Bab 14 Setiba di rumah aku langsung menjatuhkan bo*ong ini di sofa ruang tamu. Nafasku masih tidak beraturan memikirkan hal tadi. Beruntungnya Daren dapat mengalihkan mereka sehingga tak ketahuan. Pikiranku melayang sebelum pulang. Di perjalanan aku melihat seorang Ibu- Ibu yang sudah tidak muda sedang mencari sesuatu di tong sampah. Badannya seperti kukenal saat dia membalikan tubuh sontak kedua tangan menutupi mulut tak percaya.Itu mantan mertuaku mengapa beliau mengacak-acak tong sampah. Ingin rasanya kuhampiri, tetapi … tanpa pikir panjang segera turun dari taksi yang membawaku pulang."Bu," panggilku dengan lembutWajah keriput itu sangat kaget melihat kedatanganku. Dia langsung berlari meninggalkan tanpa hiraukan panggilanku yang terus memanggilnya."Ibu tunggu. Kenapa bisa ada di sini?" teriakku. Namun, hanya sia-sia gegas kuperceoat langkah supaya bisa menyusulnya. Nafasku terengah-engah seraya memegang dada dan berhenti sejenak. Ibu terus berlari menjauh sesekali beliau me
Part 15Daren mencekal tanganku lalu berkata, "Aku ingin segera menghalalkanmu." Apa katanya? Dia ingin menghalalkanku?"Maksud kamu bagaimana? Bukannya kamu akan melamar wanita lain? Kenapa bicara itu padaku." Sejujurnya hatiku sudah bahagia saat dirinya mengungkapkan itu. Namun, aku tak boleh bahagia dulu. "Wanita itu kamu, Ayu." Tatapan kami saling bertemu sorot matanya tajam tak ada kebohongan. Kualihkan pandangan karena tidak sanggup melihat lama-lama. Wajah teduhnya membuat hatiku tentram."A-aku." "Masa idahmu akan segera berakhir. Aku mau kita melangsungkan pernikahan. Ibuku akan datang besok, beliau sudah tidak sabar ingin segera bertemu denganmu." Aku tak bisa lagi berkata-kata perlakuannya yang baik membuatku luluh padanya. Sehingga aku mengangguk pelan dan membuatnya berjingkrak bahagia."Serius kamu mau?" tanyanya lagi memastikan"Iya aku mau," jawabku malu-maluDia langsung memelukku beberapa kali mengecup pucuk kepala. Tangan satunya dilingkarkan di pinggang, begi
Part 16Hatiku menjadi gelisah mengingat ibunya Daren, bagaimana kalau beliau menolak dan sikapnya sama seperti mantan mertuaku dulu. Kupejamkan mata supaya melupakan sejenak kerisauan ini. Namun, mata makin terpejam malah terbayang-bayang. Kulirik jam yang ada di ponsel ternyata sudah pukul 23.05 rasa kantukku tak kunjung datang. Kini kaki jenjang ku turun dari ranjang berniat mengambil wudhu dan berserah diri. Akan kuserahkan pada-Nya supaya hati ini menjadi damai. Tetesan air wudhu yang mengenai wajah membuatku langsung adem. Sekitar lima menit selesai dan kuambil mukena serta sajadah. Shalat malam dua rakaat membuatku terasa sangat tenang. Hati tidak lagi risau seperti sebelumnya. Ku menengadahkan tangan bermunajat pada sang Khaliq. "Ya Allah kuserahkan semuanya pada-Mu. Aku yakin Engkau telah memberikan yang terbaik bagi hamba Amiin." Rasanya sangat tenang kini kubisa tidur, apapun yang terjadi besok akan kuterima dengan lapang dada. [Bu Syasya akan menjual sahamnya sekitar
part 17Saat wanita itu hendak mendekat tiba-tiba pria bersamanya berkata, "Kamu telpon saja pria yang bodoh itu, minta sama dia kalau anak yang kamu kandung ngidam sesuatu. Ya, walaupun sebenarnya itu bukan anak kandungnya." Aku yang akan hendak pergi mengurungkan niat karena perkataannya mampu membuatku penasaran. "Eh, jangan keras-keras kalau ada yang tahu bagaimana? Nanti si Syasya tidak akan memberikan kita uang lagi," balas MilaYa, wanita hamil yang tengah merengek itu adalah temanku Mila, dia menikah secara diam-diam dengan mas Aldi. Namun, yang membuatku bingung kenapa Syasya tidak menikah dengan mas Aldi malah bersama Mila. "Iya, wanita yang bersama pria bodoh itu juga sama. Mengapa tidak dia saja yang menikah denganya ini malah kamu, aku cemburu tahu." "Kamu mau tahu, kalau sebenarnya Syasya itu Mandul. Dia menginginkan anak dari Aldi mangkanya setelah kuberitahu aku mengandung anak Aldi, dia sangat girang. Dan aku disuruh untuk menikah agar si Ayu sakit hati. Kamu tahu
Bab 18"Kamu Ayu?" tanyanya dengan mimik wajah yang sulit diartikan. Aku mengangguk pelan, menundukan wajah. Kedua tanganku meremas baju kuat rasanya sangat gugup. Takut, ibunya Daren akan membenci karena statusku janda. "Bu, dia cantik kan?" ucap Daren dengan antusias. Namun, hatiku belum tenang. Tanganku dipegang Aku olehnya dengan lembut."Ayo, jangan takut," bisiknya tepat di telinga. Kini, aku memberanikan untuk mengangkat wajah melihat ibunya Daren dengan jelas."Sini duduknya dekat Ibu kok jauh gitu sih, apa saya menyeramkan?" Apa aku tak salah dengar kalau Beliau tersenyum hangat padaku. Lalu? Mengapa tadi saat pertama melihatku wajahnya sangat datar. Tak ada ekspresi suka hingga aku berargumen sendiri kalau ibunya tak menyukaiku."I-iya Bu." Aku pun duduk di dekatnya tanpa diduga beliau memelukku. Daren tersenyum dan mengangguk. "Kamu sangat cantik, bahkan lebih cantik dari yang Ibu lihat di foto," ujarnya yang langsung melirik Daren. "maafkan Ibu, tadi sengaja sedikit me
part 19Aku telah memikirkan cara untuk membalas Mila, tentunya bukan diri ini yang akan melakukannya, melainkan Syasya. Mereka berdua sangat licik aku juga akan berbuat yang sama. Kami memesan gaun pengantin yang paling mahal. Perut Mila yang kian membesar membuat dirinya kerepotan hanya untuk berjalan. Ngapain juga dia bekerja di sini? Bukannya dia masih istri mas Aldi? Mila terus memperhatikanku sambil menulis alamat rumah Daren. Semoga saja dirinya tak dapat mengenaliku, kalau itu terjadi entah bagaimana rencana yang telah disusun."Kami akan kirim tepat waktu, terima kasih telah percaya dengan butik ini." Mila menyerahkan nota dan Ibu langsung mengambilnya. "Kita ke restoran dulu Ibu sudah lapar," ujarnya yang langsung mendapat anggukan dariku. Ibu berjalan duluan, tiba-tiba tangan kananku ada yang mencekal dengan kuat. Sontak aku melihatnya dan sedikit terkejut dengan perkataannya."Kamu pasti Ayu, jangan membohongiku kita berteman sudah lama. Aku yakin kalau itu kamu, meski
Ternyata Daren tidak mencium ku, ah dasar otakku sudah tak waras rasanya malu. "Ada kotoran di hijabmu," ujarnya dan berlalu. Pipiku terasa merah bagaimana bisa aku berpikir kalau Daren akan mencium? "Kenapa pipimu merah?" tanya Daren dengan entengnya. Sontak kupegang pipi ini."Daren jangan goda Ayu terus. Nanti juga kamu akan halal." Ibu menatap tajam anaknya."Aku tidak menggoda. Ayu seperti bidadari yang turun dari langit. Rasanya tak percaya bisa mendapatkan dirinya."Apaan sih gombal terus, apa tidak malu kan ada ibunya. Daren membuka ponselnya dia terlihat serius berbicara. Mungkin dari kantornya. Mengapa juga lama-lama di sini."Aku pergi dulu ya soalnya ada meeting di kantor pusat," ujarnya dengn buru-buru."Yasudah sana ngapain masih di sini," balas Ibu karena Daren masih betah duduk."Ada yang tertinggal, Bu?" jawabnya dengan sedikit khawatir"Apa?""Bidadariku takut ada yang ambil. Tolong jaga dia untukku, Bu."Ya ampun masih sempat-sempatnya gombal. Dia itu terbuat dar
Bab 21Hari pernikahanku akan digelar dengan mewah, aku sudah meminta untuk sederhana. Namun, ibunya Daren tak setuju beliau menginginkan pesta yang ramai. Banyak dikunjungi para pebisnis ternama, apalagi mereka keluarga terpandang. Mau tak mau harus menerimanya."Iya gimana baiknya saja, aku nurut." Daren masih keukeuh dengan keinginan ibunya. Aku melihat raut wajahnya sendu mungkin tak bisa menolak keinginan ibunya. Bukannya tak mau, tetapi aku malu karena ini bukan pernikahan pertama bagiku. Namun, bagi ibunya Daren ini pernikahan pertama bagi anaknya. "Maaf, ini bukan mauku. Namun, Ibu." Dia tertunduk lesu. Aku menggenggam tangannya dan tersenyum padanya kalau aku baik-baik saja. Sebenarnya bukan masalah pernikahan mewahnya, tetapi aku takut kalau tak bisa menjaga keharmonisan setelah menikah. Mau sederhana atau mewah, ya tetap saja sah. Kami saling beradu argumen tentang pesta yang sangat luar biasa. Tentunya akan memakan banyak biaya, mungkin baginya tak apa. Tak terasa bulir
Part 33EndingTak kusangka lelaki yang berperawakan tak terlalu tinggi itu melangkah mendekat. Lalu, dia bersujud di kaki ibunya Imas. Wanita itu hanya terdiam seribu bahasa mulutnya menganga seakan tak percaya apa yang dikatakan lelaki tadi. Wajahnya sangat pucat pasi seperti tak ada darah yang mengaliri. HeningTak ada yang bersuara sama sekali. Terlihat wajah ibunya Imas nampak lesu. Mungkin bisa menebak apa yang telah terjadi pada putrinya. Ingin hati mendengarkan percakapan di antara ketiganya. Namun, tangan ini sudah diapit dengan lembut oleh suamiku. "Ayo pulang jangan kepo urusan orang lain. Masalah kita sudah selesai," ajaknya setengah berbisik. Sebelum benar-benar keluar rumah, sudut mataku menangkap kalau Imas melihat mas Daren dengan sendu. Aku hanya cuek dan mengangkat bahu acuh. "Ayu, kok melamun itu suamimu sudah masuk mobil. Apa mau tetap tinggal di sini?" ujar uwa mengagetkanku.Aku terhenyak dengan perkataan uwa dan tersenyum tipis padanya. Malu kalau ketahuan m
Part 32Hari ini terkahir kami berada di Bandung. Sebenarnya aku tak ingin pergi dulu karena suasana di sini sangat membuatku nyaman. Namun, mas Daren juga tak bisa lama-lama untuk cuti banyak sekali pekerjaan yang harus dikerjakan. Kami sudah bersiap-siap untuk berangkat, uwa ikut mengantar ke depan karena jalan ini tidak akan muat untuk mobil. "Yu, sehat-sehat ya jangan lupa nanti main lagi ke sini." Mata uwa berkaca-kaca. Aku pun ikut merasakan ketulusan darinya. Uwa juga memiliki satu putra tunggal yang bernama Dirja tetapi, dia sedang kuliah di Surabaya. Kami pun berpelukan untuk melepas rindu. Dari arah depan terlihat Imas hanya menatap kepergian kami. Dia tidak mau mendekat lagi karena sebelumnya sudah kuperingatkan walaupun beberapa kali selalu abai. Namun, beruntungnya aku sudah mempunyai rencana untuk melaporkan pada ibunya. Tentunya ada bukti untuk menjatuhkan calon pelakor itu. "Seandainya dirimu wanita baik-baik mungkin tak akan merusak rumah tangga orang lain. Namun
Part 31Uwa tidak menanggapi perkataan Imas. "Heh wanita sinting tak tahu malu, aku istrinya mas Daren. Kamu menanyakan dia kan? Karena tidak ada lagi lelaki di rumah Uwa kecuali suamiku!" Kutatap wajah polos itu tanpa rasa takut. Dadaku naik turun, Uwa terus menarik tanganku agar menjauh dari wanita sialan itu. "Istri?" balasnya yang melihat penampilanku dari atas sampai bawah. Seperti tengah mengejek karena saat ini aku memaki baju seperti dirinya. Ini gara-gara mas Daren yang tak mau bilang ingin menginap hingga aku minjam baju uwa saat masih gadis. Memang terlihat sangat lusuh apalagi sandal jepit yang kupakai menambah kesan jelek. "Iya memangnya kenapa? Apa ada yang salah?" tanyaku dengan menatap tajam. Aku tak akan mengalah hanya untuk wanita seperti dirinya. Meskipun aku diam pasti mas Daren tak akan tergoda dengan wanita seperti dirinya. "Aku tahu tipe mas Daren. Mana ada wanita kucel macam kamu bisa jadi istrinya!" Dia pun berdecih sambil bertolak pinggang. Ingin ku jamb
Part 30Seorang wanita tengah menatapku tak suka, dia berdiri di tembok pagar rumah uwa yang tingginya hanya satu meter. Dia terus memerhatikan ku yang tengah menyantap buah mangga muda. Tiba-tiba mas Daren datang sambil membawa garam yang kupinta, seketika raut wajah wanita itu tersenyum. Matanya berbinar menatap suamiku. Siapa dia? Dia masih saja setia berada di sana meskipun kutatap tajam wanita itu seolah mengatakan jangan macam-macam. Sengaja diri ini bermanja-manja pada mas Daren ingin disuapin buah mangga. Terlihat suamiku ngilu saat aku memakan buah itu yang masih mengkal serta renyah saat digigit. "Kamu mau, Mas?" tanyaku dengan sedikit manja. Aku mengeluskan kepala pada dada bidangnya ingin mengetahui saja bagaimana reaksi wanita itu. Benar dugaanku wanita itu makin melotot seraya mengangkat kedua tangannya mengepal seakan ingin mengajak perang. Siapa sih dia, tidak dimana-mana tak suka dengan kebahagiaan ku. "Enggak, apa enak?" ujarnya. Aku pun mengalihkan perhatian p
Bab 29Ada rasa sesak di dada saat menyaksikan teman yang kita sayangi dibawa sama polisi. Aku tak sanggup melihatnya, tetapi harus bisa kuat ini demi kebaikan dirinya. Semoga kamu bisa menyadari kesalahannya, Sya. Sudut mataku mengeluarkan cairan bening. Tiba-tiba ada tangan kekar yang melingkar di pinggang, hangat. Deru nafasnya bisa kurasakan, mas Daren memang suami yang sangat pengertian. "Mas," ucapku dengan suara sedikit gemetar. "Jangan menyesal, ini yang terbaik buat dia," balasnya memelukku dengan erat. Syasya sudah dibawa ke kantor polisi kini kami meninggalkan apatermen milik Syasya. Ada rasa lega di hati. "Kenapa kamu tidak melibatkan Mas, hem." Aku sedikit salah tingkah dengan tatapannya yang begitu menyejukan hati. Dia memandangku tanpa berkedip. "A-aku tak ingin merepotkan. Bukannya, Mas sedang ada rapat penting?" Aku menelan saliva saat tangan kekar itu m*ny*ntuh bibir. Ada desiran aneh ditubuhku. "Ayo pulang." Mas Daren tidak melakukan apapun. Dia kembali
Part 28Pov SyasyaAku sangat benci Ayu, dia telah merebut segalanya. Rasanya malas untuk berpura-pura baik lagi, akan ku tunjukan siapa Syasya sebenarnya. Suatu hari aku membuat kekacauan, meneror rumah Ayu dan seakan-akan bukan aku yang melakukan itu. Betapa bodohnya si Ayu itu dia wanita yang sangat polos, aku sudah muak dengan pura-pura baik padanya.Seperti yang kuduga, Ayu memang percaya bukan aku dibalik semua ini. Dan, ya aku tak bisa lagi diam. Saat ada kesempatan, aku ingin memb*nhnya. Akhirnya semua yang kuinginkan kembali padaku. Rasanya sangat bahagia ketika orang yang kucintai kembali. Syukurnya Mila mau kuperalat untuk memudahkan rencana ini dengan mulus. Aku sangat bahagia saat melihat dirinya menderita, tujuanku sudah tercapai. Akan tetapi, kebahagiaan itu tidak berselang lama, entah mengapa aku dipertemukan kembali dengan si Ayu. Walaupun sekarang penampilannya berubah, tetapi aku masih mengenalinya. Amarah ini tak bisa lagi dibendung, mengapa dirinya bisa selamat.
Part 27"Mas sudah pulang?" tanyaku dengan lembutTerlihat raut wajah mas Daren menyiratkan sesuatu. Dia hanya tersenyum tipis tanpa mau membalas perkataanku. Apakah ada sesuatu hal yang sangat serius hingga dirinya seperti itu?Kenapa dengannya? Apa aku salah bicara?Mas Daren membuka kemeja satu persatu. Lalu, dia mengambil handuk tanpa membuka bajunya ke dalam kamar mandi. Terdengar suara guyuran shower, aku duduk di sudut ranjang menunggu suamiku menyelesaikan mandinya. Sudah dua puluh menit, dia belum juga keluar membuatku khawatir dengan keadaanya. Ku ketuk pintu kamar mandi, tetapi tidak ada jawaban. "Mas," panggilku. Namun, masih sama. Mungkin tidak terdengar karena terkalahkan dengan suara gemercik air. Aku mondar-mandir di depan kamar mandi, biasanya tak lama. Ada apa dengannya? Apa aku telah membuat kesalahan? Ini tak boleh dibiarkan begitu saja. Aku tak mau kejadian dulu terulang lagi karena masalah komunikasi yang tak saling mengungkapkan pikiran masing-masing. "Mas
Part 26Akhirnya yang kutakutkan terjadi. Mila menjambak sanggul yang indah itu dan kini tergerai acak - acakan. "Dasar wanita tua, ayo lawan aku." Mila terus menjambak dengan kasar, aku pun tak tinggal diam dan segera melerai mereka. Syasya hanya acuh melihat kami seperti ini. Astagfirullah bukannya dia bibinya? Lalu kenapa diam saja. "Sya tolong aku pisahkan mereka," ujarku. Namun pengakuannya membuatku jengkel. "Kamu tidak lihat kalau aku gak ada kaki Ini juga salahmu, terus gimana caranya coba melerai mereka yang ada aku yang kena amukan." Dengan santainya berkata demikian, tanpa melihat sedikitpun ke arah kami. Entah mengapa, aku sudah tak menemukan sosok Syasya yang penyayang darinya.Seenggaknya dia berteriak meminta tolong karena aku sibuk memisahkan mereka. "Mil, sudah. Kamu 'kan baru operasi, aku takut kamu kenapa-kenapa." Aku terus saja melerai mereka mencoba membawa Mila untuk menjauh dari wanita gemuk itu. Akhirnya aku berhasil walaupun badanku kena pukulan bibinya
Part 25Pandangan kami saling tatap entah kapan bibir itu meny*tu, aku terpejam sedikit terbuai dengan permainan suamiku. Walaupun terasa kaku, tetapi aku sangat menikmatinya. Degup jantungku bertalu-talu saat tangan kekar itu masuk ke celah yang di tutupi kain. Benda ke*y*l yang tidak terlalu besar. Namun, cukup pas berada digenggamannya. Tanpa terasa bibirku mengeluarkan suara indah yang membuat suamiku makin menggila. "Bolehkah Mas memintanya?" tanyanya dengan lembut. Aku hanya mengangguk pelan. Mengapa bilang dulu tidak langsung saja. Wajah ini mungkin merah merona bak kepiting rebus. Sebelum memulai, mas Daren membaca doa terlebih dahulu. Dia memang agamis sekali, tidak lama kami melakukannya. Aku meringis menahan nyeri. Tiba-tiba mas Daren menghentikan aktivitasnya. "Kenapa Sayang? Apa Mas menyakitimu?" Aku menggeleng seraya tersenyum. Menatap tubuh p*l*s itu yang penuh dengan peluh. Aku terlelap terlebih dahulu, sebelum tidur mas Daren sempat menci*m keningku lama"Terima