Duniaku seakan gelap setelah tahu kalau Mas Arga yang mencuri sertifikat rumahku. Bahkan dia juga menggadaikannya ke rentenir dengan mengatasnamakanku sebagai penanggungjawab untuk membayar cicilannya.Selama ini dia saja tak cukup banyak memenuhi kebutuhanku secara layak. Aku harus banting tulang sendiri untuk menutupi semua biaya hidup sehari-hari. Sekarang beban berat ditumpahkannya padaku? Sungguh tak bertanggung jawab suamiku itu!Sepanjang malam aku tak bisa tidur. Aku bingung meminta pendapat dengan siapa. Sedangkan aku sudah tak punya orang tua dan juga sanak saudara.Di tengah kekalutanku, aku mengambil air wudhu dan menggelar sajadah. Di atas sajadah itu aku menumpahkan segala masalah yang kuhadapi. Selain itu aku juga meminta kekuatan untuk bisa melewati ujian yang kali ini ada dalam rumah tanggaku. Ya Allah ... berikanlah hamba keikhlasan hati. Teguhkanlah hamba untuk menegakkan kebenaran apapun itu resikonya. Semoga hamba selalu berada di jalan-Mu. Aamiin!Aku berdzikir
Aku pun berjalan kaki menuju rumah Pak RT yang jaraknya tak jauh dari rumahku. Hitung-hitung sekalian olahraga. Saat berjalan ke sana, aku beberapa kali berpapasan dengan para tetangga. Dan ada satu tetangga yang sejak dulu tidak suka dengan keluarga sengaja menyindirku saat aku lewat di depan rumahnya."Eh Ibu-ibu, tau gak kalau perempuan yang ditinggal suami selingkuh saat hamil itu karena dia itu tak pintar melayani suami. Mentang-mentang hamil terus dia maunya manja-manjaan aja! Habis itu minta ngidamnya macem-macem lagi. Ish amit-amit!" kata Bu Warni yang tengah duduk di teras bersama dua ibu-ibu yang lain. Matanya sedikit melirik ke arahku."Hush gak boleh bicara seperti itu, Bu! Gak baik itu," timpal satu diantara dua ibu yang lainnya."Ya emang begitu, Bu. Istrinya itu, kan, b*doh! Masa selingkuhan suaminya dikira ipar? Kalau gak b*doh apa, dong, Bu?" sambung Ibu Warni diiringi tawa yang mengejek."Mau-maunya, sih, nikah sama lelaki yang gak jelas! Begini, deh, sekarang nasibn
Aku memang bukan anak Mama Ria. Aku sudah tahu sejak lama karena aku bisa merasakannya. Sejak dulu memang Mama Ria tidak menyayangiku. Dia akan bersikap baik jika ada Papa. Dulu saat usiaku tujuh belas tahun, aku tak sengaja mendengar pembicaraan Mama Ria dengan temannya. Saat itu Mama Ria mengatakan pada temannya kalau aku ini bukan anak kandungnya.Tentu saja aku syok. Aku bahkan sempat kabur dari rumah Papa waktu ini. Tapi karena kasih sayang Papa yang benar-benar tulus padaku, aku mau kembali lagi ke rumah itu. Papa juga menceritakan semuanya padaku. Kata Papa, aku diambil dari orang yang tak mereka kenal. Mereka bahkan tak tahu orang tua kandungku.Karena tak ada petunjuk apapun untuk mencari orang tua kandungku, aku memutuskan untuk berbakti kepada Papa dan Mama Ria. Walaupun sikap Mama Ria masih sama padaku. Papa selalu berpesan padaku untuk tetap sabar menghadapi Mama Ria. Beliau yakin kalau suatu saat nanti Mama Ria bisa berubah baik dan sayang padaku. Dunia hancur ketika P
Aku mengikuti mobil yang dinaiki Mama Ria hingga sampai ke mall. Aku menunggu mereka selama berjam-jam di parkiran. Hingga dapat kulihat jelas wajah laki-laki yang bersama dengan Mama Ria.Dia, kan, suami Nirmala?! Astagfirullahal'adzim! Aku tak menyangka ternyata dia yang selama bersama Mama."Mama!" seruku saat mereka hendak masuk dalam mobil.Mereka berdua terkejut melihatku yang sudah ada di sana. Beberapa detik mereka saling berpandangan. Kemudian menatapku lagi. Aku menghampiri Mama Ria dan mengajaknya sedikit dari tempat Raga berdiri."Kenapa Mama bersama dengan laki-laki itu? Apa Mama tahu kalau dia suami orang?" Aku melirik suami Nirmala yang menatapku dengan pandangan tidak suka."Itu bukan urusanmu!" jawab Mama yang tak mau menatapku lama-lama."Tapi, Ma ..." Belum sempat aku selesai bicara, Mama mengajak suami Nirmala pergi dari sana.Mobil yang dikendarai Mama melesat dengan kencang. Aku pun tak kuasa untuk mengejarnya lagi. Hanya berselang dua puluh menit, aku mendapat k
Arga yang sudah siuman kebingungan mencari keberadaan Tante Ria. Dia bertanya pada suster yang saat ini tengah memeriksa kondisinya."Sus, perempuan yang bersama dengan saya bagaimana keadaannya, ya?" tanya Arga sambil meringis menahan sakit pada kakinya."Oh ibu-ibu yang bersama, Mas, ya?" Aku mengangguk saat ditanya suster itu."Saat ini sedang dilakukan operasi besar karena benturan keras di kepalanya, Mas," jawab suster itu.Saat menabrak pembatas jalan, airbag milik Tante Ria tidak terbuka sempurna. Dan karena hal itulah Tante Ria mengalami luka dalam yang cukup parah."Apa?! Boleh saya ke sana, Sus?" Arga ingin menemani Tante Ria.Suster itu dengan telaten membantu Arga ke kursi roda. Lalu dia mendorong Arga sampai ke ruang operasi. Namun, belum juga sampai di depan ruang operasi Arga meminta suster itu untuk berhenti."Berhenti, Sus!" seru Arga. Kursi roda Arga seketika berhenti. "Kenapa, Mas?" tanya suster itu."Sampai di sini saja, Sus. Terima kasih!" ucap Arga. Arga memint
Arga terkejut melihat Raga sudah ada di sampingnya. Arga pun tak bisa menjawab pertanyaan Raga. Tak ingin berdebatan dengan Raga, Arga memilih untuk kembali ke kamarnya sendiri.Tak lama setelah itu, Tante Ria dipindahkan ke ruang rawat inap. Raga memilihkan ruangan VVIP untuk Tante Ria. Dia ingin mama angkatnya itu mendapatkan perawatan yang terbaik. Walaupun dia dibenci, Raga tetap ingin berbakti layaknya anak ke orang tuanya.***Di lain tempat dan berbeda waktu, Nirmala dengan tangan gemetar membuka ikatan tali Dini. Rumahnya menjadi seperti kapal pecah. Semua baju-baju pelanggannya berserakan menjadi satu."Kenapa ini, Mbak?" tanya Nirmala sesenggukan. Dini yang masih syok hanya bisa menangis tak bisa menjawab pertanyaan Nirmala. Kejadian barusan benar-benar membuatnya trauma. Dimana ada sekelompok laki-laki berbadan besar mengobrak-abrik seisi rumah dan mengancamnya.Bukannya Nirmala tidak mau bertindak. Tapi kadang dia berpikir kalau pihak yang berwajib memilih-milih kasus. Ya
Aku membuka mata dan melihat langit-langit putih. Seingatku, tadi aku baru saja beres-beres rumah dan memisahkan baju-baju pelanggan yang tercampur karena ulah orang yang tak bertanggung jawab. Saat itu aku merasakan sakit yang teramat sangat di bagian perutku.Anakku? Anakku mana? Aku berteriak dalam hati. Spontan aku memegang perutku yang ternyata masih membuncit. Alhamdulillah! Aku seketika lega karena aku masih bisa meraba calon anakku di dalam perut. Tampak ada selang yang menancap di tanganku. Bisa aku pastikan jika sekarang aku berada di rumah sakit. Ketika aku menoleh ke samping, aku seorang perempuan berhijab besar tersenyum padaku."Alhamdulillah kamu sudah sadar," ucap perempuan yang aku tidak tahu siapa. Perempuan itu mengambilkan aku segelas air putih yang terletak di meja samping ranjangku. Dia menyodorkan gelas itu padaku."Minumlah dulu!" perintahnya. Aku pun dengan patuh menuruti perintahnya. "Bagaimana keadaanmu sekarang? Pusingkah atau merasakan apa?" tanya perem
"Dia istri Abang, Dek." Bang Ridwan seperti tahu apa yang aku pikirkan saat ini. Dan ternyata tebakanku benar."Besok Abang ceritakan kalau kamu sudah pulang, ya. Besok pulang ke rumah Abang saja. Aisyah tidak keberatan kok. Bukan begitu, Ai?" tanya Aisyah pada istrinya. Kak Aisyah pun menjawabnya dengan anggukan dan senyuman.***Tiga hari dirawat, aku sudah diperbolehkan pulang. Kata Dokter Zaki aku masih beruntung karena cepat dibawa ke rumah sakit. Jika terlambat sedikit saja, aku bisa kehilangan bayiku.Seperti kata Bang Ridwan tempo hari, aku pulang ke rumah Bang Ridwan. Saat pertama kali menginjakkan kaki di halaman rumah Bang Ridwan, aku dibuat kagum dengan rumahnya. Rumah Bang Ridwan sangat bagus dan mewah menurutku. Mulutku sampai terbuka lebar karena merasa takjub. Aku menutup mulutku ketika Kak Aisyah menggandeng tanganku dan menuntunku masuk ke dalam rumahnya."Assalamu'alaikum!" Kami bertiga serempak mengucap salam saat masuk ke dalam rumah."Wah rumah Bang Ridwan dan K