Setelah berjalan-jalan sebentar menikmati pemandangan pedesaan, Rasya memutuskan kembali pulang ke rumah Nisa. Rasya tersenyum pada penduduk desa, yang tak sengaja berpapasan dengannya.
Saat melewati sebuah rumah yang lumayan besar untuk ukuran di desa tersebut, Rasya melihat, di halaman rumah tersebut, memiliki sebatang pohon mangga bertajuk lebar, terdapat bangku yang melingkar di sekeliling pohon.Sekelompok ibu-ibu duduk di bangku, entah apa yang mereka bicarakan, namu dari suaranya yang terdengar oleh Rasya, nampak keseruan di dalamnya.Karena posisinya hanya berjarak beberapa meter dari jalan, mau tak mau Rasya pun menyapa "Permisi Ibu-ibu..!" ucap Rasya ramah."Monggo....dari mana Den..? Sepertinya, Aden bukan warga sini, ya? Soalnya, kita belum pernah ketemu sama Aden, sebelumnya!" tanya seorang Ibu, yang kebetulan duduk di bawah pohon mangga paling luar tersebut."Owh, selamat sore Ibu-ibu, perkenalkan nama saya Rasya Mahendra, dTak ada yang menyangka, jika wanita sekelas model, yang cantik dan seksi, ternyata mau menjadi bintang film panas seperti itu. Dan lebih parahnya lagi, wanita tersebut telah memiliki suami yang tampan dan punya kehidupan mapan.Mendengar penjelasan detail dari video itu, Arman merasa terpojok, dan tak mampu berkata apa-apa lagi.Dia begitu tak terima, saat melihat wanita yang sedang digilir oleh tiga pria bertubuh kekar, namun tak menampakkan wajahnya, hingga diapun tak tau, siapa laki-laki itu, adalah orang yang sangat dekat dengannya. Hanya wajah pemeran wanita yang terekspos jelas tanpa sensor sama sekali."Apa video itu bisa dihapus..?" tanya Arman."Maaf Pak, kita tidak bisa menghapusnya begitu saja, karena video ini hanya salinan, sementara yang asli masih ditangan mereka, jadi percuma. Dan juga, video tersebut telah ditonton oleh lebih dari sepuluh juta penonton!" ucap Rahmat yang semakin membuat atasannya semakin pusing.Setelah m
Hancur sudah harapan Arman, untuk menemui istrinya. Sama sekali tak pernah terlintas, jika wanita yang sudah ia usahakan untuk mencintainya, ternyata masih meninggalkannya, demi pria lain.Arman yakin, jika kepergian istrinya, ada hubungannya dengan laki-laki yang berada dalam adegan panas tersebut."Aakkhhh......apa salahku, sampai harus begini!" teriak Arman histeris. Ditinggalkan, di saat ia terpuruk dalam kariernya, membuat Arman seolah hilang kendali. Tak ada lagi penyemangat dalam hidupnya, tak ada lagi yang bisa dia banggakan, sebagai seorang pria dan suami. Jabatan dan kemewahan yang pernah ada, terancam hilang semuanya.Penyesalan yang datang, membuat ia begitu kacau. "Mengapa hidupku harus setragis ini? Di saat usahaku berkembang, keluargaku harmonis, mengapa harus datang ujian seperti ini?" ucap Arman lirih.Sekelebat bayangan ucapan Nisa kembali terngiang di kepala arman, saat Nisa mengatakan "Terimakasih atas semua penghinaa
Berbeda dengan panasnya situasi di tempat Tuan Frass dan Sherly, di sini suasana tegang terasa membuat hati panas, saat Rasya mendengar kata-kata yang merendahkan calon istrinya."Jangan pernah sekalipun, kamu menilai rendah pada wanita yang saya cintai!" bentak Rasya pada wanita hamil di antara rombongan ibu-ibu itu."Lho...emang saya salah, ya? 'Kan emang bener, jika Nisa itu, wanita yang sudah dimasuki banyak laki-laki, karena hobinya yang kawin cerai!" jawab wanita itu tak mau kalah."Sari.....!" potong ibu yang bertubuh tambun sewot."Kamu...sekali lagi kamu menjelekkan wanita saya, maka saya akan menuntut anda, dengan pasal pencemaran nama baik!" ucap Rasya tegas."Maaf Den, Sari memang anaknya ceplas-ceplos!" bela ibu yang berada di samping Sari."Apaan sih, orang aku gak fitnah kok! Siapa takut..!" tantang Sari yang semakin kesal pada Nisa, karena mendapat pembelaan dari laki-laki muda dan tampan."Sari....!" ben
"Sayang...kok kamu tau, kalau aku di sini?" tanya Rasya sambil mensejajarkan langkahnya di sisi Nisa."Feeling aja, orang kota kayak Mas Rasya 'kan gak mungkin jalan-jalan ke sawah!" jawab Nisa asal.Rasya tersenyum mendengar tebakan Nisa "Cie...cie... ternyata feeling-nya, mantul banget ya? Kayaknya udah mulai jatuh cinta nih...!" ucap Rasya menggoda.Nisa melototkan matanya pada Rasya, tak menyangka, jika sosok yang nampak mendominasi selama ini, bisa mengeluarkan kata-kata narsis seperti itu."Matanya jangan digedein donk sayang, 'kan jadi makin cantik, ntar aku cium ya?" ucap Rasya lagi sambil tersenyum."Idih...Mas Rasya apaan sih, kok baru kumpul beberapa saat sama ibu-ibu, udah pinter ngegombal gitu!" ucap Nisa kesal."Hahaha.....ternyata kumpul sama Ibu-ibu, gak buruk-buruk amat ya, sayang!" celetuk Rasya. Selama ini, Rasya tak pernah merasakan kedekatan sama siapapun, semenjak kematian kedua orangtuanya.Hanya p
"Kakek aku itu dari desa ini juga, Nisa..! Dan rumahnya dulu di atas bukit sana!" jawab Rasya sambil menunjuk ke arah bukit.Nisa nampak kaget, dia ingat jika pemilik dari rumah yang ada di bukit itu, adalah seorang laki-laki tua, tapi masih terlihat segar, yang dikenal warga mempunyai sifat dermawan dan sangat baik.Sekelebat bayangan masalalu, terlintas di benak Nisa, ia teringat pada sesosok pemuda yang pernah ditolongnya saat kecelakaan di pinggir jalan, juga mengatakan jika kakeknya adalah penghuni rumah di bukit itu.Nisa langsung mengingat isi kotak yang ia lihat sebelumnya, "Bukankah pemuda itu, dulu membalas pertolonganku dengan memberi sebuah jam tangan dan sebuah gelang yang berinisial RM? Apakah pemuda itu adalah Mas Rasya, atau ada cucu lainnya dari Kakek itu?" batin Nisa sambil menatap intens Rasya.Pikiran Nisa berkecamuk, ia mencoba mengingat kembali raut wajah pemuda yang ada dipikirannya, dan membandingkan dengan wajah Rasya di d
Setelah mengingat kembali tiap janji dan kata yang terucap, membuat Nisa semakin merasa bersalah."Tapi...!"Nisa tak sanggup melanjutkan kata-katanya. "Kata tapi, adalah bentuk dari sebuah keraguan, apakah kamu masih menyimpan rasa itu dalam hatimu, Nis?" tanya Rasya menatap lekat manik mata Nisa yang hitam pekat.Nisa menggelengkan kepala, tapi rasa bersalah, seolah telah mengkhianati pria yang menantinya, membuat Nisa menangis lagi.Rasya langsung menghapus airmata Nisa, "Apa yang membuat hatimu sedih, Nis? Apakah rasa ragu, atau rasa terpaksa membuat kamu harus meneteskan airmata suci ini?" tanya Rasya lembut."Aku malu, Mas...!" ucap Nisa dengan bibir bergetar."Malu...?" Rasya mengernyitkan alisnya bingung."Apakah karena statusmu, hingga rasa malu itu hadir?" tebak Rasya yang tau dengan sisi lembut Nisa, yang tak ingin menyakiti hati pasangannya.Nisa menganggukkan kepala, ia tak sanggup menatap lurus mat
"Hahaha, Mas Rasya, Mas Rasya...! Sabar ya sayang, jika sudah waktunya, kita gak bakal tidur terpisah lagi, kok!" jawab Nisa, yang langsung membuat pundak Rasya merosot."Yaaaa....kenapa harus tidur terpisah sih, Nis! 'Kan jauh dari Ayah!" protes Rasya."Bukankah Mas Rasya ingin mengajak, dan membimbingku untuk menuju Jannah-NY? Jika sekarang aja Mas Rasya udah ngajak maksiat, bagaimana kita akan mendapatkan Jannah-NY, sayang!" ucap Nisa memberi pengertian pada pria di depannya, yang sekarang sudah berubah status menjadi calon suaminya."Astaghfirullah, maaf sayang!" ucap Rasya menyadari kesalahannya."Gak apa-apa! Mas Rasya sabar, ya? Malam ini, Mas Rasya tidur di sini, aku akan tidur di rumah Mbok Surti, di sebelah!" jawab Nisa tersenyum manis."Lho...kamar 'kan ada dua sayang, kenapa gak beda kamar aja sih?" protes Rasya kembali."Iya... walaupun beda kamar, tapi tetap satu atap 'kan, Mas! Aku gak mau kita khilaf, yang akhirny
Indra seperti sapi yang dicucuk hidungnya, tanpa bertanya lagi, dia langsung menanda tangani berkas."Apa, Ibu dan bayi akan baik-baik saja, Dok?" tanya Indra sambil menyodorkan kembali berkas yang telah ia tanda tangani itu."Melihat kondisi pasien, kita sebagai tim medis, hanya bisa memastikan untuk menyelamatkan salah satunya, tapi semua tergantung kehendak yang di atas!" ucap Dokter wanita tersebut datar.Mendengar jika hanya salah satu yang bisa diselamatkan, Indra merasa seolah kepalanya ditimpa batu besar."Saya mohon Dok, tolong usahakan sebisa mungkin, agar keduanya bisa terselamatkan! Saya tidak mau kehilangan dari salah satunya!" ucap Indra bergetar.Di saat seperti ini, Indra baru menyadari, ternyata Dinda telah ada di dalam hatinya. Ia tak ingin mengulangi kesalahan di masalalu, di mana ia mementingkan orang tuanya, hingga menyebabkan ia berpisah, dengan wanita yang dicintainya, dan berada jauh dari putranya.Dokter