"TIARA!"Yanti memekik terbangun dari mimpi buruknya."Astaga sayang! bikin kaget aja, kamu kenapa." seru Theo yang ikut terbangun, tak biasa Yanti bermimpi buruk kecuali itu sebuah pertanda.Yanti tersadar dirinya baru saja bermimpi buruk, sejenak ia duduk di bibir ranjang, memegangi kepala yang tiba-tiba pusing, dalam mimpi ia melihat putrinya yang sedang di siksa oleh seorang."Kenapa sayang? mimpi apa sampai keringat dingin begitu?" tanya Theo sembari memberikan segelas air putih pada istrinya.Yanti pun melirik suaminya, ia merasa enggan menceritakan soal mimpinya, takut sang suami bersikap lebay, itu kan hanya mimpi."Gak apa-apa kok pa, sepertinya aku cuma bermimpi buruk saja." jawab Yanti lesu, entah kenapa ia merasakan adanya firasat buruk."Mimpi apa kamu, ayo ceritakan?" Theo jadi penasaran."Mama cuma mimpi di kejar ular besar aja, yah namanya mimpi, udah yuk kita tidur lagi." ajak Yanti, tidak mau membahas panjang lebar."Eh! Tunggu kamu mimpi di kejar ular!" muka Theo la
"TIDAK!!"Tiara berterima putus asa, melihat hasil test kehamilan selalu garis dua, sudah berulang kali ia mencoba, hasilnya tetap sama.Kini ia sadar kalau dirinya tengah hamil mengandung anak suaminya. Kehadiran sang buah hati yang selalu ia nantikan bersama suaminya sejak bulan lalu, namun sang buah hati hadir disaat yang tak tepat.Perasaan getir kian menghantui jiwa Tiara, Paman Alfred menyarankan agar Tiara memberitahukan soal kehamilan dirinya pada Sagara. Namun ada rasa enggan, Hati kecilnya mengatakan 'Jangan..!!'...Keesokan pagi harinya.Tiara sedang duduk di meja makan, para pelayan menyiapkan sarapan seperti biasanya tanpa memandang curiga soal hubungan Nyonya dan Tuan mereka sedang tak baik-baik saja.Sagara pun nampak diam, hanya memandangi piring dengan roti panggang yang ada diatasnya."Mas, ayo di makan, nanti dingin." ucap Tiara berusaha tersenyum walaupun ada plester yang menempel di bibir dan dekat matanya, Tiara mencoba bersikap ramah seperti biasa.Hati Sagara
Tiara baru saja selesai melakukan visum. Namun Alfred segera menyuruh dia untuk menunggunya didalam mobil."Anda yakin! Saya bisa bantu lapor ke polisi kalau anda mau!" ucap tegas sang dokter yang ditemui Alfred."Maaf tapi untuk sementara ini, mau kami selesaikan secara kekeluargaan saja." ujar Alfred mencari alasan agar bisa cepat pergi."Tidak bisa pak! Anda ini kan ayahnya, masa tega membiarkan kemalangan menimpa putri anda. Mana bisa diselesaikan secara kekeluargaan, lihat hasil visum ini! Sudah parah sekali, apalagi kondisi putri anda sedang hamil 4 minggu, untung saja bayinya masih bisa bertahan." umpat sang dokter wanita sembari memijit pelipisnya.Alfred menelan kasar salivanya saat sang dokter menjelaskan kondisi mengenaskan yang dialami Tiara. Bagian kewanitaannya bengkak dan mengeluarkan sedikit darah, lalu terdapat banyak bekas gigitan di area dada hingga punggung. Belum lagi lebam di bagian pipi, mulut, dan dekat mata, pergelangan juga agak bengkak karena ikatan yang ken
Setelah beristirahat sejenak, sore harinya Alfred kembali pulang ke jakarta, membiarkan Tiara tinggal dengan adik perempuannya."Karena kamu sedang hamil, gunakan saja kamar yang ada di bawah, aku akan tidur di kamar atas." ucap Annisa, membantu Tiara memasukan koper ke dalam kamar."Terimakasih banyak, mbak Annisa, sudah mau menampung saya." Tiara merasa tak enak hati, menumpang tinggal, padahal bukan siapa-siapa."Kamu ini bicara apa, bang Alfred sudah menganggap mu seperti putrinya sendiri, jadi aku akan menganggap mu layaknya keponakanku sendiri." ujar Annisa."Te-terimakasih." Tiara terharu, tanpa adanya Paman Alfred dan kak Annisa, tiara tidak akan tahu harus berbuat apa."Tiara untuk sementara, gunakan saja ponsel lamaku ini, besok menghubungi keluarga kamu ya. Dan jangan pernah lagi hubungi suami kamu," ucap Annisa dengan tegas, sembari memberikan ponsel jadul miliknya."Baik."..Tiga hari telah berlalu semenjak pelarian Tiara."Lihat, luka lebam kamu sudah mulai memudar." A
"Dokter?""Dokter Rangga??"Puk!"I-iya!!""Hahaha maaf ya, bikin anda kaget, habis dari tadi saya perhatikan anda sering bengong, jangan-jangan Kamu mengkhawatirkan temanmu itu..??" dokter Fathia langsung bisa menebak.Sudah seminggu sejak Rangga tidak sengaja bertemu dengan Tiara. Sejak seminggu juga Rangga terus kepikiran soal Tiara. Kebetulan saja hari ini ia bertemu lagi dengan Tiara yang datang untuk mengontrol kandungannya."Aku merasa khawatir, tadi saat USG aku, lihat kondisi janinnya sangat tidak baik, padahal yang aku tahu suami Tiara itu seorang CEO, rasanya aneh saja bisa berobat ke rumah sakit di daerah pinggiran Bogor, Tiara juga datang tidak dengan suaminya." ucap Rangga yang sejak kemarin merasa curiga pada Tiara."Apa mungkin mereka sedang ada masalah pernikahan, aku perhatikan juga, temanmu itu sepertinya sedang stres berat, wajahnya selalu terlihat sedih dan murung, kamu tau kan kalau perasaan ibu hamil sangat berpengaruh sekali pada janinnya, aku takut kalau teman
Dua hari sudah berlalu sejak kejadian heboh di rumah sakit, Kini Rangga sudah mengetahui soal masalah rumah tangga Tiara, selama dua hari juga Rangga sulit tidur, ia terus saja kepikiran soal Tiara yang akan segera bercerai di saat kondisinya tengah hamil muda."Apa dia tahu kalau Tiara sedang mengandung??' pertanyaan yang terus saja muncul di benak Rangga.Saat ini Rangga sedang mengendarai mobilnya, ia hendak mengunjungi Tiara di rumah kak Annisa. Setelah kejadian ribut, kak Annisa datang meminta maaf pada Rangga, lalu memberikan alamat rumahnya pada Rangga, agar ia bisa sering mengunjungi Tiara guna membantunya pulih dari keterpurukan kondisi rumah tangganya yang tak baik-baik saja..."Hmm, ini rumah nomor 16, harusnya ini alamat Tiara tinggal." gumam Rangga sambil mengamati rumah kak Annisa dari dalam mobilnya.Sejenak Rangga terlebih dahulu memarkirkan mobilnya, lalu ia turun sambil membawa beberapa kantong belanjaan.'Tok....tok....tok...tok...tok.'"Permisi." sapa Rangga."Ko
"Anak kita sudah, ada di dalam perut kamu belum ya?", tanya Sagara, sembari mengecup perut rata istrinya."Mas geli ah, hmm, besok aku coba test deh." Tiara terkekeh, ia menyapu lembut rambut suaminya."Kamu mau anak cewek atau cowok?" tanya Sagara, sambil berbaring mendekap erat tubuh Tiara."Aku mau cowok aja biar ganteng kayak papanya." jawab Tiara, kepalanya bersandar nyaman di dada sang suami."Yah, padahal aku berharap kamu jawab cewek loh, aku mau anak yang manis dan imut kayak mamanya." Sagara menyeringai, mencubit gemas pipi tembem Tiara."Hahaha." Keduanya tertawa riang, diatas ranjang hangat mereka.Namun semua itu hanyalah sebuah kenangan yang tak akan terulang kembali..."Mas." Gumam Tiara dengan mata terpejam, sering kali ia memimpikan suaminya yang kejam, ada rasa rindu akan kehangatan yang dulu.Cairan bening keluar lagi dari matanya, perasaan sesak di dada terasa lagi, hatinya terasa perih dan pilu, jika mengingat kehangatan dan kekejaman dari suaminya."Hiks..hiks.
Satu bulan telah berlalu cepat. Tok, tok, tok. "Permisi", seru Rangga yang baru saja datang. "Dokter Rangga", sambut Tiara dengan riang, saat membukakan pintu. Rangga tersenyum senang, ia datang sambil membawakan sekantung makanan, untuk makan malam bersama. "Wah, pindahannya sudah beres semua? Sorry loh, aku gak sempat bantuin kamu." ucap Rangga, kedua mata menelisik tempat persembunyian Tiara yang baru. "Tidak usah minta maaf, tidak perlu repot-repot bantu juga, lagian barangku tidak banyak kok, cuma baju-baju saja, kebetulan rumah yang aku sewa ini sudah lengkap dengan perabotan, jadi cocok buatku tinggal sendirian." ucap Tiara santai. Tiara tak mau terus merepotkan kak Annisa, karena itu Tiara memutuskan untuk menyewa sebuah rumah yang letaknya dekat dengan rumah sakit tempat Rangga bekerja. Bukan rumah yang besar, hanya sebuah rumah sederhana, dengan dua kamar, dapur, dua kamar mandi kamar mandi. Paman Alfred membantu Tiara menjual beberapa perhiasan yang pernah di
Pov Sagara.Ciuman yang awalnya biasa saja itu berubah menjadi lumutan yang penuh gelora, hingga tanganku mulai menyikap pakaian tipis Tiara untuk bermain di area lain."Mas! Tunggu ini belum malam!" protes Tiara."Tapi, aku benar-benar tidak tahan, Honey. Ingin cepat-cepat punya anak lagi darimu." ucap ku sambil menatapnya untuk meminta izin pada Tiara.Mendengar ucapku yang memaksa, seketika rona di kedua pipi chubby Tiara pun terlihat jelas. Ia tidak berkata apapun, namun ia mengangguk pelan.Begitu aku mendapat izin dari Tiara, aku tentu tidak membuang waktuku. Aku langsung menggendongnya ke lantai atas tempat kami bersenggama tanpa henti.Aku menariknya lalu memaksanya berbaring di ranjang villaku yang berukuran king size. Tubuhku langsung menindihnya, lalu mulutku menyentuh mulut Tiara dengan tidak sabar.Bibir kenyal Tiara sungguh membuatku mulai kehilangan akal, aku pun terhisap kedalam lautan gairah, rasanya seperti tenggelam teraduk-aduk, semakin lama semakin dalam.Tak saba
Sagara duduk di balkon villa, ia menatap matahari yang perlahan naik merangkak dari balik pegunungan.Udara pagi di gunung terasa amat sejuk, namun hatinya dipenuhi dengan kehangatan kenangan yang datang begitu saja. Ia teringat pada hari perpisahannya dengan Linda, wanita yang pernah mengisi hari-harinya yang sepi dan terpuruk.Linda, dengan segala kehangatan dan cinta yang ia berikan, telah pergi meninggalkan dirinya. Sagara masih ingat betul malam itu, ketika mereka duduk bersama di ruang tamu, berdua dalam diam yang penuh dengan rasa sakit. Ada banyak hal yang tidak terucap, tapi hati mereka sudah sama-sama tahu, kalau inilah saatnya.*Flashback on."Maafkan aku sudah berbohong," ucap Linda, suaranya penuh kesedihan.Sagara menatapnya dengan sendu. "Maafkan aku, sudah mengecewakan dan menyakitimu dengan keputusan ini.Mendengar itu Linda tersenyum miris, matanya yang penuh emosi membuat Sagara semakin sedih. "Lebih baik aku mati, dari pada hidup tanpa menjadi pendampingmu.""Kita
Malam-malam di kantor polisi setempat, seorang petugas menyeruput kopi supaya matanya tetap melek saat bertugas malam di kantor.Brak!!Pintu terbuka sangat kencang. Si petugas terperanjat dari kursinya, dan hampir menumpahkan secangkir kopi yang baru ia seruputnya sedikit."PAK POLISI...!! TOLONG KAMi...!!" teriak Yanti dan Theo yang baru saja datang, wajah mereka nampak sangat khawatir dan panik."Kenapa ibu, bapak ada apa? Ada yang bisa saya bantu?" tanya si petugas polisi membetulkan seragamnya."Putri kami di culik pak...!!" pekik Yanti histeris."Hmm, baik... Segera akan saya buat laporan penculikan dan menghubungi polisi yang bertugas." ucapnya si petugas, ia langsung menyiapkan mesin tik-nya dan kertas.'Hari gini ada aje anak yang diculik malam-malam, nih orang tua gimana sih, gak bisa jaga anaknya apa,' pikir si petugas, tidak biasanya terjadi penculikan di daerah yang makmur ini, selama beberapa tahun daerah ini aman-aman saja, kalau ada pun cuma kasus copet yang ada di pas
Dengan segera, Sagara melumat bibir ranum Tiara dengan rakus. Sudah lama sekali dia merindukan kehangatan tubuh Tiara setelah berbulan-bulan berpisah."Tiara..." ucapnya lembut dan penuh hasrat yang menggelora. Tangannya meraih pinggang Tiara, ia menarik dan menempelkan tubuh mungil itu kedalam dekapannya."Mas! Tolong jangan!" ucapnya tegas.Namun Sagara tidak peduli, ia tidak mau berhenti, detak jantung Tiara terdengar bersahutan dengan suara detak jantung milik Sagara, yang menandakan keduanya sudah larut dalam pusaran arus gairah yang sudah lama tertahan.Dengan paksa Sagara mencium bibirnya, ia terus melumatnya habis bibir Tiara. Aliran air shower yang tiada henti membasahi tubuh polos mereka, segalanya jadi terasa licin dan basah.Tiara ingin menolak namun ciuman mantan suaminya. Namun ia tak mampu, ciuman dan sentuhan hangat Sagara menimbulkan sengatan listrik yang dashyat di sekujur tubuhnya, hingga tubuhnya jadi lemas tak bertenaga.Sagara tak mau berhenti, ia terus menghujan
Plak.."Hei! Jangan kurang aja kamu!" Tiara menepis kasar tangan yang mulai menggerayangi pahanya."Loh... Bukan kah ini yang kamu mau, makanya dari tadi terus menggodaku," pemuda itu menyeringai, membasahi bibirnya dengan lidah.Tiara pun menjadi ketakutan.Cepat-cepat ia beranjak dari sana lantaran tidak tahan lagi melihat tatapan kurang ajar dari pemuda brondong yang baru ia temui.Saat berjalan dalam keadaan sempoyongan Tiara malah menabrak seorang pria.Brukk..“Ah, ma-maaf, aku gak sengaja!” ucap Tiara, yang tak ingin orang yang ditabraknya itu marah. Namun, bukannya marah. Malah hal yang tak terduga pun dialami Tiara malam itu."Mas!!""Ti... Tiara!!""Hei nona, mana bisa kau pergi begitu saja!" sang pemuda brondong mengejar Tiara, dan langsung menahan lengan Tiara, dan hal itu membuatnya cukup kesal. Terlebih lagi, si pemuda brondong itu meneliti tubuhnya dengan tatapan kurang ajar nan mesum, membuat Tiara semakin risih.“Apa yang kau lakukan! Lepaskan aku!” pekik Tiara semba
"Ini kesempatan kita," ucap Reni sambil memakai lipstik nya."Siapa tahu salah satu dari brondong itu, bisa jadi suami masa depan kita." seru Hana, memakai bedak.Tiara tertawa. "Jangan terlalu berharap, mereka itu masih mahasiswa, umur mereka masih 4 tahun di bawah kita, kerja saja belum, uang jajan masih dari orangtua, mau kasih makan apa kalau menikah." cebik Tiara."Ciee, ehem... Yang sudah janda memang beda, tapi mereka itu anak-anak orang kaya loh..." kekeh Reny."Aku sudah tidak peduli, mantan suamiku yang pertama juga anak konglomerat," seru Tiara."Sudahlah Beb... Jangan terlalu serius malam, ini kita senang-senang saja sama mereka, jangan pikirkan lagi soal dua mantan suamimu yang s*alan itu, lebih baik main-main sama brondong, say..." Hana menepuk pundak Tiara."Yahh... Kalian berdua benar, aku butuh hiburan bukan kepastian." ucap Tiara bercanda."Yuk gas, kita taklukkan para brondong itu malam ini." ucap Reny dengan semangat menggebu-gebu.Ketiganya keluar dari toilet dan
"Mas, Aku mau membatalkan pernikahan kedua kita, tolong jangan paksa aku."Kata-kata Tiara seperti petir yang menyambar jiwa Sahara, membuat dirinya terdiam. Apalagi saat Tiara bercerita soal Linda.Wajahnya langsung pucat pasi. Semua kebohongan yang selama ini ia bangun kini terungkap begitu saja. Tiara tahu. Tiara sudah tahu segalanya."Mas, kenapa?" suara Tiara pecah. "Kenapa kamu tega menyembunyikan hal ini dariku? Kenapa kau tidak mau jujur soal hubunganmu dengan Linda!!"Sagara jadi diliputi rasa bersalah. Ia ingin berkata sesuatu, namun kata-kata itu terasa terjebak di tenggorokannya."Honey, aku... aku tidak tahu harus bagaimana. Kalau aku cerita soal Linda, kamu pasti tidak mau rujuk sama aku, aku juga takut kamu akan membenciku. Yang aku inginkan sejak dulu hidup bersama denganmu dan Satria, anak kita!""Jangan jadikan Satria sebagai alasan!!" pekik Tiara."Jadi, kamu pikir menyembunyikan semuanya adalah pilihan yang bijak? Aku bahkan tidak tahu kalau Mas melamar Linda lebih
Keesokan harinya.Ting tong...Ting tong...Seseorang memencet bel berkali-kali, Yanti yang baru bangun langsung membuka pintu rumahnya."Mama!!" teriak Tiara, sorot matanya berkaca-kaca."Tiara... Loh tumben kamu pulang, Nak?" Yanti tercengang tiba-tiba melihat kedatangan putrinya dan cucunya, ia juga melihat ada tiga koper yang dibawa oleh Tiara."Hiks... Huhuhuhu, Tiara pulang Ma." rengek Tiara memeluk erat ibunya, air matanya mengalir deras membasahi daster yang Yanti sedang kenakan.Tiara duduk terdiam di ruang tamu rumah orang tuanya, matanya masih sembab dan wajahnya pucat. Di hadapannya, ada ibu dan ayahnya yang sedang saling melirik dengan perasaan khawatir.Mereka sudah bisa menebak ada yang tidak beres ketika Tiara tiba-tiba pulang lebih awal dari rencananya, yang katanya sedang mempersiapkan pernikahan dengan Sagara."Mama, Papa… Maafkan Tiara, Tiara memang sangat bodoh." suara Tiara terhenti, napasnya tersendat. "Tiara... Tidak tahu harus cerita mulai dari mana."Yanti su
Tiara baru saja terbangun dari tidurnya yang nyenyak. Udara pagi yang sejuk dan sinar matahari yang menyelinap melalui tirai jendela memberikan suasana yang menenangkan.Setelah mandi dan bersiap, ia berjalan ke ruang makan, di mana anaknya sudah duduk sarapan ditemani pengasuhan. Satria menggerakkan sendok kecilnya dengan semangat, meski tidak semuanya sampai ke mulutnya.Tiara tersenyum melihat tingkah lucu anaknya yang selalu ceria di pagi hari. "Selamat pagi, Laras," sapa Tiara kepada pengasuh anaknya."Selamat pagi Nyonya..." seru Laras."Agii, Mama," sapa Satria, tersenyum lebar melihat ibunya. Tiara pun tersenyum lalu mencium kening Satria.Tiara duduk di sebelah anaknya dan mulai menyiapkan sarapan sederhana, diatas meja sudah tersedia roti panggang dengan selai kacang, juga segelas susu hangat."Apa semalam tuan tidak pulang, nyonya?" tanya Laras.Tiara menatapnya bingung. Pengasuh itu memang selalu sangat peduli dengan keadaan majikannya, lantaran sudah lama bekerja dengan G