Saat menunggu mobilnya selesai diganti ban, tanpa sengaja Raga mendengar bunyi perut Arga. Dia pun menoleh ke arah Arga yang tengah memegangi perutnya yang lapar."Kamu lapar? Mau makan dulu? Yuk!" ajak Raga. Sungguh, tidak ada kata dendam ataupun kebencian dari mulut Raga. Bahkan dia merasa prihatin dengan kondisi Arga saat ini.Karena sudah tidak tahan lagi menahan lapar, Arga menerima ajakan Raga walaupun dia sedikit malu. Kebetulan tak jauh dari tempat mereka saat ini ada warung Padang. Di sanalah mereka makan bersama.Selesai mereka makan, ternyata mobil Raga juga sudah siap. Berangkat lah mereka bersama-sama naik mobil Raga. Tak ada sedikitpun percakapan diantara keduanya. Hingga sampailah mereka di tempat tinggal Raga yang dulu. Tempat tinggal Tante Ria juga."Kenapa kemari?" tanya Arga lirih."Ayo turun! Nanti kamu juga akan tahu," pinta Raga sembari melepas sabuk pengaman yang dia kenakan. Arga pun mengikuti dibelakang Raga. Sungguh, seperti flashback ke masa lalu dimana d
Hari yang ditunggu Nirmala telah tiba. Hari ini sidang perceraiannya yang pertama. Tentu saja dia sangat gugup karena dia baru pertama kali menghadapi persidangan."Tenang, gak usah gugup, Dek. Abang dan Kakakmu akan selalu bersamamu," ujar Kak Aisyah memberikan semangat untuk Nirmala."Terima kasih, ya, Kak. Tanpa kalian, Nirmala gak akan kuat untuk berdiri lagi." Nirmala memeluk erat kakak iparnya itu. "Ya sudah, ayo kita berangkat!" ajak Ridwan memecah keharuan kedua perempuan itu.Semakin dekat dengan pengadilan agama, jantung hati Nirmala semakin berdetak kencang. Dia takut jika nantinya, Arga akan mempersulit Nirmala."Bismillahirrahmanirrahim! Semoga Mas Arga tidak akan membuat masalah dan semoga Mas Arga mau datang. Aamiin!" Doa Nirmala dalam hati. Ridwan sudah menyewa pengacara untuk membantu perceraian adiknya itu. Dan pengacara itu sudah menunggu mereka.Karena banyaknya bisnis yang digeluti Ridwan, mudah baginya meminta bantuan temannya yang punya kenalan pengacara."Nan
"Bismillahirrahmanirrahim! Ini memang keputusan yang tepat agar Nirmala bisa bahagia. Ayo Arga, kamu jangan lemah!" ucap Arga pada dirinya sendiri.Dengan langkah mantap, Arga masuk ke pengadilan agama seorang diri tanpa didampingi oleh pengacara. Saat masuk ke dalam ruang sidang, matanya menatap sosok istri yang sudah sejak lama dia tinggal. Bahkan sejak masih tinggal bersama selalu dia sakiti secara verbal.Mata mereka beradu tapi tak sedikitpun ada pembicaraan di antara mereka berdua. Sidang pun berjalan lancar. Tak ada tuntutan apapun dari kedua belah pihak dan mereka berdua sepakat untuk bercerai."La, maafkan semua kesalahanku, ya. Aku harap setelah ini, kamu akan lebih bahagia," ucap Arga. Dia menghampiri Nirmala setelah sidang selesai."Maafkan kesalahanku juga selama menjadi istrimu, Mas. Semoga tidak ada dendam setelah ini dan Mas Arga bisa menjadi pribadi yang lebih baik. Aamiin!""Aamiin!" sahut Arga. Setelah itu, Arga berpamitan untuk pulang lebih dahulu. Satu Minggu la
Arga benar-benar sudah ikhlas dengan nasib pernikahannya dengan Nirmala. Dia sudah tidak ingin membuat Nirmala menderita tanpa kejelasan status.Saat sidang berlangsung, Arga tidak begitu banyak bicara. Bahkan dia juga ikut setuju untuk mempercepat proses perceraian itu.Setelah meminta maaf pada Nirmala, Arga pamit terlebih dahulu meninggalkan ruang sidang itu. Baru saja dia hendak keluar dari kantor pengadilan agama, ada yang memanggilnya."Mas Arga!" Suara laki-laki terdengar dari belakangnya.Arga menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang. Terlihat ada seorang laki-laki yang berjalan menghampirinya."Kamu, kan ....?" Ucapan Arga menggantung.Laki-laki itu tersenyum dan berkata," Iya, saya pengacara Nirmala tadi."Ternyata Farhan buru-buru berpamitan pada Nirmala karena hendak menyusul Arga. Ada hal yang ingin dia sam
"Mas Arga! Tolong, Pak! Tolong, Bu! Tolong panggilkan ambulans!" seru Nirmala."Bang ... Bang Ridwan!" Nirmala berlari ke arah kakaknya dengan tak kuasa menahan air mata."Kamu kenapa, La? Ada apa? Di sana ada apa? Kenapa kamu sampai nangis begini?" tanya Ridwan yang panik melihat adiknya menangis."Iya, La, kenapa kamu menangis?" sambung Aisyah yang tak kalah panik."Mas Arga, Bang ... Mas Arga!" Tangisan Nirmala semakin kencang. Tangannya menunjuk ke arah kerumunan."Dek, tenangkan Nirmala. Abang mau lihat ke sana," kata Ridwan pada istrinya."Iya, Bang."Setelah tahu yang terjadi di sana, Ridwan juga ikut terkejut. Tak lama kemudian ada mobil ambulans datang dan membawa Arga ke rumah sakit.***"Pasien atas nama Arga!" seru seorang perawat yang baru saja keluar dari ruang tindakan
"Pasien saat ini masih belum sadarkan diri. Luka tusukannya cukup dalam dan korban kehilangan banyak darah. Kita tunggu saja sampai kami observasi perkembangan selanjutnya," terang Dokter berbadan tambun itu."Astaghfirullah al'adzim! Baik, Dok, terima kasih."Nirmala tak bisa berkata-kata. Dia turut prihatin dengan kejadian yang menimpa yang menimpa Arga. Alhamdulillah kakaknya mau membantu Arga dengan membayar biaya rumah sakit.Nirmala membantu Arga bukan karena masih cinta padanya. Sebagai seseorang yang pernah mengisi hatinya, dia melakukan hal itu sebagai wujud kemanusiaan saja.Dua jam setelah tindakan, Arga tak kunjung sadar. Bahkan dia sempat kejang dan membuat Nirmala panik."Dok! Dokter ... tolong!" teriak Nirmala keluar dari ruangan Arga.Dokter dan perawat berhamburan ke dalam dan Nirmala diminta untuk menunggu lagi di luar ruangan.
Sementara di ruangan Arga, dia masih belum sadarkan diri. Dalam kondisi tidak sadar, Arga bermimpi. Dalam mimpinya itu, Arga bertemu seorang wanita yang dulu pernah dia kenal."Dara?" seru Arga. Dia tak percaya bertemu kembali dengan Dara.Dara tersenyum sambil menangis pada Arga. Wajah Dara masih sama seperti dulu saat Arga pertama kali bertemu dengannya."Kenapa kamu menangis?" Arga mencoba duduk dekat dengan Dara di sebuah bangku berwarna putih.Dara menggunakan gaun berwarna putih pula. Wajahnya tampak pucat dan rambut panjangnya tergerai."Kamu apa kabar, Dara? Maafkan aku yang pergi meninggalkanmu," ucap Arga.Saat Arga mencoba memegang tangan Dara. Tangan Dara sangat dingin seperti es. Tiba-tiba, Dara menarik tangannya yang dipegang oleh Arga."Kamu kenapa, Dara? Kamu tidak apa-apa, kan? Kenapa tanganmu dingin?"
"Ra, Mas janji akan membuat Arga menderita lebih dari yang dia lakukan padamu," ucap Farhan di sebuah batu nisan yang bertuliskan nama Dara Adinda.Dara Adinda adalah adik satu-satunya yang dia miliki setelah kepergian kedua orang tua Farhan. Dara anak yang baik dan penurut. Tapi, semua berubah ketika Dara mengenal Arga saat masih sekolah menengah dulu.(Flashback)"Maafkan Dara, Yah! Jangan usir Dara dari sini, Yah!" Dara bersimpuh di kaki cinta pertamanya itu.Dara baru saja ditampar berkali-kali oleh ayahnya karena dia hamil padahal saat itu Dara kelas tiga SMA.Sang Ibu tidak bisa berbuat banyak. Dia hanya bisa menyaksikan kebrutalan suaminya menghajar Dara. Saat itu Farhan tidak ada di rumah. Dia tengah menempuh pendidikan sarjana hukumnya di luar kota."Sudah, Yah! Kasihan Dara. Bagaimanapun juga Dara itu anak kita, Yah," rengek Ibu Dara kar