Tiara sungguh tidak menyangka, suaminya Sagara, yang ia kenal sebagai pria yang lembut dan penyayang. Telah tega bertindak kasar dan kejam terhadapnya. Untuk pertama kali dalam hidupnya, Tiara di sakiti baik secara fisik dan mental. Ayah Tiara saja tidak pernah menarik rambut atau menampar pipi putri. Sangat miris, Tiara harus mengalami kdrt yang bertubi-tubi dari suami yang ia cintai. Laki-laki yang seharusnya menjadi tempat bersandar dan berlindung bagi Tiara.
. "Hikss....huhuhu...." isak tangis Tiara tidak kunjung berhenti, Alferd sudah berusaha mencegah tindakan brutal Sagara terhadap istrinya. Namun ia terlalu tua dan ringkih untuk melindungi seorang wanita. Entah ada masalah apa sehingga Sagara pulang dalam keadaan marah dan mengamuk. Tiara hanya bisa pasrah terduduk di lantai yang dingin. Tangan kanannya memegangi pipi yang merah. Rambut yang tadinya sudah ia tata dengan rapi dan baik untuk makan malam, malah ditarik dan dibuat menjadi berantakan. Tangan lebar yang biasa digunakan untuk membelai mesra dirinya, digunakan untuk melayangkan satu tamparan membuat perasaan Tiara hancur berkeping-keping. BRAKK....!! BRAKK....!! BRAKK....!! Setelah menyakiti Tiara. Sagara belum merasa puas, ia membuang semua makanan yang tersaji ke lantai. Membanting kursi dan benda-benda yang di sekitaran ruang makan. Sagara terus melampiaskan kekesalannya tenaganya sungguh kuat, merasa tubuhnya telah berubah seperti mahluk hijau yang ada di film super hero. "Nyonya lari....., kunci pintu kamar anda." bisik Alfred, sambil membantu Tiara berdiri. Tiara yang ketakutan langsung lari terbirit-birit sambil menangis. Dengan aman ia berhasil memasuki kamar tidurnya. Mengunci rapat pintu itu. Tiara merasa takut sekali kalau malam ini sagara mendatanginya. Suaminya benar-benar berubah seperti hewan liar yang tidak terkendali. . "Ini mimpi buruk, pasti hanya mimpi...!!" teriak Tiara berkali-kali sambil duduk meringkuk di lantai. Sepanjang malam ia terus menangis, malam yang harusnya jadi makan malam spesial dan penuh cinta. Berubah jadi mimpi yang sangat buruk. Tiara merasa sangat menyesal telah mau menikahi Sagara yang baru ia kenal sebentar. Tanpa tahu kalau ada monster yang bersemayam dalam jiwa suaminya. . . (Flashback off.) Tiga bulan sudah berlalu semenjak kejadian yang bagaikan mimpi buruk itu. Namun mimpi buruk itu terus berlanjut dan menghantui dirinya hingga sekarang. Dalam kesendirian di pagi hari yang cerah ini. Hati Tiara merasa sangat hampa. Rasanya tidak mungkin bertahan dalam keadaan rumah tangga yang seperti neraka penyiksaan. Sosok pria yang dulu sangat ia cintai, sudah tidak adalagi sudah hilang. "Aku ingin menyerah...." lirih Tiara. Setetes air mata pun jatuh dari satu sudut matanya. . . Malam pun tiba. Sagara baru saja pulang bekerja. Ia masuk ke dalam rumah dan di sambut oleh Alfred. "Selamat datang tuan." sapa Alfred, segera mengambil tas kerja milik Sagara dan memberikannya pada salah satu pelayan rumah. "Dimana istriku, aku sangat rindu dengannya." ucapnya dengan nada riang. "Nyonya sedang menunggu tuan di ruang makan. Nyonya juga sudah menyiapkan sendiri makanan spesial kesukaan anda." ujar Alfred tersenyum ramah, pria yang sudah lama mengenai tuannya dari kecil. Alfred bisa melihat kalau suasana hati Sagara sedang baik-baik saja. Sagara juga sudah tidak sabar ingin segera makan, cacing lokal di perutnya sudah bunyi minta sesuap nasi. . Cekrek. . "Honey..." sapa Sagara dengan wajah yang nampak cerah. Tiara pun tersenyum menyambut kedatangan suaminya. Malam ini ia berpenampilan lebih cantik dan terbuka. Tiara mengenakan gaun koktail bewarna merah maroon dengan belahan dada yang rendah, membentuk huruf V. Sagara datang memeluk dan menghampiri istrinya, mengecup singkat kening Tiara. "Sayang..., kamu pasti lapar setelah seharian ini bekerja. Ayo kita makan malam dulu." ucap Tiara dengan senyum sumringah. Sagara mengangguk, menghempaskan bokongnya di kursi meja makan. Tiara duduk di sampingnya, lalu dengan sigap ia melayani suaminya. Menuangkan nasi dan lauk pauk keatas piring kosong milik Sagara. "Apa segini cukup??" tanya Tiara dengan nada lembut. "Iya.., terimakasih honey." Ucapnya sambil tersenyum. Untuk beberapa saat keduanya terus makan. di ruangan yang luas itu, hanya terdengar suara garpu dan sendok yang menyentuh piring. Tiara makan dengan wajah yang tenang, hanya sedikit menyuap lauk pauk. Berbeda dengan Sagara yang nampak lahap seperti sedang kelaparan. "Dandananmu terlihat berbeda sekali malam ini..." ucap Sagara sambil melirik istrinya. Tidak biasanya Tiara berdandan agak menor, dengan lipstik merah menyala. "Ya,,,,aku hanya ingin memberikan tampilan yang baru, malam ini." ucapnya pelan, seperti nada berbisik. "Tapi aku lebih suka penampilan alami kamu honey, katakan padaku apa yang sedang kamu inginkan...?? Tas branded...?? Atau set perhiasan yang aku berikan kemarin masih kurang, kamu mau lagi." kekehnya dengan nada menghina dan merendahkan. Seperti sebelum-sebelumnya, kata-kata Sagara selalu membuat hati Tiara menjadi pilu. Klang...!! Tiara menaruh sendok dan garpu dengan kasar di atas piringnya. "Mas..., seperti yang kamu sudah tahu, aku memang sengaja mau menikah denganmu karena uang, adikku butuh biaya kuliah, papa dan mama sudah terlalu tua jika mengelola restoran tanpa ada yang membantu. Memang keadaan ekonomi keluargaku sangat berbeda dengan mu mas...., itu juga yang membuat aku jadi sangat rendah di matamu kan..." ucap Tiara lirih, air matanya mulai menetes dari kedua sudut mata. Sagara tersentak kaget mendengar ucapan tiba-tiba dari istrinya ini. Entah kenapa timbul rasa sakit yang muncul di hati Sagara. "Aku sudah rela meninggalkan keluargaku..., aku juga rela menjauh dari temanku, aku rela jadi tahanan rumah ini....!!! APA SEMUA YANG AKU LAKUKAN UNTUKMU MASIH BELUM CUKUP JUGGAAA....!!!" teriak Tiara sambil menatap nyalang pada suaminya. Emosinya kian membuncah, tidak bisa lagi ia tahan. Fisik dan batinnya terus tersiksa, membuat Tiara hampir jadi gila. Sampai rasanya memilih ingin mati saja. "Kenapa kamu tiba-tiba marah begini....!!! Aku tidak bermaksud begi-----" ucapan Sagara terhenti, tiba-tiba Tiara mengeluarkan sebuah benda pipih yang tajam. . . "Tiara...!! Buang pisau itu...!!" perintah Sagara, perlahan mendekat, untuk menghentikan istrinya berbuat hal yang berbahaya. Keputusasaan dan tekanan batin, membuat Tiara berbuat nekat. Tiara berencana mengakhiri hidupnya di depan Sagara. "Aku sudah muak mas...!!! Aku ini manusia...!!! Bukan boneka...!!! Yang bisa kamu siksa dan jadi pelampiasan...!!! Lebih baik kamu ceraikan aku saja sekarang, atau aku---." ancam Tiara, menaruh ujung pisau kecil tepat di tengah lehernya. Air mata terus mengalir deras. Kalaupun ia mati sekarang, keluarganya sudah tidak kesulitan ekonomi lagi. Rasanya sudah cukup ia menderita selama tiga bulan. Tiara ingin segera mengakhiri semua sumber kesedihan dan kekecewaannya. "Jangan gila kamu..., taruh pisau itu...!!!" teriak Sagara dengan sangat keras. Membuat beberapa pelayan jadi masuk ke ruang makan. "NYONYAAA...!!!" Alfred berteriak kaget, beberapa pelayan pun teriak histeris. Melihat Tiara bersiap bunuh diri di hadapan semua yang ada di ruangan. . . "Aku sudah tidak tahan denganmu, ceraikan aku sekarang. Atau aku mati dihadapan mu sekarang...!!!" ancaman Tiara tidaklah main-main. Kedua tangannya semakin terangkat dan menekan pisau itu lebih dalam. Setetes darah pun mulai merembes pada leher jenjangnya. Sagara menjadi kalut, terlihat dari ekspresinya yang kembali menggila. Ingin mendekat namun ia takut kalau-kalau Tiara benar-benar mati di hadapannya. "Nyonya..., tenangkan diri anda dahulu. Berikan pisaunya padaku nyonya,,,,," Alfred mencoba mendekati. Derai airmata Tiara jatuh semakin deras. Ia sendiri semakin ketakutan, kalau dirinya melepaskan pisau yang ada di tangannya sekarang dan tidak jadi mati. Pasti Sagara akan kembali menyiksanya, sama saja akan tetap mengulang kesedihan dan kepedihan. Kematian sepertinya pilihan yang terbaik saat ini. "Selamat... tinggal..., suamiku." ucapnya untuk terakhir kali pada Sagara. Sembari menatap nanar wajah tampan yang sedang ketakutan. Sreeet...!!! Klang....!!! Bruk....!!! . *Bersambung~~~NI NU NI NU NI NU NI NU...!!Mobil ambulance melaju dengan kecepatan tinggi di jalan tol dalam kota Jakarta. Sirine ambulance terus dibunyikan sambil menerobos hujan deras di malam yang dingin."Hentikan pendarahannya dulu!" ucap seorang dokter pada petugas medis yang mendampinginya bertugas. Tiara terbaring tidak sadarkan diri. Alat pernapasan sudah di pasang untuk menyelamatkan nyawanya. Tapi darah segar terus keluar mengalir dari samping leher yang terluka cukup dalam karena tusukan benda tajam."Dia masih selamat, karena bukan organ dalam yang tertusuk, Tapi pendarahannya cukup banyak." celetuk dokter, terus berusaha menghentikan darah yang mengalir keluar dari leher Tiara.Tragedi berdarah telah terjadi saat makan malam, Tiara hendak menusukkan pisau tepat di tengah lehernya. Sagara menghardik, melompat menerjang tubuh sang istri hingga keduanya terjatuh di lantai yang dingin. Pisau itu memang tetap menusuk dan melukai leher Tiara. Namun bukan di tempat yang rawan...Disisi la
Tiga hari Tiara dirawat di rumah sakit, hingga kondisinya kian membaik. Selama masa pemulihan, Sagara terus mendampingi istrinya. Menjaga dan memperhatikan Tiara sepanjang waktu, namun kondisi mental Tiara belum benar-benar pulih sepenuhnya. Tiara sering kali melemparkan piring saat Sagara memberinya makan. Tiara menjadi seperti orang yang penuh ketakutan, jemarinya sering bergetar saat memegang alat makan. Setelah menjalani perawatan selama dua minggu, Sagara dan Tiara akhirnya menerima konseling pernikahan, keduanya sama-sama mulai memperbaiki Kembali hubungan suami istri yang sudah retak selama tiga bulan sebelumnya. Konseling terus dilakukan secara rutin, terutama untuk Sagara yang harus lebih bisa mengendalikan amarah dan pikiran negatif yang seringkali muncul dalam benaknya. Alfred memberikan kesempatan kedua pada Sagara. Ia sudah lama menganggap Sagara layaknya seperti anak kandung. Alfred menutup mulutnya rapat-rapat, jangan sampai nyonya besar Grace tahu soal masalah rumah
Kendaraan roda dua milik Yanti, sampai di persimpangan kios kecil yang menjual aneka bahan masakan. Kedatangan anak dan menantunya yang tiba-tiba, membuat Yanti keluar sore-sore, ingin menyiapkan hidangan spesial, terutama kepada menantunya yang seorang anak keluarga konglomerat. "Eh ada bu Yanti,,,,,tumben sore-sore keluar rumah buat belanja sayur." ujar salah satu emak-emak yang sudah lama menjadi tetangganya. "Halo bu Dian,,,, iya nih. Kebetulan anak sama mantu saya tiba-tiba datang ke rumah, jadi harus masak yang banyak deh." seru Yanti dengan wajah berseri-seri, ia sangat bersemangat mau menjamu menantunya dengan masakannya yang spesial. "Ooh ya,,,,,menantu konglomerat mu, mau bertamu ke gubuk kecilmu!!" Dian nampak tercengang. Kemudian menggoyangkan tangan kanannya, sembari memamerkan gelang dan cincin emas yang baru dibelikan suami. Yanti pun jadi mengerenyitkan dahi saat melihat gerakan tangan Bu Dian, 'Oh. ceritanya dia mau balas dendam gara-gara kemarin aku pakai ta
'Kukuruyukkkk!!'Pagi subuh telah tiba, suara ayam berkokok membuat Tiara terbangun dari tidurnya, suara ayam yang ia rindukan di suasana pagi-pagi buta. Rumah orangtuanya masih terletak di pinggiran kota Jakarta, suasananya masih asri, masih banyak pepohonan dan perkebunan. Rata-rata tetangganya memiliki pekarangan rumah yang cukup luas, jadi beberapa dari mereka memelihara ayam.Berbeda jauh dengan suasana istana milik suami, tiap pagi tidak ada suara ayam berkokok. Sebagai nyonya rumah pun, Tiara tidak tahu menahu siapa tetangganya. Bahkan melihat mereka saja tidak pernah.Sambil memikirkan itu semua, Tiara membuka perlahan kedua matanya, Samar-samar ia melihat langit-langit kamar tidur kediaman orangtuanya.Sebuah tangan tegas masih mengurungnya. Tiara mau bergerak kesamping namun tidak bisa. Sagara tidur sambil memeluknya. Maklum ukuran tempat tidur saat ini, setengah ranjang king size. Mau tidak mau harus tidur merapat dengan suaminya.Tiara menyingkirkan tangan Sagara. Satu kak
"Rangga! Kamu ngapain pergi kesana!" teriak Dian yang panik, segera mengejar anaknya yang tiba-tiba saja keluar dan berjalan cepat menuju kerumunan ibu-ibu."Aduh! Bahaya! Anak gua bisa jadi bahan gunjingan tetangga!" gumam Dian, namun tidak berani menyusul putranya..."Sudah ya tante, kami ijin pamit, mau beli sarapan." Tiara pamit, menggandeng tangan suaminya agar segera pergi dari kerumunan para ibu-ibu yang masih ingin berfoto ria."Tiara!"panggil Rangga dari kejauhan, berjalan menghampiri.Sagara langsung melirik ke arah pria muda yang baru saja datang."Rang, Rangga!" Tiara nampak terkejut melihat kedatangan Rangga.Spontan Sagara memicingkan matanya melihat kedatangan Rangga. Ia sangat yakin, pria ini pasti mantan pacar istrinya saat SMA. Wajahnya sama persis dengan album di foto milik istrinya.Dengan nafas tersengal , Rangga berhasil menahan sang mantan. "Ha...ha...halo...Tia." panggilan akrab yang dulu, Rangga berupaya mengatur nafasnya."Rangga, lama tidak jumpa." sapa T
Setelah selesai berkonsultasi dengan sang dokter psikiater, Sagara membawa sang istri ke sebuah mall."Honey, tunggulah disini dulu, ada klien yang tiba-tiba mau bertemu denganku, ini kartu kredit untukmu, gunakanlah sesuka hatimu." ucap Sagara sembari memberikan kartu hitam kepada istrinya."Mas, ketemu kliennya lama?" tanya Tiara, mengingat malam ini, ia dan suaminya masih menginap di rumah orangtuanya. Tiara tidak ingin pulang malam-malam membuat kedua orangtuanya jadi menunggu hingga larut."Tenang saja, metting ku cuma sampai jam tiga sore kok. habis itu kita makan malam di rumah orangtuamu." "Hmm, baiklah, nanti aku akan menunggu mas di sebuah cafe." Tiara setuju dan tersenyum pada suaminya.Setelah sepakat, Tiara pun keluar dari dalam mobil suaminya. Ia langsung masuk ke dalam mall, dan berbelanja banyak barang untuk keluarganya."Mama pasti suka sama tas branded ini, ah iya aku harus berikan hadiah jam tangan untuk papa dan Yunus." ucap Tiara dengan riang saat berbelanja di d
"Honey...kamu masih di Cafe...?? Aku baru saja selesai meeting..." Sagara berjalan memasuki mall sambil menelepon istrinya."Oke aku lagi otw jalan kesana, kamu lagi sama siapa..??" tanya Sagara ditelepon, sekilas mendengar suara orang lain"Oo..teman, ya sudah tunggu saja disana, aku jemput" lanjut Sagara, lalu mematikan ponselnya.Sagara pun mempercepat langkahnya, tidak sabar ingin segera pulang dan menikmati masakan ibu mertuanya, mengingat hubungan mereka mulai semakin membaik dan intim seperti sediakala...'Cring.' suara bell pintu cafe di saat Sagara membuka pintu, dan langsung melihat keberadaan istrinya."Selamat datang." sapa pelayan Cafe.Namun langkah kaki Sagara terhenti, saat melihat tiara sedang duduk berdua saja dengan mantannya Rangga, pria yang ia temui tadi pagi saat mau membeli sarapan.Istrinya terlihat sedang asik sekali mengobrol dengan si mantan, mereka tertawa bercanda. Sudah lama Sagara tidak melihat senyum cerah dari wajah Tiara, seketika hatinya jadi tera
Tiga bulan kemudian,"Sayang tunggu dulu." panggil Tiara pada suaminya yang hendak berangkat untuk bekerja.Langkah Sagara pun terhenti, lalu menoleh ke arah istrinya."Lihat dasi kamu tuh, agak miring. Aku betulkan ya." Tiara berseru dengan riang."Oke honey." Sagara pun tersenyum, ia berdiri diam, sambil senyam-senyum menatap istrinya yang makin menggemaskan."Oke sudah rapi." seru Tiara. Lalu tiba-tiba berjinjit.'Cups.'Ia memberikan kecupan sayang di bibir suaminya.Hanya kecupan singkat namun mampu membuat hati Sagara berbunga-bunga, padahal masih pagi, tapi Sagara sudah merasa kegerahan."Honey, kebetulan ada barang yang tertinggal di kamar, ayo temani aku ke atas." ajak Sagara dengan senyum penuh arti.Tiara yang polos, tidak paham maksud tersembunyi suaminya, langsung saja berjalan mengikuti sang suami, masuk ke lift, yang menuju kamar pribadi mereka.'Cekrek.'Suara pintu kamar di tutup.Dengan cepat Sagara langsung memeluk istrinya dari belakang. Bibirnya bermain di tekuk l