Setelah membujuk ayahnya dengan berbagai cara, akhirnya Nisa berhasil membuat ayahnya mengikuti sarannya untuk ikut bersama mereka ke kota.
Sampai dikediamannya, Nisa langsung membawa ayahnya masuk, dan menempatkan ayahnya sekamar bersama putranya."Untuk sementara Ayah tidurnya sekamar sama Ahmad ya, Yah!" ucap Nisa sambil menyusun pakaian ayahnya di lemari putranya, yang masih menyisakan tempat kosong."Nggak apa-apa nak, Ayah di mana aja nggak masalah, yang penting tetap tinggal bersama kalian!" jawab pak Faisal yang tak mau membuat putrinya merasa bersalah."Makasih Yah, jika nanti Nisa punya rejeki lebih, Nisa akan beli rumah buat kita bertiga!" ucap Nisa semangat."Bertiga...?" tanya pak Faisal.Pak Faisal kembali membuang napas kasar, ia memandang lekat wajah anak yang ia besarkan dengan kasih sayang seorang diri, setelah dewasa, mengapa harus memiliki kehidupan yang rumit seperti ini, pikirnya."Iya, Yah! Rumah uTak lama usai pertemuannya dengan Bella malam itu, Rudy segera menyampaikan keinginannya pada orang tuanya, tanpa melalui drama yang berlebihan, restu dari orang tuanya pun didapat. Setelah Rudy datang bersama kedua tuanya, hari pernikahan pun ditentukan. Dan hari ini adalah hari bahagia bagi keduanya.Rudy pun telah bertekad, untuk melupakan gadis yang ia cintai, yang bahkan hingga detik ini belum ditemukannya.***"Wah, kalau tiap hari begini terus, bisa-bisa gak lama lagi kamu bisa buka cabang baru, Nis!" komentar Dinda yang hari itu sengaja mampir ke Rumah Makan Family."Alhamdulillah, Din! Semua ini berkat do'a dari kamu juga, 'kan!" jawab Nisa merendah."Aku salut sama kamu, Nis! Baru beberapa bulan buka, tapi pelanggan kamu udah seramai ini!" ujar Dinda lagi sambil menunggu pesanannya tiba."Do'akan aja, semoga dalam waktu dekat, aku bisa buka cabang baru!" ucap Nisa tersenyum."Aamiiin...! Aku do'a
Di sebuah hotel berbintang, suasana meriah nampak menghiasi sebuah aula, di mana saat ini acara resepsi pernikahan sedang berlangsung, dengan iringan musik yang menambah meriahnya acara.Para tamu undangan silih berganti, datang dan pergi tiada henti. Di antara tamu yang hadir, nampak sepasang pria dan wanita yang terlihat serasi, meski di antara mereka bukanlah pasangan sesungguhnya, namun tidak ada yang menyangka, jika mereka hanya sekedar sahabat."Din, gandengan donk! Masa' sih jalannya kayak gerak jalan, harus ada jarak gitu!" pinta Indra kepada Dinda.Mendengar permintaan Indra, tanpa menunda lagi, Dinda langsung menyelipkan tangannya melingkari lengan Indra. Mereka berjalan beriringan seperti pasangan lainnya."Nah... gitu donk!" ucap Indra tersenyum."Tapi, nanti kita dikira pacaran lho, In?" protes Dinda."Biarin aja!" jawab Indra santai, sambil melanjutkan langkahnya yang diikuti Dinda di sisinya.'An
Mendengar sapaan yang ditujukan kepadanya, Indra langsung menoleh ke arah suara " Hei broo, siapa yang kamu maksud! Aku ke sini menghadiri pernikahan sahabatku, kok! Kenapa situ yang sewot! Aneh...!" jawab Indra santai."Siapa sahabat yang kamu maksud?" tanya Arman ingin tau. Ya, Arman baru tiba dari panggilan darurat yang ia terima dari rekan kerjanya, di saat acara akan dimulai, maka ia pun terpaksa pergi, dan baru bisa datang di saat acar telah berlangsung."Kepo amat sih, Pak!" jawab Indra mengejek keseriusan wajah Arman.Dinda yang pernah bertemu dengan Arman saat di Rumah Sakit, merasa heran melihat kehadiran Arman di sini. Ia mencurigai, jika Arman mempunyai hubungan dengan istri dari Rudy. Karena Dinda juga telah mengenal baik keluarga Rudy, dan yakin jika Rudy tidak punya hubungan dengan Arman, pikir Dinda.Merasa pertanyaannya tak mendapatkan jawaban, Arman akhirnya memandang wanita di samping Indra "Wah...wah..wah! Ternyata ka
Setelah para tamu undangan pulang, Rudy mengajak Bella ke kamar hotel, yang telah dihias menjadi kamar pengantin bagi pasangan kedua mempelai.Namun baru saja Rudy ingin merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, terdengar bel kamar berbunyi.Karena Bella masih berada di kamar mandi, Rudy terpaksa bangkit kembali dan membukakan pintu " Siapa sih, udah tau malam, masih aja ganggu!" omel Rudy."Rud..maaf kalau aku, ganggu!" ujar Arman di saat melihat Rudy yang membuka pintu dengan wajah kesal."Owh.. nggak apa-apa, Kak! Ada apa malam-malam mencari saya?" tanya Rudy sopan. Rudy segera menetralkan perasaannya demi tak dinilai buruk oleh Arman."Hmm...kalau kita bicara berdua, sebentar aja, bisa nggak? Ini mengenai pertanyaanku, tadi!" jawab Arman merasa tak nyaman mengganggu malam pengantin adik iparnya.Namun rasa penasarannya tentang Indra, membuat ia melupakan tatakrama bertamu."Owh...bisa kok Kak! Bentar ya, aku ijin sam
Rudy merasa sedih dan bersalah saat Bella menanyakan tentang perasaannya. Jika ingin jujur, saat ini Rudy belum mencintai istrinya, apalagi setelah pertemuannya dengan Dinda sebelumnya. Dan mendengar kisah dari Arman, membuat Rudy sedikit berharap, untuk dapat bersama dengan wanita pujaannya itu.Namun saat menyadari, jika saat ini dia telah menjadi suami dari Bella, bahkan tak lama lagi, dia akan menjadi seorang ayah, membuat Rudy menyesali pikirannya."Berat ya Mas, untuk menjawab pertanyaanku?" lanjut Bella, namun rona sedih terukir jelas di wajah Bella.Rudy langsung merapatkan tubuhnya pada Bella, dia langsung memasukkan Bella dalam pelukannya "Maafkan Mas, Bell!" ucap Rudy pelan.Bella mulai terisak di dalam dekapan suaminya, namun ia tak mengatakan apapun menyangkut kata maaf dari suaminya."Bella..! Jujur, untuk saat ini, Mas belum berani mengatakan jika Mas, mencintai kamu! Namun, ijinkan Mas, untuk mencintai kamu denga
Seperti biasa, setelah menemani anak dan juga ayahnya sarapan, Nisa akan kembali dengan rutinitas hariannya.Sejak kesembuhannya beberapa hari yang lalu, pak Faisal yang merasa tidak ada kegiatan, maka ia memaksa Nisa, agar mengijinkannya mengantar dan menjemput cucunya ke sekolah.Nisa yang tau sifat ayahnya yang paling tidak suka jika menganggur, hanya bisa mengijinkan, daripada ayahnya kembali ke kampung, itu bisa membuat Nisa kepikiran dengan kesehatan ayahnya."Apa ada lagi yang perlu ditambah dengan daftar belanjaan ini, Bu?" tanya Dinda pada pegawainya yang bekerja bagian dapur, sambil memperlihatkan catatan daftar belanja.Setelah memeriksa semua, Bu Ratna hanya meminta dibelikan alat dapur yang harus ditambah.Karena banyaknya pelanggan, membuat mereka harus memasak dalam jumlah besar, agar tidak terlalu lama dalam melayani pesanan pelanggan."Daftar belanjanya udah pas, Mbak! Cuma, saya minta tolong dibelikan wajan dan
Saat perjalanan pulang, Indra meminta ijin untuk berbelok ke sebuah kedai yang menjual sarapan pagi. Dengan berbagai alasan, akhirnya Indra berhasil mengajak Nisa mampir ke kedai."Kamu gak pesan!" tanya Indra pada Nisa, saat ia menyebutkan pesanannya pada pelayan."Nggak usah, aku minta es jeruk aja!" jawab Nisa."Oke..!" Indra langsung menambah pesanannya dengan pesanan Nisa."Emang tadi kamu gak sarapan ya?" tanya Nisa."Nggak..! Rencananya, mau sarapan di tempat kamu, tapi kamu malah mau pergi, ya udah! Batal, deh!" jawab Indra santai."Kok tadi gak ngomong, 'kan kamu bisa tinggal di sana sarapan, gak harus mengantar aku kayak gini!" ucap Nisa merasa bersalah."Udah, gak apa-apa! Lagian aku seneng kok, kalau bisa berdua kayak gini!" jawab Indra.Nisa membuang pandangannya ke jalan raya, tak sanggup jika harus memandang wajah Indra yang tengah intens memandangnya.Setelah pesanan datang, I
Setelah mengatakan semua keinginannya, Indra akhirnya mengantarkan Nisa pulang. Nisa juga tidak menolak dengan keinginan Indra yang ingin segera melamarnya di depan ayahnya. Beberapa hari kemudian, Indra menepati janjinya untuk melamar Nisa, tepat di hadapan ayah Nisa."Jika keinginan nak Indra telah mantap, dan yakin! Maka, semua Ayah serahkan pada Nisa sepenuhnya!" jawab pak Faisal pada Indra.Indra langsung memandang Nisa, dia ingin secepatnya mendengar jawaban dari Nisa."Bagaimana Nisa, apa kamu mau menerima lamaran dari nak Indra?" tanya pak Faisal menatap putrinya hangat.Sadar jika ayahnya dan Indra melihat ke arahnya, Nisa hanya bisa menganggukkan kepalanya tanpa berkata lagi."Alhamdulillah ya Allah...!" ucap Indra sembari mengusap wajahnya."Alhamdulillah...! Ayah hanya bisa mendoakan yang terbaik, nak! Tapi semua tergantung pada diri kalian masing-masing! Karena kebahagiaan yang sesungguhnya adalah
Bu Susy tersadar dari tidurnya kaget, melihat suasana berbeda dengan tempat yang ia tempati beberapa bulan terakhir. Dalam kebingungan, ibu Susy berteriak. Tak berapa lama, seorang perawat yang bertugas melayani para penghuni panti, datang. "Ada apa, Bu?" tanya perawat tersebut. "Hapa... hamu...?" tanya bu Susy heran. "Saya perawat di sini, Bu! Ada yang bisa saya bantu, Bu?" tanya perawat yang telah terbiasa berinteraksi dengan orang stroke, membuat ia bisa mengartikan bahasa tak jelas dari ibu Susy."Hana, haman, haku hau haman!" "Maaf Bu, Bapak Arman sendiri, yang mengantarkan Ibu ke sini! Saat ini, Bapak Arman sudah pulang! Ibu bisa tenang, Ibu berada di tempat yang khusus merawat para orangtua, yang tak sempat, di rawat anak-anak mereka!"Betapa kagetnya bu Susy setelah mendengar penjelasan perawat. Ia nampak shock, tak menyangka jika ia akan dibuang oleh anaknya sendiri. Bu Susy menangis, ia menyesal
"Apaan sih, Mas! Aku malah bahagia, jika mereka bisa tetap bersama selamanya! Lagi pula, aku udah punya kamu, ngapain harus menyemburukan suami orang?" jawab Nisa sambil nyelendot di tangan Rasya. Hati Rasya berbunga-bunga, dengan ungkapan perasaan istrinya. "Terimakasih sayang! Aku harap, apapun masalahnya, kita bisa bicarakan baik-baik! Aku tak mau mengalami kegagalan, dalam rumahtangga kita!""Aamiiiin....! Sama-sama, sayang!" jawab Nisa tersenyum manis. Nisa merasa bahagia, dengan selesainya semua permasalahan yang ia rasakan selama ini, Nisa akhirnya bisa merasa lega. "Mas.... aku bahagia banget, masalalu yang dulu aku alami terasa berat, ternyata memberi kebahagiaan bagiku, di masa sekarang!" ucap Nisa memandang jalanan di depan. "Syukurlah, tapi aku akan berusaha, memberikan kebahagiaan bukan cuma saat ini, tapi selamanya!""Aamiiiin...!"Kedua suami istri tak jadi pulang ke rumah, tapi justru mereka
"Terimakasih atas saran lo, Nis! Aku akan lihat, bagaimana Indra menyadari kesalahannya! Jika memang dia pantas untuk dipertahankan, maka aku akan berusaha mempertahankannya!" jawab Dinda santai. "Bagus deh, semoga Allah memberikan kebaikan untuk rumahtangga kalian!""Aamiiin....!" balas Dinda atas do'a Nisa. "Oh iya Nis! Aku mau minta maaf, ya! Nama kamu, ikut digunakan oleh mendiang anakku!' jawab Dinda sedih teringat dengan kematian putri kecilnya. "Gak papa, kok! Lagian, nama itu 'kan belum aku bikinkan lisensinya, jadi siapa aja boleh menggunakannya! Apalagi aku cantik, aku yakin siapapun yang menggunakan nama itu, pasti cantik kayak aku!" jawab Nisa enteng. Dinda melongo dengan kenarsisan sahabatnya, sejak kapan, pikirnya "Lo baik-baik aja, 'kan, Nis?" tanya Dinda sambil menempelkan tangannya di dahi Nisa. "Apaan sih, Din! Orang sehat begini, malah dibilang sakit!" gumam Nisa sewot. "Tunggu.... tunggu! Sejak
"Assalamualaikum....!" ucap salam Nisa yang di depan sebuah rumah minimalis, ditemani suaminya. "Rumahnya, asri ya Mas!" ucap Nisa sambil melihat-lihat lingkungan rumah sahabatnya. "Kamu suka?" tanya Rasya merangkul tubuh istrinya kepelukan. "Banget, aku itu sukanya suasana alam, ya.... seperti taman ini, Mas!""Nanti kita beli satu, rumah yang ada tamannya!" jawab Rasya enteng. "Awh....!" jerit Rasya yang mendapat cubitan dari istrinya. "Apaan sih, sayang! Main cubit aja!" sungut Rasya sambil menggosok perutnya. "Kamu yang apaan, Mas! Beli rumah, kayak beli gado-gado, pemborosan tau!" protes Nisa. "Kan kamu ingin suasana seperti ini, sayang!" jawab Rasya membela diri. "Tapi nggak gitu juga konsepnya, kali...!" jawab Nisa heran dengan pola pikir suaminya. "Waalaikum salam....! Maaf, cari siapa, ya?" tanya wanita paruhbaya yang membukakan pintu. Rasya dan Nisa menoleh ke pintu
"Dasar, adik ipar perhitungan! Baru aja dimintai pertolongan beberapa kali, udah main kabur!" omel Arman di sepanjang jalan. Sampai di rumah, emosi Arman semakin membengkak! Ibunya yang duduk di atas kursi roda, melemparkan perabotan rumah yang tidak seberapa, ke segala arah. "Mama apa-apaan sih, Ma! Udah gak bisa bantu beres-beres, malah berantakin rumah begini!" Melihat kedatangan putranya, bu Susy tambah meradang. Semua barang benda yang dapat terjangkau oleh tangannya, ia lemparkan kepada Arman. "Huh.... huh...!" Sambil melempar, hanya kata gak jelas yang keluar dari bibirnya. "Ma.... jika Mama terus-terusan seperti ini, Arman pastikan Mama akan menyesal!" bentak Arman memandang tajam. "Mama mikir gak, sih! Mama baru aja keluar dari Rumah Sakit, bukannya istirahat malah marah nggak jelas begini!" omel Arman sambil mengumpulkan pecahan beling yang berserakan di lantai."Hamu... hak.. hecus, hurus hibu!" ujar bu
Hati Indra terasa miris, melihat wanita yang biasanya selalu ceria, kini hilang ingatannya. Yang dipikirannya, hanya mengenai anak yang ia lahirkan, yang telah kembali ke pankuan ilahi. "Dinda, kamu udah makan obat?" tanya Indra duduk di bangku, yang ada di kamar mereka. "Udah donk, Mas! Aku kan harus sehat, agar bisa menjaga dede Nisa!" jawab Dinda semangat. "Iya, kamu harus minum obat terus ya, agar dede bayi juga ikutan sehat!" ucap Indra memotivasi istrinya agar tetap semangat untuk minum obat, walau harus mengikuti ke 'halu an' istrinya. "Gitu ya, Mas?" tanya Dinda dengan senyum di bibirnya. "Iya, donk! Jika kamu sehat, nanti kita bisa jalan-jalan!" tambah Indra. "Jalan-jalan...? Sama dede Nisa, Mas?" tanya Dinda dengab mata berbinar. Dinda duduk di pinggir tempat tidur, menghadap suaminya, seperti seorang anak yang ingin mendengar dongeng dari ibunya. "Iya..kita akan jalan-jalan, tapi pastikan
"Siapa istri pemuda itu..? Apakah istrinya, mengenalku? Semoga saja begitu, dengan demikian, aku mempunyai harapan selamat, dari balas dendam bocah itu!" ucap hati Tuan Frass. "Ada apa dengan Tuan! Nampaknya dia begitu bahagia!" Tanda tanya menghantui pikiran Jhon, tapi dia tetap menjalankan perintah Tuannya***Di rumah, Nisa nampak duduk dengan Ahmad,putranya. Ahmad begitu senang mendengar kabar kehamilan ibunya, "Bunda... berapa lama lagi adik Ahmad bisa diajak bermain, Bun?" tanya Ahmad semringah. "Hehe... sabar ya sayang, tunggu adik lahir dulu, terus tunggu adek gede, baru deh main sama kakak Ahmad!" ucap Nisa sambil membelai rambut putranya. "Kok lama banget! Sekarang adik di mana, Bun?" tanya Ahmad polos. Sambil tersenyum, Nisa memindahkan tangan Ahmad, ke perutnya yang masih datar. "Kok di sini, Bun? Apa gak sempit Bun? Terus, tempat adik bermain, dimana?" tanya Ahmad heran. "Nggak sempit don
Air mata Nisa tak dapat ia bendung, air mata bahagia, mengiasi wajah cantiknya. Nisa merasa tak percaya, baru satu bulan ia menikah, ternyata Allah kembali menitip kan karunia terbesar, pada dirinya. Ia benar-benar bersyukur, karena banyak di luar sana, yang telah sekian lama menikah, namun belum dikaruniai seorang anak. "Selamat ya, Bu atas kehamilannya!" ucap dokter wanita yang menanganinya. "Terimakasih, Dok!" ucap Nisa tersenyum haru. "Sudah menjadi tugas kami, Bu! Pesan saya, jaga emosinya agar jangan sampai stres, dan jangan lupa konsumsi makanan bergizi ya, Bu! Jangan lupa, perbanyak istirahat!" nasehat dokter. "Baik, Dok!" jawab Nisa, serius mendengar nasehat dokter. "Satu lagi, di sini saya tulis resep vitamin, juga obat penghilang mualnya, jangan lupa bulan depan datang lagi, kita cek perkembangan janinnya, ya Bu!" "In syaa allah, Dok!"Setelah menebus obat dan vitamin di apotik, Nisa, segera meninggalkan
Nisa baru ingat, jika bulan ini dia belum menstruasi. "Kenapa, nak? Kamu gak berencana menunda kehamilan, 'kan?" "Ee...nggak kok, Yah!" cicit Nisa."Syukurlah, gak baik kamu menunda kehamilan! Walau bagaimanapun, kamu harus menghargai keinginan suamimu! Lagi pula, Ahmad juga sudah besar, sudah sepantasnya punya adik!" nasehat Ayah Faisal. "Iya Yah, dari awal menikah, Nisa gak ada niat untuk menunda kehamilan! Tapi kalau belum hamil, ya sabar aja!" jawab Nisa, tapi dalam hati Nisa berkata lain. "Bagus itu, mumpung kamu masih muda, jadi peluang untuk hamil itu, masih besar! Ayah do'akan agar kamu secepatnya, bisa memberikan Keturunan buat Rasya!""Iya, Yah! Moga aja secepatnya dipercaya Allah!""In syaa allah, aamiiin!" doa ayah Faisal.Ia ingin, dengan kehamilan, dapat mempererat cinta dalam rumahtangga putrinya. Nisa yang masih terngiang pertanyaan ayahnya, dia mulai memikirkan perubahan yang terja