Terus saja lukai aku, lukai hati, cinta dan juga batin ku. Akan ku buktikan padamu jika membunuh cinta yang begitu besarnya itu nyata. Akan kamu lihat seperti apa mati rasa seorang wanita, tanpa ada yang tersisa. Semua kenangan hanya tinggal kenangan, aku anggap kamu yang sekarang ini bukanlah kamu yang dahulu. Cinta ku padamu yang terdahulu ada diantara bagian mu yang berbeda. David yang dulu aku cintai telah mati, kini hanya David yang kejam, dia hanya sebatas majikan! Aku kuat, aku tegar menghadapi semuanya. Akan ku simpan dalam-dalam bahwa kamu adalah penjahatnya! Penjahat dalam hidup dan cinta, bahkan hingga dalam tidur pun kamu adalah mimpi buruk ku. *** Setelah beberapa hari berada di rumah sakit akhirnya Ayunda pun kembali bekerja di rumah David. Sebab, dia butuh uang untuk membeli susu formula serta biaya anaknya yang masih berada di dalam inkubator. Untuk saat ini Ayunda tidak memiliki pilihan lain, selain bekerja di rumah David demi bisa mendapatkan
"Kenapa?" tanya Adel pada David. David menarik napas panjang lalu menoleh pada Adel. Dalam diam tampaknya ada pikiran yang begitu berat membebani, mungkin juga karena kebencian terhadap seseorang yang tak dapat dia redam. "Kamu masih mencintainya?" tanya Adel lagi. David hanya melihat wajah Adel saja tanpa berkata apa-apa. Pria bernama David ini terlalu banyak diam dalam menjalani hari-harinya. Tapi akan ada pengecualiannya jika ada Ayunda di hadapannya. Adel pun tersenyum miring sambil melihat arah pandang David. Kini keduanya ada di balkon kamar, matanya melihat ke bawah sana dimana Ayunda tengah menyiram tanaman kesayangan milik Hera. Tapi tak lama berselang terlihat seorang pria pun menghampirinya. "Neng, Yunda. Bagaimana kabarnya?" tanya Pak Asep. Karena sebelumnya Asep juga ikut mengantarkan Ayunda ke rumah sakit. Keadaan Ayunda saat itu begitu mengkhawatirkan, tapi sepertinya kini sudah cukup baik. "Baik, Pak. Makasih ya udah nganterin Yunda ke rumah sa
Hidung mancung, bibirnya merah muda, bola matanya kecoklatan, rambutnya sangat lebat dan wajahnya cukup mirip dengan David. Entah mengapa bisa semua itu harus diwarisi oleh putranya. Padahal ayahnya juga tidak pernah tahu kalau anak itu adalah darah dagingnya. Lelaki tidak bertanggungjawab seperti David rasanya tak perlu tahu tentang anaknya. Lagi pula belum tentu juga bisa menerimanya melihat seperti apa sikap David padanya sekarang. Tapi untuk apa juga dia masih memikirkan David? Ini semua karena wajah mereka yang memiliki kemiripan. Andai saja wajah Kenzie mirip dirinya ini tidak akan pernah terjadi. Dia akan benar-benar sangat bahagia karena tidak lagi melihat wajah David dalam diri putranya. Tapi Ayunda cukup merasa bahagia karena putranya sudah bisa dibawa pulang setelah beberapa hari ini berjauhan dengannya. Kini hati Ayunda pun lebih tenang bisa bersama dengan bayinya setiap waktu. Meskipun rasanya sangat melelahkan tapi tidak masalah, karena buah hatinya
"Tapi wajah putra mu mengingatkan ku pada David saat bayi dulunya." Ayunda masih saja memikirkan ucapan Hera, ternyata Hera pun mengakui secara langsung jika wajah David dan Kenzie memiliki kemiripan yang begitu jelas. Saat ini Yunda berharap semoga saja David tidak pernah tahu Kenzie adalah putranya untuk selama-lamanya. Rasa bencinya terhadap David sudah terlalu besar sehingga tidak ingin lagi ada hubungan dengan David. Bahkan dia pun berkeinginan untuk segera pergi dari rumah David, sayangnya dia belum mendapatkan pekerjaan di luar sana. Sedangkan Ayunda sangat membutuhkan pekerjaan untuk bisa membeli susu formula. "Yunda!!!" seru Gia. Yunda yang tengah sibuk dengan pikirannya pun seketika dibuat terkejut. "Gia!" kesalnya sambil mengusap dada. "Ya ampun, Yunda. Dari tadi aku manggil kamu," ucap Gia dengan sangat bingung melihat wajah Yunda. "Benarkah?" tanya Ayunda lagi sambil tersenyum malu. Benar-benar pikirannya begitu kacau hingga tidak menyadari kehadiran
Hari ini David pulang lebih awal, pekerjaannya sedikit renggang membuatnya lebih santai dari biasanya. Bahkan, dia juga bisa makan malam bersama di rumah. "Menurut Mama kalian harus ke dokter," Hera pun membuka pembicaraan terlebih dahulu. David yang tengah mengunyah makan malamnya pun segera melihat wajah sang Mama. Dia merasa bingung dengan anjuran sang Mama. "Dokter?" tanya David. Mungkin juga dia sedikit bingung sebab merasa tidak memiliki penyakit yang serius. Jadi mengapa harus ke dokter? Dia pun masih menunggu jawaban dari sang Mama. Semetara Adel masih diam saja sambil terus mengunyah makanannya. "Iya," jawab Hera lagi dengan sangat yakin. "Kenapa seperti itu, Ma?" tanya David lagi yang semakin kebingungan. "Jadi gini, Mama udah nggak sabar menimang cucu. Dan, dulu waktu Mama dan Papa baru menikah tidak lama kemudian kamu hadir di perut Mama. Semetara kalian berdua sudah beberapa bulan menikah belum juga ada tanda-tanda Adel hamil," terang Hera. Adel p
David pun penasaran dengan ucapan sang Mama. Dia pun segera pergi menuju kamar Ayunda untuk melihat baby Kenzie. Benarkah apa yang dikatakan oleh Mamanya? Dia harus membuktikan sendiri, jiwa penasarannya semakin menjadi-jadi sebelum melihatnya. Dia masuk ke dalam kamar tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Baginya dia adalah penguasa, dirumahnya dia bebas melakukan apa saja termasuk keluar masuk dengan bebas di kamar siapa saja tanpa terkecuali. Namun, saat itu dirinya tidak melihat wajah Ayunda. Tapi apa yang dia cari dia temukan, baby Ken tengah tertidur pulas di atas ranjang. Sesaat itu David pun mendengar suara gemericik air dari kamar mandi. Dia kini menyimpulkan bahwa Ayunda tengah mandi di dalam sana. Di rumah David bukan hanya kamar majikan dan kamar tamu yang memiliki masing-masing kamar mandi. Tapi kamar pembantu memiliki kamar mandi masing-masing juga tanpa terkecuali, meskipun tidak sebesar kamar mandi di kamar majikannya. Sebab menurutnya pembantu
Adel pun mulai memasuki kamar, tapi ternyata tidak ada David di sana.Tapi dia tahu dimana tepatnya David sekarang, pasti d ruang kerjanya.Dia pun mulai melangkahkan menuju ruang kerja David.Ternyata benar pria itu ada di sana.David duduk di kursinya dengan mata tertutup dan wajah yang tampak sangat was-was.Peluhnya terlihat bercucuran, sepertinya berada dalam mimpi buruk yang mengerikan.Adel pun tersenyum saat mendengar suara David yang menyebutkan satu nama."Ayunda"."David!""DAvid!!""Yunda?" "Adel!" sahut Adel, "Adelia!" kata Adel lagi.Kemudian dia pun tersenyum sambil menatap wajah David penun selidik. David pun mengusap wajahnya setelah mendengar suara Adel. Ternyata benar yang ada di hadapannya adalah Adel. Kemudian Adel pun kembali menuangkan minuman pada gelas David. "Minum!" kata Adel. David pun kembali meneguknya, kemudian memijat dahinya. Sesaat kemudian Adel pun tersenyum sambil melenggang pergi begitu saja. David kini tinggal sendiri, dia masih te
Semuanya harus dikerjakan oleh Ayunda dengan penuh semangat, apa lagi mengurus putranya. Lelahnya jangan di tanya lagi, karena sudah pasti dia sangat kelelahan. Sebab, selain mengurus bayi dia juga mempunyai tanggung jawab untuk bekerja sebagai seorang pembantu. Menjadi pembantu di rumah pria yang sebenarnya harus bertanggungjawab atas kehamilannya, atas anak yang dia lahirkan. Sayangnya sampai detik inipun Ayunda lebih memilih untuk diam menyimpan semua itu karena rasa kecewanya yang teramat sangat dalam. Miris bukan? Begitulah kini keadaannya. Bahkan saat pagi hari seperti ini pun dia bekerja sambil menggendong bayinya. Karena bayinya sedikit rewel, akan tetapi bayi tersebut sepertinya kini sumber semangat baginya. "Yunda, kamu di sini?" tanya Adel. "Iya, kan aku lagi bersih-bersih," jawab Ayunda dengan menatap wajah Gia kebingungan. Sebab, pekerjaannya adalah bersih-bersih. "Bukan gitu, maksud aku kamu kerja kok sambil gendong Ken? Kasihan dia." "Iya sih,
David semakin menyesap rok*k nya, asapnya sudah mulai memenuhi sekitarnya. Belum juga satunya habis dia sudah mengambil yang lainnya dan menyesapnya kembali. Otaknya benar-benar tidak bisa dikondisikan karena ulah Ayunda. Entah seberapa besar pertahanan yang tersisa, yang jelas kini semakin tipis. David sendiri tidak tahu bisa menjamin dirinya bisa kuat atau tidak. Tapi kenapa? Apakah Ayunda sengaja melakukan semua ini? Apakah dia masih terlalu polos atau sangat bodoh hingga melakukan apapun dengan sesukanya. Polos? Rasanya tidak mungkinkan? Dia sudah dewasa dan mengerti akan kebutuhan pria dewasa. David pun meneguk mineral yang tersedia di kamarnya tersebut. Kamar yang sebelumnya telah dia tinggalkan karena mengikuti Ayunda yang berpindah kamar kini justru tempatnya untuk menyimpan rasa panasnya. Untuk menormalkan segala perasaan yang ada sungguh sangat menyiksa, bahkan tangannya terlihat bergerak sambil beberapa kali mengusap wajahnya. Drettt. Suara pon
Dekat terasa menyiksa, sedangkan jauh terasa rindu. Itulah yang dirasakan oleh David saat ini, dia terdiam duduk sambil menatap layar ponselnya dimana ada wajah Ayunda di sana. Sebenarnya David sendiri bingung dengan dirinya, keinginannya pergi ke Bali untuk bekerja sekaligus untuk menghindari Ayunda. Tapi apa? Baru sampai saja sudah membuatnya menjadi tidak tenang, rasa rindu mulai melanda. Sungguh dia sangat tersiksa. Ting tong! Suara bel berbunyi dan David pun melihat daun pintu. Ting tong! Lagi-lagi terdengar suara bel dan dia harus bangkit dari duduknya untuk membuka pintu. Alangkah terkejutnya dia melihat siapa yang berdiri di depan pintu kamarnya. "Yunda?" David benar-benar tidak percaya jika Ayunda ada di hadapannya. "Kak, jangan marah dulu ya. Yunda di paksa Mama nyusul, Kakak. Tadi dianterin sama Kak Zidan." "Tapi sekarang Kak Zidan udah balik lagi," jelas Ayunda. Ayunda takut diamuk oleh David, sehingga memilih untuk segera menjelaskan. Ingatkan
'Apa pernikahan kami cuma menutupi ketidak normalnya aja ya? Tapi apa iya? Iya juga sih, kenapa sebelum menikah dia berusaha mendekati aku terus dan sekarang biasa aja. Malahan udah tidur satu kamar, satu ranjang pula,' batin Ayunda. Semetara David kebingungan melihat wajah Ayunda yang terus memperhatikannya dalam diam. Apa yang ada dipikiran wanita di hadapannya tersebut sungguh membuat David penasaran. "Kak, sebenarnya pekerjaan Bimo apa sih?" tanya Ayunda berusaha untuk mencari tahu tentang Bimo. Tepatnya ingin tahu sebesar apa perasaan David terhadap Bimo. Apa perasaan? Kacau! Ayunda semakin berpikir jauh, tapi tentunya tidak boleh menyimpulkan sesuatu tanpa ada bukti yang akurat. Mari kita cari buktinya dulu. "Dia orang kepercayaan ku di sini," jawab David. "Menurut, Kakak dia gimana?" "Baik, dan jujur, bisa diandalkan dalam segala hal," terang David. "Segala hal? Contohnya?" Ayunda semakin penasaran dan merasa pertanyaannya semakin sengit. "Iya, semuany
Karena sudah tidak sanggup David pun segera pergi tanpa berpamitan sama sekali. Tidak ada satu kata pun yang keluar dari mulutnya. "Kak!" panggil Ayunda yang merasa kebingungan. Melihat David yang tiba-tiba pergi, bahkan pintu pun sudah tertutup rapat. Berbagai pertanyaan muncul di benaknya melihat David yang pergi begitu saja. "Kak David kenapa ya? Apa aku keterlaluan banget minta dipijat? Kayaknya aku keterlaluan deh, mungkin aja kan dia nggak suka di suruh-suruh," gumamnya dengan rasa bersalah. Ayunda pun tak lagi mempermasalahkan David yang pergi begitu saja. Dia memilih untuk tidur agar kembali pulih. Tok tok tok. "Yunda!" seru Wina. Ayunda pun terbangun dan ternyata hari sudah siang. Ternyata dia sudah tidur hampir seharian. "Ya, Ma," sahutnya sambil bergerak turun dari ranjang dan membuka pintu. "Kamu kok nggak sarapan pagi, nggak makan siang? Nanti tambah sakit lho," omel Wina. "Iya, Ma. Yunda mandi dulu ya." "Pengantin baru jam segini belum mandi
Tengah malam David belum juga bisa terlelap, dia pun segera pergi ke luar untuk mencari angin segar. Tepatnya untuk menenangkan dirinya sendiri. Dia menuju taman belakang dan duduk di kursi sambil mengusap wajahnya beberapa kali. "Sedang apa kau di sini?" tanya Zidan. David pun menoleh dan ternyata dia melihat Zidan. "Mencari angin segar," jawab David. Setelah sekian lama akhirnya Zidan mengajaknya berbicara? Tentunya David merasa senang, semoga saja persahabatan mereka bisa kembali membaik. "Apa kabar?" tanya David kembali. "Kenapa bertanya soal kabar, apakah aku terlihat tidak baik-baik saja?!" sinis Zidan. "Bukan begitu, aku hanya ingin minta maaf pada mu," ucap David lagi. Zidan pun terdiam begitu juga dengan David. Hingga Zidan pun kembali bertanya, "Sampai kapan kau akan mencari angin segar di sini? Apakah kau tidak ingin tidur?" tanya Zidan penuh selidik. "Lalu bagaimana dengan mu, kenapa ada di sini juga?" David pun pun memutar balikan pertanyaan. S
Sesekali David menoleh pada Ayunda yang duduk di sampingnya, dia bingung karena sepanjang perjalanan menuju rumah Ayunda hanya diam saja. David berpikir jika Ayunda masih berpikir tentang apa yang dikatakan oleh temanya barusan. "Kamu masih kepikiran sama ucapan barusan?" tanya David secara langsung. Sudah susah payah dia berusaha untuk tetap membuat hubungan mereka baik tapi ada saja celah yang membuat David merasa terancam. "Nggak sih, Kak. Tapi kalau dipikir-pikir lagi nggak mungkin juga dia ngarang, buat apa?" jawab Ayunda. David pun menggaruk kepalanya karena bingung sendiri untuk membuat Ayunda mengerti. "Terserah, Kakak aja deh. Yunda nggak papa kok," Ayunda pun tersenyum sambil menunjukkan dua baris giginya. Ayunda mengatakan tidak apa-apa? Dia terlihat santai tanpa beban. Tapi reaksi Ayunda membuat David terluka, dengan begitu artinya Ayunda tak memiliki perasaan padanya. Sedalam apa luka yang dulu dia torehkan hingga mampu menghapus cinta Ayunda yang begi
Begitu banyak barang yang dibeli oleh Ayunda, karena pakaian anaknya juga mulai sempit akibat pertumbuhan Ken yang begitu cepat. Kenzie kini lebih gemuk dan semakin menggemaskan, apa lagi dia sudah bisa duduk. Tapi Ayunda yang bingung melihat sikap David. Sejenak dia menatap wajah David penuh tanya. "Kenapa?" tanya David menyadari tatapan mata Ayunda yang berbeda padanya. "Yunda perhatiin kok, Kakak lebih kalem ya. Maksudnya agak beda dari sebelumnya yang kerjanya bikin kesel terus," ujar Ayunda. David pun tersenyum mendengar ucapan Ayunda, tapi sebenarnya dia takut salah bicara dan membuat hubungan baik mereka malah kembali menegang seperti dulu. Jadi David lebih memilih untuk diam, karena kini sikap Ayunda begitu baik padanya. "Kak, kira-kira ini bagus nggak ya?" tanya Ayunda sambil menunjuk sebuah pakaian mungil untuk Kenzie. "Bagus," jawab David. "Apanya yang bagus, ini jelek," gerutu Ayunda. David hanya bisa diam, lihatlah wanita yang membingungkan ini. Wa
"Zidan," panggil Wina saat melihat anaknya melintas di ruang keluarga lagi. Kali ini Zidan sepertinya akan pergi padahal baru kembali. Tapi Wina tidak perduli dengan semua itu karena telah menjadi kebiasaan anaknya. "Ya, Ma?" jawabannya sambil menghentikan langkah kakinya. "Sebenarnya kamu berbuat apa pada Tere, kok dia sampai begitu ketakutan kalau lihat kamu," tanya Wina penasaran. Semetara Ayunda masih diam menunggu jawaban dari sang Kakak. Dia juga penasaran akan kehidupan yang dijalani oleh sahabatnya. Ayunda bahkan merasa jika Tere yang kini tidak dia kenali lagi. Terlihat hanya ada beban hidup yang dia pikul, bahkan untuk tertawa lepas seperti dulu saja tidak pernah dilihatnya lagi. "Memangnya dia tidak berbicara pada, Mama?" tanya Zidan kembali. Wina pun menggeleng kepalanya. "Zidan pikir dia sudah memberi tahu, tapi sejak kapan, Mama peduli?" tanya Zidan lagi yang malah bingung. Karena setahunya Wina juga tidak setuju jika Tere menjadi istrinya, bahkan
Krang!! Terdengar suara pecahan dari arah dapur seketika itu mengejutkan Ayunda dan David. "Kenapa ya, Kak?" tanya Ayunda. David pun menggelengkan kepalanya karena mereka berdua sama-sama tidak tahu. Dengan cepat Ayunda pun pergi menuju dapur disusul oleh David. Sesampainya di dapur ternyata ada Tere yang jatuh pingsan. Bahkan di dekatnya ada gelas yang pecah, Ayunda menebak jika suara pecahan sebelumnya berasal dari pecahan gelas tersebut. "Tere, bangun," seru Ayunda. Dia terlihat begitu panik melihat keadaan sang sahabat saat ini.Keadaan yang sangat memprihatikan. "Tere!" seru Ayunda tak hentinya. "Lho, dia kenapa?" tanya Wina yang juga melihat Tere tergeletak di lantai. "Nggak tahu, Ma. Mukanya pucat banget, kayaknya dia sakit," kata Ayunda lagi. Wina pun hanya bisa mengangguk sambil memperhatikan wajah pucat Tere. "Kak, tolong Tere," pinta Ayunda. Dia melihat yang lainnya hanya menonton saja sementara keadaan Tere cukup memprihatinkan.Apakah tak ada y