"Kak Rendy mengakhiri telephon, ya, Kak?" tanya Akila, Dia juga terlihat kesal dengan cara Rendy, padahal sebelum menanyakan perihal musik yang terlalu keras itu, tidak ada istilah signal buruk.
"Iya, Kil. Bagaimana Kita akan menyampaikannya pada Anita? Dia pasti akan sedih mendengarnya." Aku tidak tahu bagaimana caranya menyampaikan, supaya Anita tidak sedih. Kalau hanya ngomong, sih tak ada sulitnya. Tapi, Aku mengerti sekali berada di posisinya.
"Kak, daripada Kita menyembunyikan ini. Lebih baik Kita bilang saja dengan jujur, dari awal Mereka pacaran. Kak Rendy memang terlihat kurang beres." Pasti Akila kesal pada Rendy, itu mungkin menjadi penyebab, Dia mengatakan hal tersebut tentang Rendy.
"Hem, mungkin memang tidak ada signal di sana. Tidak boleh salah menilai, sebelum melihat secara langsung. Tapi, apa alasannya Rendy tidak bisa datang?" Aku dan Akila sama-sama memikirkan alasan apa yang tepat.
"Soal itu, Akila juga gak tahu Kak. Karena, Akila gak pernah mengalami hal seperti ini. Cowok yang dekat sama Akila beda jauh sifatnya sama Kak Rendy." Aku sangat terkejut mendengar pengakuan dari Akila, mungkin Akila keceplosan mengatakannya. Dia langsung menutup mulutnya dan buru-buru turun untuk menemui Anita.
"Kak, ada yang mau Akila sampaikan." kudengar Akila sudah bicara dengan Anita, kemudian Aku menyusulnya.
"Apa, Kil?" tanya Anita, Dia memandang Akila dan Aku.
"Sebenarnya…itu." Akila menatapku.
"Apa, Kil? Kenapa memandang Kenya?" tanya Anita, Dia sepertinya mulai curiga dan sebelum salah paham—Aku harus menjelaskannya.
"Tadi, Rendy menelpon. Katanya Dia… tidak bisa datang. Nit, Kamu yang sabar, ya." Aku meraih tangan Anita, namun Anita menghempaskannya.
"Kamu bohong,'kan?!" tanya Anita, Dia bicarakan dengan nada tinggi padaku.
"Kak." Anita mencegah Akila menjelaskannya.
"Kamu jangan ikut campur! Kenya, Kamu kenapa sih? Tadi pagi Kamu bilang Rendy tidak mencintaiku, sekarang Kamu bilang Rendy tidak bisa datang. Jangan-jangan Kamu suka, ya sama Rendy? Makanya Kamu tiba-tiba ngomong kaya gini." Anita menusuk hatiku dengan jarum yang amat runcing dengan kata-katanya yang tidak berdasar.
"Aku bicara apa adanya, Kila juga tahu." kuhirup udara dan menghembuskannya perlahan, karena Aku masih bisa bicara jernih, sehingga Aku masih mampu meredam emosiku.
"Aku gak percaya! Gak mungkin Rendy ingkar janji, Dia sendiri bilang kalau akan datang ke sini. Key, Rendy itu mencintaiku." Anita menangis, tergambar luka yang begitu dalam. Dia mencoba menghubungi Rendy, namun tidak juga aktif.
"Sudahlah, Kak. Kak Rendy memang tidak dapat diandalkan, Dia sering ingkar janji sejak di jodohkan. Kenapa, sih Kakak belum sadar juga? Kakak lama jauh dari Kak Rendy, sedangkan tunangannya pasti lebih sering bersamanya. Cinta hadir bukan karena, jauh. Cinta tumbuh, karena bersama dan terbiasa." Akila memberikan wejangan pada Anita, sehingga membuat Kenya terharu. Akila bisa berpikir sejauh itu.
"Aku cinta sama Rendy! Sejak jauh darinya, Aku semakin mencintainya. Aku sadar Aku sangat mencintainya. Aaaa! Hiks…hiks …hiks." Anita terlihat begitu hancur, saat harapan yang Rendy berikan di hancurkan oleh Rendy sendiri. Dia melempar semua makanan yang tersaji di meja, sehingga piring dan gelas pecah di lantai.
"Nit, sadar! Masih ada yang lebih baik dari Rendy." Aku menahan kemarahannya, Anita menangis sejadi-jadinya. Justru ini yang membuatku takut, karena suara tangis itu bukan hanya milik Anita.
"Kak." Akila memegang tanganku, sepertinya Dia juga mendengar, terkecuali Anita.
"Nit." Aku dan Akila menarik Anita dan membawanya naik ke atas, Aku mengunci kamar. Suara tangis itu masih terdengar di ruang tamu, Anita menutup mulutnya.
"Kak, itu suara siapa?" tanya Akila, Dia dan Anita terlihat ketakutan. Sebenarnya Aku juga sangat takut, tapi Aku tidak bisa melakukan apapun. Kalau saja rumah warga sedikit dekat dari sini, namun rumah warga cukup berjarak.
"Kakak juga gak tahu, begini saja. Anita simpan dulu rasa sakit hatimu, ayo. Kita duduk di sana saja." Aku, Anita dan Akila duduk di pojokan. Kuambil kasur untuk menutupi Kami, tapi cukup memberikan ruang.
Ini adalah hal terkonyol yang pernah Kami lakukan, tapi Aku tidak punya cara lainnya. Jika, itu hantu—apakah Dia akan menemukan Kami?
Aku merubah mode handphoneku ke hening, kemudian kukirim pesan pada Mama. "Ma, rumah yang Anita tinggali berhantu."
Tanganku sampai gemetar, karena Aku sendiri juga takut. Kami hanya bertiga, bagaimana kalau kejadian tadi malam terulang? Bagaimana kalau Dia tiba-tiba hadir di antara Kami? Bagaimana? Ah, semua pemikiran itu muncul di kepalaku.
"Key, Aku takut." Anita memegang tanganku, sedangkan Akila memeluk Anita.
"Jangan takut," bisikku. Meski sebenarnya Aku takut, namun Aku harus membuat Mereka berani, supaya Aku juga berani.
Glendeng! Prang!
Kami bertiga menutup mulut, karena di luar terdengar suara benda yang dilempar, sehingga pecah. Persis seperti apa yang Anita lakukan tadi, lalu siapa sebenarnya yang melempar barang di luar?Gledeg…gledeg
Suara kaca yang seperti di buka dan di tutup, hal itu membuatku merasa ngeri. Bulu kudukku merinding, bersamaan dengan udara yang begitu dingin menyeruak ke ruangan.Keringatku sampai menetas, bau amis tiba-tiba menyengat. Bau keringat? Tidak! Ini bukan bau keringat, ini seperti bau darah. Perasanku tiba-tiba tidak enak, Aku yang berada di pojok ruangan memegang dadaku. Jantungku terasa mau copot, tatkala kulihat seseorang yang berada di samping Akila.
Aku tidak bisa berkata-kata, Dia menunduk dengan rambut terjuntai. Hanya air mataku yang ke luar, tapi badanku tidak bisa bergerak. Jangankan suaraku yang keluar, bibirku saja tidak bisa terbuka untuk berkata-kata.
Aku menutup mataku, hanya itu yang bisa Aku lakukan. Rasanya Aku begitu pasrah, kemudian Aku menarik nafas, berharap ini hanya mimpi. Dengan susah payah kulihat kembali, ternyata Dia sudah tidak ada.
Sesuatu menetes di keningku, kemudian Aku mengambilnya. Darah! Ya, setetes darah dari atas. "Aaaaa!"
"Ada apa?" tanya Anita, Dia dan Akila juga melihatnya. Mereka menarik tanganku, tapi Dia sudah lebih dulu memegang bahuku.
"Lepaskan!" teriakku.
Aku menangis, namun tidak berani menatap wajahnya yang sudah hancur. Bau amis dan lumpur itu yang menempel padanya membuatku hampir mual, tatapan matanya sangat tajam. Kurasa bukan Aku yang Dia cari, tapi Anita.
"Hihihih!" suara cekikikan itu membuatku sangat ngeri.
Dia melemparku, sehingga terjerembab dan sikuku terluka. Kuntilanak itu melayang ke arah Anita, Dia berusaha menggapai Anita. "Lari Anita!"
"Ayo, Kak." Akila menarik Anita, namun Kuntilanak itu sudah menangkapnya. Dia mencekik Anita dengan tawanya yang khas.
"Hihihih." Dia melayang, ternyata bukan hanya Kami yang tahu. Di luar terdengar suara warga beramai-ramai dari lantai bawah.
"Kila, buka pintunya." Akila lari ke bawah untuk menemui warga, sementara Aku dengan perasaan takut bercampur berani menarik kaki kuntilanak itu.
"Lepaskan Anita!" teriakku.
"Kau harus mati!" suaranya terdengar seperti sayup-sayup angin, namun sangat jelas dan menggema.
Aku mengambil korek api dari laci, kemudian Aku melempar korek api api yang sudah menyala. Dia menatapku dengan tajam, mulutnya sobek Dia melepaskan Anita, namun Aku targetnya sekarang.
Suara langkah kaki yang banyak dari tangga membuatnya menghilang tanpa jejak, sedangkan Anita terkulai lemas. Warga datang, Mereka adalah orang-orang yang ronda, karena waktu selesai ronda adalah jam satu malam. Ini baru jam setengah dua belas malam.
"Ada apa? Kami mendengar suara tawa Kuntilanak." Mereka tampak tegang, setelah melihat Anita—Mereka langsung terlihat takut.
"Sudah Kami duga, sebaiknya Kalian segera pergi dari rumah ini. Kalau ada apa-apa panggil Kami dengan ini." Mereka memberikan kentongan dan Aku menerimanya.
Setelah warga pulang, barulah Kami dapat tidur. Tapi, tidak senyenyak dulu. Kuntilanak yang berawal dari mimpi, mengapa bisa datang dalam kehidupan nyata?
"Kak, ini ada kado dari kurir." kudengar Akila bicara dengan Anita, saat kubuka mataku ternyata sudah pagi.
"Dari siapa?" tanyaku, sembari meregangkan otot-ototku, karena perbuatan kuntilanak itu sikuku jadi terluka.
"Hadiah dari Rendy." sontak Aku terbelalak mendengarnya.
To be continue
"Jadi, apa bisa di bilang itu bentuk permintaan maafnya?" tanyaku pada Anita, namun Dia belum menjawabnya.Anita terlihat murung, Dia duduk di sebelahku. Perlahan, namun pasti air matanya mengalir deras. Aku dan Akila tidak mampu berkata-kata, biarlah Anita membuang sampah di dalam dirinya untuk saat ini.Selain masalah dengan Rendy dan keluarganya, ada yang membuatku sangat takut. Bulu kudukku kembali merinding, ketika kuingat bagaimana kuntilanak itu mencekik Anita dan melemparku. Aku ingat sorot kemarahan itu, tapi kenapa? Apa Dia penunggu di sini? Jika, kuntilanak yang pernah Aku mimpikan hadir dan menyerangku, apakah kuntilanak yang menyelamatkanku dalam mimpi itu juga ada?Aku sibuk dengan alam pikiranku sendiri, kemudian Aku melihat Anita membuang hadiah yang diberikan oleh Rendy. Aku dan Akila saling menatap, Kami ha
"Ada apa dengan Kenya?" tanya Anita pada Akila."Entahlah, Kak. Sepertinya Kak Kenya tampak bingung, Aku akan menghampirinya." Akila datang menghampiriku, Dia menepuk pundakku sehingga Aku tersadar dari lamunanku."Akila," Aku bicara dengan gugup."Ada apa, Kak? Kau terlihat gelisah," ucap Akila, Aku tidak tahu bagaimana harus menjelaskannya."Bukan apa-apa, ayo Kita ke sana." Aku menarik tangan Akila, Kami tidak bicara apapun setelahnya."Aku sudah selesai makan," ucap Anita, Dia masih sempat selfi."Bagaimana kalau Kita beli beberapa makanan, baksonya enak." Akila tersenyum, Dia menatap Anita."Ya, sudah beli saja. Tapi, Key artinya Kamu bawa mobil sendiri, dong?" tanya Anit
"Di mana Bapak yang tadi?" Aku kebingungan mencarinya, sementara Mereka menatapku dengan tatapan 'siapa Dia?' Apa yang harus Aku lakukan sekarang?"Itu siapa?" dapat kudengar ucapan Mereka."Permisi, apa Kalian sedang berkemah di sini?" tanyaku, Mereka mengangguk."Iya, Kami sedang kemah. Kakak siapa dan apa mau kemah juga?" seorang gadis dengan rambut dikuncir bertanya dan mendekatiku."Sebenarnya tidak. Aku tersesat, bolehkah Aku bergabung dengan Kalian?" tanyaku, yang kemudian mendapatkan persetujuan dari Mereka."Boleh, ayo masuklah ke tenda. Nanti akan kubawakan makanan." Aku mengikuti gadis yang tadi menanyaiku."Siapa namamu?" Dia tersenyum, kemudian menatapku. 
Sikap yang Anita tunjukkan terkesan dingin. Kenya mendekatinya, namun Anita menatap lurus ke depan. Tatapan begitu kosong, lalu Gendis mendekat."Kak," gumam Gendis."Ini Anita, dia salah satu sahabatku." Kenya yang seolah mengerti akan maksud dari Gendis langsung memperkenalkan Anita pada Gendis dkk."Tapi, kenapa tatapannya kosong seperti itu?" bisik Gendis yang tidak berani menatap mata Anita."Anita, kamu baik-baik saja?" tanya Kenya.Angin berhembus, kabut langsung menyelimuti hutan.Tiba-tiba suara petir dengan bersamaan terdengar cekikikan,"kikikikik!"Gendis dan Kenya berpegangan tangan, begitu juga dengan Sena, Mila, Gandi, Doni, dan Asegaf. Semuanya seolah menjadi malam, semakin mencekam dengan udara yan
Akila yang baru sadar terlihat ketakutan. Tiba-tiba vas bunga jatuh, sehingga membuat Akila lari keluar dari rumah. "Kenapa aku di sini?" gumam Akila."Akila!" teriak Kenya.Kenya berlari menghampiri Akila, dia memeluk Akila. Awan mulai mendung, kemudian Kenya mengajak Akila masuk ke rumah."Ke—kenapa kita ke tempat ini lagi, kak?" tanya Akila ketakutan."Kil, kamu masih ingat?" tanya Kenya sedikit merasa cemas."Iya, aku ingat. Kak Anita…." Akila sama sekali tidak melanjutkan ucapannya, setelah melihat Anita.Akila memeluk pinggang Kenya, jelas Kenya dapat merasakan ketakutan yang saat ini Akila rasakan."Tenang, Kil. Everything will be okay," gumam Kenya.&nbs
Bruak!Suara sesuatu jatuh di atas, hingga membuat Anita terkejut. Dia baru saja pindah ke rumah barunya yang terletak di Jalan Nusa Indah 7A, yaitu di Singaraja."Ada apa Kak?" tanya Akila."Kayak ada yang jatuh," jawabnya."Masa sih, emangnya ada kucing?" tanya Akila."Ah Kamu ada-ada saja." Anita naik ke atas, diikuti oleh Akila."Kok aneh ya? Gak ada apa-apa." Anita memegang lehernya."Kakak yakin mau tinggal di sini?" tanya Akila."Iya, La. Lagian Kamu, kan PKLnya dekat tempat ini. Engga ada ruginya juga kalau beli rumah, walaupun gak sebesar rumah Kita di Kota Swadaya." Anita dan Akila turun dengan melewati tangga."Iya, sih. Andai aja Mama sama Papa gak pisah," ucap Akila."Udah ya La, Kamu jangan pikirin itu lagi. Kita sebagai Anak memang ingin yang terbaik, tapi Mereka udah milih yang terbaik
Kenya melihat satu persatu alamat Nusa Indah, lalu Dia sampai di depan alamat yang sama seperti yang diberikan oleh Bibi Ratih. Dari luar memang tidak terlihat seperti kos, lebih mirip dengan rumah. Tempatnya asri dan bersih, kemudian Kenya menelpon Anita."Halo," jawab Anita."Aku ada di depan rumah Kamu," ucap Kenya."Siapa Kak?" tanya Akila."Kenya," jawabnya."Nit, Aku gak bakal kasih tahu sama Mama-Papa Kamu. Aku khawatir," ucap Kenya."Iya, sebentar." terlihat Anita ke luar dan membukakan pagar pada Kenya.Kenya memeluk Anita dengan haru, begitu juga Anita. Akila juga ikut keluar, Dia membantu Kenya membawa barang-barang. Mereka duduk di ruang tamu, Anita membawakan cemilan untuk Kenya."Eh, ini Aku sempat beli soto buat Kalian." Kenya memberikan soto dan teh lemon pada Anita."Repot banget sih, pakai bawa ginian." Anita menerima soto tersebut."Udah lama Kita gak kumpul bareng," ucap Kenya.
Kondisi di dapur baik-baik saja, tidak ada yang pecah. Mereka bertiga saling menatap, kemudian Anita masuk ke dapur untuk memastikan. Dia melihat ke kolong meja yang ada di dapur, kemudian Dia tersenyum."Ada apa, Kak?" tanya Akila, Dia yang kelihatan khawatir."Ternyata ada tikus, sepertinya Dia tidak sengaja melompat ke sini. Ada piring aluminium di sini," tutur Anita."Huh." Kenya dan Akila menghembuskan nafasnya, Mereka mendahului kembali ke meja makan.Anita memindahkan tikus tersebut ke luar, kemudian Dia bergabung bersama Akila dan Kenya. Mereka terlihat sesekali bercanda, setelah selesai makan."Kil, Kamu gak cari tempat PKL?" tanya Kenya, Dia mengkhawatirkan Akila."Pengen, sih. Kak Anita, gimana?" tanya Akila pada Anita."Sebenarnya bisa, Kil. Tapi, kayaknya di sini engga ada tempat PKL yang Kamu mau. Di mana ya?" tanya Anita."Kalau memang belum berani melepas Akila, sepertinya bisa pelatihan lewa
Akila yang baru sadar terlihat ketakutan. Tiba-tiba vas bunga jatuh, sehingga membuat Akila lari keluar dari rumah. "Kenapa aku di sini?" gumam Akila."Akila!" teriak Kenya.Kenya berlari menghampiri Akila, dia memeluk Akila. Awan mulai mendung, kemudian Kenya mengajak Akila masuk ke rumah."Ke—kenapa kita ke tempat ini lagi, kak?" tanya Akila ketakutan."Kil, kamu masih ingat?" tanya Kenya sedikit merasa cemas."Iya, aku ingat. Kak Anita…." Akila sama sekali tidak melanjutkan ucapannya, setelah melihat Anita.Akila memeluk pinggang Kenya, jelas Kenya dapat merasakan ketakutan yang saat ini Akila rasakan."Tenang, Kil. Everything will be okay," gumam Kenya.&nbs
Sikap yang Anita tunjukkan terkesan dingin. Kenya mendekatinya, namun Anita menatap lurus ke depan. Tatapan begitu kosong, lalu Gendis mendekat."Kak," gumam Gendis."Ini Anita, dia salah satu sahabatku." Kenya yang seolah mengerti akan maksud dari Gendis langsung memperkenalkan Anita pada Gendis dkk."Tapi, kenapa tatapannya kosong seperti itu?" bisik Gendis yang tidak berani menatap mata Anita."Anita, kamu baik-baik saja?" tanya Kenya.Angin berhembus, kabut langsung menyelimuti hutan.Tiba-tiba suara petir dengan bersamaan terdengar cekikikan,"kikikikik!"Gendis dan Kenya berpegangan tangan, begitu juga dengan Sena, Mila, Gandi, Doni, dan Asegaf. Semuanya seolah menjadi malam, semakin mencekam dengan udara yan
"Di mana Bapak yang tadi?" Aku kebingungan mencarinya, sementara Mereka menatapku dengan tatapan 'siapa Dia?' Apa yang harus Aku lakukan sekarang?"Itu siapa?" dapat kudengar ucapan Mereka."Permisi, apa Kalian sedang berkemah di sini?" tanyaku, Mereka mengangguk."Iya, Kami sedang kemah. Kakak siapa dan apa mau kemah juga?" seorang gadis dengan rambut dikuncir bertanya dan mendekatiku."Sebenarnya tidak. Aku tersesat, bolehkah Aku bergabung dengan Kalian?" tanyaku, yang kemudian mendapatkan persetujuan dari Mereka."Boleh, ayo masuklah ke tenda. Nanti akan kubawakan makanan." Aku mengikuti gadis yang tadi menanyaiku."Siapa namamu?" Dia tersenyum, kemudian menatapku. 
"Ada apa dengan Kenya?" tanya Anita pada Akila."Entahlah, Kak. Sepertinya Kak Kenya tampak bingung, Aku akan menghampirinya." Akila datang menghampiriku, Dia menepuk pundakku sehingga Aku tersadar dari lamunanku."Akila," Aku bicara dengan gugup."Ada apa, Kak? Kau terlihat gelisah," ucap Akila, Aku tidak tahu bagaimana harus menjelaskannya."Bukan apa-apa, ayo Kita ke sana." Aku menarik tangan Akila, Kami tidak bicara apapun setelahnya."Aku sudah selesai makan," ucap Anita, Dia masih sempat selfi."Bagaimana kalau Kita beli beberapa makanan, baksonya enak." Akila tersenyum, Dia menatap Anita."Ya, sudah beli saja. Tapi, Key artinya Kamu bawa mobil sendiri, dong?" tanya Anit
"Jadi, apa bisa di bilang itu bentuk permintaan maafnya?" tanyaku pada Anita, namun Dia belum menjawabnya.Anita terlihat murung, Dia duduk di sebelahku. Perlahan, namun pasti air matanya mengalir deras. Aku dan Akila tidak mampu berkata-kata, biarlah Anita membuang sampah di dalam dirinya untuk saat ini.Selain masalah dengan Rendy dan keluarganya, ada yang membuatku sangat takut. Bulu kudukku kembali merinding, ketika kuingat bagaimana kuntilanak itu mencekik Anita dan melemparku. Aku ingat sorot kemarahan itu, tapi kenapa? Apa Dia penunggu di sini? Jika, kuntilanak yang pernah Aku mimpikan hadir dan menyerangku, apakah kuntilanak yang menyelamatkanku dalam mimpi itu juga ada?Aku sibuk dengan alam pikiranku sendiri, kemudian Aku melihat Anita membuang hadiah yang diberikan oleh Rendy. Aku dan Akila saling menatap, Kami ha
"Kak Rendy mengakhiri telephon, ya, Kak?" tanya Akila, Dia juga terlihat kesal dengan cara Rendy, padahal sebelum menanyakan perihal musik yang terlalu keras itu, tidak ada istilah signal buruk."Iya, Kil. Bagaimana Kita akan menyampaikannya pada Anita? Dia pasti akan sedih mendengarnya." Aku tidak tahu bagaimana caranya menyampaikan, supaya Anita tidak sedih. Kalau hanya ngomong, sih tak ada sulitnya. Tapi, Aku mengerti sekali berada di posisinya."Kak, daripada Kita menyembunyikan ini. Lebih baik Kita bilang saja dengan jujur, dari awal Mereka pacaran. Kak Rendy memang terlihat kurang beres." Pasti Akila kesal pada Rendy, itu mungkin menjadi penyebab, Dia mengatakan hal tersebut tentang Rendy."Hem, mungkin memang tidak ada signal di sana. Tidak boleh salah menilai, sebelum melihat secara langsung. Tapi, apa alasannya Rendy tidak bisa datang?"
"Memangnya di sini biasanya tidak sedingin ini?" tanya Kenya, Dia mencari tahu lebih banyak mengenai tempat itu dari Anita."Biasanya tidak." Anita membuka pintu, diikuti oleh Kenya.Sesudah memasuki rumah, udara dingin kembali menyeruak. Dingin yang tak biasa dan membuat bulu kuduk Kenya sampai merinding, padahal masih pagi. Mereka menaiki tangga, pintu kamar terkunci."Kenapa pintunya terkunci? Sebelumnya Kita sama-sama keluar,'kan?" tanya Anita, Dia tampak bingung."Permisi." Kenya mengetuk pintu."Kak Key!" teriak dari dalam."Itu…itu suara Akila. Kila, buka pintunya ini kakak." Anita mengetuk pintu, Dia sampai menangis, karena terharu dapat menemukan Akila."Kak Anita—Kak Key." Akila membuka pintu dan memeluk Mereka, Dia terlihat menangis juga."Akila—Kamu dari mana saja?" tanya Anita, Dia tidak berhenti me
"Pak, tolong Adik Saya," ucap Anita pada Warga."Ya, sudah. Ayo Kita susul sebelum terlambat." Warga yang ronda lari mengejar Akila diikuti oleh Kenya dan Anita."Akila tunggu!" teriak Kenya, Dia panik saat melihat Akila hampir saja melompat ke sumur tersebut.Akila berhenti di pinggir, Dia masih membelakangi semua orang. Mendapatkan kesempatan untuk menolongnya, kemudian Anita menarik Akila, sehingga Akila jatuh menimpa Anita dalam keadaan tidak sadarkan diri."Pak, tolong." Anita meminta tolong, sehingga warga membantu mengangkat Akila. Untungnya lagi, Akila memakai baju yang utuh.Warga berhenti di depan rumah Anita, Mereka saling menoleh. Kenya terlihat memperhatikan sikap Mereka, kemudian Kenya menghampirinya."Pak, kenapa diam? Ayo, bantu sebentar bawa masuk Akila ke dalam." Kenya memecah keheningan."Maaf sebelumnya, apa Kalian bertiga tingg
Akila dan Anita mendengar teriakkan dari Kenya, kemudian Mereka berdua lari ke lantai atas. Anita mengentuk pintu kamar mandi, namun Kenya tidak membukanya."Kenya, are you okay?" tanya Anita dari luar."Hah…hah…hah." Aku melihat ulat, sekarang tidak ada apa-apa." Kenya buru-buru mengganti pakaiannya, Dia ke luar dan memeluk Anita."Ada apa Key? Sepertinya Kamu sakit," ucap Anita, Dia menyentuh kening Kenya."Tidak, Aku hanya lelah. Mungkin, imunku sedang turun. Aku akan tidur, Kila temani Kakak ya," ucap Kenya pada Akila."Iya, Kak." setelah memastikan semuanya baik-baik saja, kemudian Anita mandi. Akila main catur online, sembari menunggu Anita selesai.Kenya membuka matanya, anehnya Dia berada di tempat yang begitu asing. Ada sesosok bayangan hitam melewatinya, Dia melihat ke sekelilingnya. "Anita! Akila!"Tidak ada yang menyahut, lantaran tempatnya seperti hutan dan semuanya hampir gelap gulita. Kenya m