Share

Bab 6. Kecewa

Author: Eka Sa'diyah
last update Last Updated: 2023-07-12 08:32:10

Tanpa dikomando, air mata yang ditahan sedari tadi akhirnya jatuh juga. Weni sama sekali tak kasihan kepada ibu kandungnya yang dipermalukan di depan teman ibu mertuanya.

"Ya sudah, kembali masuk kedalam, Faridah!" Faridah gegas ke dapur. Ratna geram melihat majikan serta menantunya tak memiliki hati sama sekali. Tega sekali menghina Faridah tanpa mau tahu perasaannya.

Ratna memergoki Faridah menangis di teras belakang. Ratna memahami saat ini hati Faridah benar-benar hancur.

"Bu, apakah tidak ada lagi keluarga ibu yang lain?" Faridah merasakan pelukan hangat dari perempuan muda seusia Fatma.

"Ibu sebenarnya punya satu anak lagi namun ibu tidak mau merepotkan mereka."

Teringat kehidupan Fatma serba pas pasan namun tak pernah sama sekali mengeluh atau meminta bantuan kepada ibunya sendiri. Fatma hanya berbelanja sesuai kebutuhan, kebutuhan sayur dan beberapa bumbu sengaja ditanam sendiri di halaman belakang rumahnya.

"Ratna kesal melihat Bu Faridah dihina terus seperti ini, andai Bu Faridah adalah ibu kandung Ratna, pasti mulut mereka sudah Ratna robek!" Kedua tangan mengepal kuat ketika menguraikan kekesalannya.

"Sudah, ibu tak apa. Anggap saja ini bayaran ibu yang telah menumpang kepada anak ibu!" Faridah gegas menghapus air matanya setelah terhibur dengan sosok Ratna.

"Bu, bikinin sirup buat mereka dong, malah asik bercanda di belakang!"

Saat asik bercengkerama dengan Ratna, Weni datang meminta Faridah membuatkan minuman untuk tamu mertuanya. Baru saja Faridah hendak berdiri, Ratna lebih dulu menahannya supaya tetap duduk sedangkan dirinya yang mengerjakan perintah Weni. Ratna membuat minuman yang diperintahkan Weni tanpa sepengetahuan mereka semua. Faridah benar-benar bersyukur masih ada orang yang memberikan perhatian padanya.

"Terima kasih, Ratna!" Sahut Faridah usai Ratna mengantarkan minuman kepada tamu Meli.

Hari menjelang siang, namun belum ada tanda-tanda Weni mengajaknya pulang. Ratna membuat dua mangkuk mie instan sebagai pengganjal perut siang ini. Mereka akan makan jika tamu sudah pulang. Dua mangkuk mie instan yang dibeli Ratna sendiri habis oleh mereka berdua.

"Terima kasih, Nak. Maafkan ibu, belum bisa membalas kebaikan Nak Ratna!" Ratna hanya tersenyum. Ratna merasa memiliki seorang ibu. Kasih sayang seorang ibu yang tak pernah didapatkan setelah ibunya meninggal. Semasa hidup, Ratna tinggal bersama Ayahnya.

"Bu Faridah menganggap Ratna sebagai anak Bu Faridah itu sudah cukup. Ratna serasa memiliki seorang ibu," wajah Ratna menyiratkan kebahagiaan yang cukup besar.

Tak berapa lama, tamu mereka sudah meninggalkan rumah mereka dan itu artinya, Faridah bisa pulang. Itulah harapan Faridah, bisa segera pulang dan istirahat. Tubuh rentanya tak bisa lagi bekerja cukup berat.

"Bu, pulang yuk!" Weni menghampiri Faridah mengajaknya pulang. Keynan terljhat mengantuk digendongan Weni.

"Nyonya, apakah Bu Faridah tidak diperkenankan makan siang dulu?" Weni mendelik ke arah Ratna yang sudah lancang bertanya padanya.

"Siapa kamu mengatur hidup ibuku! Mau ibuku makan atau tidak, itu bukan urusanmu!" Weni berbalik meninggalkan dapur. Faridah gegas mengekor di belakang Weni. Ratna menggelang pelan, begitu heran melihat perlakuan anak kandung kepada ibunya.

Weni melajukan mobilnya tanpa sepatah katapun, Faridah yang berada di kursi penumpang pun tak berani mengeluarkan ucapan apapun. Tak berapa lama, mobil yang dikendarai sudah masuk ke halaman rumah. Faridah gegas menggendong Keynan ke kamarnya supaya bisa beristirahat. Sedangkan Weni, entah kemana membawa mobilnya keluar tanpa pamit kepada Weni.

Faridah gegas menyiapkan bahan makanan yang akan digunakan memasak di rumah. Belum ada menu makanan yang bisa dimakan karena sejak subuh sudah berkutat di rumah besannya.

Sampai menjelang sore, Weni belum juga pulang ke rumah. Aris juga belum pulang, hanya ada dirinya dan Keynan. Dalam hati, Faridah berharap tidak terjadi sesuatu kepada Weni.

"Nek, Keynan lapar," Faridah gegas mengambil makananan dan menyuapi Keynan hingga habis. Melihat Keynan lahap makan sudah sangat melegakannya. Keynan tak pernah protes dengan makanan buatan neneknya.

"Papa dan Mama kemana ya, Nek? Kok belum pulang," Keyna merasa kesepian saat tak ada orang tuanya meski tak ada perhatian sama sekali dari orang tuanya.

"Bentar lagi juga pulang, Nak. Sebaiknya Keynan tidur dulu!" Faridah menggendong Keynan dan menidurkannya. Faridah khawatir jika Keynan ikut menunggu kedatangan orang tuanya yang tidak jelas kapan pulangnya.

Malam semakin larut dan belum ada tanda-tanda Aris dan Weni pulang. Faridah sampai mengantuk menunggu kedatangan anak dan menantunya di depan rumah. Wajah terlihat begitu tenang saat mobil Weni memasuki halaman rumahnya. Namun Faridah merasa aneh dengan lelaki yang berada di samping Weni. Lelaki itu bukanlah Aris, menantunya.

Ceklek

Lelaki itu keluar dari mobil dan menghampiri Faridah yang hanya berdiri melihat kedatangan mobil anaknya.

"Bu Weni mabuk jadi tidak bisa pulang sendiri, Bu!" Lelaki itu kemudia pergi meninggalkan Faridah tanpa pamitan atau sekedar mengucapkan selamat tinggal. Kini Faridah melihat keadaan Weni meracau tak jelas di dalam mobilnya. Faridah segera membantu Weni keluar dari mobil dan memapahnya sampai ke kamarnya.

"Aku harus dapatkan berlian itu!" Racau Weni tidak jelas diselingi tawa.

"Ya Allah, kenapa anak hamba menjadi seorang pemabuk? Hamba sudah mendidiknya supaya menjauhi barang haram yang dilarang."

Faridah gegas mengambilkan air dan meminumkannya kepada Weni. Tak ada yang bisa Faridah lakukan untuk menangani orang mabuk. Setelah melepas sepatunya, Faridah membiarkan Weni tertidur. Melihat perubahan Weni, rasa kantuk hilang sempurna, berubah menjadi rasa gelisah. Semasa kecil, Weni dan Fatma selalu menurut dengan nasehat dan pesan Faridah. Katika sudah sama-sama dewasa, sudah berubah sikap Weni.

Waktu menunjukkan sepertiga malam, dibentangkan sajadah dan bersujud kepadaNya. Rasa syukur serta keluah kesah dipanjatkan. Tak ada penolong kecuali kepadaNya.

Pagi hari, Weni sudah terlihat rapi dengan stelan kemeja dan rok selutut bersiap kerja. Ingin sekali Faridah menanyakan keberadaan Aris dan saat Weni mabuk semalam, namun diurungkan. Faridah khawatir Weni akan menjadi marah padanya.

"Sarapannya sudah, Bu?" Tanya Weni saat mengambil sepatu di rak.

"Sudah, Nak!"

Weni gegas ke ruang makan dan sudah ada Keynan di sana menunggunya makan bersama.

"Hai, Ma!" Tak ada sahutan dari Weni saat Keynan menyapa dirinya.

"Ma, suapin Keynan dong!"

"Tidak, kamu sudah besar dan harus makan sendiri!" Wajah ceria berubah muram setelah mendengar jawaban Weni. Keynan terpaksa makan sendiri meski ada rasa ingin sekali-kali disuapi Ibunya.

"Biar nenek yang suapin!" Faridah mengambil alih piring Keynan dan menyuapinya sampai habis.

"Bu, Weni tidak mau tahu. Ibu harus segera menjual rumah warisan bapak dan harus jatuh ke tanganku!" Faridah terkejut saat Weni kembali membahas rumah warisan ayahnya.

"Ibu tak akan menjualnya, Wen. Jika memang kamu menampung ibu demi warisan bapakmu, lebih baik ibu pulang!" Tak ada yang bisa Faridah kecuali pulang ke kampung demi mengamankan rumah peninggalan suaminya.

Related chapters

  • Aku Ibumu, Nak!   Bab 7. Hasutan Meli

    "Ibu nggak perlu mengada-ngada deh, apa Ibu mau hidup merepotkan Fatma yang penghasilan suaminya aja kurang!" Sengaja Weni mengintimidasi Faridah supaya mau menyetujui permintaannya. "Tapi itu kenangan ayahmu!" Faridah mencoba memberi pengertian pada Weni. Weni tak melanjutkan perdebatan dan pergi bekerja begitu saja. Faridah terisak, Weni begitu keras kepala tanpa memahami perasaanya. Disinilah Faridah mulai bimbang, ucapan Weni benar-benar menguji pendirian Faridah. Tidak mungkin dirinya tinggal di kampung dan merepotkan Fatma. Tinggal sendirian di rumah peninggalan suaminya seorang diri pun tak akan mungkin. Fatma pasti akan tahu keadaanya dan membawanya tinggal bersamanya.Hanya istigfar yang bisa diucapkan. Tak berselang lama, Meli datang ke rumah Weni seakan seperti rumahnya sendiri."Faridah, belanjakan bahan untuk membuat tongseng dong! Sekalian kamu masak juga!" Meli tanpa basa basi memberikan sejumlah uang kepada Faridah."Bu, maaf! Saya repot mengasuh Keynan, jadi.."Oh! K

    Last Updated : 2023-07-12
  • Aku Ibumu, Nak!   Bab 8. Membujuk Faridah

    "Nek, Keynan mau sosis," Keynan tergiur saat Meli begitu lahap menikmati sosis bersama telur dan beberapa lauk lain sedangkan dirinya hanya mendapat jatah satu telur ceplok."Tidak usah, anak kecil jangan makan banyak-banyak!" Terlihat rakus sekali saat Meli makan. Keynan terpaksa menahan air liur saat makanan kesukaannya dilahap habis oleh Omanya. Sangat berbeda dengan Faridah, Faridah akan selalu mengedepankan cucunya daripada dirinya. Tak berapa lama terdengar deru mobil Weni memasuki halaman rumah. "Heh, Bocah. Kamu masuk ke kamar sekarang! Makan di kamar sekalian!" Keynan terpaksa membawa piringnya ke kamar atas perintah oma nya. Terlihat sekali wajah Weni begitu muram saat pulang kerja."Ma, maaf ya sudah merepotkan mama menjaga Keynan. Emang dasar wanita tak berguna, mengasuh cucunya saja tidak mau!" Weni emosi ketika pulang kerja. Kini dirinya harus mencari Day Care untuk Keynan jika ibunya tak mau kembali. Untuk itu, Weni harus membayar lebih jika Keynan harus dititipkan k

    Last Updated : 2023-07-12
  • Aku Ibumu, Nak!   Bab 9. Ide Licik

    Faridah berpikir sejenak, ada rasa ingin kembali ke kota demi Keynan dan ada rasa ragu ketika harus bersama dengan menantunya."Bu, tolonglah Weni. Keynan tak ada yang menjaga, Bu!" Weni mulai bersandiwara memperlihatkan wajah memelas. Fatma malah mencebik ke arah Weni yang pasang wajah memelas."Kalau Keynan dibawa ke kampung saja bagaimana, Mbak? Disini Keynan bisa belajar mengaji, daripada di kota cuma diem aja di rumah!" Andai tidak sedang bersandiwara, ingin sekali Weni menampar mulut Fatma. "Jangan dong! Masa cucuku mau dibawa ke kampung!" Meli terdengar sewot dengan ucapan Fatma. "Disana juga nggak ada yang jaga, lebih baik di kampung saja!" Ucapan Fatma lagi-lagi memancing emosi Weni dan Meli. Dua wanita beda generasi tersebut saling melirik karena kesal dengan ucapan Fatma."Tidak bisa, Keynan tetap tinggal di kota!" Akhirnya Weni memutuskan jika Keynan tetap di kota. Fatma kembali menyimak ucapan Weni dan Meli."Berikan wantu untuk ibu dulu, Nak. Ibu ingin tinggal di kampu

    Last Updated : 2023-07-12
  • Aku Ibumu, Nak!   Bab 10. Sakit Keras

    Teriakan Keynan membuat Weni semakin geram. Bagaimana tidak, Keynan memutuskan tinggal bersama Faridah. "Dengar tuh, Bu. Keynan minta tetap bersama Neneknya tapi Weni tidak setuju kalau tinggal di kampung. Ibu harus kembali tinggal disini!" "Supaya bisa jadi babu gratisan? Ingat, Mbak! Nggak seharusnya Mbak Weni kayak gitu pada ibu!" Fatma angkat bicara membela ibunya. Weni berjalan ke arah Fatma dan tiba-tiba mendorongnya hingga Fatma mundur beberapa langkah ke belakang."Jangan pernah ikut campur urusanku lagi! Tau apa kamu susahnya hidup di kota?" "Aku tak akan ikut campur selama ibu bahagia. Kalau kamu memperlakukan ibu seperti pembantu, aku akan tetap ikut campur!" Fatma mendorong balik Weni. Tenaga Fatma tak kalah besar dari Weni meski postur tubuh Fatma hampir sama dengan Weni."Sudah kalian jangan bertengkar! Ibu akan bawa Keynan ke kampung!" Keputusan Faridah saat itu juga. Meli seakan kebakaran jenggot karena Keynan lebih memilih neneknya dari kampung daripada dirinya. M

    Last Updated : 2023-07-12
  • Aku Ibumu, Nak!   Bab 11. Balasan Fatma

    Faridah senang sekali masih ada rejeki untuk membayar biaya rumah sakit Keynan. Tak ada perhatian sedikitpun dari Weni selama anaknya di rawat. Hanya Faridah yang selalu menemani Keynan. Fatma sesekali datang membawa baju ganti dan membawa makanan untuk Faridah."Nenek pijit ya," Faridah memijit pelan kaki Keynan, tak lupa dilantunkannya sholawat. Sholawat yang selalu Faridah lantunkan menjadi candu bagi Keynan.Seminggu sudah Keynan dirawat dan keadaan mulai membaik. Faridah memutuskan membawa Keynan pulang ke kampung. Melihat sikap dan rasa tidak peduli semakin membuat Faridah mantap membawa dan merawat Keynan ke kampung."Nanti kalau di kampung, Keynan bisa ikut Paman Ridho mengaji ya?" Keynan tersenyum sambil mengangguk cepat. Keynan bersemangat sekali belajar mengaji. Saat Faridah masih mengasuhnya, Faridah selalu mengaji di samping Keynan membuat Keynan ingin bisa mengaji seperti Faridah."Nek, bagus banget ya?" Faridah tersenyum melihat Keynan penuh semangat melihat pemandangan

    Last Updated : 2023-07-12
  • Aku Ibumu, Nak!   Bab 12. Fitnah untuk Faridah

    Dua hari berselang, tidak ada tanda-tanda Weni mengirim pesan atau sekedar menghubungi Fatma melalui ponselnya. Meski tidak menghubungi namun Fatma tetap khawatir akan rencana yang dilakukan Weni. Apalagi Fatma mencurigai Meli di balik perubahan sikap Weni.Fatma asik mengawasi Keynan bermain dengan teman sebaya di halaman rumah Faridah. Sehari-hari Fatma selalu membantu Faridah menjaga Keynan disaat Faridah sedang bekerja di sawah tetangga atau sedang berjualan sayur di pasar. Ridho bahkan lebih senang karena Fatma memiliki sosok teman yaitu keponakannya sendiri. "Bibi, Keynan capek!" Keynan setengah berlari ke arah Fatma. "Jagoan Bibi lelah ternyata," Fatma menggendong Keynan masuk ke rumah Faridah dan memintanya beristirahat. Wajah Keynan begitu ceria, tidak ada lagi wajah sedih yang biasanya ditunjukkan. Keynan membaringkan tubuhnya di dipan bambu samping jendela. Angin sejuk di siang hari membuat kedua mata Keynan perlahan terpejam. Keynan mudah sekali tidur siang jika berada

    Last Updated : 2023-07-12
  • Aku Ibumu, Nak!   Bab 13. Bebas

    Keesokan paginya, Fatma bersama Ridho berangkat ke kantor polisi tempat Faridah ditahan. Fatma begitu bersemangat sekali, berharap Ibunya segera bebas. Sesampai di sana, Faridah terlihat duduk bersila di tahanan sementara. Mulut Faridah hanya bisa berdzikir dan beristighfar atas musibah yang menimpanya. "Lapangkan hati hamba, Ya Allah," gumam Faridah di sela-sela dzikirnya. Fatma diijinkan bertemu dengan Faridah. Pertemuan mengharukan, Faridah memeluk Fatma yang menangis di depannya. Faridah berusaha tetap tegar di depan Fatma. Faridah yakin jika Fatma adalah orang yang paling terpukul atas musibah yang menimpanya. Ridho dan salah satu temannya mengurus kasus Faridah dengan menunjukkan beberapa bukti. Bukan itu saja, rekan Ridho juga berhasil mencari bukti data Keynan di rumah sakit dan puskesmas dalam waktu semalam saja. Beberapa polisi mendalami kasus Faridah sejenak. Memastikan bukti yang dibawa pihak Faridah bisa membebaskan Faridah dari tuduhan palsu. "Ibu, Fatma tidak terima

    Last Updated : 2023-07-12
  • Aku Ibumu, Nak!   Bab 14. Rencana dijalankan

    Hari minggu, kebetulan libur kerja dan Weni sengaja bermalas-malasan di rumah mertuanya. Meli hari ini juga malas bertemu Weni meski sementara waktu tinggal di rumahnya."Ratna, makanan sudah siap?" "Sudah, Nyonya!" Meli membuka tudung saji dan menu sarapan sudah terhidang di meja. Meli gegas menikmati sarapan tanpa memanggil Weni terlebih dahulu. Tiba-tiba Weni keluar dari kamar dan menghampiri meja makan. Melihat Weni rasanya kesal sekali karena gagal mendapatkan sertifikat rumah Faridah."Pagi, Ma!" "Hmm," malas sekali Meli saat menjawab sapaan Weni."Mama selesai makan dan sekarang mau rebahan!""Tumben mama nggak nemenin Weni?" Weni merasa aneh dengan Meli. Biasanya Meli akan menemani sekedar mengobrol bersama Weni di saat makan."Mama lagi nggak mood aja," sahut Meli."Mama ada rencana lagi untuk merebut sertifikat itu kah?" Seketika kedua mata Meli berbinar mendengar ucapan Weni. Meli ingin sekali menguasai uang hasil penjualan rumah milik Faridah. Meli kembali duduk bersama

    Last Updated : 2023-07-14

Latest chapter

  • Aku Ibumu, Nak!   Bab 44. Selamat Tinggal (End)

    Semalaman Aris tidak pulang ke rumah demi menunggu Weni di depan apartemennya. Tidak masalah harus menunggu lama demi bisa bertemu mantan istrinya.Drrt drrtPonsel berdering panggilan dari salah satu perawat yang merawat Meli. Dengan tangan gemetar, Aris berharap mendapat kabar baik dari perawat. Aris takut jika harus mendapatkan kabar buruk setelah kehilangan Marisa dan juga Weni."Halo, Sus!" Keringat dingin karena kekhawatiran yang cukup besar kini berangsur hilang. Meli sadar dari masa kritisnya selama satu bulan. Aris gegas ke rumah sakit untuk menemui Ibunya.Sesampai di sana, terlihat Meli sudah bisa diajak bicara oleh suster meski tenaganya masih lemah. Aris melihat pemandangan yang sangat membahagiakan. Setidaknya bisa mengobati rasa gundah di hatinya saat ini."Mama," Aris memeluk Meli saat itu juga."Anakku!" Keduanya benar-benar larut dalam kebahagiaan. Aris belum berani mengatakan jika Marisa sudah meninggal dunia dalam keadaan tragis. Aris takut jika nanti Meli akan te

  • Aku Ibumu, Nak!   Bab 43. Sadar

    Aris tidak melihat Marisa sama sekali seharian ini. Bahkan sampai larut malam Marisa belum juga pulang. Kepala Aris tiba-tiba pusing tanpa sebab. Terlintas wajah Weni di pelupuk matanya."Weni, dimana kamu?" Ada rasa rindu kepada Weni."Kenapa akhir-akhir ini aku tidak bertemu dengannya?" Aris merasa ada yang aneh. Biasanya dirinya selalu bertemu Weni sepulang kerja."Apakah dia marah padaku?" Aris merebahkan kembali bobot tubuhnya di ranjang tanpa Marisa malam ini. Aris mencoba menghubunginya namun tidak ada jawaban dari Marisa. Ponselnya bahkan tidak aktif.Aris benar-benar tidak tahu yang dilakukan Marisa di belakangnya. Apalagi dirinya merasa takut dengan ancaman Marisa akhir-akhir ini. Aris mencoba mencari nomor ponsel Weni. Hanya saja nomor ponsel Weni sudah tidak ada di ponselnya. "Bagaimana cara aku menghubungi Weni?" Aris frustasi malam ini. Weni dan Marisa sama-sama tidak bisa dihubungi.Di rumah sakit, Weni mulai bisa tidur dengan nyenyak. Faridah membacakan surat Alfatih

  • Aku Ibumu, Nak!   Bab 42. Sihir

    Weni memberanikan keluar dari apartemen sekedar mencari udara segar. Namun baru saja keluar dari lift yang membawanya ke lantai dasar, Weni sudah ditemukan dalam keadaan pingsan. Pihak pengelola apartemen segera membawa Weni ke rumah sakit. Pihak rumah sakit juga merasakan ada yang aneh dengan tubuh Weni, begitu berat saat dipindahkan ke brankar rumah sakit, padahal tubuhnya kurus. Menjelang tengah malam, Weni mengeluh tubuhnya kepanasan. Padahal, setiap diperiksa perawat, suhu tubuhnya normal. Salah satu perawat di rumah sakit adalah seseorang yang berasal dari kampung yang sama dengan Weni. Sehingga perawat tersebut segera mengabari Fatma selaku adik Weni."Astaghfirullah, Mbak Weni sakit!" Faridah yang saat itu sedang menyuapi Keynan terkejut mendengar ucapan Fatma. Ada rasa khawatir yang cukup besar ketika mendapati kabar buruk tentang saudaranya di kota. "Weni sakit apa, Fat?" "Biar nanti Fatma ceritakan sama Ibu. Kita tunggu Keynan tidur!" Usai menyuapi Keynan, Fatma lantas d

  • Aku Ibumu, Nak!   Bab 41. Pikiran Kacau

    Weni merasa ada yang aneh dengan dirinya. Dulu sangat membenci Ibunya sendiri, namun ketika sudah diabaikan keberadaanya oleh Faridah, Weni merasa tidak tenang. "Kenapa aku jadi dilema begini?" Teringat jelas saat Faridah sama sekali tidak mau menatap wajahnya padahal sangat jelas jika dirinya tepat di hadapan Ibunya.Selama perjalanan, Weni sama sekali tidak konsentrasi. Semua terasa kacau baginya usai bertemu Ibunya. "Sialan!" Hampir saja Weni menabrak pembatas jalan. Weni gegas mengatur perasaa gelisah dan kembali melajukan mobilnya.Weni mulai berhati-hati dalam perjalanan menuju ke apartemen miliknya. Ada rasa tenang ketika sudah sampai lokasi. Weni merebahkan bobot tubuhnya usai meminum segelas air supaya lebih tenang."Ada apa denganku?" Weni memukul kepalanya dengan tangan kanannya. Sikap angkuh kini mendadak tidak berguna.Weni berusaha memejamkan mata supaya bisa menghilangkan ingatan saat diabaikan Faridah. Berkali-kali Weni mencoba tidur siang hasilnya tetap nihil. Bahka

  • Aku Ibumu, Nak!   Bab 40. Cuek

    "Kenapa Faridah?" Fatimah melihat Faridah seperti tidak percaya dengan yang ada di depannya."Ah, tidak ada apa-apa, Nyonya. Hanya saja saya heran, semua menikmati sarapan di satu meja makan yang sama," Fatimah tersenyum mendengar pengakuan Faridah."Kita disini keluarga. Kamu juga termasuk menjadi bagian dari keluarga ini. Biasakanlah dirimu dengan kehidupan di rumah ini!" Faridah kembali menikmati makanannya seperti asisten yang lain. Tidak ada rasa canggung sama sekali pada mereka. Usai sarapan bersama, mereka kembali pada pekerjaan masing-masing. Fatimah berkutat dengan komputernya memeriksa beberapa laporan yang masuk. Meski usianya tidak lagi muda, namun Fatimah lihai menggunakan komputer untuk menjalankan bisnisnya. Faridah tertegun dengan sikap majikan yang baru ditemuinya. Begitu mandiri meski rumah tidak ada siapapun kecuali asisten rumah tangga."Sibuk, Nyonya?" Faridah meletakkan secangkir teh di meja kerja Fatimah."Ya, beginilah orang tua. Masih harus bekerja di masa tu

  • Aku Ibumu, Nak!   Bab 39. Majikan Baru

    Pagi ini Fatma terpaksa mengijinkan Faridah ke kota untuk mencari alamat Weni. Fatma ingin mendampingi namun Faridah berharap Fatma tetap menjaga Keynan di rumah.Kini Faridah berada di depan rumah Weni. Rumah yang sudah menjadi jaminan atas hutang Aris tanpa sepengetahuan Weni. Kenangan pahit muncul begitu saja hingga tak terasa air mata menetes begitu saja."Bu Faridah," sapa salah seorang tetangga. Lebih tepatnya seorang istri dari ketua RT yang dikenal dengan nama Murti."I-iya, Bu RT. Bagaimana kabarnya?" Faridah berjabat tangan dengan Murti."Alhamdulillah, Bu. Bu Faridah bagaimana kabarnya?" "Alhamdulillah. Bu Murti, saya mau tanya." Murti menatap Faridah begitu lekat seakan tahu apa yang akan ditanyakan."Weni sekarang tinggal di apartemen, Bu. Saya tahu alamatnya, nanti saya antar kesana," kedua mata Faridah berbinar mendengar Murti akan membantunya mempertemukan dirinya dengan Weni.Murti mempersilahkan Faridah terlebih dahulu untuk beristirahat di rumahnya. Rumah yang cuku

  • Aku Ibumu, Nak!   Bab 38. Rencana Lancar

    Pagi ini Fatma melihat Faridah sedang duduk melamun di pekarangan rumah. Tatapannya kosong seperti memikirkan beban teramat berat. Fatma menghentikan pekerjaanya dan menghampiri Faridah."Ibu," Faridah terkejut melihat Fatma sudah di sampingnya."Fa-Fatma!" "Ibu sedang memikirkan apa?" Fatma mencoba bertanya kepada Faridah. "Tidak ada apa-apa. Fat, Ibu mau bertanya padamu." Fatma mengernyitkan dahinya. Ada sesuatu yang mengganjal di pikiran Faridah."Apa Ibu salah jika ingin mencari keberadaan Kakak kamu? Ibu merasa Kakak kamu sedang berada di dalam lembah hitam. Ibu khawatir jika Kakakmu salah jalan." Andai jika diijinkan, Fatma ingin mengatakan untuk tidak mengijinkan Ibunya ke kota sendirian, apalagi sudah dipastikan akan mendapatkan hinaan dari Weni maupun orang yang kenal dengannya. Namun, Fatma sama sekali tidak punya hak atas keinginan Ibunya terhadap Weni."I-Ibu tidak salah. Hanya saja Fatma takut jika Mbak Weni menyakiti hati Ibu ketika bertemu," Fatma terpaksa mengungkapk

  • Aku Ibumu, Nak!   Bab 37. Modus

    Meli kesal melihat gelang baru milik Weni. Gelang yang pernah diinginkan. Bahkan sampai sekarang, hanya saja Weni ternyata lebih dulu mendapatkan gelang yang diimpikan."Kok bisa dia punya gelang itu. Gelang itu harganya sangat mahal. Mustahil jika Weni bisa memilikinya!" Meli tidak hentinya menggerutu menuju ke meja. Tanpa disengaja Meli melihat menantu dan anaknya sedang makan siang. Bibir seketika tersenyum, ada niat tersembunyi saat ini. Kebetulan sekali Meli ingin gelang yang lebih cetaf dari yang dimiliki Weni."Halo, anak dan menantuku!" Kedatangan Meli yang tidak disengaja mengejutkab mereja berdua. Termasuk Aris saat ini. Sedangkan Marisa terlihat biasa saja saat Meli kini berada di depannya."Mama pesan dulu gih!" Tanpa pikir panjang, Meli memesan sesuai permintaan Marisa. Sesekali Meli berpikir untuk merangkai kata yang akan digunakan membujuk Marisa. Meli benar-benar tidak ingin kalah saing dari Weni."Marisa, bagaimana kandunganmu? Apa ada sesuatu yang kamu inginkan. Mis

  • Aku Ibumu, Nak!   Bab 36. Keadaan membaik

    Suhu tubuh Keynan semakin tinggi membuat Keynan mengigau. Fatma, Ridho dan juga Faridah bergantian menenangkan Keynan. Hingga menjelang dini hari, Keynan barulah merasa tenang."Alhamdulillah, sudah lebih tenang daripada tadi!" Gumam Fatma sedikit lebih lega melihat perubahan keadaan Keynan. Begitu pula dengan Faridah, cukup tenang melihat Keynan sudah kembali tenang. Tidak lagi memanggil Ibunya yang tidak pernah ingin menemuinya."Fat, istirahatlah! Biar Ibu saja yang menjaga Keynan!" Fatma duduk bersandar di sebuah kursi sedangkan Faridah duduk di samping brankar Keynan. Keduanha begitu lelah hingga dengan cepat kedua mata mereka terpejam.Ridho berjaga di depan ruang rawat inap Keynan memastikan jika terjadi apa-apa di dalam ruangan. Keesokan harinya, Fatma berpamitan untuk menjual gelang sebagai biaya untuk pengobatan Keynan. Meski tidak besar namun cukup untuk membayar tagihan rumah sakit. Faridah bersyukur sekali masih ada salah satu anaknya yang selalu ikhlas menolongnya tanp

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status