
last update Terakhir Diperbarui: 2023-06-30 20:48:10

Panggilan kedua tak ada sahutan dari Weni. Terpaksa Faridah mengambil kembali secarik kertas berisi nomor telepon Fatma memanggilnya untuk meminta bantuan. Tak ada lagi yang bisa dimintai bantuan kecuali Fatma.

"Fat, ini ibu. Ibu boleh minta bantuan padamu?"

"Ibu kenapa, kok sepertinya ibu sedang kesulitan," Fatma berhasil menebak kondisi Faridah saat ini.

"Tolong jualkan gelang emas yang ibu titipkan padamu. Keynan sakit dan harus dirawat sedangkan Kakakmu dari tadi tak bisa dihubungi!"

"Ba, baik, Bu." Tanpa banyak alasan, Fatma segera menjual gelang emas milik ibunya yang dititipkan kepadanya sebelum berangkat ke kota bersama Weni.

Hari semakin sore dan Weni tak kunjung datang ke puskesmas. Bahkan seharian perut Faridah belum terisi makanan apapun. Tak berapa lama Fatma datang bersama suaminya membesuk Keynan. Tak lupa Fatma membawa hasil penjualan gelang dan akan menyerahkannya kepada Ibunya. Faridah cukup lega melihat kedatangan Fatma.

"Assalamu alaikum, Bu!" Fatma dan Ridho mencium punggung telapak tangan ibunya. Perjalanan dari kampung ke kota hanya memakan waktu dua jam perjalanan.

"Waalaikum salam. Maafkan ibu merepotkan kalian, Nak," Faridah sendiri tak sampai hati sebenarnya meminta Fatma datang ke kota mengantarkan uang. Namun keadaan tak bisa berpaling hingga terpaksa meminta bantuan Fatma.

"Bu, ini nasi kuning untuk ibu makan. Tadi Ridho dapat dari wali murid yang sedang merayakan anaknya khatam Al Quran," sahut Ridho seraya memberikan satu kantong plastik berwarna hitam kepada Fatma. Jujur saja, hati Fatma teriris melihat kebaikan anak keduanya meski keadaannya cukup sulit.

"Terima kasih, Nak. Semoga kehidupan kalian selalu diberkahi Allah," hampir saja Faridah menitikkan air matanya.

"Aamiin, terima kasih, Bu. Hanya doa ibu yang akan memberikan beribu-ribu kebaikan kepada keluarga kami!" Sahut Ridho.

"Mama," suara Keynan terdengar lemah sedang memanggil ibunya. Hingga menjelang malam, Weni dan Arif sama sekali belum terlihat batang hidungnya. Faridah mencoba menenangkan Keynan sedangkan Fatma kembali menghubungi kakaknya. Berkali-kali panggilan darinya diabaikan bahkan ditolak begitu saja.

"Tidak diangkat, Bu!" Lutut Faridah terasa lemas dengan keadaan Keynan yang memanggil ibunya tanpa henti.

"Biar Fatma yang datang ke rumah Mbak Weni, Bu!" Ridho setuju dengan usulan istrinya.

Gegas Ridho dan Fatma menuju ke kediaman kakaknya dengan menggunakan motor bebek milik Ridho. Betapa terkejutnya ketika sampai di rumah Weni, rumah terdengar begitu ramai. Seperti sedang ada acara di rumahnya.

"Apa kita tidak salah rumah, Dek?" Ridho ragu melihat rumah Weni. Tak mungkin mengadakan acara di saat anaknya sedang dirawat di rumah sakit.

"Tidak, Mas. Itu ada mobil milik Mbak Weni. Pasti sedang ada acara di sini!" Fatma tak peduli dengan sikap kakaknya setelah kedatangannya.

Tok tok

Fatma mengetuk daun pintu yang terbuka sambil melihat penampilan Weni saat ini. Layaknya sedang ada sebuah pesta kecil di ruang tamu. Kakak iparnya juga berada di sana mengobrol dengan rekannya juga.

"Fatma, kenapa kamu kesini?" Weni melihat penampilan Fatma dari atas kebawah. Meski bersaudara, penampilan mereka sangat berbeda. Fatma memakai rok panjang dan kemeja panjang, tak lupa jilnab ukuran besar dia kenakan.

"Kak, Keynan sakit dan sekarang dirawat!" Fatma tak melihat rasa khawatir di wajah Weni.

"Oh! Yang penting dia dirawat dengan baik sama Dokter kan?" Ucapan Weni sama sekali membuat Fatma tak percaya. Setega itukah Weni kepada Keynan, anak kandungnya sendiri?

"Tapi, Kak!"

"Sudahlah, pergi sana! Lagian kedatanganmu kesini cukup memalukan. Penampilanmu kayak gembel begitu!" Weni mendorong Fatma hingga mundur beberapa langkah. Fatma berusaha menenangkan dirinya atas tindakan Weni padanya. Bahkan pintu yang tadinya dibiarkan terbuka kini ditutup sempurna layaknya kedatangan seorang pengemis.

Fatma kecewa, berkali-kali mengusap dadanya supaya lebih tenang. Ridho bahkan tak menyangka jika kakak iparnya bisa setega itu kepada anaknya. Ridho dan Fatma kembali ke rumah sakit membawa kekecewaan dan rasa sedih. Keynan sangat membutuhkan ibunya namun sama sekali kedua orang tuanya tak ada yang peduli.

Faridah sudah tahu jawabannya ketika Fatma dan Ridho datang tanpa diikuti Weni dan Aris. Hanya nafas besar yang bisa dihembuskan. Keyna sudah lebih tenang karena Faridah menenangkannya.

"Kakakmu tak mau datang?" Fatma hanya menggeleng pelan. Dibelainya rambut Keynan yang sudah lelap dalam tidurnya. Hampir tuga tahun semenjak keguguran di kehamilan pertama, Fatma belum lagi diamanahkan untuk hamil lagi. Hanya doa yang dipanjatkan setiap malam demi mendapatkan seorang buah hati dalam pernikahannya. Fatma menceritakan perlakuan kakaknya kepada dirinya saat dia datang.

Ridho dan Fatma malam ini menemani Faridah menginap di Puskesmas. Meski tak nyaman karena harus tidur di lantai namun Faridah cukup tenang bisa bersama cucunya.

Keesokan harinya, Faridah berharap Weni datang membesuk anaknya namun sama sekali tidak ada tanda-tanda kedatangan Weni dan Aris. Ridho segera membeli sarapan untuk ibu mertua dan istrinya.

"Nak, meskipun kelak hidup kalian bergelimang harta, jangan pernah lupakan ibadah dan keluarga kalian!" Ridho mengangguk dan tersenyum mendengar nasihat ibu mertuanya.

"Bu, maafkan Ridho karena hari ini ada tugas mengajar. Biar Fatma yang menemani Ibu menjaga Keynan."

Faridah memahami kesibukan menantunya sebagai pengajar. Meski penghasilan tak seberapa namun Ridho cukup amanah dan menjadi guru favorit di tempatnya mengajar. Kegiatan mengaji yang diadakan di lembaga pendidikan cukup memudahkan Ridho untuk berdakwah. Tak jarang, Ridho sering diundang untuk memberikan tausiah di beberapa pengajian.

Kini tinggal Fatma dan Faridah menemani Keynan. Meski suhunya tak setinggi kemarin namun Faridah tetap tak bisa tenang sebelum Keynan benar-benar sehat.

"Bu, apakah Fatma harus datang ke rumah Mbak Weni lagi?" Berharap Weni bisa berubah pikiran dan datang membesuk anaknya.

"Biarkan saja. Seandainya naluri seorang ibu dia miliki, pasti dari kemarin dia akan datang. Bukan malah membuat pesta di rumahnya saat Keynan sakit."

Hati Faridah benar-benar kecewa dengan sikap Weni yang selalu mengabaikan anaknya sendiri. Dokter datang dan memeriksa rutin keadaan Keynan.

"Bagaimana keadaanya, Dok?" Faridah ingin tahu keadaan Keynan selanjutnya.

"Suhunya perlahan turun. Jika besok suhunya kembali normal maka bisa diperbolehkan pulang!" Keadaan Keynan yang terus membaik memberikan semangat pada Faridah.

Sore hari, Faridah dan Fatma dikejutkan kedatangan Weni tiba-tiba. Tatapan Weni terlihat tidak suka kepada Fatma. Faridah senang sekali ketika Weni telah berubah pikiran untuk mendampingi anaknya di puskesmas.

"Nih, makan untuk kalian berdua!" Weni melempar begitu saja satu kantong plastik ke arah Faridah dan Fatma. Hati Faridah hancur melihat anak yang dulu mengeyam pendidikan tertinggi dan kini sikapnya mirip orang tak pernah sekolah.

"Mbak, jangan lempar..

"Stop! Kamu kesini sengaja mendekati ibu demi warisan kan?" Bagai disambar petir mendengar tuduhan kakaknya sendiri. Apalagi soal warisan seperti yang diucapkan.

Apa yang akan diucapkan Fatma?

Nantikan bab selanjutnya.

Bab terkait

  • Aku Ibumu, Nak!   Bab 3. Tuduhan

    Tuduhan atas warisan membuat Fatma sakit hati. Tak ada niatan sedikitpun datang menemani ibunya demi warisan seperti yang dituduhkan. Hanya kesehatan Faridah yang selalu ada di setiap doanya, selain itu Fatma tak menginginkannya."Nggak usah sok baik deh, Fat. Kamu sengaja kan demi warisan ibu!""Hentikan ucapanmu, Weni! Kamu sudah sangat keterlaluan!" Faridah akhirnya angkat bicara karena ucapan Weni."Ibu selalu bela dia," Weni melipat tangannya di dada tanpa melihat Keynan sama sekali. Perlahan kedua mata Keynan mengerjab, bibirnya tersenyum ketika melihat ibunya sudah berada di depannya."Mama," Weni hanya melihatnya saja tanpa menghampiri atau memberikan pelukan untuk Keynan."Mama," Keynan berharap Weni menghampirinya. Keynan sangat merindukan ibunya sendiri."Kamu juga, anak bisanya nyusahin aja! Pakai sakit lagi!" "Astagfirullah!" Gumam Fatma dan Faridah bersamaan.Harapan mendapat pelukan dari ibunya hancur sudah ketika ucapan menyakitkan keluar dari mulut ibunya. Keynan han

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-30
  • Aku Ibumu, Nak!   Bab 4. Kecewa

    Sampai menjelang siang, Faridah baru selesai menyiapkan makanan yang diminta Weni. Rendang daging, sop daging dan perkedel Faridah siapkan sendirian. Tak ada niatan bagi Weni untuk membantu ibunya yang berkutata seorang diri di dapur."Alhamdulillah selesai," gumam Faridah sambil mengusap peluh usai memasak. Gegas Faridah mandi sebelum melakukan kewajiban shalat dhuhur. Bibir tersenyum ketika melihat Keynan tengah tidur siang setelah makan. Di setiap sujudnya, Faridah tak hentinya mendoakan kebaikan untuk keluarga anak-anaknya.PrankFaridah dikejutkan dengan suara pecahan gelas yang berasa dari dapur. Faridah gegas keluar dari kamar dan melihat yang terjadi. Di sana telah berdiri mertua Weni bernama Meli yang tak lain adalah besannya sendiri. "Lihatlah, Bu Besan! Gelas ini sangat licin sehingga mudah jatuh. Bagaimana anda mencuci gelas ini, bahkan minyak masih menempel di gelas?" Siang ini benar-benar belum bisa istirahat. Besannya datang dan membuat kejutan untuknya. Terlihat besan

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-30
  • Aku Ibumu, Nak!   Bab 5. Pengakuan Mengejutkan

    "Astagfirullah, aku bangun terlambat. Harusnya aku tidur dua jam saja kenapa malah sampai tiga jam? Bagaimana kalau Weni marah?" Faridah gelagapan takut Weni akan memarahinya. Faridah gegas menyiapkan makan malam, sedangkan Keynan bermain sendiri di kamar. Keynan tak pernah mengganggu pekerjaan neneknya.Weni juga tertidur akibat meminum obat pereda nyeri. Faridah bersyukur karena Weni tak sampai memarahinya karena terlambat bangun. Diambilnya beberapa bahan makanan yang akan digunakan untuk menu makan malam. Tak berapa lama menu makan malam selesai, kini Faridah harus memandikan Keynan dan menyuapi setelah mandi. "Cucu nenek sudah ganteng!" Senyum Keynan mengembang karena Faridah selalu memberikan perhatian dan kasih sayang kepada Keynan. Meski lelah namun melihat Keynan tersenyum, sudah cukup membuatnya bahagia."Bu!" Teriakan Weni menggema di penjuru ruangan. Gegas Faridah segera menghampiri Weni setelah mengurus Keynan."Ada apa, Wen?" Wajah Weni memperlihatkan amarah yang besar,

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-30
  • Aku Ibumu, Nak!   Bab 6. Kecewa

    Tanpa dikomando, air mata yang ditahan sedari tadi akhirnya jatuh juga. Weni sama sekali tak kasihan kepada ibu kandungnya yang dipermalukan di depan teman ibu mertuanya."Ya sudah, kembali masuk kedalam, Faridah!" Faridah gegas ke dapur. Ratna geram melihat majikan serta menantunya tak memiliki hati sama sekali. Tega sekali menghina Faridah tanpa mau tahu perasaannya.Ratna memergoki Faridah menangis di teras belakang. Ratna memahami saat ini hati Faridah benar-benar hancur."Bu, apakah tidak ada lagi keluarga ibu yang lain?" Faridah merasakan pelukan hangat dari perempuan muda seusia Fatma."Ibu sebenarnya punya satu anak lagi namun ibu tidak mau merepotkan mereka."Teringat kehidupan Fatma serba pas pasan namun tak pernah sama sekali mengeluh atau meminta bantuan kepada ibunya sendiri. Fatma hanya berbelanja sesuai kebutuhan, kebutuhan sayur dan beberapa bumbu sengaja ditanam sendiri di halaman belakang rumahnya. "Ratna kesal melihat Bu Faridah dihina terus seperti ini, andai Bu F

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-12
  • Aku Ibumu, Nak!   Bab 7. Hasutan Meli

    "Ibu nggak perlu mengada-ngada deh, apa Ibu mau hidup merepotkan Fatma yang penghasilan suaminya aja kurang!" Sengaja Weni mengintimidasi Faridah supaya mau menyetujui permintaannya. "Tapi itu kenangan ayahmu!" Faridah mencoba memberi pengertian pada Weni. Weni tak melanjutkan perdebatan dan pergi bekerja begitu saja. Faridah terisak, Weni begitu keras kepala tanpa memahami perasaanya. Disinilah Faridah mulai bimbang, ucapan Weni benar-benar menguji pendirian Faridah. Tidak mungkin dirinya tinggal di kampung dan merepotkan Fatma. Tinggal sendirian di rumah peninggalan suaminya seorang diri pun tak akan mungkin. Fatma pasti akan tahu keadaanya dan membawanya tinggal bersamanya.Hanya istigfar yang bisa diucapkan. Tak berselang lama, Meli datang ke rumah Weni seakan seperti rumahnya sendiri."Faridah, belanjakan bahan untuk membuat tongseng dong! Sekalian kamu masak juga!" Meli tanpa basa basi memberikan sejumlah uang kepada Faridah."Bu, maaf! Saya repot mengasuh Keynan, jadi.."Oh! K

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-12
  • Aku Ibumu, Nak!   Bab 8. Membujuk Faridah

    "Nek, Keynan mau sosis," Keynan tergiur saat Meli begitu lahap menikmati sosis bersama telur dan beberapa lauk lain sedangkan dirinya hanya mendapat jatah satu telur ceplok."Tidak usah, anak kecil jangan makan banyak-banyak!" Terlihat rakus sekali saat Meli makan. Keynan terpaksa menahan air liur saat makanan kesukaannya dilahap habis oleh Omanya. Sangat berbeda dengan Faridah, Faridah akan selalu mengedepankan cucunya daripada dirinya. Tak berapa lama terdengar deru mobil Weni memasuki halaman rumah. "Heh, Bocah. Kamu masuk ke kamar sekarang! Makan di kamar sekalian!" Keynan terpaksa membawa piringnya ke kamar atas perintah oma nya. Terlihat sekali wajah Weni begitu muram saat pulang kerja."Ma, maaf ya sudah merepotkan mama menjaga Keynan. Emang dasar wanita tak berguna, mengasuh cucunya saja tidak mau!" Weni emosi ketika pulang kerja. Kini dirinya harus mencari Day Care untuk Keynan jika ibunya tak mau kembali. Untuk itu, Weni harus membayar lebih jika Keynan harus dititipkan k

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-12
  • Aku Ibumu, Nak!   Bab 9. Ide Licik

    Faridah berpikir sejenak, ada rasa ingin kembali ke kota demi Keynan dan ada rasa ragu ketika harus bersama dengan menantunya."Bu, tolonglah Weni. Keynan tak ada yang menjaga, Bu!" Weni mulai bersandiwara memperlihatkan wajah memelas. Fatma malah mencebik ke arah Weni yang pasang wajah memelas."Kalau Keynan dibawa ke kampung saja bagaimana, Mbak? Disini Keynan bisa belajar mengaji, daripada di kota cuma diem aja di rumah!" Andai tidak sedang bersandiwara, ingin sekali Weni menampar mulut Fatma. "Jangan dong! Masa cucuku mau dibawa ke kampung!" Meli terdengar sewot dengan ucapan Fatma. "Disana juga nggak ada yang jaga, lebih baik di kampung saja!" Ucapan Fatma lagi-lagi memancing emosi Weni dan Meli. Dua wanita beda generasi tersebut saling melirik karena kesal dengan ucapan Fatma."Tidak bisa, Keynan tetap tinggal di kota!" Akhirnya Weni memutuskan jika Keynan tetap di kota. Fatma kembali menyimak ucapan Weni dan Meli."Berikan wantu untuk ibu dulu, Nak. Ibu ingin tinggal di kampu

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-12
  • Aku Ibumu, Nak!   Bab 10. Sakit Keras

    Teriakan Keynan membuat Weni semakin geram. Bagaimana tidak, Keynan memutuskan tinggal bersama Faridah. "Dengar tuh, Bu. Keynan minta tetap bersama Neneknya tapi Weni tidak setuju kalau tinggal di kampung. Ibu harus kembali tinggal disini!" "Supaya bisa jadi babu gratisan? Ingat, Mbak! Nggak seharusnya Mbak Weni kayak gitu pada ibu!" Fatma angkat bicara membela ibunya. Weni berjalan ke arah Fatma dan tiba-tiba mendorongnya hingga Fatma mundur beberapa langkah ke belakang."Jangan pernah ikut campur urusanku lagi! Tau apa kamu susahnya hidup di kota?" "Aku tak akan ikut campur selama ibu bahagia. Kalau kamu memperlakukan ibu seperti pembantu, aku akan tetap ikut campur!" Fatma mendorong balik Weni. Tenaga Fatma tak kalah besar dari Weni meski postur tubuh Fatma hampir sama dengan Weni."Sudah kalian jangan bertengkar! Ibu akan bawa Keynan ke kampung!" Keputusan Faridah saat itu juga. Meli seakan kebakaran jenggot karena Keynan lebih memilih neneknya dari kampung daripada dirinya. M

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-12

Bab terbaru

  • Aku Ibumu, Nak!   Bab 44. Selamat Tinggal (End)

    Semalaman Aris tidak pulang ke rumah demi menunggu Weni di depan apartemennya. Tidak masalah harus menunggu lama demi bisa bertemu mantan istrinya.Drrt drrtPonsel berdering panggilan dari salah satu perawat yang merawat Meli. Dengan tangan gemetar, Aris berharap mendapat kabar baik dari perawat. Aris takut jika harus mendapatkan kabar buruk setelah kehilangan Marisa dan juga Weni."Halo, Sus!" Keringat dingin karena kekhawatiran yang cukup besar kini berangsur hilang. Meli sadar dari masa kritisnya selama satu bulan. Aris gegas ke rumah sakit untuk menemui Ibunya.Sesampai di sana, terlihat Meli sudah bisa diajak bicara oleh suster meski tenaganya masih lemah. Aris melihat pemandangan yang sangat membahagiakan. Setidaknya bisa mengobati rasa gundah di hatinya saat ini."Mama," Aris memeluk Meli saat itu juga."Anakku!" Keduanya benar-benar larut dalam kebahagiaan. Aris belum berani mengatakan jika Marisa sudah meninggal dunia dalam keadaan tragis. Aris takut jika nanti Meli akan te

  • Aku Ibumu, Nak!   Bab 43. Sadar

    Aris tidak melihat Marisa sama sekali seharian ini. Bahkan sampai larut malam Marisa belum juga pulang. Kepala Aris tiba-tiba pusing tanpa sebab. Terlintas wajah Weni di pelupuk matanya."Weni, dimana kamu?" Ada rasa rindu kepada Weni."Kenapa akhir-akhir ini aku tidak bertemu dengannya?" Aris merasa ada yang aneh. Biasanya dirinya selalu bertemu Weni sepulang kerja."Apakah dia marah padaku?" Aris merebahkan kembali bobot tubuhnya di ranjang tanpa Marisa malam ini. Aris mencoba menghubunginya namun tidak ada jawaban dari Marisa. Ponselnya bahkan tidak aktif.Aris benar-benar tidak tahu yang dilakukan Marisa di belakangnya. Apalagi dirinya merasa takut dengan ancaman Marisa akhir-akhir ini. Aris mencoba mencari nomor ponsel Weni. Hanya saja nomor ponsel Weni sudah tidak ada di ponselnya. "Bagaimana cara aku menghubungi Weni?" Aris frustasi malam ini. Weni dan Marisa sama-sama tidak bisa dihubungi.Di rumah sakit, Weni mulai bisa tidur dengan nyenyak. Faridah membacakan surat Alfatih

  • Aku Ibumu, Nak!   Bab 42. Sihir

    Weni memberanikan keluar dari apartemen sekedar mencari udara segar. Namun baru saja keluar dari lift yang membawanya ke lantai dasar, Weni sudah ditemukan dalam keadaan pingsan. Pihak pengelola apartemen segera membawa Weni ke rumah sakit. Pihak rumah sakit juga merasakan ada yang aneh dengan tubuh Weni, begitu berat saat dipindahkan ke brankar rumah sakit, padahal tubuhnya kurus. Menjelang tengah malam, Weni mengeluh tubuhnya kepanasan. Padahal, setiap diperiksa perawat, suhu tubuhnya normal. Salah satu perawat di rumah sakit adalah seseorang yang berasal dari kampung yang sama dengan Weni. Sehingga perawat tersebut segera mengabari Fatma selaku adik Weni."Astaghfirullah, Mbak Weni sakit!" Faridah yang saat itu sedang menyuapi Keynan terkejut mendengar ucapan Fatma. Ada rasa khawatir yang cukup besar ketika mendapati kabar buruk tentang saudaranya di kota. "Weni sakit apa, Fat?" "Biar nanti Fatma ceritakan sama Ibu. Kita tunggu Keynan tidur!" Usai menyuapi Keynan, Fatma lantas d

  • Aku Ibumu, Nak!   Bab 41. Pikiran Kacau

    Weni merasa ada yang aneh dengan dirinya. Dulu sangat membenci Ibunya sendiri, namun ketika sudah diabaikan keberadaanya oleh Faridah, Weni merasa tidak tenang. "Kenapa aku jadi dilema begini?" Teringat jelas saat Faridah sama sekali tidak mau menatap wajahnya padahal sangat jelas jika dirinya tepat di hadapan Ibunya.Selama perjalanan, Weni sama sekali tidak konsentrasi. Semua terasa kacau baginya usai bertemu Ibunya. "Sialan!" Hampir saja Weni menabrak pembatas jalan. Weni gegas mengatur perasaa gelisah dan kembali melajukan mobilnya.Weni mulai berhati-hati dalam perjalanan menuju ke apartemen miliknya. Ada rasa tenang ketika sudah sampai lokasi. Weni merebahkan bobot tubuhnya usai meminum segelas air supaya lebih tenang."Ada apa denganku?" Weni memukul kepalanya dengan tangan kanannya. Sikap angkuh kini mendadak tidak berguna.Weni berusaha memejamkan mata supaya bisa menghilangkan ingatan saat diabaikan Faridah. Berkali-kali Weni mencoba tidur siang hasilnya tetap nihil. Bahka

  • Aku Ibumu, Nak!   Bab 40. Cuek

    "Kenapa Faridah?" Fatimah melihat Faridah seperti tidak percaya dengan yang ada di depannya."Ah, tidak ada apa-apa, Nyonya. Hanya saja saya heran, semua menikmati sarapan di satu meja makan yang sama," Fatimah tersenyum mendengar pengakuan Faridah."Kita disini keluarga. Kamu juga termasuk menjadi bagian dari keluarga ini. Biasakanlah dirimu dengan kehidupan di rumah ini!" Faridah kembali menikmati makanannya seperti asisten yang lain. Tidak ada rasa canggung sama sekali pada mereka. Usai sarapan bersama, mereka kembali pada pekerjaan masing-masing. Fatimah berkutat dengan komputernya memeriksa beberapa laporan yang masuk. Meski usianya tidak lagi muda, namun Fatimah lihai menggunakan komputer untuk menjalankan bisnisnya. Faridah tertegun dengan sikap majikan yang baru ditemuinya. Begitu mandiri meski rumah tidak ada siapapun kecuali asisten rumah tangga."Sibuk, Nyonya?" Faridah meletakkan secangkir teh di meja kerja Fatimah."Ya, beginilah orang tua. Masih harus bekerja di masa tu

  • Aku Ibumu, Nak!   Bab 39. Majikan Baru

    Pagi ini Fatma terpaksa mengijinkan Faridah ke kota untuk mencari alamat Weni. Fatma ingin mendampingi namun Faridah berharap Fatma tetap menjaga Keynan di rumah.Kini Faridah berada di depan rumah Weni. Rumah yang sudah menjadi jaminan atas hutang Aris tanpa sepengetahuan Weni. Kenangan pahit muncul begitu saja hingga tak terasa air mata menetes begitu saja."Bu Faridah," sapa salah seorang tetangga. Lebih tepatnya seorang istri dari ketua RT yang dikenal dengan nama Murti."I-iya, Bu RT. Bagaimana kabarnya?" Faridah berjabat tangan dengan Murti."Alhamdulillah, Bu. Bu Faridah bagaimana kabarnya?" "Alhamdulillah. Bu Murti, saya mau tanya." Murti menatap Faridah begitu lekat seakan tahu apa yang akan ditanyakan."Weni sekarang tinggal di apartemen, Bu. Saya tahu alamatnya, nanti saya antar kesana," kedua mata Faridah berbinar mendengar Murti akan membantunya mempertemukan dirinya dengan Weni.Murti mempersilahkan Faridah terlebih dahulu untuk beristirahat di rumahnya. Rumah yang cuku

  • Aku Ibumu, Nak!   Bab 38. Rencana Lancar

    Pagi ini Fatma melihat Faridah sedang duduk melamun di pekarangan rumah. Tatapannya kosong seperti memikirkan beban teramat berat. Fatma menghentikan pekerjaanya dan menghampiri Faridah."Ibu," Faridah terkejut melihat Fatma sudah di sampingnya."Fa-Fatma!" "Ibu sedang memikirkan apa?" Fatma mencoba bertanya kepada Faridah. "Tidak ada apa-apa. Fat, Ibu mau bertanya padamu." Fatma mengernyitkan dahinya. Ada sesuatu yang mengganjal di pikiran Faridah."Apa Ibu salah jika ingin mencari keberadaan Kakak kamu? Ibu merasa Kakak kamu sedang berada di dalam lembah hitam. Ibu khawatir jika Kakakmu salah jalan." Andai jika diijinkan, Fatma ingin mengatakan untuk tidak mengijinkan Ibunya ke kota sendirian, apalagi sudah dipastikan akan mendapatkan hinaan dari Weni maupun orang yang kenal dengannya. Namun, Fatma sama sekali tidak punya hak atas keinginan Ibunya terhadap Weni."I-Ibu tidak salah. Hanya saja Fatma takut jika Mbak Weni menyakiti hati Ibu ketika bertemu," Fatma terpaksa mengungkapk

  • Aku Ibumu, Nak!   Bab 37. Modus

    Meli kesal melihat gelang baru milik Weni. Gelang yang pernah diinginkan. Bahkan sampai sekarang, hanya saja Weni ternyata lebih dulu mendapatkan gelang yang diimpikan."Kok bisa dia punya gelang itu. Gelang itu harganya sangat mahal. Mustahil jika Weni bisa memilikinya!" Meli tidak hentinya menggerutu menuju ke meja. Tanpa disengaja Meli melihat menantu dan anaknya sedang makan siang. Bibir seketika tersenyum, ada niat tersembunyi saat ini. Kebetulan sekali Meli ingin gelang yang lebih cetaf dari yang dimiliki Weni."Halo, anak dan menantuku!" Kedatangan Meli yang tidak disengaja mengejutkab mereja berdua. Termasuk Aris saat ini. Sedangkan Marisa terlihat biasa saja saat Meli kini berada di depannya."Mama pesan dulu gih!" Tanpa pikir panjang, Meli memesan sesuai permintaan Marisa. Sesekali Meli berpikir untuk merangkai kata yang akan digunakan membujuk Marisa. Meli benar-benar tidak ingin kalah saing dari Weni."Marisa, bagaimana kandunganmu? Apa ada sesuatu yang kamu inginkan. Mis

  • Aku Ibumu, Nak!   Bab 36. Keadaan membaik

    Suhu tubuh Keynan semakin tinggi membuat Keynan mengigau. Fatma, Ridho dan juga Faridah bergantian menenangkan Keynan. Hingga menjelang dini hari, Keynan barulah merasa tenang."Alhamdulillah, sudah lebih tenang daripada tadi!" Gumam Fatma sedikit lebih lega melihat perubahan keadaan Keynan. Begitu pula dengan Faridah, cukup tenang melihat Keynan sudah kembali tenang. Tidak lagi memanggil Ibunya yang tidak pernah ingin menemuinya."Fat, istirahatlah! Biar Ibu saja yang menjaga Keynan!" Fatma duduk bersandar di sebuah kursi sedangkan Faridah duduk di samping brankar Keynan. Keduanha begitu lelah hingga dengan cepat kedua mata mereka terpejam.Ridho berjaga di depan ruang rawat inap Keynan memastikan jika terjadi apa-apa di dalam ruangan. Keesokan harinya, Fatma berpamitan untuk menjual gelang sebagai biaya untuk pengobatan Keynan. Meski tidak besar namun cukup untuk membayar tagihan rumah sakit. Faridah bersyukur sekali masih ada salah satu anaknya yang selalu ikhlas menolongnya tanp

DMCA.com Protection Status