Seminggu Kemudian.
Tiara dan Sagara baru saja pulang dari bulan madu mereka di kota Paris. Kepulangan mereka di bandara sudah di sambut oleh supir pribadi Sagara. "Ada kejutan lagi untukmu honey..." bisiknya. Tiara mengulum senyum, tidak sabar ingin segera melihat kejutan apa lagi dari suaminya. Setelah menikah dengan Sagara, Tiara serasa sedang memasuki dunia baru. Tiba-tiba saja melihat banyak angka nol di tabungan miliknya. Belum lagi dibelikan banyak perhiasan, baju, sepatu, dan tas branded. benar-benar sebuah mimpi yang telah menjadi nyata, tidak pernah Tiara bayangkan hidupnya akan seindah mimpi. Setelah satu jam perjalanan. Mereka sampai di suatu bangunan rumah yang mewah dan megah. Tiara sungguh takjub melihatnya. "Ini istana apa rumah...!!" Pagar besi yang tinggi dan kokoh tiba-tiba otomatis terbuka begitu. Saat mobil melaju masuk ke dalam. Dua orang security gerbang memberikan hormat pada Sagara. Tiara langsung merasa takjub. Tidak membayangkan kalau suami yang ia nikahi akan sekaya ini. Rumah ibu mertuanya memang besar, namun tidak sebesar rumah yang ia datangi ini. "Mulai sekarang kamu yang akan mengurus rumah ini. Nyonya Sagara Mahendra." bisik Sagara dengan nada yang menggoda. "Wow...., Sekarang aku jadi seorang istri konglomerat....!!" batin Tiara. Tiara tersenyum sumringah. Lalu mencium pipi suami tampannya. "Honey..., Jangan menggodaku, aku bisa menyerang mu disini." ucapnya dengan lembut sambil mencubit pipi chubby Tiara. "Selamat datang tuan, nyonya..." sambut seorang pria paruh baya yang berpakaian setelan jas rapi. Ia tersenyum sangat ramah. Dibelakangnya ada beberapa pria dan wanita muda yang berpakaian pelayan hitam putih. "Halo Alfred, senang rasanya aku bisa kembali lagi setelah seminggu melewati perjalanan panjang." ujar Sagara, sembari menuntun tangan istrinya keluar dari dalam mobil. "Saya juga merasa senang, tuan dan nyonya bisa kembali pulang. Semua pekerjaan yang tuan berikan sudah terlaksana dengan baik." ujar Alfred dengan penuh hormat. "Bagus..., Perkenalkan..., Istriku nyonya Tiara. Honey..., ini Alfred..., kepala pelayan di rumah ini, sekaligus orang kepercayaanku." "Halo paman Alfred..." Tiara memberikan salam. "Saya siap melayani anda nyonya Tiara..." ucapnya memperlihatkan senyum yang ramah. Sehabis perkenalan dengan beberapa pelayan. Tiara di bawa masuk kedalam. Mata Tiara berbinar saat melihat kemewahan rumah barunya. Baru masuk sudah di sambut air mancur yang ukurannya cukup besar dengan patung malaikat di tengahnya, Lalu terlihat ada dua tangga melingkar yang menjulang tinggi ke atas. Di bagian tengah bawah ada pintu lift. Pemandangan ruang depan rumah ini sungguh mirip hotel-hotel Eropa yang Tiara tempati sewaktu berbulan madu di Paris. "Apakah ini mimpi...!! Kalau iya, tolong jangan bangunkan aku..." batin Tiara yang melompat kesenangan. "Ting..." suara lift berdenting. Sagara membawa istrinya ke lantai 3, tempat kamar utama. "Cekrek.." pintu kamar ditutup rapat. Sagara dengan tidak sabar menggendong tubuh kecil istrinya, lalu merebahkannya diatas ranjang. "Sayang...~," kekeh Tiara saat tubuhnya dibuat geli oleh sentuhan nakal bibir suaminya. "Aku tidak bisa berhenti untuk tidak menyentuhmu, walaupun sudah seminggu kita menikah. Tetap saja tubuhmu membuatku candu." Ucapan Sagara barusan, membuat seluruh tubuh Tiara jadi meremang. Suaminya sudah tercandu-candu pada tubuhnya. Begitu juga Tiara, selalu ingin disentuh oleh suaminya. Walaupun hari masih siang, dan kamar mereka pun terang benderang, mendapatkan cahaya dari jendela balkon kamar. Namun kedua insan tidak dapat menahan hasrat mereka sebagai pengantin baru. Sagara mendaratkan bibirnya di puncak bukit kembar yang sudah terpampang. Dengan rakus ia meresapi rasa kenyal yang memabukkan. Tiara pun tidak kuasa menahan suara lenguhannya. Selama seminggu ia dikuasai gairah, dan selama seminggu juga suaminya mampu membuat Tiara terus meng e ara ng dan me rin t ih nikmat dalam pelukannya. "Ahh...nngh~, lebih cepat mas...." berbeda dengan malam pertamanya, setelah seminggu berbulan madu. Tiara sudah bisa mengimbangi permainan suaminya yang ganas. "Bersiaplah honey...." ran cau Sagara bergerak semakin cepat keluar masuk gawang. "Ah...ah...e..e...enak..mas, terus...~." suara de s ah an dan rintihan Tiara terus berkumandang mengisi kesunyian kamar dari siang hingga langit berubah gelap. "Tok....tok...tok...tok...." pintu kamar utama di ketuk. "Masuk...." perintah Sagara, ia berdiri dari atas ranjang sembari memakai baju handuk. Tiga orang wanita muda berpakaian pelayan masuk kedalam kamar, satu orang mendorong troli berisi makan malam, dan dua orang membawa kain seprei yang baru. Sagara menggendong perlahan sang istri yang sudah memakai kimono tidur. Untuk berpindah duduk ke atas sofa. "Aww aduh...." Tiara meringis kesakitan. Bagian kewanitaannya terasa perih. "Maaf honey, tadi aku terlalu bersemangat." kekehnya memperlihatkan senyuman nakal. "Kamu ganas..." Tiara tertawa kecil, sembari mencubit pelan lengan Sagara. "Aww...~, Sakit honey." Sambil tertawa kecil, mereka berdua makan malam di atas sofa, sambil saling suap-suapan. Wajah para pelayan kian merah merona, saat membereskan sisa-sisa percintaan tuan dan nyonya. "Tidak disangka mereka melakukannya se brutal ini." celetuk Adel. "Sssttt...., Awas kedengaran." Merry mengingatkan. "Ayo buru...Atuh..., Gak enak lama-lama disini, gerah liatnya." bisik Widya. melirik sedikit ke arah nyonya dan tuan yang sedang makan malam sambil bermesraan. "Honey, ini obat untukmu, setelah makan langsung minum saja..." Tiba-tiba Sagara memberikan. Satu buah botol kaca berisi puluhan kapsul. "Ini apa sayang....??" tanya Tiara. "Obat anti hamil, kamu tahu kan, aku tidak mau punya anak dulu. Saat kita melakukannya tadi aku tidak memakai pengaman, jadi kamu harus minum ini." perintah Sagara dengan suara bariton. Suara dalam yang membuat Tiara takut dan tidak berani menolak. Segera ia mengambil satu butir kapsul dari dalamnya dan meminumnya. Entah apa yang Sagara pikiran, Tiara tidak tahu pasti kenapa suaminya belum ingin punya anak. Padahal hartanya berlimpah, kalaupun mereka punya anak sebanyak tim sepakbola tidak akan menimbulkan masalah keuangan, seperti keluarga petir yang sering Tiara lihat di media sosial. Tiga minggu telah berlalu. Tiara mulai terbiasa hidup mewah bergelimpangan harta. Hari-harinya dilewati dengan perasaan damai dan bahagia. Saat suami pergi bekerja Tiara berbelanja ke mall dan ke salon, selalu memikirkan cara agar bisa terus terlihat cantik didepan suaminya. Sebulan sekali juga ia mengunjungi kediaman orangtuanya membelanjakan mereka banyak barang-barang mewah. Sampai membuat iri para tetangga. "Cie...~, si nyonya muda udah datang nih." seringai Sonya menyambut kedatangan Tiara dengan dandanan dan perhiasan elegant. "Hai para bestie...~." sapa Tiara. "Oleh-oleh kita mana nyonya...~." kekeh Reny. "Titipan gua lu bawa kan...~." Hana sudah tidak sabar. "Tenang saja kawan. Lihat dong koper besar yang kubawa ini." ucapnya dengan senyuman smirk. Ketiga temannya langsung berhamburan mengerubungi isi koper. Tiara begitu boros saat berbelanja di Paris. Membeli banyak barang branded untuk ibu dan ketiga temannya. Kehidupannya sekarang benar-benar sempurna. Memiliki suami kaya raya dan ibu mertua baik hati. Malam telah tiba, seperti biasa. Tiara berdandan cantik dahulu untuk menyambut kepulangan suami tercinta. Ia juga sudah menyiapkan makan malam, menu kesukaan Sagara. "Syukurlah mas Sagara belum mau punya anak. Tubuhku akan tetap kencang dan menggiurkan." gumamnya sambil bersolek di kaca meja rias. "Nyonya tuan sudah pulang." ujar Widya. "Oke..." seru Tiara dengan riang. Cepat-cepat Tiara menyisir rambutnya, lalu segara turun kebawah untuk makan. malam bersama suami tercinta. "Prang....!!" . "Prang....!!" . "Prang....!!" Sontak Tiara kaget mendengar suara gaduh yang berasa dari arah ruang makan. Beberapa pelayan wanita dan pria berlarian keluar dengan raut wajah ketakutan. "Ada apa ini...??" Tiara segera mempercepat langkahnya, menuju ruang makan. "Tuan tenangkan dulu diri anda." terdengar suara Alfred yang panik. Tangan Tiara langsung menutup mulutnya. Semua masakan yang sudah ia siapkan diatas meja, kini ada di lantai. piring-piring dan gelas-gelas pecah berhamburan. Dan yang lebih membuat Tiara tercengang adalah raut wajah suaminya yang sedang marah. Sorot mata Sagara terlihat kosong, ia seperti orang lain. . . "Sayang ada apa...?? Kamu kenapa...??" tanya Tiara dengan nada gemetar. "Nyonya...!! Tolong cepat pergi keluar..!!" teriak Alfred pada Tiara. Namun Tiara yang tidak mengerti apa-apa, hanya bisa berdiri terpaku diam di tempat. "Honey..., Malam ini kamu terlihat sangat cantik, ayo kemari lah mendekat kepadaku." ucap Sagara dengan sorot mata yang dingin. Seringai jahat pun terlukis di wajahnya. Suaminya terlihat seperti binatang buas yang siap mencabik-cabik hewan kecil tidak berdaya untuk dijadikan santapan ringan. Bersambung......Tiara sungguh tidak menyangka, suaminya Sagara, yang ia kenal sebagai pria yang lembut dan penyayang. Telah tega bertindak kasar dan kejam terhadapnya. Untuk pertama kali dalam hidupnya, Tiara di sakiti baik secara fisik dan mental. Ayah Tiara saja tidak pernah menarik rambut atau menampar pipi putri. Sangat miris, Tiara harus mengalami kdrt yang bertubi-tubi dari suami yang ia cintai. Laki-laki yang seharusnya menjadi tempat bersandar dan berlindung bagi Tiara.."Hikss....huhuhu...." isak tangis Tiara tidak kunjung berhenti, Alferd sudah berusaha mencegah tindakan brutal Sagara terhadap istrinya. Namun ia terlalu tua dan ringkih untuk melindungi seorang wanita.Entah ada masalah apa sehingga Sagara pulang dalam keadaan marah dan mengamuk. Tiara hanya bisa pasrah terduduk di lantai yang dingin. Tangan kanannya memegangi pipi yang merah. Rambut yang tadinya sudah ia tata dengan rapi dan baik untuk makan malam, malah ditarik dan dibuat menjadi berantakan. Tangan lebar yang biasa diguna
NI NU NI NU NI NU NI NU...!!Mobil ambulance melaju dengan kecepatan tinggi di jalan tol dalam kota Jakarta. Sirine ambulance terus dibunyikan sambil menerobos hujan deras di malam yang dingin."Hentikan pendarahannya dulu!" ucap seorang dokter pada petugas medis yang mendampinginya bertugas. Tiara terbaring tidak sadarkan diri. Alat pernapasan sudah di pasang untuk menyelamatkan nyawanya. Tapi darah segar terus keluar mengalir dari samping leher yang terluka cukup dalam karena tusukan benda tajam."Dia masih selamat, karena bukan organ dalam yang tertusuk, Tapi pendarahannya cukup banyak." celetuk dokter, terus berusaha menghentikan darah yang mengalir keluar dari leher Tiara.Tragedi berdarah telah terjadi saat makan malam, Tiara hendak menusukkan pisau tepat di tengah lehernya. Sagara menghardik, melompat menerjang tubuh sang istri hingga keduanya terjatuh di lantai yang dingin. Pisau itu memang tetap menusuk dan melukai leher Tiara. Namun bukan di tempat yang rawan...Disisi la
Tiga hari Tiara dirawat di rumah sakit, hingga kondisinya kian membaik. Selama masa pemulihan, Sagara terus mendampingi istrinya. Menjaga dan memperhatikan Tiara sepanjang waktu, namun kondisi mental Tiara belum benar-benar pulih sepenuhnya. Tiara sering kali melemparkan piring saat Sagara memberinya makan. Tiara menjadi seperti orang yang penuh ketakutan, jemarinya sering bergetar saat memegang alat makan. Setelah menjalani perawatan selama dua minggu, Sagara dan Tiara akhirnya menerima konseling pernikahan, keduanya sama-sama mulai memperbaiki Kembali hubungan suami istri yang sudah retak selama tiga bulan sebelumnya. Konseling terus dilakukan secara rutin, terutama untuk Sagara yang harus lebih bisa mengendalikan amarah dan pikiran negatif yang seringkali muncul dalam benaknya. Alfred memberikan kesempatan kedua pada Sagara. Ia sudah lama menganggap Sagara layaknya seperti anak kandung. Alfred menutup mulutnya rapat-rapat, jangan sampai nyonya besar Grace tahu soal masalah rumah
Kendaraan roda dua milik Yanti, sampai di persimpangan kios kecil yang menjual aneka bahan masakan. Kedatangan anak dan menantunya yang tiba-tiba, membuat Yanti keluar sore-sore, ingin menyiapkan hidangan spesial, terutama kepada menantunya yang seorang anak keluarga konglomerat. "Eh ada bu Yanti,,,,,tumben sore-sore keluar rumah buat belanja sayur." ujar salah satu emak-emak yang sudah lama menjadi tetangganya. "Halo bu Dian,,,, iya nih. Kebetulan anak sama mantu saya tiba-tiba datang ke rumah, jadi harus masak yang banyak deh." seru Yanti dengan wajah berseri-seri, ia sangat bersemangat mau menjamu menantunya dengan masakannya yang spesial. "Ooh ya,,,,,menantu konglomerat mu, mau bertamu ke gubuk kecilmu!!" Dian nampak tercengang. Kemudian menggoyangkan tangan kanannya, sembari memamerkan gelang dan cincin emas yang baru dibelikan suami. Yanti pun jadi mengerenyitkan dahi saat melihat gerakan tangan Bu Dian, 'Oh. ceritanya dia mau balas dendam gara-gara kemarin aku pakai ta
'Kukuruyukkkk!!'Pagi subuh telah tiba, suara ayam berkokok membuat Tiara terbangun dari tidurnya, suara ayam yang ia rindukan di suasana pagi-pagi buta. Rumah orangtuanya masih terletak di pinggiran kota Jakarta, suasananya masih asri, masih banyak pepohonan dan perkebunan. Rata-rata tetangganya memiliki pekarangan rumah yang cukup luas, jadi beberapa dari mereka memelihara ayam.Berbeda jauh dengan suasana istana milik suami, tiap pagi tidak ada suara ayam berkokok. Sebagai nyonya rumah pun, Tiara tidak tahu menahu siapa tetangganya. Bahkan melihat mereka saja tidak pernah.Sambil memikirkan itu semua, Tiara membuka perlahan kedua matanya, Samar-samar ia melihat langit-langit kamar tidur kediaman orangtuanya.Sebuah tangan tegas masih mengurungnya. Tiara mau bergerak kesamping namun tidak bisa. Sagara tidur sambil memeluknya. Maklum ukuran tempat tidur saat ini, setengah ranjang king size. Mau tidak mau harus tidur merapat dengan suaminya.Tiara menyingkirkan tangan Sagara. Satu kak
"Rangga! Kamu ngapain pergi kesana!" teriak Dian yang panik, segera mengejar anaknya yang tiba-tiba saja keluar dan berjalan cepat menuju kerumunan ibu-ibu."Aduh! Bahaya! Anak gua bisa jadi bahan gunjingan tetangga!" gumam Dian, namun tidak berani menyusul putranya..."Sudah ya tante, kami ijin pamit, mau beli sarapan." Tiara pamit, menggandeng tangan suaminya agar segera pergi dari kerumunan para ibu-ibu yang masih ingin berfoto ria."Tiara!"panggil Rangga dari kejauhan, berjalan menghampiri.Sagara langsung melirik ke arah pria muda yang baru saja datang."Rang, Rangga!" Tiara nampak terkejut melihat kedatangan Rangga.Spontan Sagara memicingkan matanya melihat kedatangan Rangga. Ia sangat yakin, pria ini pasti mantan pacar istrinya saat SMA. Wajahnya sama persis dengan album di foto milik istrinya.Dengan nafas tersengal , Rangga berhasil menahan sang mantan. "Ha...ha...halo...Tia." panggilan akrab yang dulu, Rangga berupaya mengatur nafasnya."Rangga, lama tidak jumpa." sapa T
Setelah selesai berkonsultasi dengan sang dokter psikiater, Sagara membawa sang istri ke sebuah mall."Honey, tunggulah disini dulu, ada klien yang tiba-tiba mau bertemu denganku, ini kartu kredit untukmu, gunakanlah sesuka hatimu." ucap Sagara sembari memberikan kartu hitam kepada istrinya."Mas, ketemu kliennya lama?" tanya Tiara, mengingat malam ini, ia dan suaminya masih menginap di rumah orangtuanya. Tiara tidak ingin pulang malam-malam membuat kedua orangtuanya jadi menunggu hingga larut."Tenang saja, metting ku cuma sampai jam tiga sore kok. habis itu kita makan malam di rumah orangtuamu." "Hmm, baiklah, nanti aku akan menunggu mas di sebuah cafe." Tiara setuju dan tersenyum pada suaminya.Setelah sepakat, Tiara pun keluar dari dalam mobil suaminya. Ia langsung masuk ke dalam mall, dan berbelanja banyak barang untuk keluarganya."Mama pasti suka sama tas branded ini, ah iya aku harus berikan hadiah jam tangan untuk papa dan Yunus." ucap Tiara dengan riang saat berbelanja di d
"Honey...kamu masih di Cafe...?? Aku baru saja selesai meeting..." Sagara berjalan memasuki mall sambil menelepon istrinya."Oke aku lagi otw jalan kesana, kamu lagi sama siapa..??" tanya Sagara ditelepon, sekilas mendengar suara orang lain"Oo..teman, ya sudah tunggu saja disana, aku jemput" lanjut Sagara, lalu mematikan ponselnya.Sagara pun mempercepat langkahnya, tidak sabar ingin segera pulang dan menikmati masakan ibu mertuanya, mengingat hubungan mereka mulai semakin membaik dan intim seperti sediakala...'Cring.' suara bell pintu cafe di saat Sagara membuka pintu, dan langsung melihat keberadaan istrinya."Selamat datang." sapa pelayan Cafe.Namun langkah kaki Sagara terhenti, saat melihat tiara sedang duduk berdua saja dengan mantannya Rangga, pria yang ia temui tadi pagi saat mau membeli sarapan.Istrinya terlihat sedang asik sekali mengobrol dengan si mantan, mereka tertawa bercanda. Sudah lama Sagara tidak melihat senyum cerah dari wajah Tiara, seketika hatinya jadi tera
Plak.."Hei! Jangan kurang aja kamu!" Tiara menepis kasar tangan yang mulai menggerayangi pahanya."Loh... Bukan kah ini yang kamu mau, makanya dari tadi terus menggodaku," pemuda itu menyeringai, membasahi bibirnya dengan lidah.Tiara pun menjadi ketakutan.Cepat-cepat ia beranjak dari sana lantaran tidak tahan lagi melihat tatapan kurang ajar dari pemuda brondong yang baru ia temui.Saat berjalan dalam keadaan sempoyongan Tiara malah menabrak seorang pria.Brukk..“Ah, ma-maaf, aku gak sengaja!” ucap Tiara, yang tak ingin orang yang ditabraknya itu marah. Namun, bukannya marah. Malah hal yang tak terduga pun dialami Tiara malam itu."Mas!!""Ti... Tiara!!""Hei nona, mana bisa kau pergi begitu saja!" sang pemuda brondong mengejar Tiara, dan langsung menahan lengan Tiara, dan hal itu membuatnya cukup kesal. Terlebih lagi, si pemuda brondong itu meneliti tubuhnya dengan tatapan kurang ajar nan mesum, membuat Tiara semakin risih.“Apa yang kau lakukan! Lepaskan aku!” pekik Tiara semba
"Ini kesempatan kita," ucap Reni sambil memakai lipstik nya."Siapa tahu salah satu dari brondong itu, bisa jadi suami masa depan kita." seru Hana, memakai bedak.Tiara tertawa. "Jangan terlalu berharap, mereka itu masih mahasiswa, umur mereka masih 4 tahun di bawah kita, kerja saja belum, uang jajan masih dari orangtua, mau kasih makan apa kalau menikah." cebik Tiara."Ciee, ehem... Yang sudah janda memang beda, tapi mereka itu anak-anak orang kaya loh..." kekeh Reny."Aku sudah tidak peduli, mantan suamiku yang pertama juga anak konglomerat," seru Tiara."Sudahlah Beb... Jangan terlalu serius malam, ini kita senang-senang saja sama mereka, jangan pikirkan lagi soal dua mantan suamimu yang s*alan itu, lebih baik main-main sama brondong, say..." Hana menepuk pundak Tiara."Yahh... Kalian berdua benar, aku butuh hiburan bukan kepastian." ucap Tiara bercanda."Yuk gas, kita taklukkan para brondong itu malam ini." ucap Reny dengan semangat menggebu-gebu.Ketiganya keluar dari toilet dan
"Mas, Aku mau membatalkan pernikahan kedua kita, tolong jangan paksa aku."Kata-kata Tiara seperti petir yang menyambar jiwa Sahara, membuat dirinya terdiam. Apalagi saat Tiara bercerita soal Linda.Wajahnya langsung pucat pasi. Semua kebohongan yang selama ini ia bangun kini terungkap begitu saja. Tiara tahu. Tiara sudah tahu segalanya."Mas, kenapa?" suara Tiara pecah. "Kenapa kamu tega menyembunyikan hal ini dariku? Kenapa kau tidak mau jujur soal hubunganmu dengan Linda!!"Sagara jadi diliputi rasa bersalah. Ia ingin berkata sesuatu, namun kata-kata itu terasa terjebak di tenggorokannya."Honey, aku... aku tidak tahu harus bagaimana. Kalau aku cerita soal Linda, kamu pasti tidak mau rujuk sama aku, aku juga takut kamu akan membenciku. Yang aku inginkan sejak dulu hidup bersama denganmu dan Satria, anak kita!""Jangan jadikan Satria sebagai alasan!!" pekik Tiara."Jadi, kamu pikir menyembunyikan semuanya adalah pilihan yang bijak? Aku bahkan tidak tahu kalau Mas melamar Linda lebih
Keesokan harinya.Ting tong...Ting tong...Seseorang memencet bel berkali-kali, Yanti yang baru bangun langsung membuka pintu rumahnya."Mama!!" teriak Tiara, sorot matanya berkaca-kaca."Tiara... Loh tumben kamu pulang, Nak?" Yanti tercengang tiba-tiba melihat kedatangan putrinya dan cucunya, ia juga melihat ada tiga koper yang dibawa oleh Tiara."Hiks... Huhuhuhu, Tiara pulang Ma." rengek Tiara memeluk erat ibunya, air matanya mengalir deras membasahi daster yang Yanti sedang kenakan.Tiara duduk terdiam di ruang tamu rumah orang tuanya, matanya masih sembab dan wajahnya pucat. Di hadapannya, ada ibu dan ayahnya yang sedang saling melirik dengan perasaan khawatir.Mereka sudah bisa menebak ada yang tidak beres ketika Tiara tiba-tiba pulang lebih awal dari rencananya, yang katanya sedang mempersiapkan pernikahan dengan Sagara."Mama, Papa… Maafkan Tiara, Tiara memang sangat bodoh." suara Tiara terhenti, napasnya tersendat. "Tiara... Tidak tahu harus cerita mulai dari mana."Yanti su
Tiara baru saja terbangun dari tidurnya yang nyenyak. Udara pagi yang sejuk dan sinar matahari yang menyelinap melalui tirai jendela memberikan suasana yang menenangkan.Setelah mandi dan bersiap, ia berjalan ke ruang makan, di mana anaknya sudah duduk sarapan ditemani pengasuhan. Satria menggerakkan sendok kecilnya dengan semangat, meski tidak semuanya sampai ke mulutnya.Tiara tersenyum melihat tingkah lucu anaknya yang selalu ceria di pagi hari. "Selamat pagi, Laras," sapa Tiara kepada pengasuh anaknya."Selamat pagi Nyonya..." seru Laras."Agii, Mama," sapa Satria, tersenyum lebar melihat ibunya. Tiara pun tersenyum lalu mencium kening Satria.Tiara duduk di sebelah anaknya dan mulai menyiapkan sarapan sederhana, diatas meja sudah tersedia roti panggang dengan selai kacang, juga segelas susu hangat."Apa semalam tuan tidak pulang, nyonya?" tanya Laras.Tiara menatapnya bingung. Pengasuh itu memang selalu sangat peduli dengan keadaan majikannya, lantaran sudah lama bekerja dengan G
Sagara memandang langit senja dengan tatapan kosong. Angin sore menyentuh wajahnya, tapi tak cukup kuat untuk mengusir kegelisahan yang menghantui."Linda masuk rumah sakit, Sagara. Percobaan bunuh diri." ia menerima kabar mencengangkan ini dari paman Alfred.Berita itu seperti sambaran petir bagi jiwanya, akhirnya ia memutuskan untuk menemui Linda, mantan wanitanya yang pernah ia lamar.Tentu saja hatinya kembali merasa terhukum dan menyesal, lantaran tega menghancurkan perasaan seseorang wanita yang amat mencintai dirinya.Begitu sampai di rumahnya sendiri, Sagara berlari secepat mungkin, langkahnya ringan meski perasaan di dalam dadanya berat.Pintu kamar terbuka perlahan, dan di sana, di atas ranjang, Sagara melihat Linda terbaring. Matanya terpejam, wajahnya pucat, namun bibirnya tersenyum tipis saat melihat Sagara memasuki ruangan."Linda..." suara Sagara serak, hampir tidak keluar.Mendengar suara Sagara, Linda membuka mata perlahan. "Sayang..., akhirnya kamu datang," gumamnya
Disebuah cafe yang tidak jauh dari rumah orangtua Tiara dan Yunus.Tiara duduk di sebuah meja kecil di sudut cafe, ditemani oleh adiknya, Yunus. Suasana cafe siang ini cukup ramai dengan musik lembut dan aroma kopi yang menyebar memenuhi udara."Yun, sudah lama ya kita gak duduk berdua seperti ini, terakhir kali mungkin dulu sebelum kakak menikah." ucap Tiara dengan suara pelan, memecah keheningan di antara mereka.Yunus mengangguk, matanya menatap cangkir kopi di tangannya. "Iya, Kak. Aku ingat. Sejak kakak menikah, kita jadi jauh gini, ya?" ucap Yunus lirih.Tiara menghela napas panjang. "Aku juga bingung, Yun. Dua pernikahan kakak penuh masalah, kamu sebagai adikku satu-satunya jadi terabaikan, maafkan kakak ya." ucap Tiara lalu menggenggam tangan adiknya.Yunus tersenyum lembut, meletakkan cangkir kopinya di atas meja. "Nggak! Kakak gak salah apa-apa sama Yunus, justru Yunus mau minta maaf gak pernah bisa bantu apa-apa kalau kakak sedang dalam masalah, padahal dari dulu aku suka s
Di hari Pernikahan Rangga dan Sonya.Tiara duduk dengan hati yang berdebar di ruang tamu rumah orang tuanya. Suasana siang ini terasa lebih sepi dari biasanya. Di hadapannya, sang ibu dan ayah duduk dengan wajah yang serius, seakan sudah bisa menebak apa yang akan Tiara katakan.Tiara menarik napas panjang. Ia sudah menyiapkan kata-kata, tapi tak ada satu pun yang bisa mengungkapkan perasaan yang kini sedang mengguncang hatinya. Ia ingin mengatakan semuanya dengan baik, tetapi rasanya tak ada kata yang cukup untuk menjelaskan keputusan besar yang hendak ia ambil."Mama, Papa... Tiara ingin minta restu," ucapnya dengan suara pelan, mencoba menguasai diri."Restu? Restu menikah?" tanya Yanti, masih tampak bingung.Tiara mengangguk sejenak, berusaha mencari kekuatan dalam dirinya. "Tiara ingin menikah lagi dengan Mas Sagara, ayah kandung Satria!" jawabnya dengan perlahan.Tiba-tiba ruangan itu terasa hening. Theo dan Yanti saling bertukar pandang. Sagara, mantan suami Tiara. Pria yang du
"Hahaha, lucu sekali anak ini." tawa ceria Rangga saat melihat status Instagram mantan istrinya.Rangga sedang duduk santai di sofa, ia menatap layar ponselnya membuka sosmed. Tak sengaja, ia menemukan sebuah video di Instagram milik Tiara. Biasanya, ia tak terlalu tertarik dengan unggahan-unggahan di media sosial, tetapi kali ini entah mengapa ia merasa ada yang berbeda.Video itu menunjukkan Satria si balita gembul itu sedang asik membuat bola-bola salju, lalu ada video pasukan pinguin juga Satria yang bertepuk tangan dengan mata membulat tanpa berkedip, video-video ini membuat hati Rangga semakin dihancurkan oleh rasa rindu.Setelah resmi berpisah, Rangga terpaksa membereskan barang-barangnya lamanya, sebelum menyimpan di dalam gudang, Rangga mulai membuka album foto lamannya.Rangga melihat kembali foto-foto saat Satria itu baru saja lahir, juga dirinya yang selalu merawat dan menyayangi layaknya anak kandung, kini tidak ada lagi istilah ayah angkat, toh salahnya telah tega mengab