"Praaaangg.......!"
"Sial....siapa yang berani bermain-main denganku!" umpat Tuan Frass, sambil membanting gelas anggur yang masih terisi, dari tangannya.Mendapati kemurkaan Tuan Frass yang baru kali ini dilihatnya, Sherly gegas meninggalkan tempat tidur, dan masuk ke kamar mandi."Gila'....aku gak nyangka, jika Tuan Frass yang sehari-hari bertindak layaknya pria bijaksana, ternyata bisa berubah menyeramkan seperti itu!" ucap Sherly sambil mengenakan kembali pakaiannya dengan buru-buru.Wanita itu ingin secepatnya meninggalkan kediaman Tuan Frass, dia tidak mau menjadi sasaran kemarahan dari Tuan Frass, sampai lupa, bahwa dia belum membersihkan tubuhnya dari sisa percintaannya.Setelah menerima panggilan yang mengabarkan, jika operasi pengiriman semua wanita, itu gagal. Tuan Frass langsung memungut pakaian yang berceceran di lantai, dan mengenakannya.Saat Tuan Frass ingin meninggalkan kamar, dia melihat Sherly, keluar dari kamSherly merasa gugup melihat wajah Arman yang menandakan kecurigaan, dia mencoba menghibur dengan kelihaiannya "Maaf ya, Mas! Kalau aku tau kamu menungguku, aku pasti langsung pulang, kok! Persetan dengan meeting dan semua itu!" ucap Sherly merapatkan tubuhnya pada suaminya.Semakin Sherly mendekat, akhirnya Arman semakin yakin. Jika Sherly benar-benar telah selingkuh dibelakangnya. Arman semakin sakit hati pada istrinya, di saat ibunya tergeletak di Rumah Sakit, istri yang begitu dibanggakannya, ternyata sedang bermesraan di luaran sana."Katakan dengan jujur, Sher? Dari mana kamu?" tanya Arman memandang tajam manik mata istrinya.Sherly merasa kaget dengan pertanyaan suaminya, yang biasanya begitu mudah dia taklukkan, ternyata masih mencurigainya "Mas Arman kenapa, sih? 'Kan aku udah jelasin tadi, Mas! Apa Mas Arman gak percaya sama perkataanku?" tanya Sherly menampilkan wajah sedihnya."Aku bukan laki-laki bodoh, yang bisa dengan mudah
Mendapat pertanyaan dari Arman, Sherly tak bergeming sesaat. Tapi bukan Sherly namanya, jika hanya untuk menjawab pertanyaan yang dianggapnya hanya sebuah pertanyaan kecil itu, dia akan mudah menyerah."Mas...! Aku sengaja membiarkan tanda itu, agar tetap berada di situ!" jawab Sherly dengan wajah manjanya."Maksudnya....??" Arman yang memang kurang pandai dengan cara menghilangkan tanda kissmark pun heran."Ya...tanda yang Mas Arman tinggalkan, sengaja gak kuhapus! Agar setiap aku melihat tanda itu, aku seakan merasa, bahwa Mas Arman hanya milikku!" jawab Sherly gencar. Dia tau, jika jawabannya mulai mempengaruhi pikiran suaminya."Apa bisa begitu..? Ee..maksudku, apa bisa dibiarkan begitu saja agar tak menghilang?" tanya Arman ragu."Ya bisa donk, Mas! Habis.... akhir-akhir ini Mas Arman terlalu sibuk, sampai-sampai jarang banget menyentuhku! Jadi, aku membiarkan tanda itu, agar selalu merasa, bahwa Mas adalah milikku!" Sherly
Setelah mendengar penjelasan dari Nina, salah satu pelayan di Rumah Makan family, pria itu segera permisi pergi, yang sebelumnya mengatakan, akan datang kembali, setelah kepulangan Nisa dari desa.Saat dalam mobil, pria itu segera mengeluarkan handphonenya dan menghubungi seseorang "Hallo Tuan, saat ini Ibu Nisa pergi ke luar kota!" lapor pria tersebut pada seseorang di seberang sana.Dia juga menjelaskan kepergian Nisa yang akan menggunakan bus, dan alamat yang dituju.Setelah melaporkan hasil penyelidikannya, pria bermasker langsung tancap gas, meninggalkan Rumah Makan tersebut.***Arman terbangun dari tidurnya saat mendengar suara dari handphonenya yang berbunyi terus menerus.Dengan malas-malasan, Arman meraih handphonenya dari atas nakas di samping tempat tidurnya."Hallo.....! Apaa.....!?" teriak Arman kaget.Begitu dapat kabar dari si penelpon, Arman sontak bangkit dari tidurnya, dan gegas masuk ke kamar
Sopir mobil dan kondektur tak bisa mencegah, saat mereka melihat penampilan Rasya yang terlihat beda dari mereka, apalagi Rasya menggunakan mobil Porsche yang harganya saja, di luar dari jangkauan mereka.Mereka takut, jika menyinggung orang yang tak bisa disinggung."Apa maksud kamu?" tanya Rasya memandang tajam pada Arya."Ya kalau Mbaknya istri kamu! Masa' sih harus naik bus! Nggak pantas banget!" "Aku gak perlu menjelaskan apapun sama kamu, yang perlu kamu tau, dia adalah wanitaku!" ucap Rasya."Ayo pulang!" ucap Rasya dingin pada Nisa.Nisa terkesiap melihat raut wajah dingin Rasya."Eehh Mas! Dia adalah kekasih saya, jangan main ajak aja, donk!" seru Arya lagi, yang membuat semua penumpang memandang kesal ke arahnya."Eh Mas, nggak lihat apa suami Mbak ini udah datang, masih aja ngeyel!" ucap salah satu penumpang kesal."Iya tuh..! Gak sadar diri banget sih, ngaca donk, situ pantas nggak untuk Mb
Suasana hening, kedua insan beda jenis itu masih saling tatap. Berusaha untuk saling menyelami perasaan pasangan masing-masing."Nisa... tolong jawab pertanyaan aku!" tanya Rasya masih memandang wajah wanita di depannya.Nisa menarik napas berkali-kali, menetralkan perasaan serba salah, mencoba untuk tetap santai, walau dipandang dengan jarak sedekat ini."Maaf, jika jawaban aku mengecewakan Mas Rasya! Aku gak mau menjalani rumahtangga lagi, dengan orang yang mempunyai level lebih tinggi dari aku, dan keluargaku!" ucap Nisa jelas, segera dia memalingkan wajahnya. Ada rasa perih dalam hatinya saat mengucapkan kata itu."Apa maksud kamu, Nis? Apa kamu pikir, aku ingin menjadikan pernikahan ini pernikahan bisnis? Atau mencari keuntungan lainnya dengan jalan pernikahan?" tanya Rasya penasaran.Nisa masih bergeming, dia merasa malas walau sekedar untuk menjelaskan. Baginya, walau setulus apapun Rasya mencintainya, suatu saat, perbedaan itu aka
Setelah menimbang dan memantapkan hatinya, akhirnya Nisa memutuskan "Baiklah Mas, semoga apa yang kamu ucapkan saat ini, selamanya akan seperti ini!" ucap Nisa pelan."Ingat kata-kata aku, Nis! Jika seandainya suatu saat, aku tak sesuai dengan ucapanku, aku siap mendapat hukuman apapun darimu!" jawab Rasya meyakinkan."Oke aku percaya, kalau begitu saat ini aku katakan bismillahirrahmanirrahim, aku siap menikah denganmu! Tapi, kamu kamu harus bisa meyakinkan Ayah, jika Ayah tak setuju maka, maaf...aku pun akan membatalkan niat ini!" ucap Nisa panjang lebar.Mendengar jawaban Nisa, Rasya langsung memeluk tubuh Nisa dan membenamkan tubuh Nisa di dadanya "Terimakasih sayang, aku janji akan meyakinkan Ayah, agar aku bisa secepatnya menikahimu!" ucap Rasya semangat.Nisa yang dari tadi berontak dalam pelukan Rasya, langsung memberikan pukulan ke dada bidang pria yang telah melamarnya itu."Kenapa...?" tanya Rasya setelah mendapat pukulan dari
Tak terasa perjalanan Nisa dan Rasya telah sampai di desanya. Rasya dan Nisa mampir sebentar ke rumah pak RT, dan menyampaikan keinginannya datang ke desanya.Setelah dari rumah RT, Nisa langsung ke rumahnya. Nisa dan Rasya mengeluarkan beberapa kantong makanan dan minuman, yang sengaja mereka beli saat di perjalanan.Setelah meminta Rasya duduk, Nisa langsung bergegas ke kamarnya, mengemas semua barang-barangnya, yang akan dia bawa ke kota.Rumah sederhana, milik ayah Nisa memiliki tiga kamar, rencananya satu kamar tidak akan di sewakan, karena akan menjadi tempat menyimpan barang-barang yang ditinggalkan.Nisa masih membersihkan rumah, dan menyimpan barang-barang yang merupakan peninggalan alm ibunya dalam sebuah lemari yang telah usang.Dia menyimpan semua barang peninggalan ibunya, karena hanya memandangi barang maupun pakaian peninggalan alm ibunya, Nisa menghilangkan rasa rindunya pada sosok wanita yang tak lama ia rasakan
Setelah berjalan-jalan sebentar menikmati pemandangan pedesaan, Rasya memutuskan kembali pulang ke rumah Nisa. Rasya tersenyum pada penduduk desa, yang tak sengaja berpapasan dengannya.Saat melewati sebuah rumah yang lumayan besar untuk ukuran di desa tersebut, Rasya melihat, di halaman rumah tersebut, memiliki sebatang pohon mangga bertajuk lebar, terdapat bangku yang melingkar di sekeliling pohon.Sekelompok ibu-ibu duduk di bangku, entah apa yang mereka bicarakan, namu dari suaranya yang terdengar oleh Rasya, nampak keseruan di dalamnya.Karena posisinya hanya berjarak beberapa meter dari jalan, mau tak mau Rasya pun menyapa "Permisi Ibu-ibu..!" ucap Rasya ramah."Monggo....dari mana Den..? Sepertinya, Aden bukan warga sini, ya? Soalnya, kita belum pernah ketemu sama Aden, sebelumnya!" tanya seorang Ibu, yang kebetulan duduk di bawah pohon mangga paling luar tersebut."Owh, selamat sore Ibu-ibu, perkenalkan nama saya Rasya Mahendra, d