Share

Chapter 34

last update Last Updated: 2023-02-21 22:26:53
“Kamu nggak perlu sepanik itu.” Kumiringkan kepala mengembangkan senyum. Melega-legakan hati. Tak benar-benar menertawakannya. Tapi kupikir agak mengherankan aku bisa tertawa setelah apa yang terjadi hari ini.

”Nggak apa-apa nanti juga kering sendiri, kok.”

Dia tersenyum lega. Tatapannya masih berdiam di wajahku. Mendesirkan darah.

“Kamu cantik saat tertawa, Mai,” ujarnya terdengar sungguh-sungguh.

“Apa kamu bermaksud menggoda saya?!” Kutinggikan intonasi suaraku saat kudengar dia mengatakan itu. Aku tahu dari nada bicaranya dia sama sekali tidak bermaksud menggodaku. Hanya saja aku tak ingin terlihat malu dengan pujiannya. Padahal aku yakin wajahku semerah tomat.

“”Euh, bu ...bukan. Saya nggak bermaksud begitu.”

Dia menegakkan punggung. Berusaha meralat ucapannya. Dalam hati aku mengulum senyum.

“Apa lelaki itu kekasih kamu, Mai?”

Dia kembali mengajukan pertanyaan setelah mengambil posisi duduk di hadapanku. Membuatku merasa agak tertekan.

“Dia mantan suami saya.” Aku menyahut dengan
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Aku Hanya Ibu Untuk Anak-Anakmu Bukan Istrimu    Chapter 35

    Perkataan papa sewaktu kami duduk di meja makan refleks menghentikan gerakan tanganku yang baru akan memasukan nasi ke dalam mulut. Dua detik tatapanku terpaku di wajah teduh itu. Menelaah kalimat-kalimat yang muluncur dari bibir piasnya. Kemudian aku menganggukkan kepala tanpa mengatakan apa-apa membuat laki-laki kesayanganku itu kembali mengulang ucapannya.“Papa juga senang seandainya ada Si kembar yang menemani setiap hari. Papa sudah tua dan merasa kesepian. Papa ingin di keliling anak-anak seperti mereka.”Kuangkat kepala menatap papa sekali lagi. Wajahnya tampak begitu mendung. Seakan sebentar lagi akan melesakkan hujan yang sangat deras. Aku di banjiri perasaan gamang. Ingin aku mengatakan padanya masih ada yang mengganjal di hatiku untuk menerima Akhtar sebagai bagian dari diriku. Setidaknya untuk sementara waktu. Ada banyak kesemrawutan yang belum tuntas diselesaikan antara aku dan Ryu dan perasaan-perasaan yang masih tertinggal. Jika benar akhir pelarianku berujung pada Ak

    Last Updated : 2023-02-22
  • Aku Hanya Ibu Untuk Anak-Anakmu Bukan Istrimu    Chapter 36

    "Barangkali pertemuan kita adalah cara Allah menyembuhkan luka yang ada setelah kita sama-sama kehilangan seseorang."___Mataku terangkat dan terpaku di wajahnya. Dia menunduk. Menyembunyikan separuh wajahnya. Seakan malu.“Hubungan kami sempat sangat dekat sampai suatu hari saya memintanya untuk ta'aruf. Sekalipun dia tidak memberi kepastian. Tapi saya merasa Mas Akhtar memberi perhatian khusus pada saya. Membuat saya berpikir dia membalas perasaan saya.”Andai ada cermin di depanku ingin sekali kulihat raut mukaku saat ini. Bohong jika kukatakan aku tetap tenang. Aku menjadi gugup. Ada perasaan cemburu, iri atau tidak terima atau apa, aku tidak tahu tiba-tiba melingkupiku. Tatapanku nanar. Kutegakkan punggung. Mengatur napas.“Tapi kemudian hubungan kami perlahan merenggang. Sikap Mas Akhtar mendadak berubah bahkan dia nggak mau lagi bicara sama saya. Dan itu semenjak keakraban Mbak Mai dan anak-anak.”Mata beningnya menelaga. Satu tetes melesat di pipinya yang terang. Menjejak di

    Last Updated : 2023-02-22
  • Aku Hanya Ibu Untuk Anak-Anakmu Bukan Istrimu    Chapter 37

    Sepeningal lelaki itu kami sama diam. Aku membenamkan tatapan pada gelas yang baru sedikit kusesap. Sedangkan dia meneguk kopinya dengan tidak tenang. Sebenarnya sudah sejauh mana hubungan Akhtar dengan perempuan itu? Jika memang tidak memiliki perasaan khusus seharusnya dia tak perlu terlihat panik seperti itu.“Kenapa diam?” Dia bertanya pelan. Aku menggeleng.“Sudah malam. Sebaiknya kita pulang.” Aku bangkit dengan hati ingin menyangkal bahwa sebenarnya merasa cemburu “Kenapa tiba-tiba. Bahkan kita belum membicarakan apapun, Mai.”“Lain waktu saja. Saya sudah mengantuk.” Aku melangkah meninggalkan dia yang ternganga menatapku dengan mimik bingung.“Maikana?”Sementara aku terus melangkah menuju pintu keluar terdengar dia memanggil pelayan. Membuatku refleks kembali berbalik. Aku baru teringat sesuatu. Seharusnya aku yang mentraktirnya malam ini. “Maaf seharusnya saya yang membayar kopinya,” lirihku. Nyaris menubruknya lantaran mataku tidak fokus menatap ke depan. Tak menyadari d

    Last Updated : 2023-02-23
  • Aku Hanya Ibu Untuk Anak-Anakmu Bukan Istrimu    chapter 38

    “Memangnya anak-anak nggak mau ikut?”Aku bertanya dengan nada tidak mengerti sewaktu dia meneleponku di siang menjelang sore. Tepat saat aku baru tiba di rumah. Mengatakan kalau dia hari ini minta di temani berbelanja ke supermarket. Ada barang-barang yang harus dia beli dan dia tidak begitu paham. “Nggak Mai. Mereka ada acara sama Randy. Saya jemput satu jam lagi, ya. Kamu siap-siap sekarang. Jangan lama-lama. Saya sudah nggak sabar mau lihat wajah kamu.” kekehannya timbul tenggelam di selai suara percikan air. Kurasa dia di kamar mandi. Apa dia menelepon saat sedang mandi?“Oke baiklah. Saya mau siap-siap dulu.”“Berdandanlah seadanya, ya. Jangan berlebihan saya takut semakin jatuh canta sama kamu.” “Akhtaarrr ...!!!”Tawanya semakin berderai dan panjang sebelum sambungan telepon terputus.Dasar mulut gombal. ***“Memangnya apa saja yang mau kamu beli?” Aku bertanya ketika kami tiba di lantai pertama supermarket. Dia manarik salah satu troli dan mendorongnya mengikuti langkahku.

    Last Updated : 2023-02-23
  • Aku Hanya Ibu Untuk Anak-Anakmu Bukan Istrimu    Chapter 39

    "Hal yang tersulit dalam hidup bukanlah memiliki apa yang dicintai. Melainkan tetap setia mencintai apa yang sudah dimiliki. Tak peduli apa pun yang terjadi."______Aku berusaha menenangkan napasku yang masih terengah-engah. Emosiku belum mereda. Belum puas menganiayanya. Bagiku itu belum seberapa. Seharusnya dia mendapatkan perlakuan yang lebih kejam dari pada itu.Siapa dia, Mai. Kenapa kamu memukulinya?”Aku diam sejenak. Menatapnya tajam dengan mata yang masih berkilat marah.“Jawab, Mai.”“Dia perempuan iblis yang sudah menghancurkan hidupku.” Aku bersuara pada akhirnya. Mengalihkan tatapan dari wajahnya. Menahan air mata agar tidak melesak. Merasa geram.“Dia yang merebut suami kamu?” Dia bertanya lagi dengan nada simpati. Tak kujawab. Kupikir dia sudah tahu jawabannya.Dia kemudiam diam. Pun aku. Kami sama-sama diam. Samar kudengar dia mendesah.Hari yang berantakkan. Tapi aku tak menyesal. Aku puas bisa meluapkan dendamku. Seharusnya sejak dulu aku melakukannya. Tapi sayangny

    Last Updated : 2023-02-24
  • Aku Hanya Ibu Untuk Anak-Anakmu Bukan Istrimu    Chapter 40

    Benar saja. Urat di bagian tengah perutku serasa dipilin dengan kuat. Mendapati apa yang ditangkap oleh penglihatanku. Sebuah Triton hitam bak terbuka sudah terparkir di sana. Bagaimana dia bisa masuk pikirku.Biasanya satpam kompleks tak semudah itu mengizinkan orang asing masuk. Dia benar-benar nekat. Dengan perasaan campur aduk aku keluar kamar menelusur ke pintu depan berjalan dengan langkah yang amat diperhitungkan. Karena cemas membangunkan penghuni rumah terutama papa.“Mai?!”Dia menyongsongku sewaktu aku baru akan melangkah ke luar pekarangan. Menarik tangan tergesa. Kepanikanku bertambah. Kupikir ada apa dengannya. Kenapa terkesan mendesak sekali. “Akhtar, kamu ...?” Kelopak mataku melebar menatapnya dengan dua pertanyaan darurat di kepala. Ada apa dan mau ke mana?“Masuk sekarang. Jangan di sini bicaranya.”Setelah memberi perintah seperti itu dia menarikku masuk dan melajukan mobilnya keluar dari kawasan kompleks. Aneh. Bukannya menginterogasi dengan banyak pertanyaan, se

    Last Updated : 2023-02-24
  • Aku Hanya Ibu Untuk Anak-Anakmu Bukan Istrimu    Chapter 41

    Tapi Kak Sarah tetap keras kepala. Dia tidak mau mendengarkan. Ya sudah. Apa daya. Memang paling sulit menasihati orang yang sedang jatuh cinta. Bagai menghalau kobaran api. Bukannya padam dia justru akan kian menyala dan membakar apa saja yang melintasinya. Aku hanya bisa berharap dia akan sadar suatu hari kelak.“Mai?”Aku tersentak sewaktu suara Kak Sarah menembus pikiranku yang terdalam. Ah, seperti biasa aku terlalu jauh tenggelam. Sampai lupa kalau aku sedang berada pada satu hal yang akan menentukan alur hidupku ke depan.“I ...iy ..iya. Maaf.” Tatapanku teralih pada Kak Sarah sejenak tak lama berpaling pada Akhtar. Tetapi kembali terkejut ketika melihat benda yang dia asongkan padaku.Sebuah cincin.Aku menatap benda melingkar dengan berlian di tengahnya itu ragu-ragu. Aku masih tidak yakin akan secepat ini. Rasanya baru kemarin aku mengikat janji dengan seorang pria. Tapi kenapa harus terjadi lagi.Tidak. Apa yang terjadi? Andai diizinkan ingin sekali aku menapar wajahku kua

    Last Updated : 2023-02-25
  • Aku Hanya Ibu Untuk Anak-Anakmu Bukan Istrimu    Chapter 42

    “Mai, aku minta waktu sebentar.”Aku duduk dengan sikap enggan. Membuang muka. Sebenarnya tidak tega melakukan ini. Tapi sewaktu ingatanku menangkap wajah setan betina itu. Aku mendadak muak.“Maafkan aku untuk kejadian hari itu.” Dia berkata dengan intonasi sangat rendah. Tatapannya nyaris tak berkedip. Memandang tajam.“Kalau aku memaafkan kamu, apa kamu bisa untuk tidak lagi mengangguku?”Dia terpekur sejenak. Menelaah ucapanku. Lantas menunduk. Cahaya matanya menyuram. Kulihat kucewa tergambar di mimik wajahnya. Tapi kucoba untuk tidak peduli.“Apa tidak ada kesempatan lagi untuk kita?”“Jangan menyebut 'kita' karena bagiku aku dan kamu sekarang adalah dua orang asing yang kebetulan pernah saling mengenal.”“Aku mencintai kamu Mai.”“Dan aku mencintai orang lain,” tukasku menegaskan ucapan. Dia tersentak dengan nada bicaraku. Tapi siapa peduli. Apa dia pikir selama ini hatiku tidak tercacah karena perbuatannya?“Maaf, sebentar lagi aku akan menikah. Jadi silakan undur diri.”“Meni

    Last Updated : 2023-02-25

Latest chapter

  • Aku Hanya Ibu Untuk Anak-Anakmu Bukan Istrimu    Chapter 80

    Di rumah aku menjadi tidak bersemangat. Segala hal kukerjakan setengah hati. Meski begitu aku berusaha tetap tersenyum dihadapan Kang Imam. Dan malam hari adalah siksaan bagiku. Sewaktu Kang Imam memeluk bayangan Akhtar mengikat kuat ingatanku. Aku disergap perasaan bersalah. Di mataku Kang Imam menjadi sosok lain, sosok orang yang kucintai. Apalagi ketika Kang Imam melayaninya, aku semakin tersiksa imajinasiku bergerak liar. Aku tak mampu menepisnya, Akhtar menguasaiku. Dan puncaknya malam ini, saat jemariku mencengkeram punggung Kang Imam tiba-tiba nama Akhtar terlontar dari bibirku. Aku terkesiap. Kang Imam menatapku meradang. Dia berguling ke samping tak menuntuskan hasratnya.Aku menangis. Menangisi ketidakberdayaanku. Tak ada lagi yang bisa kulakukan. Sepanjang malam itu kami sama-sama diam."Jujurlah dengan perasaan kamu, Neng?" ucap Kang Imam malam berikutnya. Dia menatapku dalam-dalam. Seakan ingin mengorek apa yang tersembunyi di balik mataku."Maafkan aku, Kang." Air mata

  • Aku Hanya Ibu Untuk Anak-Anakmu Bukan Istrimu    Chapter 79

    Tiga bulan berjalan rumah tanggaku dan Kang Imam tampak baik-baik saja. Aku tetap melayani dia selayaknya istri yang baik. Meskipun Kang Imam tidak mengizinkan aku bekerja, sesekali dia mengizinkan aku membantu Kak Sarah. Di sela-sela itulah diam-diam aku mencuri waktu menemui Shaila dan Shaili. Mereka berteriak histeris saat aku datang. Aku tak kuasa membendung air mata. Kupeluk mereka erat-erat seolah-olah tidak mau berpisah."Kita kangen sama Mama Mai." Shaili sesegukan di bahuku. Shaila memegang erat bahuku."Mama juga Sayang. Kalian sehat kan?"Keduanya mengangguk. Ibu Akhtar menyembunyikan air mata. Aku memeluknya dengan perasaan frustasi. Apakah cinta harus menyakiti banyak hati. Andai aku dan Akhtar menikah mungkin air mata ini tak akan pernah ada."Papa Akhtar, di Itali Mama. Katanya dua minggu lagi pulang."Aku mengangguk mengusap air mata keduanya."Tapi Papa baik-baik aja kan?""Papa Akhtar baik Ma."Aku dan Ibu Akhtar tak banyak bicara. Beliau seakan tahu perasaanku. Di b

  • Aku Hanya Ibu Untuk Anak-Anakmu Bukan Istrimu    Chapter 78

    Satu jam berikutnya setelah Randy meninggalkan ruangan, aku masih tepekur di tempat yang sama. Mendengarkan dengan seksama kata-kata Randy yang masih menggema di kepala. Impotensi. Napasku kembali tersekat. Gemetar. Susah payah menghapus pikiran buruk mengenai dia. Ingin sekali tidak mempercayai ini. Bisa jadi hanya gangguan psikis sementara di sebabkan dia sering kelelahan. Aku yakin bisa disembuhkan. Kenapa dia harus mengambil keputusan sepihak? Andai aku tahu sejak awal mungkin aku tidak akan rela menjauh darinya. Lebih memilih tetap bersamanya. Memberinya kekuatan agar bisa melewati hari-hari yang berat, waktu-waktu yang sulit. Dengan saling melepaskan seperti ini sama artinya saling menyakiti. Aku tidak mengerti kenapa dia begitu yakin menyangka aku menderita jika tetap memilih bersamanya. Padahal seterjal apa pun jalan yang mesti dilewati asalkan langkah tetap searah aku percaya semua bisa teratasi.Tapi kenapa seterlambat ini. Aku tak bisa mundur begitu saja. Pernikahanku

  • Aku Hanya Ibu Untuk Anak-Anakmu Bukan Istrimu    Chapter 77

    Randy mengatakan sudah dua malam dia tidak pulang ke rumah. Aku mendatangi bengkelnya tapi salah seorang karyawannya memberitahuku kalau Akhtar baru saja pulang. Dengan hati yang di penuhi harap cemas aku kembali melajukan mobil, aku tahu ke mana dia pergi.Dari jalan aku menatap bangunan dua tingkat itu, tampak lampu menyala. Dengan langkah yang semakin gemetar aku masuk cahaya suram dari lampu yang menempel di dinding dekat tangga membentuk siluet panjang tubuhku . Kutarik napas, menegarkan hati andai Akhtar tetap menolak aku akan siap. Anak tangga demi anak tangga kulewati dengan jantung yang kian bergemuruh. Sekujur tubuhku lemas. Kini aku tiba di puncak tangga kulihat dia sedang berdiri melamun dekat jendela. Pandangannya terlempar jauh. Seakan tak menyadari kehadiranku.Aku berjalan mendekat. Namun betapa kagetnya sewaktu mendengar suaranya."Mau apa kamu ke sini. Nggak ada yang perlu kita bahas lagi."Air mataku hampir jatuh bahkan sebelum aku menyampaikan maksudku."Akhtar, R

  • Aku Hanya Ibu Untuk Anak-Anakmu Bukan Istrimu    Chapter 76

    "Kesetiaan tak ubahnya seperti cahaya lampu-lampu yang redup. Menyala sekejap lalu padam dengan cepat."____Aku pernah mengira-ngira apa yang dinamakan cinta sejati. Apa semacam perasaan mendalam pada seseorang, hingga tak ada hal yang bisa menggantikan atau menghentikannya? Sebuah cinta yang hakiki yang akan dibawah sampai mati? Semacam itukah? Tapi kupikir itu tidak benar. Nyatanya perasaan cinta seringkali hanya singgah sebentar untuk kemudian berubah seiring masa dan pergantian waktu. Seperti halnya yang terjadi padaku, mencintai seseorang dengan begitu mendalam. Sempat aku menyangka bahwa dialah belahan jiwa yang Tuhan kirimkan untuk menemaniku mengarungi luasnya samudera kehidupan. Demi dia seakan-akan aku sanggup melakukan apapun agar tetap dibersamakan dengannya selamanya. Akan tetapi apa yang terjadi tidaklah segemilang yang ada dibayangkan.Dia memilih pergi.Meruntuhkan segenap kekuatan, meluruhkan rasa hingga tiada lagi yang tersisa selain kebencian yang sama besarnya.Dan

  • Aku Hanya Ibu Untuk Anak-Anakmu Bukan Istrimu    Chapter 75

    POV Akhtar.Terkadang tak butuh sebuah alasan mengapa kita bersedia menunggu. Menunggu demi sesuatu yang sudah pasti tidak akan terjadi. Menunggu untuk satu hal yang sudah jelas dan terang benderang kenyataannya. Bukan sebuah kemungkinan, antara 'iya' dan 'tidak'. Namun secara sadar menerima dengan kelapangan hati bahwa tidak ada yang salah. Tak mengapa jika memang ingin melakukannya. Ego sering kali butuh ruang untuk itu Laksana menyimpan harapan-harapan yang patah atau mendekap mimpi-mimpi yang rapuh lagi semu. Yang tiada lain kata akhirnya ada kesia-siaan. Tapi aneh aku tetap mampu tersenyum. Tak ada rasa kecewa. Tentu saja, aku sudah merelakannya.Aku bahagia melihatnya hari itu. Dia tersenyum memandang lelaki yang kini berstatus suaminya. Senyum yang amat manis yang sudah puluhan kali ia berikan padaku. Sekali pun aku tidak tahu apa itu senyum yang sama.Berbahagialah Mai. Aku akan turut bahagia.Kau terlalu berharga untuk sebuah cinta yang tidak sempurna seperti diriku. Di kehi

  • Aku Hanya Ibu Untuk Anak-Anakmu Bukan Istrimu    Chapter 74

    Dia akan membangunkanku jika waktu subuh datang. Lalu tak lupa bertanya seperti yang sudah-sudah, “Apa mau shalat subuh berjamaah?” Sekali pun tahu akan menerima jawaban yang sama tapi dia tidak bosan mengajukan pertanyaan yang sama. “Nggak, Kang. Saya mau shalat sendiri aja.”Meski begitu dia tetap mengulas senyum. Kemudian undur diri untuk berjamaah di masjid. Sebenarnya aku mulai berpikir untuk memenuhi permintaannya, kenapa tidak. Sebaiknya aku mulai membiasakan diri dengannya. Dia suami sekaligus imam bagiku jadi kenapa tidak belajar banyak hal dan menimba ilmu darinya? Tapi masalahnya aku masih merasa serba canggung.Dua minggu berlalu. Kang Imam akan mengawali aktivitas barunya sebagai dosen di sebuah Universitas Islam di Bandung. Aku agak tersentak mendengarnya dan baru ingat bahwa Kang Imam pernah menyampaikan ini sebelumnya. Hanya saja aku terlalu sibuk dengan pikiranku sendiri. Jadi aku tidak ingat. Namun dia mengatakan tidak akan serta-merta membawaku pindah ke kotanya. D

  • Aku Hanya Ibu Untuk Anak-Anakmu Bukan Istrimu    Chapter 73

    "Sekoyak apa pun luka, seiring waktu ia kan sembuh. Jadi jangan pernah meminta untuk kembali bertemu."_________Hari itu tiba. Didampingi Kak Sarah dan Papa aku menuju ke ruang tamu dimana keluarga Kang Imam dan Penghulu sudah menunggu. Kak Sarah membantuku duduk disamping Kang Imam yang beberapa menit lagi akan menjadi suamiku. Beberapa saat tatapannya terpaku padaku. Wajahnya menyemburat. Terlihat gugup. Dia tampak elegan dan berwibawa dalam balutan pakaian khas sunda berwarna putih tulang. Sedangkan aku berusaha mengenakan gaun syar'i sesuai permintaan Kang Imam. Dengan hijab panjang yang hampir menutupi seluruh tubuh. Tentu saja aku harus memantaskan diri dengan keluarga Kang Imam yang notabene religius untuk menjadi bagian dari mereka.Dalam suasana yang sederhana prosesi sakral kami berlangsung khidmat. Dihadiri kerabat dan sahabat dekat saja. Sekali pun sempat gugup namun Kang Imam mampu menyempurnakan kalimat ijab-qabul. Dan berakhir dengan ucapan “Sah!” dari saksi. Aku tid

  • Aku Hanya Ibu Untuk Anak-Anakmu Bukan Istrimu    Chapter 72

    Tapi aku membuat kesepakatan dengan Kak Sarah bahwa aku tidak mau direpotkan segala hal yang bersangkutan dengan ritual sakral itu. Apalagi harus mencari dan memilih gaun pengantin. Bagiku tidak penting. Aku ingin acara ijab-qobul dilaksanakan sesederhana dan sesingkat mungkin. Kak Sarah mengangguk setuju.Dua hari berikutnya keluarga besar Kang Imam datang. Membawa berbagai hantaran. Aku tak begitu mendengar apa yang dibicarakan. Yang terpenting sudah tercapai kesepakatan. Lagi pula aku malas menceritakan bagian ini. Terserah bagaimana baiknya menurut mereka. Wajah Kang Imam tampak sumringah. Garis bibirnya melengkung mengulas senyum. Meski belum menempatkannya di bagian tertentu di sudut hatiku. Tapi aku sama sekali tak meniatkan diri untuk menolaknya. Bagiku dia tak perlu menjadi seperti sosok yang kuinginkan. Cukup menjadi lelaki yang baik dan bertanggung jawab.Hari senin di pilih Ustaz Husni untuk meresmikan hubungan kami. Dan berati 6 hari dari sekarang. Tak ada lagi keraguan.

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status