Home / Rumah Tangga / Aku Bukan Satu-Satunya / Seorang Wanita Misterius

Share

Seorang Wanita Misterius

Author: Rose Bloom
last update Last Updated: 2022-12-17 11:35:36

Alan mengambil jas dokternya pada sandaran kursi. Dia tidak ingin membuat Amira menunggu lama. Alan tahu akan kesalahan yang telah diperbuatnya saat ini, membuat Amira menunggu dan tidak memberi kabar apapun sejak tadi malam. 

Alan terpaksa melakukannya, bahkan ponselnya sengaja ia matikan agar aktivitas dan perbuatan yang dilakukannya saat ini tidak diketahui oleh istrinya tersebut. Alan menghembukan napas resah, dia bergegas menuju lobi rumah sakit.

"Mas, mau ke mana?" tanya seseorang yang tengah berbaring di atas ranjang pasien. Tangan Alan pun ditarik olehnya membuat pria itu menoleh sejenak. 

"Aku harus pergi, Amira menungguku," jawab Alan dengan raut wajah khawatir. Detik itu juga cekalan pada tangan Alan mengendur.

Setelah kepergian Alan, hanya ada Sandi dan orang itu saja di kamar pasien ini. Sandi kebingungan, dia seperti manusia yang tak tentu arah. Entah perbuatannya ini benar atau justru akan membuat seseorang terluka, yang pastinya dia telah memegang suatu rahasia besar.

"Permisi." Sandi menundukkan badan dan setelahnya menyusul Alan yang telah menghilang dari balik pintu. 

Di lobi rumah sakit, Amira sudah tidak sabar ingin bertemu sang suami. Degup jantungnya pun berdetak kencang, meskipun telah menikah Amira merasa bahwa mereka berdua masih sepasang kekasih. 

Memikirkan itu saja membuat kedua sudut bibirnya terangkat, sikap Alan yang dulu dan sekarang masih sama. Itulah mengapa Amira sangat mencintai Alan.

Amira jadi teringat masa-masa mereka berdua dipertemukan. Dimulai saat keduanya berada di bangku kuliah. Mereka berdua berbeda jurusan. Amira jurusan sastra sedangkan Alan kedokteran.

Amira terpesona dengan sosok Alan yang sangat berwibawa saat membawakan materi di ruang auditorium kala itu. Wajah dan suara pria itu menjadi sorotan bahkan dikagum-kagumi oleh seluruh mahasiswa, sama halnya dengan Amira.

"Amira." Suara Alan membuyarkan lamunan Amira. Kontan Amira yang merasa dipanggil menoleh ke sumber suara.

Alan berlari ke arahnya, senyum Amira semakin tinggi. Alan selalu berlari saat hendak menghampiri Amira, jika ditanya alasannya karena pria itu tidak ingin membuat Amira menunggu terlalu lama. Hal sekecil itu membuat Amira merasa sangat dicintai.

"Apa kamu menungguku sangat lama?" tanya Alan dengan deru napas tak beraturan. Amira hanya menggeleng lemah. "Maafkan aku karena membuatmu khawatir dan sampai mengunjungiku ke rumah sakit." 

"Aku tahu kamu pasti sibuk, Mas. Sudah makan siang?" 

Alan menggelengkan kepalanya, "Belum."

"Ish." Amira mencibir kesal, jika Alan fokus terhadap sesuatu pasti melupakan kesehatannya sendiri.

Amira mengangkat kotak kue yang dibawanya tadi. "Slice cake matcha kesukaan Mas Alan," celetuk Amira girang. Alan pun tak kalah senangnya saat sang istri membawakan makanan kesukaannya. 

"Kita makan sama-sama, ya." Alan mengangguk antusias. Mereka berdua melupakan Sandi yang masih mematung di belakang Alan. Amira melongok sejenak memandang seseorang yang menyaksikan keromantisan mereka bedua. Sandi tersenyum canggung saat ditatap Amira.

"Sandi, kamu bisa ikut makan bersama kami," ajak Amira sangat ramah. 

"Oh tidak perlu, Mbak. Pekerjaan saya masih banyak. Kalau begitu saya permisi." Sandi membungkukkan badan, setelahnya meninggalkan Amira dan Alan berdua saja. 

Disalah satu bangku taman, Amira dan Alan menghabiskan waktu berdua yang jarang sekali mereka miliki saat pekerjaan sama-sama membelenggu mereka. Amira berpikir seharusnya mereka berdua menyempatkan diri untuk rehat sejenak dan bersantai seperti yang dilakukan saat ini.

Alan menyuapkan sepotong kue ke dalam mulutnya, tak lupa juga menyuapkan ke mulut Amira. Amira merasa beruntung memiliki suami yang baik dan pengertian seperti Alan. 

Dia masih tidak menyangka pria tampan yang digemari banyak wanita menjadi suami Amira saat ini. Padahal Amira tidak begitu menonjol seperti wanita-wanita yang menyukai Alan, namun pria itu memilihnya dan saat ini mereka berdua tinggal dalam satu atap yang sama. 

"Tadi malam ada pasien darurat ya?" tanya Amira memecah keheningan diantara keduanya.

Alan mematung sejenak, pria itu memalingkan wajah dan melihat ke sembarang arah, sedangkan Amira masih menunggu jawaban. Bibir Alan terasa kelu untuk mengeluarkan suara, otaknya berputar untuk memberi penjelasan yang cocok untuk Amira. 

"Iya."

"Bagaimana dengan keadaan pasien itu, Mas?"

"Oh? Hem... Pasien itu masih membutuhkan pengawasan dokter, semoga saja segera membaik," balas Alan tidak ingin memperpanjang pembicaraan. Amira hanya mengangguk, mungkin Alan tidak bisa membocorkan riwayat pasiennya meskipun terhadap istri Alan sendiri.

"Ponsel Mas Alan kenapa tidak bisa dihubungi?" Amira memberenggut kesal. Amira masih teringat betapa kebingungannya dia saat menunggu telepon suaminya itu. 

Amira bisa mengerti jika Alan tidak membalas pesannya, namun tadi malam dan sampai siang tadi ponsel Alan tidak bisa dihubungi. Amira sampai berpikir yang tidak-tidak karena ponsel Alan tidak aktif.

Alan merogoh saku celananya. Dia menunjukkan layar ponselnya yang menghitam kepada Amira. Pasti Amira berpikir bahwa ponsel Alan memang kehabisan dayanya, namun Alan memang sengaja mematikannya. Alan tidak ingin sesuatu yang ia sembunyikan terungkap. 

"Emm... M-mati ponselnya." Alan terkekeh kecil, setidaknya hal ini bisa menjadi bukti agar Amira percaya padanya. 

Amira tidak bertanya lebih lanjut, rasa ingin tahunya menguap setelah Alan memberi alasan yang masuk akal. Amira menyeruput es jeruknya dan saat menoleh ke samping kiri tanpa sengaja dia melihat seorang wanita hamil berdiri di tepi taman. 

Amira mengernyitkan dahi, wanita itu seperti memandang ke arahnya. Amira menengok ke kanan dan kiri untuk memastikan sekelilingnya. Mungkin saja wanita itu bukan memandang Amira ataupun Alan. Namun, di taman ini hanya ada Amira dan Alan saja.

Alan mendongak mengikuti arah pandang sang istri. Betapa terkejutnya dia saat melihat wanita hamil sedang berdiri dengan tiang infus yang dibawanya. Alan sampai tersedak kue, dia terbatuk-batuk sampai memerah wajahnya.

"Astaga, Mas, pelan-pelan makannya." Amira menyodorkan minuman ke arah Alan. Setelah itu barulah Alan bisa bernapas lega. 

Amira hendak melihat wanita hamil itu tadi, namun Alan segera menangkup wajah Amira agar bisa berhadapan satu sama lain. Amira terkejut dengan perbuatan Alan tersebut, namun dia tidak menaruh curiga apapun. Amira tersenyum lebar saat Alan juga tersenyum ke arahnya.

"Maafkan Mas, ya. Malam ini Mas lembur lagi. Ada riset yang harus Mas selesaikan," kata Alan dengan nada sendu. 

Amira berpura-pura memanyunkan bibirnya, namun dia mengerti dan harus ikhlas jika Alan memilih pekerjaannya yang suci ini. Menolong dan menyelamatkan nyawa seseorang adalah pekerjaan mulia, bahkan Amira sangat mendukung pekerjaan Alan ini.

"Yah, tidur sama guling lagi."

"Maaf, ya."

"Amira paham kok, Mas." Amira tersenyum kecil, meskipun berat harus dia lakukan.

Alan menghembuskan napasya. Dia menengok ke tempat wanita hamil itu berdiri, Alan tidak menemukan wanita itu lagi. Alan menundukkan kepala, degup jantungnya berangsur normal. Rasa takut ini selalu menghantui Alan, setidaknya untuk sekarang Alan bisa mengatur sendiri masalahnya ini. 

Comments (3)
goodnovel comment avatar
jess
duh ketemu lagi sama cerita seperti ini. Gak suka sama tokoh perempuan yg tolol. ......
goodnovel comment avatar
Hersa Hersa
apa ada istri dokter yg setolol amira thor ? aku rasa gak ada istri yg goblok karna insting istri itu kuat, memuakkan
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
otak mu memang g berguna amira. sdh diberi petunjuk tapi tetap lemot utk berpikir. terlalu percaya diri dan merasa sangat dicintai dg modal gombalan si alan. susah klu isi otak semua sampah2gombalan
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Aku Bukan Satu-Satunya   Amira Untuk Alan

    "Assalamu'alaikum." Salam dari Alan yang tidak dijawab oleh Amira. Amira pun menjauh saat Alan hendak mengecup keningnya. Biasanya Alan selalu disambut baik oleh Amira. Amira menyalami tangan Alan dan sebaliknya Alan mengecup kening sang istri. Namun, malam ini Amira hanya cemberut dan menjauhi Alan. Pria dua puluh delapan tahun itu mengernyitkan dahi, dia tidak mengerti dengan sikap sang istri yang berubah dingin. Amira pun tidak ingin membuka suara. Dia berjalan menuju dapur untuk menyiapkan makan malam. Amira melirik sekilas suaminya yang masih berdiri di ruang tamu. Pria itu tampak kebingungan, tetapi Amira tetap mengabaikannya. Amira masih kesal terhadap suaminya itu karena beberapa hari ini selalu pulang malam tanpa memberi kabar. Amira mengira Alan telah berubah. Nomor telepon Alan yang sulit sekali dihubungi, pesan Amira yang juga jarang dibalas, dan dihitung dari satu minggu lalu Alan selalu pulang larut tanpa memberi kabar bahkan beberapa kali tidak pulang ke rumah. Ami

    Last Updated : 2022-12-26
  • Aku Bukan Satu-Satunya   Priaku Yang Hilang

    Langit semakin cerah dengan warna birunya yang sangat cantik. Awan putih pun ikut berkumpul menambah hiasan di atas sana. Amira termenung di tepi jendela sembari merasakan angin yang berhembus sejuk. Sesekali menghela napas agar sesak di dadanya berhasil keluar dari tubuh. Pagi ini sangat cerah, Amira pun juga harus ceria. Toh, Alan juga memutuskan untuk tinggal di rumah menghabiskan hari Minggu bersama Amira. Seharusnya Amira senang karena ada Alan yang setia menemani hari liburnya. Ting... Amira menoleh ke belakang, dering pesan masuk terdengar dan entah ponsel Amira atau ponsel Alan, karena kedua ponsel mereka memiliki nada dering yang sama. Amira mendekati nakas yang ada di samping ranjang. Amira meraih ponselnya sendiri, namun tidak ada satu pesan masuk di ponselnya. Amira melirik ponsel Alan yang sebelumnya berada di samping ponsel Amira. Awalnya dia sangat ragu untuk mengecek ponsel milik suaminya itu, meskipun begitu rasa penasaran Amira sangat tinggi. Terpaksa Amira men

    Last Updated : 2023-01-01
  • Aku Bukan Satu-Satunya   Tidak Menemukan Jawaban

    Tidak ada jawaban lebih tepatnya wanita tak dikenal itu mematikan ponselnya. Amira tidak bisa menghubungi wanita itu lagi. Dia sangat kecewa karena tidak bisa menemukan fakta tentang hubungan Alan dengan wanita itu. Alan segera merampas ponselnya sangat kasar dari tangan Amira. Tatapan hangat Alan entah menghilang ke mana, Amira tidak lagi diperlakukan lembut seperti sebelum kejadian ini terjadi. Alan berubah dalam waktu yang teramat singkat. "Apa kamu benar-benar selingkuh, Mas? Jelaskan padaku siapa wanita itu sebelum aku tahu sendiri dari orang lain," desak Amira tidak sabar. Bukannya menjawab, Alan memberikan Amira tatapan marah. Alan balik badan dan membiarkan istrinya dibuai penasaran. Pria itu menuju lemari dan mengambil sebuah jaket berwana hitam dari dalamnya. Amira mengerutkan kening, Alan memilih kabur dari pertanyaan Amira dan juga ingin menjauh dari masalah yang dibuat oleh pria itu sendiri. Amira menarik lengan Alan sampai-sampai pria itu bertatapan mata. "Mau k

    Last Updated : 2023-01-14
  • Aku Bukan Satu-Satunya   Fakta Perselingkuhan

    Menurut Amira melepas penat terbaik adalah berdiam diri di kamar sembari membaca buku dan disuguhi camilan ringan. Berbeda dengan Luna, sahabat Amira itu melepas lelahnya dengan berbelanja dan menghabiskan uang. Menurut Luna melihat barang-barang bagus membuatnya bersemangat lagi. Alhasil Amira dipaksa oleh Luna untuk mengikutinya ke mall. Sudah lima toko yang mereka kunjungi, tetapi Luna masih belum puas berbelanja. Luna menatik Amira menuju toko perhiasan padahal kaki Amira rasanya ingin lepas dari sarangnya. Selagi Luna memilah dan memilih perhiasan, Amira duduk di salah satu sofa yang tersedia di dalam toko. Amira menyandarkan punggungnya yang lelah. Dia kembali memikirkan Alan yang tidak menyahut sedikitpun saat Amira menelepon pria itu. Alan hanya diam bahkan senyap di seberang sana. Baru sepuluh menit Amira berbicara sendirian di telepon, panggilannya terputus begitu saja. Amira semakin penasaran, seharusnya dia yang marah karena pesan tidak mengenakkan itu. Justru Alan yang

    Last Updated : 2023-01-15
  • Aku Bukan Satu-Satunya   Perasaan Bersalah

    Disaat dalam kesulitan seperti ini, hanya Luna yang siap menjadi teman Amira. Amira memeluk sang sahabat sangat erat. Dia ingin meluapkan amarahnya, tetapi seperti kata Luna jangan bersikap gegabah. Semua bukti yang Amira temukan ia ingat baik-baik. Alan tidak akan bisa mengelak dengan semua bukti yang Amira temui. Alan juga tampak tidak peduli dengan perasaan Amira. Pria itu pergi begitu saja tanpa menjelaskan apapun, seharusnya jika Alan tidak berbuat kesalahan dia akan mengelak atau memberi pengertian kepada Amira bukannya marah seperti kemarin.Suara deru mesin mobil milik suami Amira terdengar dari luar rumah. Amira telah bersiap untuk menghadapi Alan, sedangkan Luna bersiap diri untuk meninggalkan rumah Amira ini. Menurut Luna, dia tidak seharusnya ada dalam masalah yang sahabatnya hadapi. Yang Luna lakukan hanya memberi semangat kepada Amira."Dia sudah datang, aku harus kembali. Kabari aku jika terjadi sesuatu," pinta Luna yang diangguki kepala oleh Amira. Luna berpapasan d

    Last Updated : 2023-01-16
  • Aku Bukan Satu-Satunya   Sebuah Riset Yang Gagal

    "Maafkan, Mas. Jangan sedih lagi." Alan mengusap wajah Amira yang basah karena air mata.Alan juga mengatakan bahwa alasannya tidak memberi kabar kepada Amira karena sedang berpikir untuk memberikan sang istri sebuah hadiah. Alan segera bergegas ke mall untuk mencari hadiah yang berkesan. Tak disangka dia bertemu dengan istri temannya saat di mall. Sayangnya, pertemuan itu diketahui oleh Amira sehingga membuat kesalahpahaman diantara Alan dan Amira semakin rumit. Alan juga tidak menyangka Amira ada di mall siang tadi. Alan memeluk tubuh Amira sangat erat, seolah-olah dia tidak membiarkan Amira untuk pergi dari sisinya. Amira yang masih bimbang dengan keadaan saat ini mencoba meredakan emosi. Amira balik memeluk tubuh sang suami dan menenggelamkan wajahnya pada dada bidang Alan yang terasa nyaman. Keduanya kembali berbaikan, Amira memaafkan Alan setelah mempertimbangkan alasan yang suaminya itu berikan. Amira meneguhkan hati mungkin dirinya yang salah karena sudah berperasangka buru

    Last Updated : 2023-01-17
  • Aku Bukan Satu-Satunya   Memeriksakan Kandungan

    Beberapa rekan kantor Amira yang satu divisi dengannya melongok heran saat Amira merapikan meja kerjanya. Tak hanya itu, Amira menyampiran tas selempangnya ke pundak. Luna pun turut mendongakkan kepala ketika Amira terlihat sangat buru-buru. Luna menahan lengan Amira sebelum sahabatnya itu pergi. Amira pun terkejut dengan sentuhan tangan Luna, dia melirik sekitarnya yang tengah menatap Amira penasaran. "Kamu mau ke mana?" tanya Luna tak rela membiarkan Amira pergi. "Aku ada urusan di rumah." Tanpa melihat Luna lagi, Amira balik badan begitu saja hendak meninggalkan kantor ini. Sayangnya, Luna tidak membiarkan hal itu terjadi sebelum Amira menjelaskan sedikit apa yang tengah dialami Amira. Luna masih khawatir tentang kejadian kemarin. Amira tidak memberi kabar bahkan saat masuk kerja Amira tidak mengatakan apapun. Amira tidak bercerita dan memilih memendamnya sendirian. "Apa ada masalah lagi," tanya Luna mencoba mengulik informasi. Amira hanya menggelengkan kepalanya lemah, setel

    Last Updated : 2023-01-18
  • Aku Bukan Satu-Satunya   Fakta Yang Mengejutkan

    Hampir dua puluh menit Amira menunggu di luar karena Alan dan wanita itu masuk ke dalam ruangan dokter. Perasaan Amira semakin tidak tenang, Siapa wanita itu sebenarnya? Anak siapa yang dikandungnya?Mengapa Alan mengantr wanita yang kataya isri temannya itu?Banyak pertanyaan yang saat ini bersarang di otak Amira. Amira ingin membantingkan dirinya sendiri ke tengah lapang karena resah dan kalut atas ketidakpastian ini. Amira ingin marah, dia ingin berteriak bahkan di depan wajah Alan. Tetapi dia tahu adab sebagai seorang istri tidak seharusnya meninggikan suara kepada imam rumah tangganya. Karena itulah Amira marah terhadap dirinya sendiri karena tidak bisa mengondisikan perasaannya. "Jadi aku harus sering-sering makan ice cream, Mas?" Suara wanita yang sudah tidak asing di telinga Amira membuat Amira mendongak tinggi-tinggi. Wanita itu tampak ceria dan berusaha merangkul lengan Alan, tetapi yang Amira lihat Alan melepaskan rangkulan tangan wanita itu dengan lembut. Amira duduk

    Last Updated : 2023-01-19

Latest chapter

  • Aku Bukan Satu-Satunya   Kekalahan Mutlak

    "Aku ingin bertemu Mas Alan, apakah dia sibuk?"Ibu hamil yang kini sudah memasuki trimester ketiga itu sedikit terengah-engah setelah menyusuri jalanan rumah sakit dan kini berdiri tepat di depan ruangan dokter. Kayla dengan tentengan tas besar yang di dalamnya sudah ia siapkan bekal untuk suaminya. Dia berhadapan dengan tiga orang perawat yang berjaga di lantai tiga, di mana ruangan Alan juga ada di lantai ini. Kayla tidak ingin langsung masuk ke ruangan suaminya, karena terakhir kali dia ke sini tanpa izin terlebih dahulu, dia mendapat amukan dari Alan. "Oh maaf, Dokter Alan sedang keliling," ucap salah satu perawat. Kayla pun mengangguk, dia memahami apa yang sedang dilakukan suaminya. Tugas penting memang harus didahulukan. "Oke baiklah, aku akan tunggu di depan ruangannya."Setelah itu, Kayla duduk di ruang tunggu. Dia tersenyum kecil karena setelah ini dialah satu-satunya nyonya dari Alando Bagaskara. Hanya menunggu beberapa hari lagi Alan dan Amira akan bercerai, mereka aka

  • Aku Bukan Satu-Satunya   Yang Sebenarnya Terjadi

    Bisakah kita bertemu?Satu hari itu Amira gunakan untuk beristirahat di rumah Luna. Luna tidak mengizinkannya untuk kembali ke rumah bibinya, melihat kondisi Amira saat ini membuat Luna khawatir. Sedangkan Luna pergi bekerja, Luna yang meminta izin cuti kepada manager mereka. Sampai-sampai manager mereka mempertanyakan keberadaan Amira dan juga merasa khawatir. Siang ini dia mendapatkan pesan dari Sandi. Asisten dokter itu ingin menemuinya dilokasi yang tak jauh dari rumah sakit. Amira ragu-ragu, tetapi akhirnya dia menyetujui untuk bertemu dengan pria itu. Amira juga memahami bahwa Sandi tidak bisa pergi jauh-jauh dari rumah sakit. Amira menunggu Sandi disebuah kafe estetik yang nuansanya sangat modern. Duduk di sini sembari menyesap jus alpukat kesukaannya begitu menenangkan. Bau margarin dari roti bakar yang baru saja dipesan, membuat perut Amira bergejolak. Amira bisa menahannya dan memakannya. Entah apa yang ingin disampaikan oleh Sandi. Dia sangat penasaran karena itu Amira d

  • Aku Bukan Satu-Satunya   Pulang Dengan Hati Gundah

    Pagi-pagi sekali, Amira telah bersiap dengan pakaian rapinya untuk memperbaiki semua masalah yang terjadi kemarinnya. Amira telah menyiapkan mental dan hatinya karena dirinya tahu setelah ini dia akan mendapatkan sakit yang luar biasa. Walau wajahnya masih terlihat pucat, dan tubuhnya kian hari kian lemah. Amira akan tetap melanjutkan rencanya hari ini. Dia akan pergi ke rumah Alan, dia harus menjelaskan bahkan meminta maaf jika pria itu menginginkannya. Sebesar itu rasa cintanya, meskipun dirinya tidak bersalah dia akan meminta maaf, meskipun dia tahu Alan yang berselingkuh darinya Amira akan tetap merendahkan dirinya. Tepat di depan rumah yang dulu pernah ia tempati, Amira meraup banyak-banyak udara. Dadanya terasa sesak, tetapi tidak apa-apa dia adalah wanita yang kuat. Amira mengetuk pintu, dia menunggu dengan degup jantung yang bertalu-talu. "Assalamualaikum," ucap Amira saat pintu dibuka lebar-lebar. Salamnya tidak dijawab, kedatangannya tidak disambut dengan baik. Wajah-waj

  • Aku Bukan Satu-Satunya   Rahasia Yang Terungkap

    "Luna?" Suara Bram menggantung di udara, Amira pun juga menoleh mencari seseorang yang Bram sebutkan baru saja. Wajah Amira ikut cemas, dia takut bahwa Luna menyaksikan semua kejadian dan pertengkaran barusan. Luna akan sangat kecewa padanya, Amira tidak ingin hal itu terjadi. "Luna? Ka-kamu...." "Aku melihat semuanya dan aku mendengar semuanya," kata Luna memotong perkataan Amira. Amira semakin menegang, dia bangkit walau kesusahan untuk berdiri. Amira menghampiri sahabatnya yang kini sudah berkaca-kaca. "Apa yang aku dengar barusan itu bohong, kan?" Luna mencari jawaban, dia sudah kecewa karena telah berpisah dengan pria yang masih dia kasihi hingga sekarang. Dan sekarang dia tidak ingin mendengar pengakuan yang semakin membuatnya patah hati. "Lun, apa yang kamu dengar tolong lupakan!" Amira menggenggam kedua tangan Luna dan berusaha menenangkannya. "Tidak." Kini Amira dan Luna menatap Bram secara bersamaan. "Bram, jangan!" "Lun, sebenarnya aku mencintai Amira jauh dari sebe

  • Aku Bukan Satu-Satunya   Terdengar Suara Talak

    "Sejak aku melihatmu, aku sudah jatuh hati padamu." Suara Bram menggema di sudut-sudut bangunan yang masih separuh jadi itu. Tangan Amira yang hendak mengambil beberapa material terhenti seketika saat mendengar pengakuan Bram yang kesekian kalinya. Amira masih saja syok saat Bram mengungkapkan perasaan padanya. Padahal suasana sebelumnya tidak secanggung ini, tetapi Bram membuat Amira tidak enak hati terhadap pria itu. BrukBrukTerdengar suara langkah kaki seseorang yang sedang berlari, Bram menengok ke belakang dan benar saja ada seorang pekerja berlari ke arahnya. Seharusnya pekerja tersebut melihat Bram yang sedang berdiri di depannya, tetapi pekerja tersebut malah mendekat dan seperti sengaja menabrak tubuh Bram.Gerakan tubuhnya yang secara impulsif seketika menabrak tubuh Amira. Keduanya pun terkejut, Bram menubruk Amira yang saat itu memegang material besi-besi kecil. Besi-besi itu pun tanpa sengaja berjatuhan mengenai punggung Bram yang berusaha melindungi Amira. Nas sekali

  • Aku Bukan Satu-Satunya   Rencana Jahat Kayla

    "Aku ingin kamu bekerja dengan becus."Kayla melirik kesekitar karena takut ada yang melihatnya sedang berbicara dengan seorang pria asing. Suara bising dari decitan besi dan alat-alat berat tak menyurutkan semangat Kayla untuk melancarkan rencananya. "Jangan sampai gagal," perintah Kayla lagi dengan kedua matanya yang memelotot tajam. "Baik, Bu. Serahkan saja pada saya," jawab pria yang memakai topi berwarna kuning. Kayla tersenyum dengan puas saat pria itu pergi dari hadapannya. Senyuman licik di bibirnya karena dendamnya terhadap Amira. Rencananya harus berhasil, dengan begitu dia bisa mendapatkan cinta dan perhatian dari Alan. Kayla mengintip dari balik tembok dan melihat pria suruhannya itu melaksanakan tugas seperti yang diperintahkan olehnya. Bukan hanya senyuman yang terbit di bibir Kayla, kini tawa kecil akan kemenangan seolah tak mau pergi dari mulut kecilnya. Kayla pergi dari bagunan proyek setengah jadi yang digarap oleh perusahaan Amira dan yang menjadi tanggungjawab

  • Aku Bukan Satu-Satunya   Memisahkan Cinta Sejati

    "Apa kamu sadar saat mengatakan itu?"Alan berkacak pinggang seolah-olah syok mendengar pengakuan dari Kayla. Kayla memaku di tempatnya, dia menunggu jawaban dari Alan atas pengakuannya tersebut. Dia berharap ada harapan besar dari suaminya ini, berharap pula bahwa suaminya juga memiliki perasaan yang sama terhadapnya. "Aku sangat sadar saat mengatakan itu, Mas." Kayla mendekati Alan kembali, tetapi pria itu malah menjauh darinya. "Bagaimana pun juga aku istrimu, Mas. Tidak ada yang salah dengan perasaanku ini," lanjutnya lagi berusaha meyakinkan Alan. "Tentu saja salah!!!"Brak!!!Brak!!!Alan menggebrak meja beberapa kali yang ada di depannya, sejenak Kayla menutup kedua matanya dan merasakan sakit yang berdenyut di dasar hatinya. Ya, bodoh sekali bahwa dirinya berharap bahwa Alan akan mencintainya seperti pria itu mencintai Amira. Pada kenyataannya dia tidak pernah mendapatkan bagian sedikit pun di hati Alan. Bukan Kayla namanya jika dia menyerah hanya sampai di sini saja, dia

  • Aku Bukan Satu-Satunya   Tinggalkan Dia!

    "Apa salahnya mesra-mesraan dengan suami sahku?" Amira menatap Kayla penuh kemenangan. Tawa Amira sedikit mengejek saat melihat wajah Kayla yang pias. Kayla pun balik menertawakan Amira, wanita itu pun tidak mau mengalah dan semakin menunjukkan taringnya. Amira menaikkan sebelah alisnya, lalu kakinya mundur beberapa langkah saat perut buncit Kayla hampir menyentuh bagian perutnya. "Masih bilang kalau Mas Alan adalah suamimu? Bukannya kamu sendiri yang meminta cerai darinya?" Kayla berkacak pinggang, Amira melihatnya saja terasa begah dengan perut buncit Kayla yang sepertinya membuat Kayla kesulitan bernapas. "Masih punya muka ternyata kamu ya, padahal kamu sendiri yang membuang Mas Alan." Kayla membuat emosi Amira terpancing. Namun, Amira tidak ingin membuang-buang tenaga hanya untuk meladeni Kayla. Mood paginya harus baik untuk bekerja, sebisa mungkin Amira mengatur napas dan mengembalikan perasaannya seperti semula. "Bagaimana kalau aku dan Mas Alan tidak jadi bercerai?" Sejujur

  • Aku Bukan Satu-Satunya   Saling Mengikhlaskan

    "Apa benar kamu baik-baik saja?" Alan membuntuti ke manapun Amira pergi. Amira menghela napas panjang, dia menghentikan langkahnya saat sudah berada di ruang tamu. Alan pun turut berhenti tepat di belakang sang istri. Amira membalikkan badannya, lalu menatap serius wajah Alan yang terlihat sangat khawatir padanya. "Aku baik-baik saja, Mas. Lihat aku sudah lebih kuat dari pada kemarin. Jangan melihatku seperti anak kecil, okay." Amira menyelempangkan tasnya. Jika berlama-lama di atas tempat tidur rasanya akan lebih sakit. Amira lebih suka bergerak dan bebas melakukan apapun dari pada bermalas-malasan di rumah. Apalagi saat ini dia ada di rumah yang tidak ingin ia tempati. Alan tidak membiarkan Amira begitu saja untuk pergi bekerja. Dia mengambil kunci mobil dan menyusul Amira yang sudah ada di halaman rumah. Alan menarik lengan Amira sampai wanita itu memekik karena bertubrukan dengan dada bidang Alan. "Ahh ada apa lagi, Mas?" Amira semakin jengkel dengan sikap antusias Alan. "Ak

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status