"Hahaha, Mas Rasya, Mas Rasya...! Sabar ya sayang, jika sudah waktunya, kita gak bakal tidur terpisah lagi, kok!" jawab Nisa, yang langsung membuat pundak Rasya merosot.
"Yaaaa....kenapa harus tidur terpisah sih, Nis! 'Kan jauh dari Ayah!" protes Rasya."Bukankah Mas Rasya ingin mengajak, dan membimbingku untuk menuju Jannah-NY? Jika sekarang aja Mas Rasya udah ngajak maksiat, bagaimana kita akan mendapatkan Jannah-NY, sayang!" ucap Nisa memberi pengertian pada pria di depannya, yang sekarang sudah berubah status menjadi calon suaminya."Astaghfirullah, maaf sayang!" ucap Rasya menyadari kesalahannya."Gak apa-apa! Mas Rasya sabar, ya? Malam ini, Mas Rasya tidur di sini, aku akan tidur di rumah Mbok Surti, di sebelah!" jawab Nisa tersenyum manis."Lho...kamar 'kan ada dua sayang, kenapa gak beda kamar aja sih?" protes Rasya kembali."Iya... walaupun beda kamar, tapi tetap satu atap 'kan, Mas! Aku gak mau kita khilaf, yang akhirnyIndra seperti sapi yang dicucuk hidungnya, tanpa bertanya lagi, dia langsung menanda tangani berkas."Apa, Ibu dan bayi akan baik-baik saja, Dok?" tanya Indra sambil menyodorkan kembali berkas yang telah ia tanda tangani itu."Melihat kondisi pasien, kita sebagai tim medis, hanya bisa memastikan untuk menyelamatkan salah satunya, tapi semua tergantung kehendak yang di atas!" ucap Dokter wanita tersebut datar.Mendengar jika hanya salah satu yang bisa diselamatkan, Indra merasa seolah kepalanya ditimpa batu besar."Saya mohon Dok, tolong usahakan sebisa mungkin, agar keduanya bisa terselamatkan! Saya tidak mau kehilangan dari salah satunya!" ucap Indra bergetar.Di saat seperti ini, Indra baru menyadari, ternyata Dinda telah ada di dalam hatinya. Ia tak ingin mengulangi kesalahan di masalalu, di mana ia mementingkan orang tuanya, hingga menyebabkan ia berpisah, dengan wanita yang dicintainya, dan berada jauh dari putranya.Dokter
Tubuh Indra merosot jatuh ke lantai, hancur sudah perasaannya mendengar bahwa Dinda mengalami koma.Sebelum menjalani operasi, Dinda memohon pada tim dokter, agar mengutamakan keselamatan putrinya, walau harus mengorbankan keselamatannya.Para dokter telah mengatakan, jika itu terlalu berisiko, namun Dinda tetap kekeh agar bayinya diselamatkan. Akhirnya dokter menyetujui permohonan pasien.Namun karena kondisi pendarahan yang dialami Dinda sebelumnya, membuat ia mengalami koma, sesaat setelah proses operasi selesai."Aarghhhh....! teriak Indra sekencang mungkin, ia mencoba melepaskan beban di hatinya, yang serasa menghimpit paru-parunya, hingga membuat ia merasakan sesak tuk bernapas."Maaf Pak, di sini lingkungan Rumah Sakit, di mana pasien butuh ketenangan, jadi silahkan Bapak keluar, dan berteriak sepuasnya di luaran sana!" ucap seorang perawat yang mendengar teriakan Indra."Karena teriakan Bapak sebelumnya, sangat mengganggu
"Maass, bangun donk! Sholat subuh dulu, nanti baru lanjut lagi, tidurnya!" Nisa menggoyang-goyangkan tubuh Rasya, yang paling susah dibangunkan.."Hhmm....lima menit lagi sayang!" jawab Rasya."Ini udah kelima kalinya lho, Mas! Dari tadi lima menit, lima menit mulu!" jawab Nisa sewot."Hhoaaaammm.....iya iya! Ini Mas bangun!" ucap Rasya sambil membuka kelopak matanya, yang masih terasa berat."Buruan, Mas! Waktunya hampir habis, ini!" seru Nisa lagi, sambil merapikan bagian tempat tidur yang tak tertimpa tubuh Rasya."Sayang, habis sholat! Mas boleh minta jatah lagi, nggak?" ucap Rasya semangat sambil memandang ke arah Nisa."Maaaasss...! Giliran jatah, aja nggak pernah kendor! Sana, sholat dulu!" jawab Nisa sewot."Hehe....ya, kalau jatah itu, nggak boleh kendor, sayang! 'Kan lagi kejar target!" ujar Rasya dengan wajah mesumnya.Nisa memutar bola matanya mendengar jawaban Rasya, "Denger ya, Mas! Kalau sampai ke
Kesal, benci, kecewa perasaan Nisa saat ia kembali mengingat orang yang telah mengirim pesan.Tak ingin memikirkan masalalu, Nisa kembali meletakkan handphonenya dan pergi ke luar.Di meja makan, Nisa melihat suaminya dan putranya, telah duduk menunggunya."Bunda....!" panggil Ahmad."Udah siap semuanya, sayang?" tanya Nisa sambil mencium pipi putranya."Udah, Bun! Tinggal sarapan aja, lagi!" jawab Ahmad tersenyum menampakkan gigi putihnya."Anak Bunda emang pinter, deh..! Tunggu sebentar ya, sayang!" ucap Nisa."Kok cuma Ahmad yang dipuji, Bun! Emang, Ayah nggak pintar, ya?" timpal Rasya di tengah obrolan ibu dan anak tersebut.Nisa dan Ahmad serempak memandang Rasya, dan "Hahahaha....." gelak tawa serempak dari Nisa dan putranya."Ayah cemburu...?" tanya Nisa, yang membiasakan memanggil Rasya ayah, jika di depan Ahmad."Iya Bun, Ayah cemburu, kasihaaaan! Hahaha...!" timpal Ahmad sambil tertaw
"Hmmmph...boleh dicoba! Sebagai orang baru, kamu harus buktikan loyalitas kamu pada saya, baru saya bisa memberikan penilaian!""Baik, Tuan! Karena itu juga adalah tujuan saya, maka saya akan buktikan pada Tuan, bahwa saya adalah orang yang akan mendukung, apapun rencana Tuan, selanjutnya!" janji Jhon sungguh-sungguh."Jack...!""Ya, Tuan!""Kamu beri pasilitas untuknya seperti yang lainnya!" ujar Rasya sambil memandang Jhon."Dan untuk si tua bangka itu! Aku mau, hancurkan setiap bisnis gelapnya, dan ambil alih yang legal!" "Baik, Tuan!" jawab Jack."Dan kamu..!" tunjuk Rasya pada Jhon."Ikuti apapun perintah Jack, karena dia adalah rekanmu mulai saat ini!" "Baik Tuan!" Jhon bangkit dari duduknya, mengikuti rekannya yang sudah berdiri di sampingnya."Satu lagi, Jack!""Apa ada lagi, Tuan!" tanya Jack kembali duduk."Bagaimana dengan dua cecunguk itu!" "Yang satu m
Hari ini, Rasya pulang terlambat. Karena libur pernikahan selama satu minggu, tumpukan berkas laporan, menumpuk di mejanya.Saat ini, jam hampir menunjukkan pukul sepuluh malam, Rasya masih di perjalanan. "Jack...!" panggil Rasya yang duduk di belakang."Ya, Tuan!" jawab Jack cepat."Apa hadiah yang pas, buat menyenangkan wanita?" tanya Rasya.Jhon tak langsung menjawab, ia coba memikirkan, apa kiranya yang pantas, membuat istri dari Tuannya itu bahagia."Bagaimana, jika Tuan memberikan satu set perhiasan, Tuan! Bukannya, semua wanita sangat menyukai kemewahan!" jawab Jack."No, no..! Istriku tidak sama dengan wanita di luaran sana, Jack!" sambar Rasya cepat.Jack bingung, yang dia tau, setiap wanita sangat menyukai perhiasan. Jika istri dari Tuannya tidak menyukainya, lalu apalagi kira-kira yang bisa membuatnya bahagia "Bagaimana, jika mobil baru, Tuan?" ucap Jack asal."Mobil...?" gumam Rasya.Selama ini, Rasya tau bagaimana kehidupan istrinya dulu, menurutnya, bukanlah dari keluarg
Malam semakin larut, namun saat ini, Indra disibukkan oleh tangisan putrinya."Cup... cup..! Jangan nangis ya sayangnya Ayah!" ucap Indra menghibur putrinya, berharap agar bayi yang masih berusia enam bulan itu berhenti dari tangisnya.Namun bukannya diam, tangisan bayi mungil itu semakin kencang, menambah panik Indra."Bik...kenapa sih, Dede kecilnya gak mau diam? Padahal tubuhnya gak panas!" tanya Indra heran pada art nya."Gak tau Tuan! Padahal dari siang, non Dede gak rewel!" jawab pelayan sekaligus baby sitter tersebut.Karena kondisi perusahaan Indra mengalami banyak penurunan, dia terpaksa memecat baby sitter putrinya, demi mengurangi pengeluaran.Belum lagi istrinya yang mengalami koma, memerlukan biaya yang lumayan besar, membuat Indra kalang kabut mengatur keuangan rumah tangganya."Ya sudah, sekarang Bibik siapkan keperluan Dede bayi, kita berangkat ke Rumah Sakit sekarang!" perintah Indra.Saking men
Rasya bergegas meninggalkan Nisa, dia tak mungkin melampiaskan kekesalan hatinya, pada istri yang sangat ia cintai.Namun untuk bersikap biasa-biasa saja, Rasya tak selihai itu mengelabui perasaan cemburunya."Mas...!" panggil Nisa menyusul langkah suaminya.Rasya tak menggubris panggilan Nisa, dengan langkah lebar, dia melanjutkan langkahnya."Maaasss....!" panggil Nisa lagi, dengan suara yang lebih nyaring. Dia berlari kecil menyusul langkah suaminya, yang jauh di depannya.Rasya menghentikan langkahnya, dan berbalik menatap tajam istrinya "Kenapa...? Apa kamu masih mau membela dia?" tanya Rasya tersenyum miring.Nisa menghentikan langkahnya, ia tak menyangka, jika suaminya bisa berpikir seperti itu."Kamu kenapa sih, Mas? Jika aku terkesan membela dia! Oke...aku minta maaf!" ucap Nisa mencoba tuk mengalah.Rasya semakin kesal dengan jawaban istrinya. Dia semakin yakin dengan rencananya. Rasya kembali berbalik
Bu Susy tersadar dari tidurnya kaget, melihat suasana berbeda dengan tempat yang ia tempati beberapa bulan terakhir. Dalam kebingungan, ibu Susy berteriak. Tak berapa lama, seorang perawat yang bertugas melayani para penghuni panti, datang. "Ada apa, Bu?" tanya perawat tersebut. "Hapa... hamu...?" tanya bu Susy heran. "Saya perawat di sini, Bu! Ada yang bisa saya bantu, Bu?" tanya perawat yang telah terbiasa berinteraksi dengan orang stroke, membuat ia bisa mengartikan bahasa tak jelas dari ibu Susy."Hana, haman, haku hau haman!" "Maaf Bu, Bapak Arman sendiri, yang mengantarkan Ibu ke sini! Saat ini, Bapak Arman sudah pulang! Ibu bisa tenang, Ibu berada di tempat yang khusus merawat para orangtua, yang tak sempat, di rawat anak-anak mereka!"Betapa kagetnya bu Susy setelah mendengar penjelasan perawat. Ia nampak shock, tak menyangka jika ia akan dibuang oleh anaknya sendiri. Bu Susy menangis, ia menyesal
"Apaan sih, Mas! Aku malah bahagia, jika mereka bisa tetap bersama selamanya! Lagi pula, aku udah punya kamu, ngapain harus menyemburukan suami orang?" jawab Nisa sambil nyelendot di tangan Rasya. Hati Rasya berbunga-bunga, dengan ungkapan perasaan istrinya. "Terimakasih sayang! Aku harap, apapun masalahnya, kita bisa bicarakan baik-baik! Aku tak mau mengalami kegagalan, dalam rumahtangga kita!""Aamiiiin....! Sama-sama, sayang!" jawab Nisa tersenyum manis. Nisa merasa bahagia, dengan selesainya semua permasalahan yang ia rasakan selama ini, Nisa akhirnya bisa merasa lega. "Mas.... aku bahagia banget, masalalu yang dulu aku alami terasa berat, ternyata memberi kebahagiaan bagiku, di masa sekarang!" ucap Nisa memandang jalanan di depan. "Syukurlah, tapi aku akan berusaha, memberikan kebahagiaan bukan cuma saat ini, tapi selamanya!""Aamiiiin...!"Kedua suami istri tak jadi pulang ke rumah, tapi justru mereka
"Terimakasih atas saran lo, Nis! Aku akan lihat, bagaimana Indra menyadari kesalahannya! Jika memang dia pantas untuk dipertahankan, maka aku akan berusaha mempertahankannya!" jawab Dinda santai. "Bagus deh, semoga Allah memberikan kebaikan untuk rumahtangga kalian!""Aamiiin....!" balas Dinda atas do'a Nisa. "Oh iya Nis! Aku mau minta maaf, ya! Nama kamu, ikut digunakan oleh mendiang anakku!' jawab Dinda sedih teringat dengan kematian putri kecilnya. "Gak papa, kok! Lagian, nama itu 'kan belum aku bikinkan lisensinya, jadi siapa aja boleh menggunakannya! Apalagi aku cantik, aku yakin siapapun yang menggunakan nama itu, pasti cantik kayak aku!" jawab Nisa enteng. Dinda melongo dengan kenarsisan sahabatnya, sejak kapan, pikirnya "Lo baik-baik aja, 'kan, Nis?" tanya Dinda sambil menempelkan tangannya di dahi Nisa. "Apaan sih, Din! Orang sehat begini, malah dibilang sakit!" gumam Nisa sewot. "Tunggu.... tunggu! Sejak
"Assalamualaikum....!" ucap salam Nisa yang di depan sebuah rumah minimalis, ditemani suaminya. "Rumahnya, asri ya Mas!" ucap Nisa sambil melihat-lihat lingkungan rumah sahabatnya. "Kamu suka?" tanya Rasya merangkul tubuh istrinya kepelukan. "Banget, aku itu sukanya suasana alam, ya.... seperti taman ini, Mas!""Nanti kita beli satu, rumah yang ada tamannya!" jawab Rasya enteng. "Awh....!" jerit Rasya yang mendapat cubitan dari istrinya. "Apaan sih, sayang! Main cubit aja!" sungut Rasya sambil menggosok perutnya. "Kamu yang apaan, Mas! Beli rumah, kayak beli gado-gado, pemborosan tau!" protes Nisa. "Kan kamu ingin suasana seperti ini, sayang!" jawab Rasya membela diri. "Tapi nggak gitu juga konsepnya, kali...!" jawab Nisa heran dengan pola pikir suaminya. "Waalaikum salam....! Maaf, cari siapa, ya?" tanya wanita paruhbaya yang membukakan pintu. Rasya dan Nisa menoleh ke pintu
"Dasar, adik ipar perhitungan! Baru aja dimintai pertolongan beberapa kali, udah main kabur!" omel Arman di sepanjang jalan. Sampai di rumah, emosi Arman semakin membengkak! Ibunya yang duduk di atas kursi roda, melemparkan perabotan rumah yang tidak seberapa, ke segala arah. "Mama apa-apaan sih, Ma! Udah gak bisa bantu beres-beres, malah berantakin rumah begini!" Melihat kedatangan putranya, bu Susy tambah meradang. Semua barang benda yang dapat terjangkau oleh tangannya, ia lemparkan kepada Arman. "Huh.... huh...!" Sambil melempar, hanya kata gak jelas yang keluar dari bibirnya. "Ma.... jika Mama terus-terusan seperti ini, Arman pastikan Mama akan menyesal!" bentak Arman memandang tajam. "Mama mikir gak, sih! Mama baru aja keluar dari Rumah Sakit, bukannya istirahat malah marah nggak jelas begini!" omel Arman sambil mengumpulkan pecahan beling yang berserakan di lantai."Hamu... hak.. hecus, hurus hibu!" ujar bu
Hati Indra terasa miris, melihat wanita yang biasanya selalu ceria, kini hilang ingatannya. Yang dipikirannya, hanya mengenai anak yang ia lahirkan, yang telah kembali ke pankuan ilahi. "Dinda, kamu udah makan obat?" tanya Indra duduk di bangku, yang ada di kamar mereka. "Udah donk, Mas! Aku kan harus sehat, agar bisa menjaga dede Nisa!" jawab Dinda semangat. "Iya, kamu harus minum obat terus ya, agar dede bayi juga ikutan sehat!" ucap Indra memotivasi istrinya agar tetap semangat untuk minum obat, walau harus mengikuti ke 'halu an' istrinya. "Gitu ya, Mas?" tanya Dinda dengan senyum di bibirnya. "Iya, donk! Jika kamu sehat, nanti kita bisa jalan-jalan!" tambah Indra. "Jalan-jalan...? Sama dede Nisa, Mas?" tanya Dinda dengab mata berbinar. Dinda duduk di pinggir tempat tidur, menghadap suaminya, seperti seorang anak yang ingin mendengar dongeng dari ibunya. "Iya..kita akan jalan-jalan, tapi pastikan
"Siapa istri pemuda itu..? Apakah istrinya, mengenalku? Semoga saja begitu, dengan demikian, aku mempunyai harapan selamat, dari balas dendam bocah itu!" ucap hati Tuan Frass. "Ada apa dengan Tuan! Nampaknya dia begitu bahagia!" Tanda tanya menghantui pikiran Jhon, tapi dia tetap menjalankan perintah Tuannya***Di rumah, Nisa nampak duduk dengan Ahmad,putranya. Ahmad begitu senang mendengar kabar kehamilan ibunya, "Bunda... berapa lama lagi adik Ahmad bisa diajak bermain, Bun?" tanya Ahmad semringah. "Hehe... sabar ya sayang, tunggu adik lahir dulu, terus tunggu adek gede, baru deh main sama kakak Ahmad!" ucap Nisa sambil membelai rambut putranya. "Kok lama banget! Sekarang adik di mana, Bun?" tanya Ahmad polos. Sambil tersenyum, Nisa memindahkan tangan Ahmad, ke perutnya yang masih datar. "Kok di sini, Bun? Apa gak sempit Bun? Terus, tempat adik bermain, dimana?" tanya Ahmad heran. "Nggak sempit don
Air mata Nisa tak dapat ia bendung, air mata bahagia, mengiasi wajah cantiknya. Nisa merasa tak percaya, baru satu bulan ia menikah, ternyata Allah kembali menitip kan karunia terbesar, pada dirinya. Ia benar-benar bersyukur, karena banyak di luar sana, yang telah sekian lama menikah, namun belum dikaruniai seorang anak. "Selamat ya, Bu atas kehamilannya!" ucap dokter wanita yang menanganinya. "Terimakasih, Dok!" ucap Nisa tersenyum haru. "Sudah menjadi tugas kami, Bu! Pesan saya, jaga emosinya agar jangan sampai stres, dan jangan lupa konsumsi makanan bergizi ya, Bu! Jangan lupa, perbanyak istirahat!" nasehat dokter. "Baik, Dok!" jawab Nisa, serius mendengar nasehat dokter. "Satu lagi, di sini saya tulis resep vitamin, juga obat penghilang mualnya, jangan lupa bulan depan datang lagi, kita cek perkembangan janinnya, ya Bu!" "In syaa allah, Dok!"Setelah menebus obat dan vitamin di apotik, Nisa, segera meninggalkan
Nisa baru ingat, jika bulan ini dia belum menstruasi. "Kenapa, nak? Kamu gak berencana menunda kehamilan, 'kan?" "Ee...nggak kok, Yah!" cicit Nisa."Syukurlah, gak baik kamu menunda kehamilan! Walau bagaimanapun, kamu harus menghargai keinginan suamimu! Lagi pula, Ahmad juga sudah besar, sudah sepantasnya punya adik!" nasehat Ayah Faisal. "Iya Yah, dari awal menikah, Nisa gak ada niat untuk menunda kehamilan! Tapi kalau belum hamil, ya sabar aja!" jawab Nisa, tapi dalam hati Nisa berkata lain. "Bagus itu, mumpung kamu masih muda, jadi peluang untuk hamil itu, masih besar! Ayah do'akan agar kamu secepatnya, bisa memberikan Keturunan buat Rasya!""Iya, Yah! Moga aja secepatnya dipercaya Allah!""In syaa allah, aamiiin!" doa ayah Faisal.Ia ingin, dengan kehamilan, dapat mempererat cinta dalam rumahtangga putrinya. Nisa yang masih terngiang pertanyaan ayahnya, dia mulai memikirkan perubahan yang terja