Suasana hening, kedua insan beda jenis itu masih saling tatap. Berusaha untuk saling menyelami perasaan pasangan masing-masing.
"Nisa... tolong jawab pertanyaan aku!" tanya Rasya masih memandang wajah wanita di depannya.Nisa menarik napas berkali-kali, menetralkan perasaan serba salah, mencoba untuk tetap santai, walau dipandang dengan jarak sedekat ini."Maaf, jika jawaban aku mengecewakan Mas Rasya! Aku gak mau menjalani rumahtangga lagi, dengan orang yang mempunyai level lebih tinggi dari aku, dan keluargaku!" ucap Nisa jelas, segera dia memalingkan wajahnya. Ada rasa perih dalam hatinya saat mengucapkan kata itu."Apa maksud kamu, Nis? Apa kamu pikir, aku ingin menjadikan pernikahan ini pernikahan bisnis? Atau mencari keuntungan lainnya dengan jalan pernikahan?" tanya Rasya penasaran.Nisa masih bergeming, dia merasa malas walau sekedar untuk menjelaskan. Baginya, walau setulus apapun Rasya mencintainya, suatu saat, perbedaan itu akaSetelah menimbang dan memantapkan hatinya, akhirnya Nisa memutuskan "Baiklah Mas, semoga apa yang kamu ucapkan saat ini, selamanya akan seperti ini!" ucap Nisa pelan."Ingat kata-kata aku, Nis! Jika seandainya suatu saat, aku tak sesuai dengan ucapanku, aku siap mendapat hukuman apapun darimu!" jawab Rasya meyakinkan."Oke aku percaya, kalau begitu saat ini aku katakan bismillahirrahmanirrahim, aku siap menikah denganmu! Tapi, kamu kamu harus bisa meyakinkan Ayah, jika Ayah tak setuju maka, maaf...aku pun akan membatalkan niat ini!" ucap Nisa panjang lebar.Mendengar jawaban Nisa, Rasya langsung memeluk tubuh Nisa dan membenamkan tubuh Nisa di dadanya "Terimakasih sayang, aku janji akan meyakinkan Ayah, agar aku bisa secepatnya menikahimu!" ucap Rasya semangat.Nisa yang dari tadi berontak dalam pelukan Rasya, langsung memberikan pukulan ke dada bidang pria yang telah melamarnya itu."Kenapa...?" tanya Rasya setelah mendapat pukulan dari
Tak terasa perjalanan Nisa dan Rasya telah sampai di desanya. Rasya dan Nisa mampir sebentar ke rumah pak RT, dan menyampaikan keinginannya datang ke desanya.Setelah dari rumah RT, Nisa langsung ke rumahnya. Nisa dan Rasya mengeluarkan beberapa kantong makanan dan minuman, yang sengaja mereka beli saat di perjalanan.Setelah meminta Rasya duduk, Nisa langsung bergegas ke kamarnya, mengemas semua barang-barangnya, yang akan dia bawa ke kota.Rumah sederhana, milik ayah Nisa memiliki tiga kamar, rencananya satu kamar tidak akan di sewakan, karena akan menjadi tempat menyimpan barang-barang yang ditinggalkan.Nisa masih membersihkan rumah, dan menyimpan barang-barang yang merupakan peninggalan alm ibunya dalam sebuah lemari yang telah usang.Dia menyimpan semua barang peninggalan ibunya, karena hanya memandangi barang maupun pakaian peninggalan alm ibunya, Nisa menghilangkan rasa rindunya pada sosok wanita yang tak lama ia rasakan
Setelah berjalan-jalan sebentar menikmati pemandangan pedesaan, Rasya memutuskan kembali pulang ke rumah Nisa. Rasya tersenyum pada penduduk desa, yang tak sengaja berpapasan dengannya.Saat melewati sebuah rumah yang lumayan besar untuk ukuran di desa tersebut, Rasya melihat, di halaman rumah tersebut, memiliki sebatang pohon mangga bertajuk lebar, terdapat bangku yang melingkar di sekeliling pohon.Sekelompok ibu-ibu duduk di bangku, entah apa yang mereka bicarakan, namu dari suaranya yang terdengar oleh Rasya, nampak keseruan di dalamnya.Karena posisinya hanya berjarak beberapa meter dari jalan, mau tak mau Rasya pun menyapa "Permisi Ibu-ibu..!" ucap Rasya ramah."Monggo....dari mana Den..? Sepertinya, Aden bukan warga sini, ya? Soalnya, kita belum pernah ketemu sama Aden, sebelumnya!" tanya seorang Ibu, yang kebetulan duduk di bawah pohon mangga paling luar tersebut."Owh, selamat sore Ibu-ibu, perkenalkan nama saya Rasya Mahendra, d
Tak ada yang menyangka, jika wanita sekelas model, yang cantik dan seksi, ternyata mau menjadi bintang film panas seperti itu. Dan lebih parahnya lagi, wanita tersebut telah memiliki suami yang tampan dan punya kehidupan mapan.Mendengar penjelasan detail dari video itu, Arman merasa terpojok, dan tak mampu berkata apa-apa lagi.Dia begitu tak terima, saat melihat wanita yang sedang digilir oleh tiga pria bertubuh kekar, namun tak menampakkan wajahnya, hingga diapun tak tau, siapa laki-laki itu, adalah orang yang sangat dekat dengannya. Hanya wajah pemeran wanita yang terekspos jelas tanpa sensor sama sekali."Apa video itu bisa dihapus..?" tanya Arman."Maaf Pak, kita tidak bisa menghapusnya begitu saja, karena video ini hanya salinan, sementara yang asli masih ditangan mereka, jadi percuma. Dan juga, video tersebut telah ditonton oleh lebih dari sepuluh juta penonton!" ucap Rahmat yang semakin membuat atasannya semakin pusing.Setelah m
Hancur sudah harapan Arman, untuk menemui istrinya. Sama sekali tak pernah terlintas, jika wanita yang sudah ia usahakan untuk mencintainya, ternyata masih meninggalkannya, demi pria lain.Arman yakin, jika kepergian istrinya, ada hubungannya dengan laki-laki yang berada dalam adegan panas tersebut."Aakkhhh......apa salahku, sampai harus begini!" teriak Arman histeris. Ditinggalkan, di saat ia terpuruk dalam kariernya, membuat Arman seolah hilang kendali. Tak ada lagi penyemangat dalam hidupnya, tak ada lagi yang bisa dia banggakan, sebagai seorang pria dan suami. Jabatan dan kemewahan yang pernah ada, terancam hilang semuanya.Penyesalan yang datang, membuat ia begitu kacau. "Mengapa hidupku harus setragis ini? Di saat usahaku berkembang, keluargaku harmonis, mengapa harus datang ujian seperti ini?" ucap Arman lirih.Sekelebat bayangan ucapan Nisa kembali terngiang di kepala arman, saat Nisa mengatakan "Terimakasih atas semua penghinaa
Berbeda dengan panasnya situasi di tempat Tuan Frass dan Sherly, di sini suasana tegang terasa membuat hati panas, saat Rasya mendengar kata-kata yang merendahkan calon istrinya."Jangan pernah sekalipun, kamu menilai rendah pada wanita yang saya cintai!" bentak Rasya pada wanita hamil di antara rombongan ibu-ibu itu."Lho...emang saya salah, ya? 'Kan emang bener, jika Nisa itu, wanita yang sudah dimasuki banyak laki-laki, karena hobinya yang kawin cerai!" jawab wanita itu tak mau kalah."Sari.....!" potong ibu yang bertubuh tambun sewot."Kamu...sekali lagi kamu menjelekkan wanita saya, maka saya akan menuntut anda, dengan pasal pencemaran nama baik!" ucap Rasya tegas."Maaf Den, Sari memang anaknya ceplas-ceplos!" bela ibu yang berada di samping Sari."Apaan sih, orang aku gak fitnah kok! Siapa takut..!" tantang Sari yang semakin kesal pada Nisa, karena mendapat pembelaan dari laki-laki muda dan tampan."Sari....!" ben
"Sayang...kok kamu tau, kalau aku di sini?" tanya Rasya sambil mensejajarkan langkahnya di sisi Nisa."Feeling aja, orang kota kayak Mas Rasya 'kan gak mungkin jalan-jalan ke sawah!" jawab Nisa asal.Rasya tersenyum mendengar tebakan Nisa "Cie...cie... ternyata feeling-nya, mantul banget ya? Kayaknya udah mulai jatuh cinta nih...!" ucap Rasya menggoda.Nisa melototkan matanya pada Rasya, tak menyangka, jika sosok yang nampak mendominasi selama ini, bisa mengeluarkan kata-kata narsis seperti itu."Matanya jangan digedein donk sayang, 'kan jadi makin cantik, ntar aku cium ya?" ucap Rasya lagi sambil tersenyum."Idih...Mas Rasya apaan sih, kok baru kumpul beberapa saat sama ibu-ibu, udah pinter ngegombal gitu!" ucap Nisa kesal."Hahaha.....ternyata kumpul sama Ibu-ibu, gak buruk-buruk amat ya, sayang!" celetuk Rasya. Selama ini, Rasya tak pernah merasakan kedekatan sama siapapun, semenjak kematian kedua orangtuanya.Hanya p
"Kakek aku itu dari desa ini juga, Nisa..! Dan rumahnya dulu di atas bukit sana!" jawab Rasya sambil menunjuk ke arah bukit.Nisa nampak kaget, dia ingat jika pemilik dari rumah yang ada di bukit itu, adalah seorang laki-laki tua, tapi masih terlihat segar, yang dikenal warga mempunyai sifat dermawan dan sangat baik.Sekelebat bayangan masalalu, terlintas di benak Nisa, ia teringat pada sesosok pemuda yang pernah ditolongnya saat kecelakaan di pinggir jalan, juga mengatakan jika kakeknya adalah penghuni rumah di bukit itu.Nisa langsung mengingat isi kotak yang ia lihat sebelumnya, "Bukankah pemuda itu, dulu membalas pertolonganku dengan memberi sebuah jam tangan dan sebuah gelang yang berinisial RM? Apakah pemuda itu adalah Mas Rasya, atau ada cucu lainnya dari Kakek itu?" batin Nisa sambil menatap intens Rasya.Pikiran Nisa berkecamuk, ia mencoba mengingat kembali raut wajah pemuda yang ada dipikirannya, dan membandingkan dengan wajah Rasya di d