Entah sudah berapa lama aku cuma berjalan mondar-mandir di dalam kamar. Gelisah. Bibirku merengut dengan kepalaku yang mungkin sudah berasap
"Duh ... bagaimana ini," gumamku lirih.
"Apa ada yang bisa saya lakukan untuk Anda, my lady?" tanya Yulia menggugahku. Wajahnya yang kalem nampak seperti dia akan mematuhi perintahku tanpa pertanyaan.
"Hhh. Bukan apa-apa. Kau ... tidak perlu khawatir."
"Apa ini soal paman Anda, my lady?"
Kakiku berhenti dengan sendirinya, aku memandang Yulia lemas.
"Ya. Aku benar-benar tidak tahu harus berbuat apa," keluhku lirih. "Aku cuma ingin dia segera pergi dari rumah ini. Aku t
Aku, Igor, Vadim, Alexey, Dmitri dan ... dua orang lagi yang kelihatannya sangat penting. Mereka adalah pegawai pemerintah, dari pengadilan.Dmitri begitu sumringah ketika dia tahu siapa orang-orang itu. Hanya dengan satu kalimat darinya, kami bisa langsung diseret ke gereja dan pengadilan untuk bercerai. Dia masih waliku."Saya tidak sangka kalau akan secepat ini, Your Grace. Apa Anda memang sangat buru-buru menginginkan restu dari saya?" katanya setengah mencemooh."Aku ingin menyelesaikan perkara aset-asetmu, Baron Levitski.""Tentu, tentu," jawab Dmitri dengan anggukan yang percaya diri. "Lebih cepat lebih baik. Aku tinggal tanda tangan untuk surat serah terimanya saja kan? Sesuai yang kita sepakati. Setelah itu
Makan malam.Aku dan Alexey masih belum bicara. Rasanya aku sangat lelah. Badanku pegal-pegal.Dmitri dibawa ke rumah tahanan bangsawan untuk penyelidikan. Nampaknya kejadian ini begitu serius. Aku tahu bangsawan bisa dicabut gelarnya apabila mereka melakukan pengkhianatan atau kegiatan-kegiatan kriminal lainnya. Aku baru pertama kali melihat sendiri kasus berat yang membuat orang lain terancam dengan pencabutan gelar."Apa kau mengkhawatirkan pamanmu?" tanya Alexey. Sepertinya ia menatap iba padaku.Aku menggeleng pelan. "Tidak.""Kau tidak makan?"Aku menghela. Daging panggang di atas piring rasanya tida
'Untuk adikku terkasih, Marchioness Seva Gusev.'Penaku telah melumuri kertas putih begitu kontras, tetapi tanganku berhenti.Selepas Paman Dimitri ditangkap, diadili dan dicabut gelarnya, situasi memburuk. Mereka bilang saat pengadilan berlangsung, dia menyebut-nyebut namaku. Meneriak-neriakkannya hingga melengking dan bikin suara serak. Namun kuasa hukum keluarga kami melakukan pekerjaannya dengan baik. Dia mewakiliku menjelaskan dan mengatakan segala yang diperlukan. Hingga aku sama sekali tidak perlu datang. Toh dari awal aku bukanlah tersangka.Meskipun begitu, aku dengar Alexey bicara pada Vadim tempo hari."Anya tidak boleh melihat orang itu lagi," begitu katanya. "Jangan pernah!"
"Kukira kau akan senang karena akan bertemu dengan adikmu," kata Alexey tiba-tiba."Maksudmu?""Kita sudah dua hari melakukan perjalanan jauh untuk datang ke pernikahan adikmu. Kukira kau akan senang."Tempat Seva memang jauh. Kediaman mereka dari wastuku di desa mungkin lebih jauh lagi. Seperti ada di ujung dunia. Bisa empat hari perjalanan. Sedangkan tempat Alexey sekarang hanya butuh dua hari."Bertahun-tahun aku tidak bertemu dengannya."Yang terdengar kini adalah suara derap kaki kuda yang riuh menjejak tanah. Mungkin hanya beberapa jam lagi kereta kuda kami beserta iring-iringan ksatria sampai di kediaman Marchioness Seva Gusev. Adikku.
"Seorang janda menikahi ksatria dari bangsawan kelas rendah," ucap Seva luwes. "Aku sudah sering mendengar itu kok. Kalau mau bicara begitu, langsung saja. Aku tidak akan tersinggung, Your Grace~," cemooh Seva dengan nada memuakkan."Seva ... aku tidak-.""Lady Seva, aku sama sekali tidak mengungkapkan kalimat yang merendahkanmu, atau calon suamimu."Aku terkejut mendapati Alexey yang kian tenang. Sementara Maxim beringsut kebingungan. Aku juga mulai risau. Takut mereka berdua akan menghadapi apa yang mereka tidak ketahui soal Alexey. Bahwa dia adalah pria yang berbahaya."Aku tidak ada bedanya dengan Anda dan Kakak, Your Grace.""S-Seva ... apa maksudmu?"
Pipiku masih basah air mata, tapi bisa-bisanya Alexey punya pikiran seperti itu. Padahal barusan dia melihatku menangis hebat hingga sesenggukan. Dasar aneh.Aku tidak ingat kapan terakhir kali kami bercumbu atau bercinta. Sepertinya sudah lama sekali. Tapi di sinilah ia. Di tengah kunjunganku yang jauh dan melelahkan ke tempat adikku yang telah lama tidak bersua, dia malah merampas bibirku semena-mena.Kedua tangan Alexey menangkup wajahku, berusaha menguasaiku. Sementara bibirnya kian melumat seluruh mulutku. Aku tidak melawan, tentu saja. Meski ini begitu tiba-tiba, aku menikmatinya. Aku merindukan lelaki ini.Alexey melepas singkat ciuman kami. Ia memandangiku dekat."Manis," gumamnya. Kemudian ia kembali menciu
Kami menuju perjalanan pulang. Aku dan Seva sudah berjanji untuk sering-sering mengirim surat mulai sekarang. Alexey juga berpesan pada Maxim, supaya dia tak perlu segan untuk meminta bantuan apapun jika diperlukan.Aku lega. Rasanya seluruh beban di pundakku terangkat. Aku tidak pernah merasa seringan ini.Meskipun begitu, aku kepikiran dengan pertanyaan Seva waktu itu. Seva mungkin tidak tahu banyak hal, tapi yang jelas dia jauh lebih tahu soal cinta daripada aku.Apa aku mencintai Alexey?Aku meliriknya. Sedari tadi ia masih menggenggam tanganku. Pria itu memandang keluar jendela kereta kuda. Hari mulai sore. Mungkin sebentar lagi kami akan tiba di kediaman, di Kota Balazmir. Di kastil yang menjulang paling tingg
"My lord! Sakit!" keluhku. Dengan tak berdaya, aku berusaha mendorong-dorong bahunya yang keras dan pejal. "Sial! Sempit sekali!" umpatnya. Kemudian berseri-seri kata kasar keluar dari mulut pria itu. Aku bisa melihatnya memejam sambil menggigit bibir bawah. Dia mengerang kecil. "Ngghh!" Apa dia juga sama sakitnya denganku? Apa ini adalah siksaan pertamanya untukku? Jika menikah dengannya adalah mimpi buruk seperti ini, aku tidak akan sudi. Nafasnya lembab dan berat, tidak karuan menghembus ke seluruh wajahku. "Sa ....kit," lirihku masih. Kepalanya telah tenggelam di sampingku. "Anya ... bertahanlah sebentar," bisiknya serak. Lalu ia mengulum daun telingaku, mengirim rasa merinding pada seluruh punggung. Suara nafasnya makin keras terdengar di telingaku. Tubuh besarnya semakin menekan. Aku seperti berada di antara rahang serigala buas. Aku hanya bisa menatap langit-langit kamar gelap dengan merana. Hanya ada nafasnya yang berbalap, dan aku yang tak henti-hentinya merintih kesakit
Kami menuju perjalanan pulang. Aku dan Seva sudah berjanji untuk sering-sering mengirim surat mulai sekarang. Alexey juga berpesan pada Maxim, supaya dia tak perlu segan untuk meminta bantuan apapun jika diperlukan.Aku lega. Rasanya seluruh beban di pundakku terangkat. Aku tidak pernah merasa seringan ini.Meskipun begitu, aku kepikiran dengan pertanyaan Seva waktu itu. Seva mungkin tidak tahu banyak hal, tapi yang jelas dia jauh lebih tahu soal cinta daripada aku.Apa aku mencintai Alexey?Aku meliriknya. Sedari tadi ia masih menggenggam tanganku. Pria itu memandang keluar jendela kereta kuda. Hari mulai sore. Mungkin sebentar lagi kami akan tiba di kediaman, di Kota Balazmir. Di kastil yang menjulang paling tingg
Pipiku masih basah air mata, tapi bisa-bisanya Alexey punya pikiran seperti itu. Padahal barusan dia melihatku menangis hebat hingga sesenggukan. Dasar aneh.Aku tidak ingat kapan terakhir kali kami bercumbu atau bercinta. Sepertinya sudah lama sekali. Tapi di sinilah ia. Di tengah kunjunganku yang jauh dan melelahkan ke tempat adikku yang telah lama tidak bersua, dia malah merampas bibirku semena-mena.Kedua tangan Alexey menangkup wajahku, berusaha menguasaiku. Sementara bibirnya kian melumat seluruh mulutku. Aku tidak melawan, tentu saja. Meski ini begitu tiba-tiba, aku menikmatinya. Aku merindukan lelaki ini.Alexey melepas singkat ciuman kami. Ia memandangiku dekat."Manis," gumamnya. Kemudian ia kembali menciu
"Seorang janda menikahi ksatria dari bangsawan kelas rendah," ucap Seva luwes. "Aku sudah sering mendengar itu kok. Kalau mau bicara begitu, langsung saja. Aku tidak akan tersinggung, Your Grace~," cemooh Seva dengan nada memuakkan."Seva ... aku tidak-.""Lady Seva, aku sama sekali tidak mengungkapkan kalimat yang merendahkanmu, atau calon suamimu."Aku terkejut mendapati Alexey yang kian tenang. Sementara Maxim beringsut kebingungan. Aku juga mulai risau. Takut mereka berdua akan menghadapi apa yang mereka tidak ketahui soal Alexey. Bahwa dia adalah pria yang berbahaya."Aku tidak ada bedanya dengan Anda dan Kakak, Your Grace.""S-Seva ... apa maksudmu?"
"Kukira kau akan senang karena akan bertemu dengan adikmu," kata Alexey tiba-tiba."Maksudmu?""Kita sudah dua hari melakukan perjalanan jauh untuk datang ke pernikahan adikmu. Kukira kau akan senang."Tempat Seva memang jauh. Kediaman mereka dari wastuku di desa mungkin lebih jauh lagi. Seperti ada di ujung dunia. Bisa empat hari perjalanan. Sedangkan tempat Alexey sekarang hanya butuh dua hari."Bertahun-tahun aku tidak bertemu dengannya."Yang terdengar kini adalah suara derap kaki kuda yang riuh menjejak tanah. Mungkin hanya beberapa jam lagi kereta kuda kami beserta iring-iringan ksatria sampai di kediaman Marchioness Seva Gusev. Adikku.
'Untuk adikku terkasih, Marchioness Seva Gusev.'Penaku telah melumuri kertas putih begitu kontras, tetapi tanganku berhenti.Selepas Paman Dimitri ditangkap, diadili dan dicabut gelarnya, situasi memburuk. Mereka bilang saat pengadilan berlangsung, dia menyebut-nyebut namaku. Meneriak-neriakkannya hingga melengking dan bikin suara serak. Namun kuasa hukum keluarga kami melakukan pekerjaannya dengan baik. Dia mewakiliku menjelaskan dan mengatakan segala yang diperlukan. Hingga aku sama sekali tidak perlu datang. Toh dari awal aku bukanlah tersangka.Meskipun begitu, aku dengar Alexey bicara pada Vadim tempo hari."Anya tidak boleh melihat orang itu lagi," begitu katanya. "Jangan pernah!"
Makan malam.Aku dan Alexey masih belum bicara. Rasanya aku sangat lelah. Badanku pegal-pegal.Dmitri dibawa ke rumah tahanan bangsawan untuk penyelidikan. Nampaknya kejadian ini begitu serius. Aku tahu bangsawan bisa dicabut gelarnya apabila mereka melakukan pengkhianatan atau kegiatan-kegiatan kriminal lainnya. Aku baru pertama kali melihat sendiri kasus berat yang membuat orang lain terancam dengan pencabutan gelar."Apa kau mengkhawatirkan pamanmu?" tanya Alexey. Sepertinya ia menatap iba padaku.Aku menggeleng pelan. "Tidak.""Kau tidak makan?"Aku menghela. Daging panggang di atas piring rasanya tida
Aku, Igor, Vadim, Alexey, Dmitri dan ... dua orang lagi yang kelihatannya sangat penting. Mereka adalah pegawai pemerintah, dari pengadilan.Dmitri begitu sumringah ketika dia tahu siapa orang-orang itu. Hanya dengan satu kalimat darinya, kami bisa langsung diseret ke gereja dan pengadilan untuk bercerai. Dia masih waliku."Saya tidak sangka kalau akan secepat ini, Your Grace. Apa Anda memang sangat buru-buru menginginkan restu dari saya?" katanya setengah mencemooh."Aku ingin menyelesaikan perkara aset-asetmu, Baron Levitski.""Tentu, tentu," jawab Dmitri dengan anggukan yang percaya diri. "Lebih cepat lebih baik. Aku tinggal tanda tangan untuk surat serah terimanya saja kan? Sesuai yang kita sepakati. Setelah itu
Entah sudah berapa lama aku cuma berjalan mondar-mandir di dalam kamar. Gelisah. Bibirku merengut dengan kepalaku yang mungkin sudah berasap"Duh ... bagaimana ini," gumamku lirih."Apa ada yang bisa saya lakukan untuk Anda, my lady?" tanya Yulia menggugahku. Wajahnya yang kalem nampak seperti dia akan mematuhi perintahku tanpa pertanyaan."Hhh. Bukan apa-apa. Kau ... tidak perlu khawatir.""Apa ini soal paman Anda, my lady?"Kakiku berhenti dengan sendirinya, aku memandang Yulia lemas."Ya. Aku benar-benar tidak tahu harus berbuat apa," keluhku lirih. "Aku cuma ingin dia segera pergi dari rumah ini. Aku t
"Apa maksudmu?! Aku berhutang?! Justru kaulah yang membuatku membayar semua utang-utang yang kau tinggalkan! Sementara kau kabur seperti pengecut!"Susah payah aku menahan suaraku agar tak berteriak di ruang tamu."Hehe. Kau kira aku orang bodoh, hah?" sindir Dmitri. "Kau kira kau bisa membodohiku? Kau pikir aku tidak tahu berapa nilai asetku jika dibandingkan dengan utang-utangku?" Dmitri mulai menaikkan suaranya padaku."Asetmu?!" pekikku jengkel. "Bunga utangmu membengkak! Mansion, gudang dan pabrik kita bahkan tidak bisa melunasi semuanya!" sanggahku. Aku sudah tidak bisa menahan diri. Kubiarkan Vadim yang sedari tadi berdiri di sudut ruang tamu mendengarku. Aku sudah masa bodoh. "Kerjamu cuma minum-minum dan berjudi!"