Aksa berada di sebuah gudang tua yang tidak terpakai. Gudang tua yang sudah dipenuhi oleh sampah-sampah. Ia kemari karena selalu melihat tempat ini di mimpinya. Sudah 5 hari ia mencari gudang ini, dan akhirnya ketemu.
Ia melangkah ke bagian paling dalam dari gudang tersebut. Karena masih siang dan atap-atap gudang ini bolong-bolong Aksa tidak perlu khawatir akan kegelapan. Ia melihat sekitar, walau tidak begitu mirip dengan gedung yang ada di mimpinya, tetapi ia yakin kalau ini adalah gedung yang selama ini ia cari.
Saat Aksa sedang melihat keadaan sekitar, tiba-tiba kakinya menendang sebuah benda. Aksa melihat benda tersebut dengan seksama. Sebuah flashdisk yang dikemas di dalam sebuah plastik bening.
Tiba-tiba terdengar banyak suara langkah kaki, dengan cepat Aksa mengambil flashdisk tersebut lalu bersembunyi di dalam sebuah tong. Suara langkah kaki itu semakin terdengar jelas, pertanda kalau mereka berada di dekatnya.
"Sial! Kita kehilangan Flashdisk itu, kalau diambil orang lain, tamat riwayat kita."
Suara orang itu terdengar serak, seperti orang yang sudah berumur 20 tahun lebih. Aksa meremas flashdisk tersebut dengan erat. Ia yakin flashdisk ini ada hubungannya dengan mimpinya selama ini. Jadi, ia tidak menyerahkan flashdisk ini kepada orang lain.
"Nanti malam kita rubuhkan gedung ini, biar nggak ada yang nemuin flashdisk itu."
Aksa tidak tau kalau dengan menyimpan flashdisk itu, bisa membuatnya dalam masalah besar. Masalah yang akan merambat ke geng-geng motor yang ada di lingkungan.
Flashdisk itu bisa memberi tau Aksa tentang semuanya hal yang selama ini menjadi beban pikirannya. Tentang kematian ketua Heaven dan tentang siapa orang yang pernah mengendalikan tubuhnya saat ia bertarung melawan butterfly.
Setelah sekian lama Aksa bertahan di dalam sebuah tong, akhirnya orang-orang itu pergi dari gedung ini. Aksa keluar dari tong lalu berlari ke pinggir gudang. Ia melihat mobil baru saja melenggang pergi meninggalkan gudang tersebut. Ia akan mengingat mobil tersebut, karena mobil itu bisa menjadi petunjuk untuknya.
Aksa menyimpan flashdisk tersebut di kantong bajunya. Lalu berjalan keluar dari gedung tersebut. Tetapi, saat ia kira keadaannya sudah aman, ternyata salah besar. Ada satu orang dari jauh sedang mengawasinya.
Aksa hanya berjalan seperti biasa. Berusaha agar tidak menampilkan gelagat yang mencurigakan. Ia melenggang pergi dari area gedung. Ia tau kalau orang yang mengawasinya tadi akan memberikan sebuah masalah, tetapi ia hanya bersikap bodo amat.
*****
Aksa menghembuskan nafas kasar, saat ia melihat ada senior perempuannya sedang berkunjung ke toko roti Ibunya. Bukan cuma itu, seniornya itu sedang bersenda gurau dengan Fitri. Ia tidak tau pasti apa yang mereka bicarakan, tetapi ia yakin kalau mereka sedang membahas tentang dirinya.
Aksa tetap memutuskan untuk masuk ke dalam toko, walau sebenarnya ia sangat malas bertemu dengan seniornya itu. Ia langsung menghampiri Fitri, walau terpaksa ia tetap menunjukan senyumannya. Ia tidak ingin Fitri tau kalau ia tidak suka dengan keberadaan Pitaloka.
"Pas banget kamu udah datang. Temenin Pitaloka, ibu mau bikin roti dulu," ucap Fitri. Ia langsung berdiri lalu meninggalkan Aksa dan Pitaloka.
Setelah Fitri pergi, Aksa pun duduk di kursi depan Pitaloka. Ia memandang Pitaloka dengan perasaan curiga. Karena, tidak mungkin seorang perempuan berpenampilan sangat rapi hanya untuk membeli sebuah roti.
"Gimana? Gua cantikan?" tanya Pitaloka. Ia sengaja berpenampilan rapi agar bisa menarik perhatian Aksa.
"Jujur. Anda lebih cantik jika tersenyum dari pada berpakaian seperti ini. Cantik anda natural, jadi walau menggunakan pakaian biasa, Anda pasti akan tetap kelihatan cantik," jawab Aksa.
Aksa tersenyum tipis saat melihat Pitaloka tiba-tiba menunduk setelah mendengar ucapannya. Ia sangat menikmati saat-saat seniornya tersipu malu.
Sedangkan, Pitaloka masih menunduk sambil tersenyum. Ini berbeda dengan rencana awalnya. Ia ke sini untuk melihat Aksa tersipu malu saat kepergok menikmati kecantikannya, tetapi kenapa sekarang malah ia yang tersipu malu.
"Langsung ke intinya saja. Anda ke sini bukan hanya untuk sekedar membeli kue kan?" tanya Aksa. Ia tidak suka berbelit-belit, ia tau benar dengan sifat-sifat orang seperti Pitaloka.
Pitaloka tersenyum mendengar itu. Ia sebenarnya ingin sedikit berbasa-basi agar Aksa tidak meninggalkannya begitu cepat. Tetapi, ternyata laki-laki itu sendiri yang langsung memintanya untuk to the point.
"Gimana? Lo mau jadi ojek pribadi gua?" tanya Pitaloka.
"Harus berapa kali saya bilang. Saya nggak mau," jawab Aksa.
"Semester depan lo butuh banyak uang buat biaya sekolah, dan gua tau kalau lo nggak akan tega minta semua biaya itu ke ibu lo."
"Anda lupa kalau saya adalah murid beasiswa?"
"Beasiswa hanya akan memberi keringanan 50%, jadi lo masih perlu 50% lagi untuk melunasi semuanya."
"Kenapa Anda begitu memaksa saya untuk jadi ojek pribadi Anda?"
"Gua cuma pengen sedikit bermain dengan lo."
"Anda terlalu sering mempermainkan orang lain, hati-hati dengan karma."
"Kenapa? Lo khawatir gua kena karma?"
Aksa merasa kalau otak seniornya itu bermasalah. Jelas-jelas kalimat yang ia ucapkan itu kalimat peringatan bukan kalimat khawatir. Ia menggeleng pelan, sebagai tanda kalau ia tidak mengkhawatirkan seniornya itu.
"Boleh saya tanya satu hal?" tanya Aksa.
"Apa?"
"Anda berniat menjadikan saya pelampiasan bukan? Anda berniat menjadikan saya menjadi pengganti Cakra bukan?" tanya Aksa secara beruntun.
"Lo lebih pinter dari yang gua pikirkan," jawab Pitaloka. Ia tidak berpikir kalau Aksa bisa menebak dirinya sejauh itu. Ia semakin tertarik menjadikan Aksa sebagai pelampiasannya.
"Lebih baik Anda jauhi saya."
"Lo nggak berhak nentuin itu."
"Saya nggak mau ngejalanin hubungan beda agama."
Aksa tau rasa betul gimana rasa sakitnya ngejalanin sebuah hubungan beda agama. Rasa perihnya saat tidak diizinkan oleh orang tua untuk menjalani hubungan tersebut. Luka itu masih terasa di hati Aksa, dan ia tidak ingin merasakan luka itu untuk kedua kalinya.
"Kenapa? Kita punya Tuhan, jadi kita hanya perlu ngejalanin, kalau lo cemas sama hal akan terjadi berarti lo nggak percaya dengan takdir Tuhan."
Pitaloka mungkin orang yang tidak begitu taat dalam beribadah, tetapi bukan berarti ia bukan orang yang tak percaya dengan takdir Tuhan. Ia sangat percaya kalau di dunia ini semuanya sudah diatur oleh sang pencipta, makanya ia menjalani semua kegiatannya tanpa mencemaskan apapun. Ia tidak pernah takut akan hal yang terjadi, karena ia tau kalau Tuhan tidak akan memberikan sebuah cobaan yang tidak bisa dilalui oleh hambanya.
"Takdir Tuhan itu semuanya indah,
cuma cara penyampaiannyaaja yang berbeda,""Sa, lo dicariin tuh," ucap Raka sambil melihat ke arah seorang perempuan yang berdiri di depan kelas. Ia tidak berani menunjuk perempuan itu, karena ia tau perempuan itu adalah orang yang paling ditakuti di sekolah ini.Perlahan Aksa mulai membuka matanya. Dengan perasaan kesal ia mengucek matanya. Setelah itu ia melihat ke arah seorang perempuan yang berani-beraninya mengganggu waktu tidurnya. Dan, ia langsung menghela nafas panjang setelah tau siapa perempuan itu."Sebaiknya lo bicara di luar, semuanya udah ketakutan," ucap Raka dengan suara kecil, agar perempuan yang sedang ia bicarakan tidak mendengar ucapannya.Kehadiran perempuan itu menghadirkan sebuah rasa takut kepada semua orang yang ada di sekitarnya. Rasa takut akan ditindas, dibentak, dan segala hal yang paling ditakutkan oleh para murid lain. Bahkan hanya dengan sebuah tatapan dari perempuan itu bisa membu
Pitaloka tersenyum saat melihat Gino sudah pulang ke rumah. Ia menyambut kedatangan Gino dengan senyuman dan pelukan. Ia sangat ingin mendengar berita baik dari hasil pertemuan Ayahnya dengan Aksa."Gimana, Yah?" tanya Pitaloka dengan semangat.Sudah lama Gino tidak melihat Pitaloka sesemangat ini, ia bahagia karena bisa melihat senyuman Pitaloka walau senyuman itu, dan ia akan berusaha agar senyuman itu tidak pernah pudar dari wajah putrinya itu."Dia setuju, jadi mulai besok pagi kamu akan diantar kemanapun kamu mau sama dia," jawab Gino dengan perasaan lega, karena hasil dari pertemuannya dengan Aksa berakhir dengan hasil yang ia inginkan."Makasih, Yah," ucap Pitaloka sambil memeluk Gino dengan erat."Sama-sama."Kebahagiaan menurut Gino adalah saat ia bisa melihat putri semata wayangnya tersenyum. Walau, tanpa sosok
Pagi hari yang sangat menyibukkan. Mulai pagi hari ini jadwal rutinitas Aksa bertambah, karena ia harus menjemput Pitaloka dulu sebelum ia berangkat sekolah.Aksa memandang rumah Pitaloka sedari tadi. Ia menunggu perempuan itu keluar dari singgasananya, tetapi batang hidungnya tak kunjung kelihatan.Pandangan Aksa beralih ke arah seseorang yang baru saja keluar dari gerbang rumah. Ia sempat berharap kalau orang tersebut adalah Pitaloka, tetapi harapannya pupus saat ia melihat kalau orang tersebut adalah Bapak-bapak."Nggak mungkin juga, makhluk secantik Pitaloka berubah jadi Bapak-bapaknya kumisan," gumam Aksa dengan pelan agar orang yang sedang ia bicarakan tidak mendengar ucapannya.Seketika Aksa langsung ketakutan saat melihat Bapak-bapak tersebut mendekat ke arahnya. Ia takut kalau orang tersebut mendengarkan ucapannya lalu mengamuk. Jantungnya
Aksa sudah berada tepat di sebuah gudang kosong yang sering disebut oleh warga sekitar dengan sebutan 'Markas Iblis'. Sebuah markas para iblis yang paling ditakuti di kota ini. Tidak ada orang asing yang bisa selamat setelah masuk ke dalam gudang tersebut. Karena gudang tersebut memiliki penjaga, yaitu para anggota Laskar.Ia tau kalau sudah ada beberapa orang yang mengawasinya dari atas gedung. Tetapi, ia hanya berlagak biasa saja. Ia masuk ke dalam gudang tersebut. Sesekali ia menghentikan langkahnya saat ia merasakan ada orang yang mengikutinya, tetapi saat ia melihat ke arah belakang tidak ada seorang pun di sana."Waktunya lo muncul," ucap Aksa sambil memejamkan matanya.Ia sudah handal dalam memanggil jiwa Evan yang tertidur di dalam tubuhnya. Ia sudah bisa mengatur kapan ia harus bertukar dan kapan harus muncul. Dan ia pun sudah tau kalau la
Dipertandingan tadi tidak ada menyangka kalau Aksa akan mengalahkan Elvano. Jadi mau tidak mau para anggota Laskar harus memanggil semua mantan anggota Heaven, kecuali geng para anggota Salamander.Sekarang semuanya sudah berkumpul di ruang tengah gedung. Semua anggota berdiri di pinggir, sedangkan para ketua berdiri di tengah-tengah ruangan."Jadi? Kenapa lo manggil kita ke sini?" tanya Putra sambil memandang Elvano.Bagas Putra Prakasa. Ia adalah ketua geng yang bernama Natch. Nama geng tersebut diambil dari sebuah bahasa Jerman yang berarti malam. Putra terkenal dengan gerakannya yang sangat cepat. Dan ia memiliki satu kelebihan lagi, yaitu ia adalah anak indigo. Ia juga punya satu temen dari sebangsa makhluk halus yang bernama Zilka.Dulu saat ia mengungkapkan kalau dirinya anak indigo semua orang menertawainya. Tetapi, saat itu juga Evan datang
Pertandingan persahabatan diadakan hari ini. SMA Nusa Bangsa lah yang akan menjadi tuan rumah, karena mereka lah yang memenangkan pertandingan sebelumnya.Semakin lama semakin banyak orang berdatangan ke SMA Nusa Bangsa. Sekarang semua murid sudah berbaur dengan murid-murid SMA lainnya. Sekarang hanyalah seragam yang membedakan mereka.Seperti biasanya, pertandingan yang akan diselenggarakan adalah pertandingan voli, basket, badminton, cerdas cermat, dan lain-lainnya. Karena acaranya yang begitu banyak pembelajaran hari ini pun ditiadakan, agar para siswa fokus melihat pertandingan dan menyemangati para atlit.Ketika ada pengumuman bahwa pertandingan hampir dimulai, para suporter pun langsung menempatkan diri. Mereka menyanyikan yel-yel sekolah sekeras mungkin, memberikan semangat kepada atlit mereka masing-masing, dan begitu banyak lagi.Acara yang sangat ditunggu-tunggu oleh para kepala sekolah. Karena, acara ini
Semua anggota Natch sedang berkumpul di sebuah warung kecil di dekat SMA Pelita. Mereka sedang menghabiskan waktu bersama, cuma sekedar bercerita, bermain kartu, dan ada juga yang sedang tidur di sebuah kursi panjang.Tetapi, semua kegiatan itu berhenti ketika Beno datang membawa sebuah informasi tentang geng Dixie. Laki-laki itu bercerita tentang ada sebuah geng motor yang tiba-tiba menyerang geng Dixie.Sebuah berita yang cukup menarik banyak perhatian para anggota Natch. Bagas hanya tersenyum tipis mendengar itu, karena ia tau siapa kelompok yang berani-beraninya menyerang Dixie. Ia melihat ke arah langit. Memikirkan apa yang harus ia lakukan sekarang. Apa ia diharus diam saja, atau kah ikut membantu Dixie."Kalau gua biarin, pasti Nova akan ngamuk dan bunuh orang. Kalau gua ikutan pasti anggota gua akan terluka." suatu pilihan yang sulit bagi P
Semua anggota Laskar dan Natch sudah berkumpul di markas Heaven. Mereka berkumpul untuk membahas tentang pertarungan. Sekarang, semua keputusan ada di tangan Putra, Elvano, dan Aksa."Kita masih punya 5 menit," ucap Putra. Waktu mereka sedikit untuk membuat sebuah taktik agar bisa memenangkan pertarungan kali ini."Kita nggak bisa berangkat, kalau rencana belum ada," sahut Beno. Tadi, ia sempat memikirkan rencana, tetapi ia tidak yakin kalau rencana itu bisa berhasil."Langsung eksekusi, kita nggak punya banyak waktu untuk berdiskusi." Elvano sudah tidak bisa merancang strategi, makanya itu ia mengusulkan untuk langsung bertarung saja.Tiba-tiba ada satu buah truk berjenis Colt Diesel Engkel berwarna hitam datang. Di dalam bak tersebut terdapat banyak orang."Geng Devil," gumam Laskar.Geng Devil.
Atlanta sekarang sudah beranjak remaja. Sekarang ia sudah resmi menjadi murid SMA Nusa Bangsa. Dan sudah mendapatkan satu teman saat masa MOS.Hari-hari yang ia jalani sangatlah membosankan. Karena setiap hari ia hanya di rumah. Menonton TV, membaca buku, mengerjakan soal-soal. Cuma itu kegiatannya.Tetapi itu semua akan berubah jika Aksa datang. Kedatangan laki-laki itu membuat harinya menjadi lebih menyenangkan. Setiap laki-laki itu datang, pasti laki-laki itu akan membawanya jalan-jalan berkeliling kota, membeli es krim di suatu tempat, dan bermain bersama-sama. Tetapi sangat disayangkan, karena laki-laki itu sangat jarang berkunjung.Dan seperti hari ini. Atlanta sangat bosan. Makanya ia memutuskan untuk kembali ke kamar. Tetapi di tengah jalan atau tepatnya di depan sebuah pintu kamar, ia hentikan langkahnya.Sekarang ia ada di depan pintu kamar yang selalu terkunci. Kamar itu sangat jarang dibuka dan kalau pun dibuka pasti saat itu Atlanta sedang ti
Tiga tahun sudah semenjak hari pernikahan Aksa dan Fanny. Betapa bahagianya Cakra saat mendengar Fanny sudah melahirkan bayinya dengan selamat. Dengan kecepatan penuh, Cakra mengendarai motornya ke rumah sakit, untuk menjenguk perempuan itu dan mengucapakan selamat pada sahabatnya karena sudah menjadi seorang ayah.Saat sudah sampai di rumah sakit. Dengan cepat Cakra langsung berlari ke arah ruang perawatan Fanny. Saat sudah sampai di ruangan tersebut, Cakra melihat Aksa yang sedang duduk di sofa menemani Fanny yang sedang tertidur lelap."Yo, Kapten," ucap Cakra sambil memasuki ruangan."Yo. Lama nggak ketemu," ucap Aksa sambil mengalihkan pandangannya ke arah Cakra."Kan sekarang lo sudah jadi seorang ayah, nih. Ceritalah gimana perasaan lo sekarang.""Bahagia banget. Saking bahagianya gua nggak tau bagaimana cara ngasih taunya ke lo.""Oh, begitu. Kalau 'gitu udah cukup. Asalkan lo bahagia itu sudah cukup."Pandangan Cakra beralih
Cakra mengambil sebuah dua gelas minuman di atas meja, lalu berjalan menuju Putra yang sedang berkumpul bersama anggota Natch.Cakra menyodorkan salah satu gelasnya ke arah Putra. Sebagai isyarat untuk laki-laki itu minum minuman tersebut. Dan dengan senang hati Putra menerima minuman itu, lalu meminumnya sedikit."Semuanya datang?" tanya Cakra sambil menatap Putra."Dua puluh persen dari anggota Heaven datang," jawab Putra setelah meminum minumannya."Kok cuma dua puluh persen? Bukannya semua anggota Heaven diundang?""Mereka bakalan datang kalau semua tamu undangan yang lainnya sudah pulang. Pikirin aja baik-baik, kalau mereka semua datang sekarang, tempat ini bakalan penuh dengan anak geng motor, nanti para tamu undangan yang lain pada takut. Bisa-bisa acara ini jadi hancur.""Benar juga, ya. Tumben otak lo lancar.""Otak gua memang lancar. Noh otak lu yang mampet."Cakra tersenyum kecil mendengar itu. Pandangann
Malam hari ini, Azkia menginap di rumah Aksa. Karena besok ia harus membantu Shila untuk mempersiapkan semuanya yang dibutuhkan saat acara pernikahan Aksa dan Fanny.Di kamar tamu lah ia berada sekarang. Ia sudah sangat sering menggunakan kamar tamu ini. Bahkan saking seringnya ia tidur di kamar ini, ia sampai-sampai sudah menganggap kamar tamu ini adalah kamarnya sendiri.Azkia tersenyum tipis, saat melihat Aksa memasuki kamarnya. Ia menatap wajah Aksa dengan saksama, seakan bertanya alasan kenapa laki-laki itu datang ke kamarnya malam-malam seperti ini.Mengetahui ada Aksa, Azkia langsung duduk di pinggir kasur. Supaya lebih sopan. Karena bagaimana pun Aksa lah tuan rumah. Jadi kurang sopan jika ia tiduran di atas kasur, saat ada laki-laki itu.Azkia terheran-heran saat tiba-tiba Aksa jongkok tepat di hadapannya. Ia bertanya-tanya apa yang sebenarnya sedang dilakukan laki-laki itu? Memasuki kamarnya tanpa sepatah kata pun, lalu tiba-tiba jongkok d
Aksa menatap Azkia secara saksama. Sejak tadi perempuan itu terus mengoceh hal-hal yang tidak penting. Dan Aksa hanya diam sambil berharap kalau ocehan Azkia akan segera berakhir.Dan harapan Aksa menjadi kenyataan. Tetapi itu bukan karena Azkia sudah selesai dengan ocehannya. Melainkan karena Fanny datang ke rumahnya. Dan sekarang sedang menunggunya di ruang tamu."Besok penentuan hari pernikahan lo sama Fanny. Jadi gua mohon jangan ikut-ikutan kalau Heaven sedang ada masalah dengan geng motor lain. Karena itu sangat berbahaya bagi lo," ucap Azkia sambil meredakan emosinya."Kalau gua sampai ikutan?" tanya Aksa dengan polosnya."Gua nggak bakalan izinin lo keluar dari kamar. Gua bakalan kunci kamar lo sampai seminggu, biar lo mati bosan di dalam kamar.""Wih, ngeri amat. Lo ini seorang kakak atau pembunuh kejam?""Dua-duanya. Kenapa? Mau ngeluh? Gua bilangin ke Bunda nih ya kalau lo nggak mau nurut sama gua.""Aduh, mainnya nga
Fitri tersenyum lebar saat melihat Aksa sekarang sedang berada di depan rumahnya bersama dengan Fanny. Sudah lama sekali, laki-laki itu tidak kembali ke rumahnya. Sekalinya laki-laki itu kembali hanya sekedar untuk mengantarkan Fanny.Rasanya miris sekali, saat mengingat bahwa dulu Aksa adalah bagian dari keluarganya. Tetapi sekarang Aksa sudah terlihat seperti orang asing. Yang bahkan sama sekali tidak terlihat merindukannya."Nggak masuk dulu?" tanya Fitri saat Aksa mau berbalik.Gerakan Aksa langsung terhenti saat mendengar suara Fitri. Rasa rindu yang selama ini ia telah lupakan, sekarang kembali muncul. Membuatnya ingin memeluk tubuh Fitri dengan erat. Lalu melepaskan semua rasa rindu yang telah ia simpan rapih-rapih selama ini."Saya harus kembali ke rumah sakit untuk membantu Bunda. Jadi mungkin lain waktu," ucap Aksa lalu tersenyum kecil."Atlanta juga butuh sosok kakak laki-laki. Jadi bisa temui dia? Biar dia tau kalau dia punya kakak laki
Aksa menatap perempuan yang ada di hadapannya secara saksama. Ini sama sekali tidak ada di dalam rencananya. Sebelumnya ia hanya berencana makan ramen bersama Putra sambil membahas beberapa hal. Tetapi siapa sangka Azkia dan Fanny berada di sana juga.Dengan paksaan Putra, akhirnya Aksa mau berbagi meja dengan Azkia dan Fanny. Sebenarnya ini adalah rencana Putra dan Azkia. Mereka memang sengaja mengajak Aksa dan Fanny ke warung ini, supaya hubungan mereka bisa menjadi lebih dekat.Dan rencana mereka untuk mempertemukan Aksa dan Fanny berhasil.Aksa menatap wajah Azkia. Mempertanyakan kenapa perempuan itu bisa berada di warung tersebut bersama Fanny. Tetapi hanya dibalas dengan senyuman oleh Azkia."Mau pesan apa, Vin?" ucap seorang perempuan yang bertugas untuk mencatat pesanan Aksa dan teman-temannya.Sontak Fanny, Azkia, dan Putra langsung merasa terheran-heran. Pasalnya perempuan itu memanggil Aksa dengan nama Alvin. Yang artinya perempuan
Sekarang Aksa dan Putra sedang ada di markas besar Heaven. Putra sengaja mengajak Aksa bertemu di sini, agar tidak ada yang menganggu perbicangan mereka. Karena saat ini Putra ingin membicarakan hal yang sangat penting. Dan hal itu sangat bersangkutan dengan kebahagiaan dua orang yang ia sayang.Aksa dan Putra berdiri saling berhadapan. Putra tersenyum lebar, lalu melayangkan sebuah pukulan cepat. Putra sengaja fokus kecepatan bukan kekuatan, karena ia tau kalau ia fokus pada kekuatan, maka kecepatan tangannya akan berkurang dan Aksa akan menangkis pukulannya dengan sempurna.Aksa menyentuh pipinya yang baru saja terkenal pukulan Putra. Ia merasa sedikit nyeri, karena sudah lama tidak merasakan pukulan. Terlebih lagi, pukulan sahabatnya itu memang tidak bisa diremehkan."Lo cinta sama Fanny?" tanya Putra sambil menatap tajam Aksa."Kenapa lo tiba-tiba tanya begitu?" tanya Aksa sambil menatap sinis Putra."Karena gua cinta sama dia.""K
Fanny menatap secara saksama Aqilla yang duduk di seberangnya. Ia sedikit kaget, saat tiba-tiba perempuan itu datang ke rumahnya lalu meminta waktunya sedikit untuk hanya sekedar berbicara tentang Aksa.Dari raut wajah perempuan itu, sepertinya perempuan itu sedang dalam mood yang buruk. Tetapi apa yang membuat sahabatnya itu terlihat seperti itu?"Jujur sama gua. Apa lo pernah bilang sesuatu ke Aksa? Sampai-sampai dia nggak percaya kalau lo cinta sama dia?" tanya Aqilla secara tiba-tiba.Fanny tertegun saat mendengar hal itu. Secara frontal Aqilla menanyakan hal seperti kepadanya. Seakan perempuan itu sangat yakin kalau dirinya pernah melakukan hal itu dengan sengaja."Setahu gua sih nggak pernah," jawab Fanny dengan ragu."Jangan bohong. Karena ini menyangkut masa depan lo sama Aksa," ucap Aqilla sambil menatap tajam Fanny."Enggak, Qilla. Emang kenapa, sih?""Aksa merasa kalau lo nggak cinta sama dia. Makanya sampai sekarang