Setelah menimbang dan memantapkan hatinya, akhirnya Nisa memutuskan "Baiklah Mas, semoga apa yang kamu ucapkan saat ini, selamanya akan seperti ini!" ucap Nisa pelan.
"Ingat kata-kata aku, Nis! Jika seandainya suatu saat, aku tak sesuai dengan ucapanku, aku siap mendapat hukuman apapun darimu!" jawab Rasya meyakinkan."Oke aku percaya, kalau begitu saat ini aku katakan bismillahirrahmanirrahim, aku siap menikah denganmu! Tapi, kamu kamu harus bisa meyakinkan Ayah, jika Ayah tak setuju maka, maaf...aku pun akan membatalkan niat ini!" ucap Nisa panjang lebar.Mendengar jawaban Nisa, Rasya langsung memeluk tubuh Nisa dan membenamkan tubuh Nisa di dadanya "Terimakasih sayang, aku janji akan meyakinkan Ayah, agar aku bisa secepatnya menikahimu!" ucap Rasya semangat.Nisa yang dari tadi berontak dalam pelukan Rasya, langsung memberikan pukulan ke dada bidang pria yang telah melamarnya itu."Kenapa...?" tanya Rasya setelah mendapat pukulan dariTak terasa perjalanan Nisa dan Rasya telah sampai di desanya. Rasya dan Nisa mampir sebentar ke rumah pak RT, dan menyampaikan keinginannya datang ke desanya.Setelah dari rumah RT, Nisa langsung ke rumahnya. Nisa dan Rasya mengeluarkan beberapa kantong makanan dan minuman, yang sengaja mereka beli saat di perjalanan.Setelah meminta Rasya duduk, Nisa langsung bergegas ke kamarnya, mengemas semua barang-barangnya, yang akan dia bawa ke kota.Rumah sederhana, milik ayah Nisa memiliki tiga kamar, rencananya satu kamar tidak akan di sewakan, karena akan menjadi tempat menyimpan barang-barang yang ditinggalkan.Nisa masih membersihkan rumah, dan menyimpan barang-barang yang merupakan peninggalan alm ibunya dalam sebuah lemari yang telah usang.Dia menyimpan semua barang peninggalan ibunya, karena hanya memandangi barang maupun pakaian peninggalan alm ibunya, Nisa menghilangkan rasa rindunya pada sosok wanita yang tak lama ia rasakan
Setelah berjalan-jalan sebentar menikmati pemandangan pedesaan, Rasya memutuskan kembali pulang ke rumah Nisa. Rasya tersenyum pada penduduk desa, yang tak sengaja berpapasan dengannya.Saat melewati sebuah rumah yang lumayan besar untuk ukuran di desa tersebut, Rasya melihat, di halaman rumah tersebut, memiliki sebatang pohon mangga bertajuk lebar, terdapat bangku yang melingkar di sekeliling pohon.Sekelompok ibu-ibu duduk di bangku, entah apa yang mereka bicarakan, namu dari suaranya yang terdengar oleh Rasya, nampak keseruan di dalamnya.Karena posisinya hanya berjarak beberapa meter dari jalan, mau tak mau Rasya pun menyapa "Permisi Ibu-ibu..!" ucap Rasya ramah."Monggo....dari mana Den..? Sepertinya, Aden bukan warga sini, ya? Soalnya, kita belum pernah ketemu sama Aden, sebelumnya!" tanya seorang Ibu, yang kebetulan duduk di bawah pohon mangga paling luar tersebut."Owh, selamat sore Ibu-ibu, perkenalkan nama saya Rasya Mahendra, d
Tak ada yang menyangka, jika wanita sekelas model, yang cantik dan seksi, ternyata mau menjadi bintang film panas seperti itu. Dan lebih parahnya lagi, wanita tersebut telah memiliki suami yang tampan dan punya kehidupan mapan.Mendengar penjelasan detail dari video itu, Arman merasa terpojok, dan tak mampu berkata apa-apa lagi.Dia begitu tak terima, saat melihat wanita yang sedang digilir oleh tiga pria bertubuh kekar, namun tak menampakkan wajahnya, hingga diapun tak tau, siapa laki-laki itu, adalah orang yang sangat dekat dengannya. Hanya wajah pemeran wanita yang terekspos jelas tanpa sensor sama sekali."Apa video itu bisa dihapus..?" tanya Arman."Maaf Pak, kita tidak bisa menghapusnya begitu saja, karena video ini hanya salinan, sementara yang asli masih ditangan mereka, jadi percuma. Dan juga, video tersebut telah ditonton oleh lebih dari sepuluh juta penonton!" ucap Rahmat yang semakin membuat atasannya semakin pusing.Setelah m
Hancur sudah harapan Arman, untuk menemui istrinya. Sama sekali tak pernah terlintas, jika wanita yang sudah ia usahakan untuk mencintainya, ternyata masih meninggalkannya, demi pria lain.Arman yakin, jika kepergian istrinya, ada hubungannya dengan laki-laki yang berada dalam adegan panas tersebut."Aakkhhh......apa salahku, sampai harus begini!" teriak Arman histeris. Ditinggalkan, di saat ia terpuruk dalam kariernya, membuat Arman seolah hilang kendali. Tak ada lagi penyemangat dalam hidupnya, tak ada lagi yang bisa dia banggakan, sebagai seorang pria dan suami. Jabatan dan kemewahan yang pernah ada, terancam hilang semuanya.Penyesalan yang datang, membuat ia begitu kacau. "Mengapa hidupku harus setragis ini? Di saat usahaku berkembang, keluargaku harmonis, mengapa harus datang ujian seperti ini?" ucap Arman lirih.Sekelebat bayangan ucapan Nisa kembali terngiang di kepala arman, saat Nisa mengatakan "Terimakasih atas semua penghinaa
Berbeda dengan panasnya situasi di tempat Tuan Frass dan Sherly, di sini suasana tegang terasa membuat hati panas, saat Rasya mendengar kata-kata yang merendahkan calon istrinya."Jangan pernah sekalipun, kamu menilai rendah pada wanita yang saya cintai!" bentak Rasya pada wanita hamil di antara rombongan ibu-ibu itu."Lho...emang saya salah, ya? 'Kan emang bener, jika Nisa itu, wanita yang sudah dimasuki banyak laki-laki, karena hobinya yang kawin cerai!" jawab wanita itu tak mau kalah."Sari.....!" potong ibu yang bertubuh tambun sewot."Kamu...sekali lagi kamu menjelekkan wanita saya, maka saya akan menuntut anda, dengan pasal pencemaran nama baik!" ucap Rasya tegas."Maaf Den, Sari memang anaknya ceplas-ceplos!" bela ibu yang berada di samping Sari."Apaan sih, orang aku gak fitnah kok! Siapa takut..!" tantang Sari yang semakin kesal pada Nisa, karena mendapat pembelaan dari laki-laki muda dan tampan."Sari....!" ben
"Sayang...kok kamu tau, kalau aku di sini?" tanya Rasya sambil mensejajarkan langkahnya di sisi Nisa."Feeling aja, orang kota kayak Mas Rasya 'kan gak mungkin jalan-jalan ke sawah!" jawab Nisa asal.Rasya tersenyum mendengar tebakan Nisa "Cie...cie... ternyata feeling-nya, mantul banget ya? Kayaknya udah mulai jatuh cinta nih...!" ucap Rasya menggoda.Nisa melototkan matanya pada Rasya, tak menyangka, jika sosok yang nampak mendominasi selama ini, bisa mengeluarkan kata-kata narsis seperti itu."Matanya jangan digedein donk sayang, 'kan jadi makin cantik, ntar aku cium ya?" ucap Rasya lagi sambil tersenyum."Idih...Mas Rasya apaan sih, kok baru kumpul beberapa saat sama ibu-ibu, udah pinter ngegombal gitu!" ucap Nisa kesal."Hahaha.....ternyata kumpul sama Ibu-ibu, gak buruk-buruk amat ya, sayang!" celetuk Rasya. Selama ini, Rasya tak pernah merasakan kedekatan sama siapapun, semenjak kematian kedua orangtuanya.Hanya p
"Kakek aku itu dari desa ini juga, Nisa..! Dan rumahnya dulu di atas bukit sana!" jawab Rasya sambil menunjuk ke arah bukit.Nisa nampak kaget, dia ingat jika pemilik dari rumah yang ada di bukit itu, adalah seorang laki-laki tua, tapi masih terlihat segar, yang dikenal warga mempunyai sifat dermawan dan sangat baik.Sekelebat bayangan masalalu, terlintas di benak Nisa, ia teringat pada sesosok pemuda yang pernah ditolongnya saat kecelakaan di pinggir jalan, juga mengatakan jika kakeknya adalah penghuni rumah di bukit itu.Nisa langsung mengingat isi kotak yang ia lihat sebelumnya, "Bukankah pemuda itu, dulu membalas pertolonganku dengan memberi sebuah jam tangan dan sebuah gelang yang berinisial RM? Apakah pemuda itu adalah Mas Rasya, atau ada cucu lainnya dari Kakek itu?" batin Nisa sambil menatap intens Rasya.Pikiran Nisa berkecamuk, ia mencoba mengingat kembali raut wajah pemuda yang ada dipikirannya, dan membandingkan dengan wajah Rasya di d
Setelah mengingat kembali tiap janji dan kata yang terucap, membuat Nisa semakin merasa bersalah."Tapi...!"Nisa tak sanggup melanjutkan kata-katanya. "Kata tapi, adalah bentuk dari sebuah keraguan, apakah kamu masih menyimpan rasa itu dalam hatimu, Nis?" tanya Rasya menatap lekat manik mata Nisa yang hitam pekat.Nisa menggelengkan kepala, tapi rasa bersalah, seolah telah mengkhianati pria yang menantinya, membuat Nisa menangis lagi.Rasya langsung menghapus airmata Nisa, "Apa yang membuat hatimu sedih, Nis? Apakah rasa ragu, atau rasa terpaksa membuat kamu harus meneteskan airmata suci ini?" tanya Rasya lembut."Aku malu, Mas...!" ucap Nisa dengan bibir bergetar."Malu...?" Rasya mengernyitkan alisnya bingung."Apakah karena statusmu, hingga rasa malu itu hadir?" tebak Rasya yang tau dengan sisi lembut Nisa, yang tak ingin menyakiti hati pasangannya.Nisa menganggukkan kepala, ia tak sanggup menatap lurus mat
Bu Susy tersadar dari tidurnya kaget, melihat suasana berbeda dengan tempat yang ia tempati beberapa bulan terakhir. Dalam kebingungan, ibu Susy berteriak. Tak berapa lama, seorang perawat yang bertugas melayani para penghuni panti, datang. "Ada apa, Bu?" tanya perawat tersebut. "Hapa... hamu...?" tanya bu Susy heran. "Saya perawat di sini, Bu! Ada yang bisa saya bantu, Bu?" tanya perawat yang telah terbiasa berinteraksi dengan orang stroke, membuat ia bisa mengartikan bahasa tak jelas dari ibu Susy."Hana, haman, haku hau haman!" "Maaf Bu, Bapak Arman sendiri, yang mengantarkan Ibu ke sini! Saat ini, Bapak Arman sudah pulang! Ibu bisa tenang, Ibu berada di tempat yang khusus merawat para orangtua, yang tak sempat, di rawat anak-anak mereka!"Betapa kagetnya bu Susy setelah mendengar penjelasan perawat. Ia nampak shock, tak menyangka jika ia akan dibuang oleh anaknya sendiri. Bu Susy menangis, ia menyesal
"Apaan sih, Mas! Aku malah bahagia, jika mereka bisa tetap bersama selamanya! Lagi pula, aku udah punya kamu, ngapain harus menyemburukan suami orang?" jawab Nisa sambil nyelendot di tangan Rasya. Hati Rasya berbunga-bunga, dengan ungkapan perasaan istrinya. "Terimakasih sayang! Aku harap, apapun masalahnya, kita bisa bicarakan baik-baik! Aku tak mau mengalami kegagalan, dalam rumahtangga kita!""Aamiiiin....! Sama-sama, sayang!" jawab Nisa tersenyum manis. Nisa merasa bahagia, dengan selesainya semua permasalahan yang ia rasakan selama ini, Nisa akhirnya bisa merasa lega. "Mas.... aku bahagia banget, masalalu yang dulu aku alami terasa berat, ternyata memberi kebahagiaan bagiku, di masa sekarang!" ucap Nisa memandang jalanan di depan. "Syukurlah, tapi aku akan berusaha, memberikan kebahagiaan bukan cuma saat ini, tapi selamanya!""Aamiiiin...!"Kedua suami istri tak jadi pulang ke rumah, tapi justru mereka
"Terimakasih atas saran lo, Nis! Aku akan lihat, bagaimana Indra menyadari kesalahannya! Jika memang dia pantas untuk dipertahankan, maka aku akan berusaha mempertahankannya!" jawab Dinda santai. "Bagus deh, semoga Allah memberikan kebaikan untuk rumahtangga kalian!""Aamiiin....!" balas Dinda atas do'a Nisa. "Oh iya Nis! Aku mau minta maaf, ya! Nama kamu, ikut digunakan oleh mendiang anakku!' jawab Dinda sedih teringat dengan kematian putri kecilnya. "Gak papa, kok! Lagian, nama itu 'kan belum aku bikinkan lisensinya, jadi siapa aja boleh menggunakannya! Apalagi aku cantik, aku yakin siapapun yang menggunakan nama itu, pasti cantik kayak aku!" jawab Nisa enteng. Dinda melongo dengan kenarsisan sahabatnya, sejak kapan, pikirnya "Lo baik-baik aja, 'kan, Nis?" tanya Dinda sambil menempelkan tangannya di dahi Nisa. "Apaan sih, Din! Orang sehat begini, malah dibilang sakit!" gumam Nisa sewot. "Tunggu.... tunggu! Sejak
"Assalamualaikum....!" ucap salam Nisa yang di depan sebuah rumah minimalis, ditemani suaminya. "Rumahnya, asri ya Mas!" ucap Nisa sambil melihat-lihat lingkungan rumah sahabatnya. "Kamu suka?" tanya Rasya merangkul tubuh istrinya kepelukan. "Banget, aku itu sukanya suasana alam, ya.... seperti taman ini, Mas!""Nanti kita beli satu, rumah yang ada tamannya!" jawab Rasya enteng. "Awh....!" jerit Rasya yang mendapat cubitan dari istrinya. "Apaan sih, sayang! Main cubit aja!" sungut Rasya sambil menggosok perutnya. "Kamu yang apaan, Mas! Beli rumah, kayak beli gado-gado, pemborosan tau!" protes Nisa. "Kan kamu ingin suasana seperti ini, sayang!" jawab Rasya membela diri. "Tapi nggak gitu juga konsepnya, kali...!" jawab Nisa heran dengan pola pikir suaminya. "Waalaikum salam....! Maaf, cari siapa, ya?" tanya wanita paruhbaya yang membukakan pintu. Rasya dan Nisa menoleh ke pintu
"Dasar, adik ipar perhitungan! Baru aja dimintai pertolongan beberapa kali, udah main kabur!" omel Arman di sepanjang jalan. Sampai di rumah, emosi Arman semakin membengkak! Ibunya yang duduk di atas kursi roda, melemparkan perabotan rumah yang tidak seberapa, ke segala arah. "Mama apa-apaan sih, Ma! Udah gak bisa bantu beres-beres, malah berantakin rumah begini!" Melihat kedatangan putranya, bu Susy tambah meradang. Semua barang benda yang dapat terjangkau oleh tangannya, ia lemparkan kepada Arman. "Huh.... huh...!" Sambil melempar, hanya kata gak jelas yang keluar dari bibirnya. "Ma.... jika Mama terus-terusan seperti ini, Arman pastikan Mama akan menyesal!" bentak Arman memandang tajam. "Mama mikir gak, sih! Mama baru aja keluar dari Rumah Sakit, bukannya istirahat malah marah nggak jelas begini!" omel Arman sambil mengumpulkan pecahan beling yang berserakan di lantai."Hamu... hak.. hecus, hurus hibu!" ujar bu
Hati Indra terasa miris, melihat wanita yang biasanya selalu ceria, kini hilang ingatannya. Yang dipikirannya, hanya mengenai anak yang ia lahirkan, yang telah kembali ke pankuan ilahi. "Dinda, kamu udah makan obat?" tanya Indra duduk di bangku, yang ada di kamar mereka. "Udah donk, Mas! Aku kan harus sehat, agar bisa menjaga dede Nisa!" jawab Dinda semangat. "Iya, kamu harus minum obat terus ya, agar dede bayi juga ikutan sehat!" ucap Indra memotivasi istrinya agar tetap semangat untuk minum obat, walau harus mengikuti ke 'halu an' istrinya. "Gitu ya, Mas?" tanya Dinda dengan senyum di bibirnya. "Iya, donk! Jika kamu sehat, nanti kita bisa jalan-jalan!" tambah Indra. "Jalan-jalan...? Sama dede Nisa, Mas?" tanya Dinda dengab mata berbinar. Dinda duduk di pinggir tempat tidur, menghadap suaminya, seperti seorang anak yang ingin mendengar dongeng dari ibunya. "Iya..kita akan jalan-jalan, tapi pastikan
"Siapa istri pemuda itu..? Apakah istrinya, mengenalku? Semoga saja begitu, dengan demikian, aku mempunyai harapan selamat, dari balas dendam bocah itu!" ucap hati Tuan Frass. "Ada apa dengan Tuan! Nampaknya dia begitu bahagia!" Tanda tanya menghantui pikiran Jhon, tapi dia tetap menjalankan perintah Tuannya***Di rumah, Nisa nampak duduk dengan Ahmad,putranya. Ahmad begitu senang mendengar kabar kehamilan ibunya, "Bunda... berapa lama lagi adik Ahmad bisa diajak bermain, Bun?" tanya Ahmad semringah. "Hehe... sabar ya sayang, tunggu adik lahir dulu, terus tunggu adek gede, baru deh main sama kakak Ahmad!" ucap Nisa sambil membelai rambut putranya. "Kok lama banget! Sekarang adik di mana, Bun?" tanya Ahmad polos. Sambil tersenyum, Nisa memindahkan tangan Ahmad, ke perutnya yang masih datar. "Kok di sini, Bun? Apa gak sempit Bun? Terus, tempat adik bermain, dimana?" tanya Ahmad heran. "Nggak sempit don
Air mata Nisa tak dapat ia bendung, air mata bahagia, mengiasi wajah cantiknya. Nisa merasa tak percaya, baru satu bulan ia menikah, ternyata Allah kembali menitip kan karunia terbesar, pada dirinya. Ia benar-benar bersyukur, karena banyak di luar sana, yang telah sekian lama menikah, namun belum dikaruniai seorang anak. "Selamat ya, Bu atas kehamilannya!" ucap dokter wanita yang menanganinya. "Terimakasih, Dok!" ucap Nisa tersenyum haru. "Sudah menjadi tugas kami, Bu! Pesan saya, jaga emosinya agar jangan sampai stres, dan jangan lupa konsumsi makanan bergizi ya, Bu! Jangan lupa, perbanyak istirahat!" nasehat dokter. "Baik, Dok!" jawab Nisa, serius mendengar nasehat dokter. "Satu lagi, di sini saya tulis resep vitamin, juga obat penghilang mualnya, jangan lupa bulan depan datang lagi, kita cek perkembangan janinnya, ya Bu!" "In syaa allah, Dok!"Setelah menebus obat dan vitamin di apotik, Nisa, segera meninggalkan
Nisa baru ingat, jika bulan ini dia belum menstruasi. "Kenapa, nak? Kamu gak berencana menunda kehamilan, 'kan?" "Ee...nggak kok, Yah!" cicit Nisa."Syukurlah, gak baik kamu menunda kehamilan! Walau bagaimanapun, kamu harus menghargai keinginan suamimu! Lagi pula, Ahmad juga sudah besar, sudah sepantasnya punya adik!" nasehat Ayah Faisal. "Iya Yah, dari awal menikah, Nisa gak ada niat untuk menunda kehamilan! Tapi kalau belum hamil, ya sabar aja!" jawab Nisa, tapi dalam hati Nisa berkata lain. "Bagus itu, mumpung kamu masih muda, jadi peluang untuk hamil itu, masih besar! Ayah do'akan agar kamu secepatnya, bisa memberikan Keturunan buat Rasya!""Iya, Yah! Moga aja secepatnya dipercaya Allah!""In syaa allah, aamiiin!" doa ayah Faisal.Ia ingin, dengan kehamilan, dapat mempererat cinta dalam rumahtangga putrinya. Nisa yang masih terngiang pertanyaan ayahnya, dia mulai memikirkan perubahan yang terja