Aku pernah membaca buku-buku dongeng. Cinderella, Si Cantik dan Si Buruk Rupa, Putri Duyung, macam-macam. Kadang aku membacakan untuk Seva. Adegan yang paling kusukai adalah pesta dansa istana.
Itu selalu menjadi adegan puncak. Putri cantik dan pangeran yang tampan berdansa di tengah aula. Semua mata memandang keelokan mereka berdua. Bersamaan dengan alunan musik lembut yang mendayu, keduanya saling menyelami tatapan mereka. Seolah dunia ini hanya milik berdua.
Lalu, cerita berakhir bahagia.
Aku hanya punya bayangan pesta dansa istana di pikiranku. Tidak pernah sekalinya aku melihat ruang pesta istana asli yang luar biasa megah.
Seperti sekarang.
Tubuhku terpak
"Luar biasa," gumam Artur. "Opera kali ini benar-benar luar biasa."Ia sumringah dengan menggandeng Klara yang duduk di sampingnya. Kami tengah berada di pesta minum teh Lady Nina lagi. Yah ... sepertinya orang-orang ini benar-benar tidak punya tempat lain untuk pergi bergaul. Atau mungkin belum ada pesta-pesta menarik lagi seperti pesta ulang tahun Prinsessa Sofia.Sepanjang sore kami mendengarkan Klara dan Artur bercerita tentang pertunjukan opera. Lama-lama menarik juga. Kisah-kisah dewa Yunani, ada pula cerita rakyat Hungaria yang baru aku tahu. Pantas saja banyak orang yang suka menonton opera. Kalau soal membandingkan hadiah pernikahan Prinsessa Sofia, dengan sungkan dan terpaksa aku sebut Kastil Marie yang Alexey berikan padaku. Tentulah membuat orang-orang itu tercengang. Aku berharap supaya mereka menyebar berita ini
"Luar biasa," gumamku.Aku tidak bisa berkata apa-apa. Aku belum pernah menonton pertunjukkan opera. Aku hanya sedikit pernah diceritakan oleh ayah dan ibu. Pertunjukkan opera tidak pernah ada di wilayah Barony kami. Kalau pun ke ibukota, jauh sekali dari tempat kami.Aku sibuk melihat dari balik teropong kecil. Orang-orang opera di bawah sana terasa jelas di pandanganku. Satu per satu aku perhatikan. Mereka menampilkan sebuah drama berjudul Romeo dan Juliet. Begitu dramatis. Disertai koreografi yang apik, juga suara nyanyian mereka yang menggema di seluruh sudut aula gedung ini.Luar biasa.Pemeran pria dan wanitanya juga begitu rupawan. Akting mereka terlihat alami. Di tengah-tengah aku sampai menitikkan
Sepasang mata biru jernih mematri pandangannya padaku. Menyiratkan sebuah kekagetan, sebuah ketakutan yang membuatnya gentar."Anya?!" suaranya yang tenang tadi sudah tertelan.Semua begitu cepat. Alexey sekarang sama dengan orang-orang bising yang bersahut-sahutan di lorong penuh kepanikan. Ia melempar lengan-lengan pemuda yang baru menggerayanginya sekonyong-konyong.Tak mengatakan apapun, Alexey langsung menggenggam erat tanganku. Begitu besar dan penuh. Ia menarik tubuhku menyusuri lorong-lorong rumah opera. Kembali ke orang-orang yang serampangan bercumbu di balik-balik sekat kain. Aku bisa melihat sebuah ketegangan di sekitar mulutnya. Wajah pria ini mengeras.Aku ingin mengatakan yang lain. Aku ingin bertanya
Aku bisa mengendus wewangian yang ada di tubuhku, di gaun biru tuaku. Parfum dari Le Franc. Begitu kata Yulia. Itu salah satu hadiah dari Alexey. Entah berapa harganya. Pastilah mahal sekali. Botolnya saja dari kristal. Wanginya manis seperti buah-buah musim gugur dilumuri madu murni. Manis yang lembut, membuatku ingin memakan seluruh tubuhku sendiri.Aku menaruh cangkir di pisinnya. Earl grey siang ini tidak serta merta membuatku merasa lebih santai seperti biasanya. Aku gugup. Tetapi, Alexey yang duduk di sebelahku nampak kalem. Mungkin dia sudah biasa menghadapi masalah-masalah seperti ini. Atau mungkin yang lebih rumit lagi."Apa dia akan benar-benar datang?" tanyaku memastikan."Anak itu memang menyulitkan. Sulit untuk membujuknya. Tetapi Sergei bukan orang yang aka
Aku anak yang beruntung. Dulu Ayah adalah bangsawan yang kaya meski kami tinggal di desa yang jauh dari hiruk pikuk dan keramaian kota. Guru-guruku didatangkan dari berbagai tempat. Guru geografi, guru sejarah, guru menyulam, guru dansa, guru musik, dan guru matematika. Aku tidak bisa bilang aku suka matematika. Hanya saja, syarat Ayah yang mengharuskan aku bisa berhitung kalau aku mau main ke pabrik, membuatku mati-matian mempelajarinya.Kadang itu membuat ibu kesal dan mengomel, juga membuat guru menyulamku menggeleng-gelengkan kepalanya. Aku bisa bolos pelajaran menyulam dan ikut dengan Ayah ke pabrik tanpa memberi tahu ibu. Aku tidak pernah menyesal sedikit pun belajar matematika, belajar mengatur keuangan. Uang adalah hal yang penting bagi semua orang."Masih ada yang lain?" tanyaku pada Vadim.
"Apa maksudmu?! Aku berhutang?! Justru kaulah yang membuatku membayar semua utang-utang yang kau tinggalkan! Sementara kau kabur seperti pengecut!"Susah payah aku menahan suaraku agar tak berteriak di ruang tamu."Hehe. Kau kira aku orang bodoh, hah?" sindir Dmitri. "Kau kira kau bisa membodohiku? Kau pikir aku tidak tahu berapa nilai asetku jika dibandingkan dengan utang-utangku?" Dmitri mulai menaikkan suaranya padaku."Asetmu?!" pekikku jengkel. "Bunga utangmu membengkak! Mansion, gudang dan pabrik kita bahkan tidak bisa melunasi semuanya!" sanggahku. Aku sudah tidak bisa menahan diri. Kubiarkan Vadim yang sedari tadi berdiri di sudut ruang tamu mendengarku. Aku sudah masa bodoh. "Kerjamu cuma minum-minum dan berjudi!"
Entah sudah berapa lama aku cuma berjalan mondar-mandir di dalam kamar. Gelisah. Bibirku merengut dengan kepalaku yang mungkin sudah berasap"Duh ... bagaimana ini," gumamku lirih."Apa ada yang bisa saya lakukan untuk Anda, my lady?" tanya Yulia menggugahku. Wajahnya yang kalem nampak seperti dia akan mematuhi perintahku tanpa pertanyaan."Hhh. Bukan apa-apa. Kau ... tidak perlu khawatir.""Apa ini soal paman Anda, my lady?"Kakiku berhenti dengan sendirinya, aku memandang Yulia lemas."Ya. Aku benar-benar tidak tahu harus berbuat apa," keluhku lirih. "Aku cuma ingin dia segera pergi dari rumah ini. Aku t
Aku, Igor, Vadim, Alexey, Dmitri dan ... dua orang lagi yang kelihatannya sangat penting. Mereka adalah pegawai pemerintah, dari pengadilan.Dmitri begitu sumringah ketika dia tahu siapa orang-orang itu. Hanya dengan satu kalimat darinya, kami bisa langsung diseret ke gereja dan pengadilan untuk bercerai. Dia masih waliku."Saya tidak sangka kalau akan secepat ini, Your Grace. Apa Anda memang sangat buru-buru menginginkan restu dari saya?" katanya setengah mencemooh."Aku ingin menyelesaikan perkara aset-asetmu, Baron Levitski.""Tentu, tentu," jawab Dmitri dengan anggukan yang percaya diri. "Lebih cepat lebih baik. Aku tinggal tanda tangan untuk surat serah terimanya saja kan? Sesuai yang kita sepakati. Setelah itu