Share

Chapter 43

last update Last Updated: 2023-02-26 21:37:04

"Ada rasa takut kehilangan. Padahal kita belum saling memiliki. "

____

“Apa yang membuat kamu begitu khawatir?” Dia bertanya setelah kusampaikan perihal keberatanku jika kami menikah secepat itu. Aku beralasan butuh rencana yang matang membuat momen yang sangat sakral ini agar menjadi sangat berkesan

“Maafkan saya Akhtar.” Kupandangi dia lamat-lamat dengan perasaan tak tega. Dia diam sejenak bekerjap-kerjap. Mengembangkan senyum. Meski raut kecewa terpampang jelas di wajahnya.

“Tidak perlu meminta maaf. Saya selalu siap memaklumi kamu. Apa pun asalkan itu membuat kamu nyaman.” Dia manarik sudut bibirnya. Tertawa lirih. Menyibak anak-anak rambut yang jatuh di keningku.

Aku semakin terpana memandangi matanya yang bercahaya. Mata yang menenteramkan Merasa sangat terharu. Yang terjadi jauh dari prasangka. Aku sempat mengira dia akan menolak usulku sebab dia tahu sejak awal memang bermaksud menunda. Tapi syukurlah dia menjadi sangat pengertian.

“Jangan bermuka masam seperti itu. Tersenyu
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Aku Hanya Ibu Untuk Anak-Anakmu Bukan Istrimu    Chapter 44

    “Toko buku?” protesku.Dia mengangguk. Justru sebelumnya aku mengira dia akan mengajakku ke suatu tempat yang tak terduga atau bahkan tak terpikirkan olehku. Ya ... Tempat apa, kek.Tapi toko buku. Rasanya-rasa dia salah tebak. Aku tidak terlalu suka gudang eh maksudku toko buku. Memangnya apa yang mau di cari di tempat ini. Aah ... Aku lebih suka baca komik Detektif Connan dari pada novel-novel dengan genre dari A sampai Z.“Memangnya kamu mau cari buku apa?” Aku bertanya dengan bodohnya. Dia keluar terlebih dahulu lalu berputar dan membuka pintu untukku. Aku nyaris seperti anak kecil yang dibujuk oleh bapaknya yang seorang pendiri sebuah komunitas gerakan cinta buku. Agar memiliki minat yang tinggi untuk membaca sejak dini.“Kamu lihat aja nanti.”Sewaktu dia mendorong pintu kaca tebal dan melangkah ke dalam tumpukan buku pada display-display dan rak-rak panjang menyambut kami. Seorang pramuniaga yang berjaga di bagian depan menyunggingkan senyum ramah. Mengucapkan selamat datang. A

    Last Updated : 2023-02-27
  • Aku Hanya Ibu Untuk Anak-Anakmu Bukan Istrimu    Chapter 45

    Selesai dari toko buku dia melanjutkan ke tujuan berikutnya. “Sebelum ke twenty one sebaiknya kamu isi perut dulu, ya. Biar nggak kelaparan pas nonton adegan-adegan mesra,” katanya seraya meletakkan dua plastik buku yang tadi kami beli di jok belakang.“Kamu mau ngajak saya nonton? Kok nggak ngomong dulu. Padahal saya nggak mau.”“Eits. Malam ini kamu harus menuruti apa pun kemauan saya. Kalau nggak, saya akan memaksa.”“Kok begitu. Itu namanya pemerkosaan kebebasan bersuara.”“Itu hak saya Mai. Kewajiban kamu menaati.”“Apa?” Dalil dari mana itu?! Saya wajib menaati setiap perkataan kamu nanti kalau kamu sudah jadi suami saya, tahu?!” Aku berseru lantang. Membelalakkan mata. Menantang.Tapi sangat terkejut lantas menarik diri sewaktu dia merespons reaksiku dengan mendekatkan wajahnya. Hingga nyaris menyentuh hidungku. Tanganku bergerak cepat. Mendorong dadanya. Dia terjengkang dengan kepala membentur kaca pintu mobil “Aawww ... Mai ....”Dia mengerang panjang. Tertahan memegangi ke

    Last Updated : 2023-02-28
  • Aku Hanya Ibu Untuk Anak-Anakmu Bukan Istrimu    Bab 46

    "Mungkin dalam hidup ada hari dimana kita pernah begitu menyesali satu hal. Berharap itu tak pernah terjadi, tak pernah ada atau tak pernah terucap. Tapi betapun besar rasa sesal itu tetap tidak bisa mencegah sesuatu yang memang akan terjadi.Tak ada yang bisa dilakukan. Selain merentangkan tangan dan menerimanya dengan rela.Yang akan pergi biarkan pergi. Pun, yang akan datang dipersilakan untuk datang tak ada yang melarang. Segala hal telah tertulis rapi dalam sebuah catatan. Dan setiap kita hanya bisa menjalani semua. Suka atau tidak.Seperti halnya aku.Selama kau dan aku bersama, setidaknya kita tampak baik-baik saja. Terjalnya jalan akan mampu kita lalui. Jangan ada kata menyerah. Terus saja melangkah sekali pun kita tak pernah tahu sejauh apa jalan yang mesti kita tempuh untuk bisa melihat indah pelangi.Selama iman terjaga tak mengapa tawa dan air mata itu ada. Berjanjilah untuk tetap berpegangan tangan. Jangan terlepas Kita akan sama kuat, sama tegar. Hingga nanti tiba di tu

    Last Updated : 2023-03-01
  • Aku Hanya Ibu Untuk Anak-Anakmu Bukan Istrimu    Chapter 47

    Lampu-lampu gemerlap ketika melingkupi langit Jakarta. Kota metropolitan itu tampak bercahaya. Cerita berlanjut sampai kami mengisi perut dengan satu mangkuk soto ayam di salah satu kedai makanan yang ada di tempat itu. Mereka tampak bersemangat sekali. Sepertinya ketegangan radi membuat mereka kelaparan. Ah ... Anak-anak. Kami belum memutuskan untuk pulang. Memilih untuk duduk-duduk santai sebuah kursi besi. Membiarkan anak-anak sibuk dengan permainannya. Dia mengucapkan banyak terima kasih karena berhasil membuat Shaila, Shaili berani menghadapi apa yang menjadi ketakutan mereka hari ini. “Sungguh luar biasa,” katanya memuji. Aku hanya mengangguk dan membalas pujiannya dengan senyum terima kasih. Lalu menjeda. Kami sama-sama diam. Hening beberapa lama. Hanya terdengar desah panjang. Menatap mataku agak lama. Hingga aku merasa wajahku kebas lantaran malu di pandangi seperti itu.Dia bilang sangat menyesal tak bisa melamarku sebelum pergi jauh. Kujawab sekenanya bahwa dia bisa melaku

    Last Updated : 2023-03-02
  • Aku Hanya Ibu Untuk Anak-Anakmu Bukan Istrimu    Chapter 48

    Suatu hari nanti mungkin segala sesuatu tak lagi sama. Segala hal akan berubah seiring perginya waktu. Seperti berputarnya bumi pada porosnya. Pagi mengantar siang, petang menjemput malam. Menuakan usia. Menggerus masa. Melipat cerita dalam lembar yang mungkin tak ingin kembali kita buka.. Membiarkan terlupa lalu terkubur dalam ingatan yang semakin usang. Tetapi tentang kita apakah akan tetap sama seperti sediakala, seperti ketika semua bermula?Akhtar, kita sama tahu dalam hidup sering kali kita tertipu. Menyangka apa yang ada di depan mata. Kepedihan atau pun tawa menjadi awal dan akhir sebuah kisah. Tapi sebenarnya tidak demikian. Mungkin kita terlalu cepat menyimpulkan. Di setiap perjalanan cinta akan datang berserta luka dan air mata. Begitu pun dengan kita. Lalu apa kita memiliki cukup daya untuk menghadapinya?Tak perlu bertanya padaku dan tak ada yang perlu kau cemaskan. Aku cukup tangguh untuk itu. Sejauh apa pun jalan yang harus di tempuh. Berlari atau merangkak sekali pun t

    Last Updated : 2023-03-03
  • Aku Hanya Ibu Untuk Anak-Anakmu Bukan Istrimu    Chapter 49

    Dokter mengatakan dia kelelahan. Dan harus beristirahat selama sebulan penuh. Meski begitu dia tetap memaksa untuk melangsungkan pernikahan sesuai waktu yang sudah disepakati. Tapi aku bersih keras bahwa lebih baik ditunda mengingat kondisinya yang semakin lemah.Selama dia dirawat tak sehari pun kulewatkan tanpa mendampinginya. Berusaha setegar mungkin. Menghibur dan mensupportnya agar bisa kembali seperti semula. Tapi ada yang aneh sekali pun dokter mengatakan dia hanya kelelahan, dua minggu itu berat badanya berkurang drastis. Meski dia tak mengeluhkan apa-apa.Dia berangsur pulih setelah satu bulan beristirahat total. Namun samar kudapati perubahan pada sikapnya. Dia semakin jarang tersenyum. Cahaya matanya meredup ketika dia memandangku. Aku menyangka itu sementara saja dikarenakan dia belum benar-benar pulih. Tapi ternyata aku salah.Hari-hari selanjutnya tampak sekali dia menjaga jarak denganku. Semua yang pernah kami rencanakan tak lagi dia bahas. Seakan lenyap dan terlupa beg

    Last Updated : 2023-03-04
  • Aku Hanya Ibu Untuk Anak-Anakmu Bukan Istrimu    Chapter 50

    Sejak pulang dari Eropa jam kerjanya bertambah padat. Bahkan sering lembur. Meski aku pernah protes. Mengatakan bahwa dia akan kelelahan jika seperti itu. Lagi pula waktu bersama anak-anak menjadi berkurang. Awalnya dia menuruti saranku tapi setelah pulih dari sakit sikapnya berubah dan bekerja tanpa kenal waktu. Berkali-kali kucoba mencari penjelasan atas perubahan itu tapi berkali-kali pula dia mengatakan tidak ada yang berubah semua berjalan sewajarnya. Tapi dari kilat matanya aku melihat ada yang dia sembunyikan.Setelah mematikan lampu dan menyalakan lampu tidur aku meninggalkan kamar menghampiri ibu yang masih berkutat di ruang tengah membereskan mainan yang terserak di bawah meja. Senyum lembutnya mengulas mendapatiku yang muncul menyibak tirai.“Eh, Nak Mai. Belum tidur?”Dia memintaku duduk di kursi berhadapan dengannya. Aku mengangguk.“Ibu juga kok belum tidur?”“Ibu belum ngantuk.”Aku mengangguk lagi. “Maaf, ngerepotin Nak Mai.”“Ngerepotin apa, Bu? Mai nggak merasa di

    Last Updated : 2023-03-05
  • Aku Hanya Ibu Untuk Anak-Anakmu Bukan Istrimu    Chapter 51

    Aku mulai terisak. Jemariku merayapi daun pintu lalu tersungkur. Rasa putus asa menghinggapi. Apa yang kulakukan sungguh sia-sia. Meskipun aku memohon dengan tetesan air mata darah, dia akan tetap pada pendiriannya Seharusnya aku menyerah saja. untuk apa meneguhkan tekat untuk orang yang tidak lagi mau peduli. Mungkin dia bukan orang yang pernah aku kenal. Mungkin dia sosok yang lain. Aku saja yang terlambat menyadari.Tetapi sisi lain dari hatiku mencegah untuk menyerah begitu saja. Aku belum melakukan apa-apa. Sebuah cinta memang butuh pengorbanan, butuh perjuangan. Aku tidak tahu persis apa yang terjadi setelah aku meringkuk di lantai depan kamarnya dan berapa lama aku di sana. Apa aku tertidur? Entalah. Yang kutahu ketika membuka mata aku berada di sebuah kamar. Bukan kamar anak-anak atau kamar ibu tapi ....Kamar Akhtar. Terkesiap aku menyadari itu. Menyibak selimut tebal yang menutupi hingga ke dadaku. Melompat dari tempat tidur mataku nyalang melihat ke sekeliling mencarinya

    Last Updated : 2023-03-06

Latest chapter

  • Aku Hanya Ibu Untuk Anak-Anakmu Bukan Istrimu    Chapter 80

    Di rumah aku menjadi tidak bersemangat. Segala hal kukerjakan setengah hati. Meski begitu aku berusaha tetap tersenyum dihadapan Kang Imam. Dan malam hari adalah siksaan bagiku. Sewaktu Kang Imam memeluk bayangan Akhtar mengikat kuat ingatanku. Aku disergap perasaan bersalah. Di mataku Kang Imam menjadi sosok lain, sosok orang yang kucintai. Apalagi ketika Kang Imam melayaninya, aku semakin tersiksa imajinasiku bergerak liar. Aku tak mampu menepisnya, Akhtar menguasaiku. Dan puncaknya malam ini, saat jemariku mencengkeram punggung Kang Imam tiba-tiba nama Akhtar terlontar dari bibirku. Aku terkesiap. Kang Imam menatapku meradang. Dia berguling ke samping tak menuntuskan hasratnya.Aku menangis. Menangisi ketidakberdayaanku. Tak ada lagi yang bisa kulakukan. Sepanjang malam itu kami sama-sama diam."Jujurlah dengan perasaan kamu, Neng?" ucap Kang Imam malam berikutnya. Dia menatapku dalam-dalam. Seakan ingin mengorek apa yang tersembunyi di balik mataku."Maafkan aku, Kang." Air mata

  • Aku Hanya Ibu Untuk Anak-Anakmu Bukan Istrimu    Chapter 79

    Tiga bulan berjalan rumah tanggaku dan Kang Imam tampak baik-baik saja. Aku tetap melayani dia selayaknya istri yang baik. Meskipun Kang Imam tidak mengizinkan aku bekerja, sesekali dia mengizinkan aku membantu Kak Sarah. Di sela-sela itulah diam-diam aku mencuri waktu menemui Shaila dan Shaili. Mereka berteriak histeris saat aku datang. Aku tak kuasa membendung air mata. Kupeluk mereka erat-erat seolah-olah tidak mau berpisah."Kita kangen sama Mama Mai." Shaili sesegukan di bahuku. Shaila memegang erat bahuku."Mama juga Sayang. Kalian sehat kan?"Keduanya mengangguk. Ibu Akhtar menyembunyikan air mata. Aku memeluknya dengan perasaan frustasi. Apakah cinta harus menyakiti banyak hati. Andai aku dan Akhtar menikah mungkin air mata ini tak akan pernah ada."Papa Akhtar, di Itali Mama. Katanya dua minggu lagi pulang."Aku mengangguk mengusap air mata keduanya."Tapi Papa baik-baik aja kan?""Papa Akhtar baik Ma."Aku dan Ibu Akhtar tak banyak bicara. Beliau seakan tahu perasaanku. Di b

  • Aku Hanya Ibu Untuk Anak-Anakmu Bukan Istrimu    Chapter 78

    Satu jam berikutnya setelah Randy meninggalkan ruangan, aku masih tepekur di tempat yang sama. Mendengarkan dengan seksama kata-kata Randy yang masih menggema di kepala. Impotensi. Napasku kembali tersekat. Gemetar. Susah payah menghapus pikiran buruk mengenai dia. Ingin sekali tidak mempercayai ini. Bisa jadi hanya gangguan psikis sementara di sebabkan dia sering kelelahan. Aku yakin bisa disembuhkan. Kenapa dia harus mengambil keputusan sepihak? Andai aku tahu sejak awal mungkin aku tidak akan rela menjauh darinya. Lebih memilih tetap bersamanya. Memberinya kekuatan agar bisa melewati hari-hari yang berat, waktu-waktu yang sulit. Dengan saling melepaskan seperti ini sama artinya saling menyakiti. Aku tidak mengerti kenapa dia begitu yakin menyangka aku menderita jika tetap memilih bersamanya. Padahal seterjal apa pun jalan yang mesti dilewati asalkan langkah tetap searah aku percaya semua bisa teratasi.Tapi kenapa seterlambat ini. Aku tak bisa mundur begitu saja. Pernikahanku

  • Aku Hanya Ibu Untuk Anak-Anakmu Bukan Istrimu    Chapter 77

    Randy mengatakan sudah dua malam dia tidak pulang ke rumah. Aku mendatangi bengkelnya tapi salah seorang karyawannya memberitahuku kalau Akhtar baru saja pulang. Dengan hati yang di penuhi harap cemas aku kembali melajukan mobil, aku tahu ke mana dia pergi.Dari jalan aku menatap bangunan dua tingkat itu, tampak lampu menyala. Dengan langkah yang semakin gemetar aku masuk cahaya suram dari lampu yang menempel di dinding dekat tangga membentuk siluet panjang tubuhku . Kutarik napas, menegarkan hati andai Akhtar tetap menolak aku akan siap. Anak tangga demi anak tangga kulewati dengan jantung yang kian bergemuruh. Sekujur tubuhku lemas. Kini aku tiba di puncak tangga kulihat dia sedang berdiri melamun dekat jendela. Pandangannya terlempar jauh. Seakan tak menyadari kehadiranku.Aku berjalan mendekat. Namun betapa kagetnya sewaktu mendengar suaranya."Mau apa kamu ke sini. Nggak ada yang perlu kita bahas lagi."Air mataku hampir jatuh bahkan sebelum aku menyampaikan maksudku."Akhtar, R

  • Aku Hanya Ibu Untuk Anak-Anakmu Bukan Istrimu    Chapter 76

    "Kesetiaan tak ubahnya seperti cahaya lampu-lampu yang redup. Menyala sekejap lalu padam dengan cepat."____Aku pernah mengira-ngira apa yang dinamakan cinta sejati. Apa semacam perasaan mendalam pada seseorang, hingga tak ada hal yang bisa menggantikan atau menghentikannya? Sebuah cinta yang hakiki yang akan dibawah sampai mati? Semacam itukah? Tapi kupikir itu tidak benar. Nyatanya perasaan cinta seringkali hanya singgah sebentar untuk kemudian berubah seiring masa dan pergantian waktu. Seperti halnya yang terjadi padaku, mencintai seseorang dengan begitu mendalam. Sempat aku menyangka bahwa dialah belahan jiwa yang Tuhan kirimkan untuk menemaniku mengarungi luasnya samudera kehidupan. Demi dia seakan-akan aku sanggup melakukan apapun agar tetap dibersamakan dengannya selamanya. Akan tetapi apa yang terjadi tidaklah segemilang yang ada dibayangkan.Dia memilih pergi.Meruntuhkan segenap kekuatan, meluruhkan rasa hingga tiada lagi yang tersisa selain kebencian yang sama besarnya.Dan

  • Aku Hanya Ibu Untuk Anak-Anakmu Bukan Istrimu    Chapter 75

    POV Akhtar.Terkadang tak butuh sebuah alasan mengapa kita bersedia menunggu. Menunggu demi sesuatu yang sudah pasti tidak akan terjadi. Menunggu untuk satu hal yang sudah jelas dan terang benderang kenyataannya. Bukan sebuah kemungkinan, antara 'iya' dan 'tidak'. Namun secara sadar menerima dengan kelapangan hati bahwa tidak ada yang salah. Tak mengapa jika memang ingin melakukannya. Ego sering kali butuh ruang untuk itu Laksana menyimpan harapan-harapan yang patah atau mendekap mimpi-mimpi yang rapuh lagi semu. Yang tiada lain kata akhirnya ada kesia-siaan. Tapi aneh aku tetap mampu tersenyum. Tak ada rasa kecewa. Tentu saja, aku sudah merelakannya.Aku bahagia melihatnya hari itu. Dia tersenyum memandang lelaki yang kini berstatus suaminya. Senyum yang amat manis yang sudah puluhan kali ia berikan padaku. Sekali pun aku tidak tahu apa itu senyum yang sama.Berbahagialah Mai. Aku akan turut bahagia.Kau terlalu berharga untuk sebuah cinta yang tidak sempurna seperti diriku. Di kehi

  • Aku Hanya Ibu Untuk Anak-Anakmu Bukan Istrimu    Chapter 74

    Dia akan membangunkanku jika waktu subuh datang. Lalu tak lupa bertanya seperti yang sudah-sudah, “Apa mau shalat subuh berjamaah?” Sekali pun tahu akan menerima jawaban yang sama tapi dia tidak bosan mengajukan pertanyaan yang sama. “Nggak, Kang. Saya mau shalat sendiri aja.”Meski begitu dia tetap mengulas senyum. Kemudian undur diri untuk berjamaah di masjid. Sebenarnya aku mulai berpikir untuk memenuhi permintaannya, kenapa tidak. Sebaiknya aku mulai membiasakan diri dengannya. Dia suami sekaligus imam bagiku jadi kenapa tidak belajar banyak hal dan menimba ilmu darinya? Tapi masalahnya aku masih merasa serba canggung.Dua minggu berlalu. Kang Imam akan mengawali aktivitas barunya sebagai dosen di sebuah Universitas Islam di Bandung. Aku agak tersentak mendengarnya dan baru ingat bahwa Kang Imam pernah menyampaikan ini sebelumnya. Hanya saja aku terlalu sibuk dengan pikiranku sendiri. Jadi aku tidak ingat. Namun dia mengatakan tidak akan serta-merta membawaku pindah ke kotanya. D

  • Aku Hanya Ibu Untuk Anak-Anakmu Bukan Istrimu    Chapter 73

    "Sekoyak apa pun luka, seiring waktu ia kan sembuh. Jadi jangan pernah meminta untuk kembali bertemu."_________Hari itu tiba. Didampingi Kak Sarah dan Papa aku menuju ke ruang tamu dimana keluarga Kang Imam dan Penghulu sudah menunggu. Kak Sarah membantuku duduk disamping Kang Imam yang beberapa menit lagi akan menjadi suamiku. Beberapa saat tatapannya terpaku padaku. Wajahnya menyemburat. Terlihat gugup. Dia tampak elegan dan berwibawa dalam balutan pakaian khas sunda berwarna putih tulang. Sedangkan aku berusaha mengenakan gaun syar'i sesuai permintaan Kang Imam. Dengan hijab panjang yang hampir menutupi seluruh tubuh. Tentu saja aku harus memantaskan diri dengan keluarga Kang Imam yang notabene religius untuk menjadi bagian dari mereka.Dalam suasana yang sederhana prosesi sakral kami berlangsung khidmat. Dihadiri kerabat dan sahabat dekat saja. Sekali pun sempat gugup namun Kang Imam mampu menyempurnakan kalimat ijab-qabul. Dan berakhir dengan ucapan “Sah!” dari saksi. Aku tid

  • Aku Hanya Ibu Untuk Anak-Anakmu Bukan Istrimu    Chapter 72

    Tapi aku membuat kesepakatan dengan Kak Sarah bahwa aku tidak mau direpotkan segala hal yang bersangkutan dengan ritual sakral itu. Apalagi harus mencari dan memilih gaun pengantin. Bagiku tidak penting. Aku ingin acara ijab-qobul dilaksanakan sesederhana dan sesingkat mungkin. Kak Sarah mengangguk setuju.Dua hari berikutnya keluarga besar Kang Imam datang. Membawa berbagai hantaran. Aku tak begitu mendengar apa yang dibicarakan. Yang terpenting sudah tercapai kesepakatan. Lagi pula aku malas menceritakan bagian ini. Terserah bagaimana baiknya menurut mereka. Wajah Kang Imam tampak sumringah. Garis bibirnya melengkung mengulas senyum. Meski belum menempatkannya di bagian tertentu di sudut hatiku. Tapi aku sama sekali tak meniatkan diri untuk menolaknya. Bagiku dia tak perlu menjadi seperti sosok yang kuinginkan. Cukup menjadi lelaki yang baik dan bertanggung jawab.Hari senin di pilih Ustaz Husni untuk meresmikan hubungan kami. Dan berati 6 hari dari sekarang. Tak ada lagi keraguan.

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status