Hari pertama masuk sekolah. Sudah banyak siswa-siswi baru SMA Nusa Bangsa yang sudah berbaris di tengah lapangan. Masa MOS adalah saat yang paling ditunggu-tunggu oleh para senior, dengan adanya masa MOS mereka bisa melakukan kemauan mereka terhadap murid-murid baru.
Para murid baru mengira kalau MOS kali akan mudah, tapi ternyata tidak. Banyak hal yang tidak masuk akal yang harus mereka lakukan, banyak permintaan yang harus mereka turuti.
"Maaf, pasti MOS kali ini berat, karena ada gua," ucap Raka. Ia tau kalau ini bukan lah MOS, tapi adalah sebuah balas dendam.
"WOI, CAKRA! KALAU LO DENDAM JANGAN KAYAK GINI CARANYA!" Raka sudah muak dengan perlakuan semena-mena Cakra. Hanya karena dirinya para murid lainnya juga karena imbasnya.
"Akhirnya lo sadar." Cakra menatap Raka dengan tatapan sinis. Terpancar aura kebencian dari mereka berdua.
Raka adalah salah satu anggota geng Laskar. Jadi, pantas saja kalau Cakra membuat acara MOS kali ini menjadi lebih berat. Cakra ingin membuat laki-laki itu sengsara dengan cara halus, tetapi naas rencana itu sudah ketahuan oleh Raka sendiri.
"Cara lo kayak anak kecil."
"Terus masalah buat lo?"
Raka langsung berjalan mendekat ke arah Cakra, melewati para siswa MOS yang lain. Tetapi, saat tinggal satu langkah lagi, tiba-tiba tangannya ditarik oleh seorang laki-laki.
"Dia menang peringkat," ucap Aksa sambil menarik tangan Raka.
"Benar kata dia, sampai kapanpun lo nggak bakal bisa menang." Cakra tersenyum sinis melihat langkah Raka terhenti. Kalau hanya seorang Raka pasti ia tidak akan kalah.
"Dari pada banyak bacot, gimana kalau kita duel." Raka menantang Cakra dengan sistem duel. Sekolah ini punya sebuah sistem yang tidak dimiliki oleh sekolah lain. Sebuah sistem yang membuat sang pemenang bisa meminta apapun dari yang kalah.
Sistem duel. Sebuah pertarungan yang akan dilakukan di atas matras. Bisa dilakukan jika jumlah lawannya sama, seperti 1 vs 1, 2 vs 2. Peraturannya mudah, siapapun yang keluar dari matras dinyatakan kalah. Cuma itu saja, jadi kalau ada orang yang pingsan di atas matras berarti ia masih dianggap mengikuti pertandingan. Sekolah Nusa Bangsa melakukan sistem itu supaya pihak sekolah bisa melihat bakat bertarung siswa, dan bisa mendaftarkan siswa tersebut diajang bergengsi.
"Lo terlalu mudah. Jadi nggak akan ada rasa seru kalau lawannya cuman lo." Cakra meremehkan kemampuan bertarung Raka. Ia sangat percaya diri dengan ilmu bela diri yang ia kuasai. Setidaknya, ia percaya kalau tidak ada yang bisa mengalahkannya selain mantan ketuanya yang sekarang sudah tiada.
"Gimana kalau kita aja yang jadi lawan lo," ucap seorang laki-laki sambil berdiri di samping Cakra. Laki-laki itu tidak sendiri, karena di sampingnya ada satu orang laki-laki lagi. Mereka kembar, dan mereka menyandang julukan butterfly.
"Tito, Tio." Cakra menyebutkan nama kedua orang kembar tersebut. Ia tidak menyangka kalau kedua orang tersebut tertarik dengan pertarungan ini.
"Dua lawan satu, kayaknya nggak bakal bisa deh, mending lo cari partner," ucap Tito.
"Oke, kali ini gua bantu lo," ucap Aksa sambil berdiri di samping Raka. Ia tidak bisa membiarkan perlakuan semena-mena seniornya terus berlanjut, karena hal itu akan terus berpengaruh ke murid yang lainnya.
"Sebaiknya lo tau siapa yang lo lawan sekarang." Raka tersenyum tipis melihat Aksa. Ia tidak mengira kalau akan mendapat bantuan dari seseorang yang ia kira tidak akan peduli dengan lingkungan sekitarnya.
"Tugas gua cuma menghambat. Jadi, lo yang akan buat mereka keluar dari matras." Aksa tau kalau dirinya tidak akan seimbang dengan lawannya sekarang. Makanya itu ia akan bertugas menghambat pergerakan musuh, dan membiarkan Raka melakukan penyerangan.
*****keanehan
Setelah duel disetujui oleh kepala sekolah, para OSIS pun menyiapkan hal-hal yang diperlukan untuk duel. Para murid kelas X pun ikut melihat berlangsungnya proses duel. Mereka semua berdoa agar Aksa dan Raka menang, supaya MOS kali ini berakhir dengan bahagia.
Tito, Tio, Raka, dan Aksa sudah siap di atas matras. Mereka menggunakan body protector supaya mengecilkan kemungkinan terjadinya cidera, atau luka dalam. Tito akan berpasangan dengan Tio, sedangkan Raka dengan Aksa. Bukan cuma embel-embel belaka, Tito dan Tio diberi julukan butterfly, karena kekompakan mereka saat menyerang musuh. Selama ini tidak ada yang bisa mengalahkan mereka saat sistem duel.
"Jangan nyusahin gua," ucap Raka. Ia memang menerima Aksa sebagai pasangan duelnya. Tetapi, ia tidak yakin kalau laki-laki itu akan bisa mempermudah langkahnya menuju kemenangan.
"Kalau terjadi sesuatu sama gua, jangan panik. Lo hanya perlu terus bertarung," ucap Aksa. Ia tau kalau dirinya tidak akan bisa bertarung sampai akhir. Tetapi, setidaknya ia ingin meringankan beban Raka.
Pertarungan pun dimulai. Dengan cepat Tito langsung menerjang Raka. Terjadi lah pertarungan sengit di antara mereka berdua. Pukulan demi pukulan dikeluarkan berharap kalau sang musuh akan terluka lalu ia akan menang.
Raka terus melakukan penyerangan, tanpa peduli rekannya yang sedang berjuang melawan Tio. Ia percaya kalau dirinya fokus, ia bisa mengalahkan musuhnya dengan cepat lalu ia bisa langsung membantu Aksa.
Sudah sekitar 9 menitan ia berhadapan dengan Tito. Tetapi, tak juga kunjung menampakan sebuah hasil kemenangan. Staminanya sudah terkuras banyak, jika ia terus agresif bisa dipastikan ia akan kalah. Tetapi, saat ia mulai tenang tiba-tiba ada sebuah tinjuan yang mengarah kepadanya. Ia tau kalau tinjuan itu bukan berasal dari Tito. Saat ia melihat siapa yang melayangkan tinjuan itu, ternyata orang itu adalah Tio. Ia langsung tau kalau Tio sudah berada di dekatnya berarti rekannya sudah terkapar. Saat ia melihat ke arah sekitar, ternyata benar perkiraannya. Ia melihat Aksa terkapar lemas, tetapi masih berada di atas matras.
"Udah lah, kalau pun gua kalah masih ada orang lain yang nemenin ngelakuin hukuman," gumam Raka.
Sedangkan di satu sisi. Aksa sedang mengontrol nafasnya, dadanya terasa sesak, jantungnya berdetak lebih kencang dari pada biasanya. Ia tau kalau dirinya sudah melewati batas. Dan mungkin saat ini ia akan menemui ajalnya.
Mata Aksa mulai tertutup, semakin mata Aksa tertutup semakin dingin juga yang ia rasakan. Matanya mulai ringan, hawa semakin dingin. Ia pun memaksakan membuka mata, tetapi pemandangannya sudah berbeda. Yang lihat sekarang berbeda dengan area pertarungan.
"Kenapa? Apa lo selemah ini." suara itu terdengar sangat jelas oleh Aksa. Suaranya sangat lembut, membuatnya mengira kalau itu adalah suara malaikat.
"Ini di mana?" tanya Aksa. Ia tidak tau siapa yang akan membalas pertanyaannya itu, tetapi ia berharap kalau orang itu bisa memberitahunya di mana ia berada sekarang.
"Izinkan gua buat nguasai tubuh lo, gua janji kalau gua akan ngehabisin semua musuh lo."
Aksa pun melihat ada seorang laki-laki. Ia menebak kalau umur laki-laki itu dua tahun lebih tua darinya. Ia tidak tau siapa laki-laki itu. Tidak ada satu pun keluarganya yang mukanya seperti laki-laki itu. Laki-laki itu berwajah tampan, selalu tersenyum. Membuat Aksa ketakutan.
"Lo nggak ingin semuanya berakhir di sini kan? Di rumah, Ibu lo sedang nungguin lo, dia cemas dengan keadaan lo. izinkan gua buat ngambil alih tubuh lo, dan akan gua selesaiin pertempuran itu secepat mungkin, biar lo bisa kembali kepelukan Ibu lo," ucap laki-laki itu sambil mengulurkan tangannya.
Aksa tidak tau siapa laki-laki itu. Tetapi, ia juga tidak bisa membiarkan kedua musuhnya menang. Saat ini ia hanya bisa percaya dengan laki-laki yang ada di hadapannya ini. Ia mulai mengangkat tangannya lalu menjabat tangan laki-laki tersebut.
"Percaya lah kepadaku,
Pasti akan ku hadirkanBegitu banyak canda di hidupmu"Mata Aksa perlahan memulai terbuka. Suara-suara sorakan mulai terdengar jelas. Sedikit demi sedikit ia mulai berdiri. Ia melihat kalau Raka sedang melawan dua orang. Senyuman terukir jelas di wajahnya."Geng Salamander, waktunya gua balas dendam," ucap Aksa. Memang benar kalau itu adalah raga Aksa, tetapi jiwa yang terdapat di dalam raga itu bukan lah jiwa Aksa.Aksa mulai berlari dengan cepat. Ia langsung menendang tubuh Tio dengan keras, membuat lawannya itu terhempas ke belakang dengan cepat. Ia tersenyum saat melihat Tio merintih kesakitan.Aksa mulai menghadap ke arah Raka. Ia tersenyum sinis melihat laki-laki itu sudah tidak bisa mengontrol nafas. Aksa lalu mendorong Raka sampai keluar dari area pertarungan."Raka, di-diskualifikasi," ucap Gani selaku wasit di pertandingan ini."WOI GOBLOK, KOK LO MALAH NGELUARIN GUA DARI ARENA!" b
Pitaloka sudah siap dengan seragam sekolahnya. Ia terlihat begitu cantik dan anggun menggunakan seragam itu. Tetapi, hanya ada satu yang kurang, yaitu mukanya. Mukanya terlihat seperti orang yang sedang kecewa."Kenapa muka kamu kayak gitu?" tanya Gino. Ia adalah ayah Pitaloka, sekaligus pimpinan sebuah mafia terbesar yang ada di kota ini. Nama kelompok mafia itu adalah Dragon."Kemarin pas Pitaloka nggak masuk, ternyata ada anak baru yang nantang butterfly, dan katanya anak baru itu menang." Pitaloka menyesal karena memilih membolos kemarin. Ia menyesal karena tidak melihat siapakah sosok anak baru itu."Cuman itu? Kan di kamar ayah ada rekaman CCTV-nya lihat sana gih.""Oh, iya. Pitaloka lihat dulu."Pitaloka langsung berlari ke kamar ayahnya. Ia menyalakan laptop ayahnya, ia mencari sebuah rekaman CCTV. Ayahn
Pitaloka sekarang sedang berada di balkon kelasnya. Ia menutup mata sambil menikmati setiap hembusan angin yang berhembus. Perlahan ia membuka mata, seiring dengan hembusan angin yang mulai perlahan menghilang. Matanya tertuju kepada salah satu orang murid yang sedang duduk di bawah pohon."Wajah lama," ucap Pitaloka. Ia melihat seksama muka laki-laki tersebut. Walau dari kejauhan masih terlihat jelas bentuk wajah laki-laki itu. Ia sangat ingin berada di samping itu lalu menyenderkan kepalanya di bahu laki-laki itu."Kayaknya ada yang belum move on nih," sindir Azkia sambil berdiri di kiri Pitaloka. Ia tau kalau Pitaloka masih mencintai Cakra, tetapi ia juga tidak bisa membiarkan sahabatnya itu terus-menerus bersedih."Apa gua salah kalau masih cinta sama dia?""Entah lah, tapi gua akan langsung bertindak kalau lo mulai deketin Cakra lagi. Gua nggak mau l
Aksa berada di sebuah gudang tua yang tidak terpakai. Gudang tua yang sudah dipenuhi oleh sampah-sampah. Ia kemari karena selalu melihat tempat ini di mimpinya. Sudah 5 hari ia mencari gudang ini, dan akhirnya ketemu.Ia melangkah ke bagian paling dalam dari gudang tersebut. Karena masih siang dan atap-atap gudang ini bolong-bolong Aksa tidak perlu khawatir akan kegelapan. Ia melihat sekitar, walau tidak begitu mirip dengan gedung yang ada di mimpinya, tetapi ia yakin kalau ini adalah gedung yang selama ini ia cari.Saat Aksa sedang melihat keadaan sekitar, tiba-tiba kakinya menendang sebuah benda. Aksa melihat benda tersebut dengan seksama. Sebuah flashdisk yang dikemas di dalam sebuah plastik bening.Tiba-tiba terdengar banyak suara langkah kaki, dengan cepat Aksa mengambil flashdisk tersebut lalu bersembunyi di dalam sebuah tong. Suara langkah kaki itu semakin terdenga
"Sa, lo dicariin tuh," ucap Raka sambil melihat ke arah seorang perempuan yang berdiri di depan kelas. Ia tidak berani menunjuk perempuan itu, karena ia tau perempuan itu adalah orang yang paling ditakuti di sekolah ini.Perlahan Aksa mulai membuka matanya. Dengan perasaan kesal ia mengucek matanya. Setelah itu ia melihat ke arah seorang perempuan yang berani-beraninya mengganggu waktu tidurnya. Dan, ia langsung menghela nafas panjang setelah tau siapa perempuan itu."Sebaiknya lo bicara di luar, semuanya udah ketakutan," ucap Raka dengan suara kecil, agar perempuan yang sedang ia bicarakan tidak mendengar ucapannya.Kehadiran perempuan itu menghadirkan sebuah rasa takut kepada semua orang yang ada di sekitarnya. Rasa takut akan ditindas, dibentak, dan segala hal yang paling ditakutkan oleh para murid lain. Bahkan hanya dengan sebuah tatapan dari perempuan itu bisa membu
Pitaloka tersenyum saat melihat Gino sudah pulang ke rumah. Ia menyambut kedatangan Gino dengan senyuman dan pelukan. Ia sangat ingin mendengar berita baik dari hasil pertemuan Ayahnya dengan Aksa."Gimana, Yah?" tanya Pitaloka dengan semangat.Sudah lama Gino tidak melihat Pitaloka sesemangat ini, ia bahagia karena bisa melihat senyuman Pitaloka walau senyuman itu, dan ia akan berusaha agar senyuman itu tidak pernah pudar dari wajah putrinya itu."Dia setuju, jadi mulai besok pagi kamu akan diantar kemanapun kamu mau sama dia," jawab Gino dengan perasaan lega, karena hasil dari pertemuannya dengan Aksa berakhir dengan hasil yang ia inginkan."Makasih, Yah," ucap Pitaloka sambil memeluk Gino dengan erat."Sama-sama."Kebahagiaan menurut Gino adalah saat ia bisa melihat putri semata wayangnya tersenyum. Walau, tanpa sosok
Pagi hari yang sangat menyibukkan. Mulai pagi hari ini jadwal rutinitas Aksa bertambah, karena ia harus menjemput Pitaloka dulu sebelum ia berangkat sekolah.Aksa memandang rumah Pitaloka sedari tadi. Ia menunggu perempuan itu keluar dari singgasananya, tetapi batang hidungnya tak kunjung kelihatan.Pandangan Aksa beralih ke arah seseorang yang baru saja keluar dari gerbang rumah. Ia sempat berharap kalau orang tersebut adalah Pitaloka, tetapi harapannya pupus saat ia melihat kalau orang tersebut adalah Bapak-bapak."Nggak mungkin juga, makhluk secantik Pitaloka berubah jadi Bapak-bapaknya kumisan," gumam Aksa dengan pelan agar orang yang sedang ia bicarakan tidak mendengar ucapannya.Seketika Aksa langsung ketakutan saat melihat Bapak-bapak tersebut mendekat ke arahnya. Ia takut kalau orang tersebut mendengarkan ucapannya lalu mengamuk. Jantungnya
Aksa sudah berada tepat di sebuah gudang kosong yang sering disebut oleh warga sekitar dengan sebutan 'Markas Iblis'. Sebuah markas para iblis yang paling ditakuti di kota ini. Tidak ada orang asing yang bisa selamat setelah masuk ke dalam gudang tersebut. Karena gudang tersebut memiliki penjaga, yaitu para anggota Laskar.Ia tau kalau sudah ada beberapa orang yang mengawasinya dari atas gedung. Tetapi, ia hanya berlagak biasa saja. Ia masuk ke dalam gudang tersebut. Sesekali ia menghentikan langkahnya saat ia merasakan ada orang yang mengikutinya, tetapi saat ia melihat ke arah belakang tidak ada seorang pun di sana."Waktunya lo muncul," ucap Aksa sambil memejamkan matanya.Ia sudah handal dalam memanggil jiwa Evan yang tertidur di dalam tubuhnya. Ia sudah bisa mengatur kapan ia harus bertukar dan kapan harus muncul. Dan ia pun sudah tau kalau la
Atlanta sekarang sudah beranjak remaja. Sekarang ia sudah resmi menjadi murid SMA Nusa Bangsa. Dan sudah mendapatkan satu teman saat masa MOS.Hari-hari yang ia jalani sangatlah membosankan. Karena setiap hari ia hanya di rumah. Menonton TV, membaca buku, mengerjakan soal-soal. Cuma itu kegiatannya.Tetapi itu semua akan berubah jika Aksa datang. Kedatangan laki-laki itu membuat harinya menjadi lebih menyenangkan. Setiap laki-laki itu datang, pasti laki-laki itu akan membawanya jalan-jalan berkeliling kota, membeli es krim di suatu tempat, dan bermain bersama-sama. Tetapi sangat disayangkan, karena laki-laki itu sangat jarang berkunjung.Dan seperti hari ini. Atlanta sangat bosan. Makanya ia memutuskan untuk kembali ke kamar. Tetapi di tengah jalan atau tepatnya di depan sebuah pintu kamar, ia hentikan langkahnya.Sekarang ia ada di depan pintu kamar yang selalu terkunci. Kamar itu sangat jarang dibuka dan kalau pun dibuka pasti saat itu Atlanta sedang ti
Tiga tahun sudah semenjak hari pernikahan Aksa dan Fanny. Betapa bahagianya Cakra saat mendengar Fanny sudah melahirkan bayinya dengan selamat. Dengan kecepatan penuh, Cakra mengendarai motornya ke rumah sakit, untuk menjenguk perempuan itu dan mengucapakan selamat pada sahabatnya karena sudah menjadi seorang ayah.Saat sudah sampai di rumah sakit. Dengan cepat Cakra langsung berlari ke arah ruang perawatan Fanny. Saat sudah sampai di ruangan tersebut, Cakra melihat Aksa yang sedang duduk di sofa menemani Fanny yang sedang tertidur lelap."Yo, Kapten," ucap Cakra sambil memasuki ruangan."Yo. Lama nggak ketemu," ucap Aksa sambil mengalihkan pandangannya ke arah Cakra."Kan sekarang lo sudah jadi seorang ayah, nih. Ceritalah gimana perasaan lo sekarang.""Bahagia banget. Saking bahagianya gua nggak tau bagaimana cara ngasih taunya ke lo.""Oh, begitu. Kalau 'gitu udah cukup. Asalkan lo bahagia itu sudah cukup."Pandangan Cakra beralih
Cakra mengambil sebuah dua gelas minuman di atas meja, lalu berjalan menuju Putra yang sedang berkumpul bersama anggota Natch.Cakra menyodorkan salah satu gelasnya ke arah Putra. Sebagai isyarat untuk laki-laki itu minum minuman tersebut. Dan dengan senang hati Putra menerima minuman itu, lalu meminumnya sedikit."Semuanya datang?" tanya Cakra sambil menatap Putra."Dua puluh persen dari anggota Heaven datang," jawab Putra setelah meminum minumannya."Kok cuma dua puluh persen? Bukannya semua anggota Heaven diundang?""Mereka bakalan datang kalau semua tamu undangan yang lainnya sudah pulang. Pikirin aja baik-baik, kalau mereka semua datang sekarang, tempat ini bakalan penuh dengan anak geng motor, nanti para tamu undangan yang lain pada takut. Bisa-bisa acara ini jadi hancur.""Benar juga, ya. Tumben otak lo lancar.""Otak gua memang lancar. Noh otak lu yang mampet."Cakra tersenyum kecil mendengar itu. Pandangann
Malam hari ini, Azkia menginap di rumah Aksa. Karena besok ia harus membantu Shila untuk mempersiapkan semuanya yang dibutuhkan saat acara pernikahan Aksa dan Fanny.Di kamar tamu lah ia berada sekarang. Ia sudah sangat sering menggunakan kamar tamu ini. Bahkan saking seringnya ia tidur di kamar ini, ia sampai-sampai sudah menganggap kamar tamu ini adalah kamarnya sendiri.Azkia tersenyum tipis, saat melihat Aksa memasuki kamarnya. Ia menatap wajah Aksa dengan saksama, seakan bertanya alasan kenapa laki-laki itu datang ke kamarnya malam-malam seperti ini.Mengetahui ada Aksa, Azkia langsung duduk di pinggir kasur. Supaya lebih sopan. Karena bagaimana pun Aksa lah tuan rumah. Jadi kurang sopan jika ia tiduran di atas kasur, saat ada laki-laki itu.Azkia terheran-heran saat tiba-tiba Aksa jongkok tepat di hadapannya. Ia bertanya-tanya apa yang sebenarnya sedang dilakukan laki-laki itu? Memasuki kamarnya tanpa sepatah kata pun, lalu tiba-tiba jongkok d
Aksa menatap Azkia secara saksama. Sejak tadi perempuan itu terus mengoceh hal-hal yang tidak penting. Dan Aksa hanya diam sambil berharap kalau ocehan Azkia akan segera berakhir.Dan harapan Aksa menjadi kenyataan. Tetapi itu bukan karena Azkia sudah selesai dengan ocehannya. Melainkan karena Fanny datang ke rumahnya. Dan sekarang sedang menunggunya di ruang tamu."Besok penentuan hari pernikahan lo sama Fanny. Jadi gua mohon jangan ikut-ikutan kalau Heaven sedang ada masalah dengan geng motor lain. Karena itu sangat berbahaya bagi lo," ucap Azkia sambil meredakan emosinya."Kalau gua sampai ikutan?" tanya Aksa dengan polosnya."Gua nggak bakalan izinin lo keluar dari kamar. Gua bakalan kunci kamar lo sampai seminggu, biar lo mati bosan di dalam kamar.""Wih, ngeri amat. Lo ini seorang kakak atau pembunuh kejam?""Dua-duanya. Kenapa? Mau ngeluh? Gua bilangin ke Bunda nih ya kalau lo nggak mau nurut sama gua.""Aduh, mainnya nga
Fitri tersenyum lebar saat melihat Aksa sekarang sedang berada di depan rumahnya bersama dengan Fanny. Sudah lama sekali, laki-laki itu tidak kembali ke rumahnya. Sekalinya laki-laki itu kembali hanya sekedar untuk mengantarkan Fanny.Rasanya miris sekali, saat mengingat bahwa dulu Aksa adalah bagian dari keluarganya. Tetapi sekarang Aksa sudah terlihat seperti orang asing. Yang bahkan sama sekali tidak terlihat merindukannya."Nggak masuk dulu?" tanya Fitri saat Aksa mau berbalik.Gerakan Aksa langsung terhenti saat mendengar suara Fitri. Rasa rindu yang selama ini ia telah lupakan, sekarang kembali muncul. Membuatnya ingin memeluk tubuh Fitri dengan erat. Lalu melepaskan semua rasa rindu yang telah ia simpan rapih-rapih selama ini."Saya harus kembali ke rumah sakit untuk membantu Bunda. Jadi mungkin lain waktu," ucap Aksa lalu tersenyum kecil."Atlanta juga butuh sosok kakak laki-laki. Jadi bisa temui dia? Biar dia tau kalau dia punya kakak laki
Aksa menatap perempuan yang ada di hadapannya secara saksama. Ini sama sekali tidak ada di dalam rencananya. Sebelumnya ia hanya berencana makan ramen bersama Putra sambil membahas beberapa hal. Tetapi siapa sangka Azkia dan Fanny berada di sana juga.Dengan paksaan Putra, akhirnya Aksa mau berbagi meja dengan Azkia dan Fanny. Sebenarnya ini adalah rencana Putra dan Azkia. Mereka memang sengaja mengajak Aksa dan Fanny ke warung ini, supaya hubungan mereka bisa menjadi lebih dekat.Dan rencana mereka untuk mempertemukan Aksa dan Fanny berhasil.Aksa menatap wajah Azkia. Mempertanyakan kenapa perempuan itu bisa berada di warung tersebut bersama Fanny. Tetapi hanya dibalas dengan senyuman oleh Azkia."Mau pesan apa, Vin?" ucap seorang perempuan yang bertugas untuk mencatat pesanan Aksa dan teman-temannya.Sontak Fanny, Azkia, dan Putra langsung merasa terheran-heran. Pasalnya perempuan itu memanggil Aksa dengan nama Alvin. Yang artinya perempuan
Sekarang Aksa dan Putra sedang ada di markas besar Heaven. Putra sengaja mengajak Aksa bertemu di sini, agar tidak ada yang menganggu perbicangan mereka. Karena saat ini Putra ingin membicarakan hal yang sangat penting. Dan hal itu sangat bersangkutan dengan kebahagiaan dua orang yang ia sayang.Aksa dan Putra berdiri saling berhadapan. Putra tersenyum lebar, lalu melayangkan sebuah pukulan cepat. Putra sengaja fokus kecepatan bukan kekuatan, karena ia tau kalau ia fokus pada kekuatan, maka kecepatan tangannya akan berkurang dan Aksa akan menangkis pukulannya dengan sempurna.Aksa menyentuh pipinya yang baru saja terkenal pukulan Putra. Ia merasa sedikit nyeri, karena sudah lama tidak merasakan pukulan. Terlebih lagi, pukulan sahabatnya itu memang tidak bisa diremehkan."Lo cinta sama Fanny?" tanya Putra sambil menatap tajam Aksa."Kenapa lo tiba-tiba tanya begitu?" tanya Aksa sambil menatap sinis Putra."Karena gua cinta sama dia.""K
Fanny menatap secara saksama Aqilla yang duduk di seberangnya. Ia sedikit kaget, saat tiba-tiba perempuan itu datang ke rumahnya lalu meminta waktunya sedikit untuk hanya sekedar berbicara tentang Aksa.Dari raut wajah perempuan itu, sepertinya perempuan itu sedang dalam mood yang buruk. Tetapi apa yang membuat sahabatnya itu terlihat seperti itu?"Jujur sama gua. Apa lo pernah bilang sesuatu ke Aksa? Sampai-sampai dia nggak percaya kalau lo cinta sama dia?" tanya Aqilla secara tiba-tiba.Fanny tertegun saat mendengar hal itu. Secara frontal Aqilla menanyakan hal seperti kepadanya. Seakan perempuan itu sangat yakin kalau dirinya pernah melakukan hal itu dengan sengaja."Setahu gua sih nggak pernah," jawab Fanny dengan ragu."Jangan bohong. Karena ini menyangkut masa depan lo sama Aksa," ucap Aqilla sambil menatap tajam Fanny."Enggak, Qilla. Emang kenapa, sih?""Aksa merasa kalau lo nggak cinta sama dia. Makanya sampai sekarang