Sementara di ruangan Arga, dia masih belum sadarkan diri. Dalam kondisi tidak sadar, Arga bermimpi. Dalam mimpinya itu, Arga bertemu seorang wanita yang dulu pernah dia kenal.
"Dara?" seru Arga. Dia tak percaya bertemu kembali dengan Dara.
Dara tersenyum sambil menangis pada Arga. Wajah Dara masih sama seperti dulu saat Arga pertama kali bertemu dengannya.
"Kenapa kamu menangis?" Arga mencoba duduk dekat dengan Dara di sebuah bangku berwarna putih.
Dara menggunakan gaun berwarna putih pula. Wajahnya tampak pucat dan rambut panjangnya tergerai.
"Kamu apa kabar, Dara? Maafkan aku yang pergi meninggalkanmu," ucap Arga.
Saat Arga mencoba memegang tangan Dara. Tangan Dara sangat dingin seperti es. Tiba-tiba, Dara menarik tangannya yang dipegang oleh Arga.
"Kamu kenapa, Dara? Kamu tidak apa-apa, kan? Kenapa tanganmu dingin?"
"Ra, Mas janji akan membuat Arga menderita lebih dari yang dia lakukan padamu," ucap Farhan di sebuah batu nisan yang bertuliskan nama Dara Adinda.Dara Adinda adalah adik satu-satunya yang dia miliki setelah kepergian kedua orang tua Farhan. Dara anak yang baik dan penurut. Tapi, semua berubah ketika Dara mengenal Arga saat masih sekolah menengah dulu.(Flashback)"Maafkan Dara, Yah! Jangan usir Dara dari sini, Yah!" Dara bersimpuh di kaki cinta pertamanya itu.Dara baru saja ditampar berkali-kali oleh ayahnya karena dia hamil padahal saat itu Dara kelas tiga SMA.Sang Ibu tidak bisa berbuat banyak. Dia hanya bisa menyaksikan kebrutalan suaminya menghajar Dara. Saat itu Farhan tidak ada di rumah. Dia tengah menempuh pendidikan sarjana hukumnya di luar kota."Sudah, Yah! Kasihan Dara. Bagaimanapun juga Dara itu anak kita, Yah," rengek Ibu Dara kar
'Untuk Mas Farhan dan Ibu.Maafkan Dara karena sudah menjadi penyebab kematian Ayah. Dara sangatlah menyesal karena hal itu. Keb*dohan Dara membuat keluarga ini menderita. Dara janji setelah ini kalian tidak akan kesulitan lagi merawat Dara. Maafkan Dara, Mas Farhan! Dara sayang sama Mas Farhan dan juga Ibu. Dara titip anak Dara, ya Mas.Mas ... suatu hari nanti, jika Mas Farhan bersedia, carilah orang yang bernama Arga. Fotonya ada di dalam dompet Dara yang ada di laci meja. Dia adalah ayah dari anak Dara. Laki-laki br*ngs*k itu yang telah menodai Dara.Dara sudah mencoba menghubungi dan mendatanginya di rumah kontrakannya. Tapi ternyata, mereka sudah pindah dan tak ada satupun tetangga yang tahu keberadaan mereka.Terima kasih untuk kasih sayang Ibu dan juga Mas Farhan. Maafkan Dara jika Dara harus pergi dengan cara seperti ini.'Air mata Farha
Farhan semakin tak sabar menunggu sidang pertama klien barunya itu. Dia gak sabar ingin tahu jika Arga yang ada dalam surat itu samakah dengan Arga yang dia cari selama ini."Aku harus bersiap untuk besok," gumam Farhan.Semalaman, Farhan pun tidak nyenyak karena memikirkan jika Arga itu Arga yang sama dengan yang dimaksud Dara.Pikirannya melayang dan memikirkan akan berbuat apa jika memang itu Arga yang telah menghamili Dara. Farhan pun sudah berkomunikasi dengan Ridwan. Mereka janjian akan langsung bertemu di pengadilan. Keesokan harinya, Farhan sudah siap pagi-pagi sekali karena memang semalaman tidak bisa tidur. Farhan pergi ke pengadilan dengan mengendarai mobilnya seorang diri. Semuanya sudah siap dan dia yakin kalau urusan kliennya ini akan selesai tanpa hambatan.Sesampainya di pengadilan agama, Farhan bertemu dengan Ridwan dan juga Nirmala. Setelah basa-basi sebentar, mereka masuk ke dalam ruang sidang."Arganya sudah datang, Mbak Nirmala?" tanya Farhan basa-basi. "Belum
Malam harinya, Farhan tak bisa tidur. Perasaan bersalahnya semakin menjadi. Bahkan dia tidak tahu keadaan Arga setelah dia tusuk. "Apa dia selamat? Kalau dia sampai meninggal, betapa berdosanya aku," gumam Farhan seorang diri. Saat menjelang subuh, Farhan akhirnya bisa terlelap. Dalam tidurnya, Farhan bermimpi bertemu dengan ayahnya. Ayah yang selalu mengajarinya berbuat baik dan tidak pendendam. "Ayah ..." lirih Farhan.Ayah Farhan saat itu mengenakan pakaian yang serba putih dengan peci putih di kepalanya. "Kamu sudah berbuat salah, Nak. Tak sepantasnya kamu berbuat seperti itu," ucap sang Ayah."Berbuat apa, Yah?" Farhan seolah tak paham maksud ayahnya."Membalas perbuatan jahat orang lain kepada itu tidaklah dibenarkan, Farhan. Sadarlah dan bertobatlah!"Tiba-tiba sang Ayah menghilang dari pandangannya. Saat itu juga Farhan terbangun dengan wajah penuh keringat.Farhan bangkit dan pergi ke dapur untuk mengambil air minum. Tenggorokannya kering dan untuk menenangkan hatinya."B
Nirmala tidak begitu menanggapi ucapan Zaki yang mau datang ke rumahnya kalau sudah pulang kerja. Dia menganggap hal itu biasa saja karena memang sekarang Zaki lebih sering ke rumahnya untuk mengantar cucian.Nirmala sempat mengatakan pada Zaki untuk langsung mengantar ke outlet barunya. Tapi dia selalu menolak dengan alasan tidak sempat.Jadilah setiap pagi Nirmala ke outlet dengan membawa pakaian kotor milik Zaki. Zaki memang masih tinggal di tempat kos. Tapi, beberapa hari yang lalu, Mama Zoya memintanya untuk pulang lewat Fano. "Ada apa, sih, Fan? Aku sudah nyaman tinggal di sini," tolak Zaki saat itu."Katanya ada yang penting, Mas. Tadi Mama juga nangis lho, Mas. Pulang lah, Mas! Sebentar aja, ya?" bujuk Fano. Dengan segala pertimbangan, akhirnya Zaki mau pulang ke rumah tapi hanya untuk menemui Mama Zoya saja. Untuk tinggal di sana lagi, Zaki masih belum memikirkan hal itu, walaupun itu rumahnya sendiri."Baiklah." Jadilah malam itu Zaki pulang ke rumahnya bersama Fano. Hany
Zaki melewati hari-hari selanjutnya penuh kebahagiaan lagi. Hubungannya dengan Mama Zoya semakin harmonis, sehingga dia memutuskan untuk kembali lagi ke rumah.Suatu hari, Zaki bertemu dengan Nirmala di rumah sakit. Dia pun berjanji untuk datang ke rumah Nirmala karena hendak membicarakan sesuatu.Sore itu, Zaki menepati janjinya. Sepulang dari rumah sakit, dia tidak langsung pulang. Sebelum sampai di rumah Nirmala, dia tidak lupa membeli buah tangan berupa buah dan juga kue."Semoga kamu suka, La," ucapnya sembari tersenyum.Niatan yang sudah lama dia pendam, hari ini akan diungkapkan oleh Zaki. Dengan harapan dia mendapat jawaban yang membahagiakan. Terlebih lagi Zaki tahu jika Nirmala sebentar lagi resmi bercerai dari suaminya."Lho, bukannya itu mobilnya Raga, ya? Ada apa dia kemari?" gumam Zaki.Saat Zaki sampai di depan rumah Nirmala, ada sebuah mobil yang sangat dia kenal. Rasa penasaran muncul dalam hati Zaki karena sudah lama dia tidak mendengar kabar Raga setelah kematian Nu
Nirmala menatap abangnya bingung. Dia seolah memberi kode agar Ridwan menjawab pertanyaan Zaki itu. "Abang menyambut niat baik Zaki itu. Tapi, mohon maaf sekali Zaki, untuk saat ini, Nirmala tengah dilamar oleh seseorang juga dan Nirmala belum memberikan jawabannya. Jadi, tidak elok dan kurang pantas rasanya jika Nirmala dilamar lagi oleh orang lain," ujar Ridwan menjelaskan tanpa menyebut nama Raga sebagai orang yang melamar Nirmala.Wajah Zaki tiba-tiba berubah dengan cepat saat Ridwan berkata seperti itu."Raga?" Kata itu keluar dari mulut Zaki.Alasan kuat yang membuatnya menyebut nama itu perkataan Raga sebelum pulang. "Iya, Mas. Mohon maaf sekali," sahut Nirmala."Gak apa-apa aku paham, La. Tidak boleh seorang perempuan yang sedang dalam proses lamaran, dilamar lagi oleh orang lain. Aku hanya bisa mendoakan semoga kamu mendapatkan jodoh yang terbaik. Aamiin!" Walaupun kecewa, Zaki tetap mendoakan yang terbaik untuk Nirmala. Mungkin memang Zaki belum berjodoh dengan Nirmala, b
"Aduh, sakit! Tuh, kan, Ma ... Mas Zaki suka gitu orangnya," adu Fano. Lidahnya dijulurkan ke arah Zaki bermaksud mengejek kakaknya."Sudah ... sudah! Kok malah kalian yang berantem, sih? Kamu juga Fano, sukanya ikut campur. Kamu sendiri gimana sama Nadira? Jadi nikah gak? Mama sekarang gak masalah mau siapa dulu diantara kalian berdua yang menikah duluan.""Ntar dulu aja, deh, Ma. Fano masih ada kasus besar yang harus diungkap. Setelah itu, nanti Fano pikirkan lagi," balas Fano sambil meringis menunjukkan giginya yang putih dan tersusun rapi."Kasus besar? Kasus apa, Fan? Kamu yang hati-hati kalau berbuat apapun. Jangan sampai kamu kenapa-napa, ya, Fan," sahut Mama Zoya.Tiba-tiba Mama Zoya merasa khawatir dengan keselamatan Fano. Bukan tidak percaya dengan polisi, tapi sebatas khawatirnya seorang ibu."Zaki berangkat, ya, Ma!" pamit Zaki menyudahi pembicaraan pagi itu.Selang beberapa menit kemudian, Fano juga ikut menyusul kakaknya berangkat kerja. Dan hanya tinggal Mama Zoya sendi