Aku mengikuti mobil yang dinaiki Mama Ria hingga sampai ke mall. Aku menunggu mereka selama berjam-jam di parkiran. Hingga dapat kulihat jelas wajah laki-laki yang bersama dengan Mama Ria.Dia, kan, suami Nirmala?! Astagfirullahal'adzim! Aku tak menyangka ternyata dia yang selama bersama Mama."Mama!" seruku saat mereka hendak masuk dalam mobil.Mereka berdua terkejut melihatku yang sudah ada di sana. Beberapa detik mereka saling berpandangan. Kemudian menatapku lagi. Aku menghampiri Mama Ria dan mengajaknya sedikit dari tempat Raga berdiri."Kenapa Mama bersama dengan laki-laki itu? Apa Mama tahu kalau dia suami orang?" Aku melirik suami Nirmala yang menatapku dengan pandangan tidak suka."Itu bukan urusanmu!" jawab Mama yang tak mau menatapku lama-lama."Tapi, Ma ..." Belum sempat aku selesai bicara, Mama mengajak suami Nirmala pergi dari sana.Mobil yang dikendarai Mama melesat dengan kencang. Aku pun tak kuasa untuk mengejarnya lagi. Hanya berselang dua puluh menit, aku mendapat k
Arga yang sudah siuman kebingungan mencari keberadaan Tante Ria. Dia bertanya pada suster yang saat ini tengah memeriksa kondisinya."Sus, perempuan yang bersama dengan saya bagaimana keadaannya, ya?" tanya Arga sambil meringis menahan sakit pada kakinya."Oh ibu-ibu yang bersama, Mas, ya?" Aku mengangguk saat ditanya suster itu."Saat ini sedang dilakukan operasi besar karena benturan keras di kepalanya, Mas," jawab suster itu.Saat menabrak pembatas jalan, airbag milik Tante Ria tidak terbuka sempurna. Dan karena hal itulah Tante Ria mengalami luka dalam yang cukup parah."Apa?! Boleh saya ke sana, Sus?" Arga ingin menemani Tante Ria.Suster itu dengan telaten membantu Arga ke kursi roda. Lalu dia mendorong Arga sampai ke ruang operasi. Namun, belum juga sampai di depan ruang operasi Arga meminta suster itu untuk berhenti."Berhenti, Sus!" seru Arga. Kursi roda Arga seketika berhenti. "Kenapa, Mas?" tanya suster itu."Sampai di sini saja, Sus. Terima kasih!" ucap Arga. Arga memint
Arga terkejut melihat Raga sudah ada di sampingnya. Arga pun tak bisa menjawab pertanyaan Raga. Tak ingin berdebatan dengan Raga, Arga memilih untuk kembali ke kamarnya sendiri.Tak lama setelah itu, Tante Ria dipindahkan ke ruang rawat inap. Raga memilihkan ruangan VVIP untuk Tante Ria. Dia ingin mama angkatnya itu mendapatkan perawatan yang terbaik. Walaupun dia dibenci, Raga tetap ingin berbakti layaknya anak ke orang tuanya.***Di lain tempat dan berbeda waktu, Nirmala dengan tangan gemetar membuka ikatan tali Dini. Rumahnya menjadi seperti kapal pecah. Semua baju-baju pelanggannya berserakan menjadi satu."Kenapa ini, Mbak?" tanya Nirmala sesenggukan. Dini yang masih syok hanya bisa menangis tak bisa menjawab pertanyaan Nirmala. Kejadian barusan benar-benar membuatnya trauma. Dimana ada sekelompok laki-laki berbadan besar mengobrak-abrik seisi rumah dan mengancamnya.Bukannya Nirmala tidak mau bertindak. Tapi kadang dia berpikir kalau pihak yang berwajib memilih-milih kasus. Ya
Aku membuka mata dan melihat langit-langit putih. Seingatku, tadi aku baru saja beres-beres rumah dan memisahkan baju-baju pelanggan yang tercampur karena ulah orang yang tak bertanggung jawab. Saat itu aku merasakan sakit yang teramat sangat di bagian perutku.Anakku? Anakku mana? Aku berteriak dalam hati. Spontan aku memegang perutku yang ternyata masih membuncit. Alhamdulillah! Aku seketika lega karena aku masih bisa meraba calon anakku di dalam perut. Tampak ada selang yang menancap di tanganku. Bisa aku pastikan jika sekarang aku berada di rumah sakit. Ketika aku menoleh ke samping, aku seorang perempuan berhijab besar tersenyum padaku."Alhamdulillah kamu sudah sadar," ucap perempuan yang aku tidak tahu siapa. Perempuan itu mengambilkan aku segelas air putih yang terletak di meja samping ranjangku. Dia menyodorkan gelas itu padaku."Minumlah dulu!" perintahnya. Aku pun dengan patuh menuruti perintahnya. "Bagaimana keadaanmu sekarang? Pusingkah atau merasakan apa?" tanya perem
"Dia istri Abang, Dek." Bang Ridwan seperti tahu apa yang aku pikirkan saat ini. Dan ternyata tebakanku benar."Besok Abang ceritakan kalau kamu sudah pulang, ya. Besok pulang ke rumah Abang saja. Aisyah tidak keberatan kok. Bukan begitu, Ai?" tanya Aisyah pada istrinya. Kak Aisyah pun menjawabnya dengan anggukan dan senyuman.***Tiga hari dirawat, aku sudah diperbolehkan pulang. Kata Dokter Zaki aku masih beruntung karena cepat dibawa ke rumah sakit. Jika terlambat sedikit saja, aku bisa kehilangan bayiku.Seperti kata Bang Ridwan tempo hari, aku pulang ke rumah Bang Ridwan. Saat pertama kali menginjakkan kaki di halaman rumah Bang Ridwan, aku dibuat kagum dengan rumahnya. Rumah Bang Ridwan sangat bagus dan mewah menurutku. Mulutku sampai terbuka lebar karena merasa takjub. Aku menutup mulutku ketika Kak Aisyah menggandeng tanganku dan menuntunku masuk ke dalam rumahnya."Assalamu'alaikum!" Kami bertiga serempak mengucap salam saat masuk ke dalam rumah."Wah rumah Bang Ridwan dan K
Selesai membantu Kak Aisyah, aku menghampiri Bang Ridwan yang sudah menungguku di ruang keluarga. Kak Aisyah menyusulku dengan membawa minuman hangat dan beberapa camilan yang diletakkan di meja depan tempat kami duduk."Dek, sini!" Bang Ridwan memanggil istrinya untuk duduk di dekatnya. Tampak Kak Aisyah menurut. Dia langsung duduk di sebelah Bang Ridwan.Hatinya menjadi dag dig dug tak karuan. Seperti seorang tersangka yang tengah diadili di ruang sidang. Itulah yang aku rasakan saat ini. Walaupun aku belum pernah mendapat perlakuan yang tidak baik dari Bang Ridwan."Ada hal yang harus kamu tahu, Nirmala. Sebenarnya Abang sudah tahu ini sejak dulu. Tapi Abang tak berani menceritakannya padamu. Dulu saat Abang tahu kenyataan ini, Abang marah dan memilih pergi dari rumahmu." Bang Ridwan terlihat matanya berkaca-kaca. Aku jadi bingung dan tak mengerti arah pembicaraannya ini. Apa yang aku tidak tahu? Dan kenapa Bang Ridwan sampai marah besar? Apakah ada masalah serius hingga Bang Ridw
"Dan satu lagi, bukankah Abang dulu memang pergi karena mau bekerja di luar kota? Kenapa kata Abang kalau Abang kabur? Jujur, Nirmala bingung dengan semua ini, Bang," kata Nirmala panjang lebar."Kamu gak sadar, La, kalau nama Abang Ridwan Al Fatih?" seru Bang Ridwan. Dan aku baru tersadar akan hal itu.Betapa b*dohnya kamu berdua tidak menyadari kemiripan itu. Sungguh ini membuatku syok. Ternyata selama ini aku begitu dekat dengan abang kandungku."Mungkin Bapak dan Ibu mengatakan hal itu agar kamu tidak bertanya-tanya mengapa aku kabur dari rumah. Abang saat itu benar-benar frustasi dan ingin menenangkan diri, La. Dan ketika Abang ingin meminta maaf sama Bapak dan Ibu, ternyata mereka —" Bang Ridwan tak sanggup menyelesaikan kalimatnya. Terlihat jelas gurat penyesalan dari wajah Bang Ridwan."Maafkan Abang yang selama ini sudah meninggalkanmu, La! Abang merasa bersalah padamu," sambung Bang Ridwan. Dia menatapku penuh kasih sayang seperti dulu. "Abang juga sudah tahu semua masalahm
Kehilangan janin yang ada dalam kandunganku membuat aku tersadar kalau Mas Arga sebenarnya tidak benar-benar mau menikahiku. Sejak tahu aku hamil, sikap Mas Arga sedikit berbeda dari sebelumnya. Dia hampir setiap hari bertemu dengan Tante Ria. Apalagi setelah aku pulang dari rumah sakit. Aku memang sengaja tak pernah keluar dari kamar. Aku ingin tahu sikap Mas Arga ketika aku mengurung diri di kamar. Sesuai prediksiku, Mas Arga sama sekali tak peduli padaku. Bahkan hanya sekedar bertanya sudah makan apa belum, Mas Arga tak lakukan itu.Sudah beberapa hari aku tidak melihat Mas Arga pulang. Dan aku pun sudah tak peduli lagi dengannya. Mungkin Mas Arga pikir aku tak bisa hidup tanpanya. Sekarang, mari kita buktikan siapa yang akan sengsara, Mas Arga! Biarpun aku sudah tidak punya rahim, tapi aku masih punya wajah yang cantik. Aku mengemasi pakaianku karena aku mau pergi dari apartemen ini. Tak sudi bagiku tinggal di apartemen milik perempuan tua itu! Rencananya aku akan ke rumah Mami