Perlahan Aksa mulai membuka matanya. Dengan perasaan kesal ia mengucek matanya. Setelah itu ia melihat ke arah seorang perempuan yang berani-beraninya mengganggu waktu tidurnya. Dan, ia langsung menghela nafas panjang setelah tau siapa perempuan itu.
"Sebaiknya lo bicara di luar, semuanya udah ketakutan," ucap Raka dengan suara kecil, agar perempuan yang sedang ia bicarakan tidak mendengar ucapannya.
Kehadiran perempuan itu menghadirkan sebuah rasa takut kepada semua orang yang ada di sekitarnya. Rasa takut akan ditindas, dibentak, dan segala hal yang paling ditakutkan oleh para murid lain. Bahkan hanya dengan sebuah tatapan dari perempuan itu bisa membuat murid lain lari terbirit-birit.
"Merepotkan," ucap Aksa. Ia pun berdiri lalu menghampiri perempuan tersebut. Saat sudah berada tepat di depan perempuan itu, ia langsung menggenggam tangannya lalu menarik perempuan itu keluar dari kelas.
Ia tau kalau dirinya akan dalam masalah karena sudah berani-beraninya menggenggam tangan perempuan yang menjadi idola di sekolah ini, tetapi ia juga tidak bisa membiarkan perempuan itu tetap berada di dalam kelasnya dan membuat masalah yang lebih besar.
Setelah sampai di taman sekolah ia melepaskan genggamannya. Ia berbalik lalu memandang mata perempuan itu.
"Kenapa?" tanya Aksa.
"Ayah gua pengen ketemu sama lo," jawab Pitaloka.
Mata Aksa langsung membulat sempurna setelah mendengar itu. Ia sudah berusaha mungkin agar tidak begitu masuk ke dalam kehidupan Pitaloka, tetapi kenapa sekarang ayah perempuan itu ingin menemuinya. Ia tau kalau ini bukan lah pertanda yang baik untuk dirinya. Ayah Pitaloka itu pasti akan membuatnya menyesal karena telah mengenal Pitaloka.
"Ada keperluan apa?"
"Entah, mungkin ayah gua pengen lihat seberapa pantas lo buat selalu ada di samping gua."
"Jangan berharap lebih, bisa saja saya akan berperilaku buruk di depan ayah Anda, agar Anda dijauhkan dari saya."
"Gua tau lo nggak bakal ngelakuin itu."
"Anda terlalu positif thinking."
"Karena gua tau cuma lo yang bisa gantiin Cakra di kehidupan gua. Jangan bikin kepercayaan gua rusak."
"Jangan pernah berharap sama manusia, karena itu bisa bikin Anda sakit hati."
Aksa sangat-sangat tidak habis pikir kalau dirinya harus bertemu dengan ayahnya Pitaloka. Sekarang Aksa merasakan perasaan bingung, cemas, takut, dan bimbang menjadi satu. Membuat otaknya tidak bisa berpikir jernih dan terus memikirkan apa yang akan terjadi saat ia bertemu dengan ayahnya Pitaloka.
*****
Sekarang Aksa berada di sebuah cafe. Ia di cafe ini bukan dalam rangka bertemu dengan ayahnya Pitaloka, melainkan dalam rangka melarikan diri. Ia akan menggunakan alasan ketiduran di cafe agar ia tidak perlu menemui orang itu. Sebuah alasan yang masuk akal, tetapi juga akan mengundang masalah.
Aksa masih fokus membaca buku novel. Matanya tertuju pada kalimat-kalimat yang sedang ia baca. Sesekali ia juga tersenyum saat membaca adegan lucu.
Tiba-tiba konsentrasi hancur saat ia merasakan ada seseorang yang duduk di kursi depannya. Seingatnya ia tidak memberitahu siapapun kalau dirinya ada berada di cafe ini. Perlahan ia mulai mengalihkan pandangannya, yang tadi selalu memandang novel sekarang memandang orang yang duduk di kursi depannya.
Semua usahanya sia-sia saat menyadari kalau orang yang duduk di depannya adalah ayahnya Pitaloka berada di hadapannya. Ia tidak menyangka kalau ia akan bertemu dengan orang itu sekarang. Padahal ia sudah repot-repot pergi ke cafe agar bisa menghindari orang tersebut.
Ia melihat ke sekelilingnya dan ternyata sudah dipenuhi oleh para penjaga. Bulu kuduknya seketika berdiri saat melihat wajah mereka semua menakutkan. Dan, sekarang tidak ada sedikitpun celah untuknya melarikan diri.
"Masih ada sekitar dua puluh menit sebelum pertemuan, jadi kenapa Anda di sini?" tanya Aksa dengan nada pelan.
"Kalau kamu memang sepintar yang dibilang anak saya, coba tebak alasan saya ke sini," ucap Gino.
"Anak Anda cuma bercanda, dia melebih-lebihkan cerita."
"Saya ke sini bukan untuk mendengarkan omong kosong."
Aksa tersentak mendengar itu. Ia tersenyum tipis saat mulai merasakan tekanan yang begitu kuat dari tatapan Gino. Benar kata Gino, ini bukan saatnya untuk membual tentang hal yang nggak diperlukan. Karena, ini menyangkut tentang Pitaloka.
"Anda ke sini untuk meminta saya menjauhi anak anda," ucap Aksa menebak maksud dari kedatangan Gino.
"Itu memang keinginan saya, tapi ini lebih penting dari itu. Ini keinginan anak saya. Dia ingin kamu jadi ojek pribadinya," ucap Gino. Memang berat baginya harus membiarkan sosok laki-laki yang tidak ia kenal mengantar-jemput anak semata wayangnya.
"Saya rasa Anda tidak kekurangan orang kalau cuma untuk mengantar-jemput anak anda sendiri."
"Benar juga, tapi nggak ada ayah yang mau melihat anaknya sedih."
"Anda terlalu memanjakan anak anda."
"Dia anak semata wayang saya, jadi wajar saja kalau saya ingin dia bahagia."
Tidak ada orang tua yang tidak ingin anaknya bahagia. Bahkan ada yang rela merelakan hal yang berharga bagi dirinya sendiri demi kebahagiaan anaknya. Itu lah yang sekarang yang dilakukan oleh Gino. Membiarkan anaknya dekat dengan seorang laki-laki yang belum ia kenal.
"Saya pelajar, jadi saya tugas saya belajar bukannya mengantar-jemput anak Anda," ucap Aksa. Ia tau kalau Gino punya niat baik, tetapi caranya saja yang salah. Ia rasa selama ini Gino lah yang menyebabkan Pitaloka memiliki sifat yang manja, dan ingin menang sendiri.
"Alvin Aksa Saputra. Kelas X MIPA 2. Anak beasiswa," ucap Gino dengan tempo lambat."
"Anda mengancam saya?"
"Kamu memang pintar."
Gino tersenyum karena Aksa tau maksud dari perkataannya. Jadi, ia tidak harus repot-repot menjelaskan secara gamblang ancaman yang akan ia berikan.
Aksa tau jelas kalau Gino sedang memberikan tekanan sekaligus ancaman kepada dirinya. Gino sengaja mengancam dirinya dengan menggunakan beasiswanya. Jika, beasiswa Aksa dicabut ia akan benar-benar tidak bisa bersekolah di SMA itu lagi.
"Ini bukan parasitisme. Ini mutualisme, karena saya akan membayar kamu, selama kamu menjadi tukang ojek anak saya," ucap Gino. Ini adalah sebuah simbiosis mutualisme jika ia dan Aksa berkerja sama. Aksa akan bekerja dengannya untuk menjaga putrinya, sedangkan Gino akan membayar semua kerja keras Aksa.
"Menurut saya ini adalah sebuah ancaman dari pada sebuah hubungan kerja sama," ucap Aksa.
"Bagus lah kalau kamu berpikir begitu, karena saya sedang mengancam kamu."
"Anda pikir saya takut dengan ancaman Anda?"
"Benar-benar anak yang liar. Tapi, sifat itu lah yang buat kamu lebih menarik dari pada Cakra."
Gino tidak habis pikir kalau Aksa tidak takut sedikit pun dengan ancamannya. Kalau saja orang yang berada di hadapannya ini adalah orang lain, pasti orang itu akan menuruti semua kemauannya. Ia sangat-sangat tertarik untuk menjadikan Aksa salah satu dari pengawalnya.
"Selama kamu bisa bahagia
Itu sudah cukupKarena kebahagiaan muAdalah kebahagiaan ku Juga"Pitaloka tersenyum saat melihat Gino sudah pulang ke rumah. Ia menyambut kedatangan Gino dengan senyuman dan pelukan. Ia sangat ingin mendengar berita baik dari hasil pertemuan Ayahnya dengan Aksa."Gimana, Yah?" tanya Pitaloka dengan semangat.Sudah lama Gino tidak melihat Pitaloka sesemangat ini, ia bahagia karena bisa melihat senyuman Pitaloka walau senyuman itu, dan ia akan berusaha agar senyuman itu tidak pernah pudar dari wajah putrinya itu."Dia setuju, jadi mulai besok pagi kamu akan diantar kemanapun kamu mau sama dia," jawab Gino dengan perasaan lega, karena hasil dari pertemuannya dengan Aksa berakhir dengan hasil yang ia inginkan."Makasih, Yah," ucap Pitaloka sambil memeluk Gino dengan erat."Sama-sama."Kebahagiaan menurut Gino adalah saat ia bisa melihat putri semata wayangnya tersenyum. Walau, tanpa sosok
Pagi hari yang sangat menyibukkan. Mulai pagi hari ini jadwal rutinitas Aksa bertambah, karena ia harus menjemput Pitaloka dulu sebelum ia berangkat sekolah.Aksa memandang rumah Pitaloka sedari tadi. Ia menunggu perempuan itu keluar dari singgasananya, tetapi batang hidungnya tak kunjung kelihatan.Pandangan Aksa beralih ke arah seseorang yang baru saja keluar dari gerbang rumah. Ia sempat berharap kalau orang tersebut adalah Pitaloka, tetapi harapannya pupus saat ia melihat kalau orang tersebut adalah Bapak-bapak."Nggak mungkin juga, makhluk secantik Pitaloka berubah jadi Bapak-bapaknya kumisan," gumam Aksa dengan pelan agar orang yang sedang ia bicarakan tidak mendengar ucapannya.Seketika Aksa langsung ketakutan saat melihat Bapak-bapak tersebut mendekat ke arahnya. Ia takut kalau orang tersebut mendengarkan ucapannya lalu mengamuk. Jantungnya
Aksa sudah berada tepat di sebuah gudang kosong yang sering disebut oleh warga sekitar dengan sebutan 'Markas Iblis'. Sebuah markas para iblis yang paling ditakuti di kota ini. Tidak ada orang asing yang bisa selamat setelah masuk ke dalam gudang tersebut. Karena gudang tersebut memiliki penjaga, yaitu para anggota Laskar.Ia tau kalau sudah ada beberapa orang yang mengawasinya dari atas gedung. Tetapi, ia hanya berlagak biasa saja. Ia masuk ke dalam gudang tersebut. Sesekali ia menghentikan langkahnya saat ia merasakan ada orang yang mengikutinya, tetapi saat ia melihat ke arah belakang tidak ada seorang pun di sana."Waktunya lo muncul," ucap Aksa sambil memejamkan matanya.Ia sudah handal dalam memanggil jiwa Evan yang tertidur di dalam tubuhnya. Ia sudah bisa mengatur kapan ia harus bertukar dan kapan harus muncul. Dan ia pun sudah tau kalau la
Dipertandingan tadi tidak ada menyangka kalau Aksa akan mengalahkan Elvano. Jadi mau tidak mau para anggota Laskar harus memanggil semua mantan anggota Heaven, kecuali geng para anggota Salamander.Sekarang semuanya sudah berkumpul di ruang tengah gedung. Semua anggota berdiri di pinggir, sedangkan para ketua berdiri di tengah-tengah ruangan."Jadi? Kenapa lo manggil kita ke sini?" tanya Putra sambil memandang Elvano.Bagas Putra Prakasa. Ia adalah ketua geng yang bernama Natch. Nama geng tersebut diambil dari sebuah bahasa Jerman yang berarti malam. Putra terkenal dengan gerakannya yang sangat cepat. Dan ia memiliki satu kelebihan lagi, yaitu ia adalah anak indigo. Ia juga punya satu temen dari sebangsa makhluk halus yang bernama Zilka.Dulu saat ia mengungkapkan kalau dirinya anak indigo semua orang menertawainya. Tetapi, saat itu juga Evan datang
Pertandingan persahabatan diadakan hari ini. SMA Nusa Bangsa lah yang akan menjadi tuan rumah, karena mereka lah yang memenangkan pertandingan sebelumnya.Semakin lama semakin banyak orang berdatangan ke SMA Nusa Bangsa. Sekarang semua murid sudah berbaur dengan murid-murid SMA lainnya. Sekarang hanyalah seragam yang membedakan mereka.Seperti biasanya, pertandingan yang akan diselenggarakan adalah pertandingan voli, basket, badminton, cerdas cermat, dan lain-lainnya. Karena acaranya yang begitu banyak pembelajaran hari ini pun ditiadakan, agar para siswa fokus melihat pertandingan dan menyemangati para atlit.Ketika ada pengumuman bahwa pertandingan hampir dimulai, para suporter pun langsung menempatkan diri. Mereka menyanyikan yel-yel sekolah sekeras mungkin, memberikan semangat kepada atlit mereka masing-masing, dan begitu banyak lagi.Acara yang sangat ditunggu-tunggu oleh para kepala sekolah. Karena, acara ini
Semua anggota Natch sedang berkumpul di sebuah warung kecil di dekat SMA Pelita. Mereka sedang menghabiskan waktu bersama, cuma sekedar bercerita, bermain kartu, dan ada juga yang sedang tidur di sebuah kursi panjang.Tetapi, semua kegiatan itu berhenti ketika Beno datang membawa sebuah informasi tentang geng Dixie. Laki-laki itu bercerita tentang ada sebuah geng motor yang tiba-tiba menyerang geng Dixie.Sebuah berita yang cukup menarik banyak perhatian para anggota Natch. Bagas hanya tersenyum tipis mendengar itu, karena ia tau siapa kelompok yang berani-beraninya menyerang Dixie. Ia melihat ke arah langit. Memikirkan apa yang harus ia lakukan sekarang. Apa ia diharus diam saja, atau kah ikut membantu Dixie."Kalau gua biarin, pasti Nova akan ngamuk dan bunuh orang. Kalau gua ikutan pasti anggota gua akan terluka." suatu pilihan yang sulit bagi P
Semua anggota Laskar dan Natch sudah berkumpul di markas Heaven. Mereka berkumpul untuk membahas tentang pertarungan. Sekarang, semua keputusan ada di tangan Putra, Elvano, dan Aksa."Kita masih punya 5 menit," ucap Putra. Waktu mereka sedikit untuk membuat sebuah taktik agar bisa memenangkan pertarungan kali ini."Kita nggak bisa berangkat, kalau rencana belum ada," sahut Beno. Tadi, ia sempat memikirkan rencana, tetapi ia tidak yakin kalau rencana itu bisa berhasil."Langsung eksekusi, kita nggak punya banyak waktu untuk berdiskusi." Elvano sudah tidak bisa merancang strategi, makanya itu ia mengusulkan untuk langsung bertarung saja.Tiba-tiba ada satu buah truk berjenis Colt Diesel Engkel berwarna hitam datang. Di dalam bak tersebut terdapat banyak orang."Geng Devil," gumam Laskar.Geng Devil.
Akhirnya Elvano, Putra, Aksa, dan Nova berhadapan dengan barisan terakhir. Jika mereka bisa mengalahkan 7 orang yang ada di hadapannya sekarang, mereka bisa lanjut untuk mengalahkan Michel dan Cakra yang berada di dalam sebuah ruangan di belakang 7 orang tersebut."Kalian berdua lanjut aja." Nova maju satu langkah, sekarang Nova lah yang berada paling dekat dengan musuh."Mereka urusan gua sama Nova." Putra berdiri di samping Nova. Sebenarnya, ia tidak ingin bekerja sama dengan Nova. Tetapi, karena situasinya sudah mendesak ia pun memilih untuk menurunkan egonya."Gua sama Nova, bakal bikin celah. Kalian siap-siap lari."Nova dan Putra pun langsung menerjang maju. Mereka menyingkirkan semua orang yang menghalangi jalan Elvano dan Aksa. Mereka berdua yakin kalau kedua orang itu bisa memenangkan pertarungan ini."Pergi!" teriak Nova dengan
Atlanta sekarang sudah beranjak remaja. Sekarang ia sudah resmi menjadi murid SMA Nusa Bangsa. Dan sudah mendapatkan satu teman saat masa MOS.Hari-hari yang ia jalani sangatlah membosankan. Karena setiap hari ia hanya di rumah. Menonton TV, membaca buku, mengerjakan soal-soal. Cuma itu kegiatannya.Tetapi itu semua akan berubah jika Aksa datang. Kedatangan laki-laki itu membuat harinya menjadi lebih menyenangkan. Setiap laki-laki itu datang, pasti laki-laki itu akan membawanya jalan-jalan berkeliling kota, membeli es krim di suatu tempat, dan bermain bersama-sama. Tetapi sangat disayangkan, karena laki-laki itu sangat jarang berkunjung.Dan seperti hari ini. Atlanta sangat bosan. Makanya ia memutuskan untuk kembali ke kamar. Tetapi di tengah jalan atau tepatnya di depan sebuah pintu kamar, ia hentikan langkahnya.Sekarang ia ada di depan pintu kamar yang selalu terkunci. Kamar itu sangat jarang dibuka dan kalau pun dibuka pasti saat itu Atlanta sedang ti
Tiga tahun sudah semenjak hari pernikahan Aksa dan Fanny. Betapa bahagianya Cakra saat mendengar Fanny sudah melahirkan bayinya dengan selamat. Dengan kecepatan penuh, Cakra mengendarai motornya ke rumah sakit, untuk menjenguk perempuan itu dan mengucapakan selamat pada sahabatnya karena sudah menjadi seorang ayah.Saat sudah sampai di rumah sakit. Dengan cepat Cakra langsung berlari ke arah ruang perawatan Fanny. Saat sudah sampai di ruangan tersebut, Cakra melihat Aksa yang sedang duduk di sofa menemani Fanny yang sedang tertidur lelap."Yo, Kapten," ucap Cakra sambil memasuki ruangan."Yo. Lama nggak ketemu," ucap Aksa sambil mengalihkan pandangannya ke arah Cakra."Kan sekarang lo sudah jadi seorang ayah, nih. Ceritalah gimana perasaan lo sekarang.""Bahagia banget. Saking bahagianya gua nggak tau bagaimana cara ngasih taunya ke lo.""Oh, begitu. Kalau 'gitu udah cukup. Asalkan lo bahagia itu sudah cukup."Pandangan Cakra beralih
Cakra mengambil sebuah dua gelas minuman di atas meja, lalu berjalan menuju Putra yang sedang berkumpul bersama anggota Natch.Cakra menyodorkan salah satu gelasnya ke arah Putra. Sebagai isyarat untuk laki-laki itu minum minuman tersebut. Dan dengan senang hati Putra menerima minuman itu, lalu meminumnya sedikit."Semuanya datang?" tanya Cakra sambil menatap Putra."Dua puluh persen dari anggota Heaven datang," jawab Putra setelah meminum minumannya."Kok cuma dua puluh persen? Bukannya semua anggota Heaven diundang?""Mereka bakalan datang kalau semua tamu undangan yang lainnya sudah pulang. Pikirin aja baik-baik, kalau mereka semua datang sekarang, tempat ini bakalan penuh dengan anak geng motor, nanti para tamu undangan yang lain pada takut. Bisa-bisa acara ini jadi hancur.""Benar juga, ya. Tumben otak lo lancar.""Otak gua memang lancar. Noh otak lu yang mampet."Cakra tersenyum kecil mendengar itu. Pandangann
Malam hari ini, Azkia menginap di rumah Aksa. Karena besok ia harus membantu Shila untuk mempersiapkan semuanya yang dibutuhkan saat acara pernikahan Aksa dan Fanny.Di kamar tamu lah ia berada sekarang. Ia sudah sangat sering menggunakan kamar tamu ini. Bahkan saking seringnya ia tidur di kamar ini, ia sampai-sampai sudah menganggap kamar tamu ini adalah kamarnya sendiri.Azkia tersenyum tipis, saat melihat Aksa memasuki kamarnya. Ia menatap wajah Aksa dengan saksama, seakan bertanya alasan kenapa laki-laki itu datang ke kamarnya malam-malam seperti ini.Mengetahui ada Aksa, Azkia langsung duduk di pinggir kasur. Supaya lebih sopan. Karena bagaimana pun Aksa lah tuan rumah. Jadi kurang sopan jika ia tiduran di atas kasur, saat ada laki-laki itu.Azkia terheran-heran saat tiba-tiba Aksa jongkok tepat di hadapannya. Ia bertanya-tanya apa yang sebenarnya sedang dilakukan laki-laki itu? Memasuki kamarnya tanpa sepatah kata pun, lalu tiba-tiba jongkok d
Aksa menatap Azkia secara saksama. Sejak tadi perempuan itu terus mengoceh hal-hal yang tidak penting. Dan Aksa hanya diam sambil berharap kalau ocehan Azkia akan segera berakhir.Dan harapan Aksa menjadi kenyataan. Tetapi itu bukan karena Azkia sudah selesai dengan ocehannya. Melainkan karena Fanny datang ke rumahnya. Dan sekarang sedang menunggunya di ruang tamu."Besok penentuan hari pernikahan lo sama Fanny. Jadi gua mohon jangan ikut-ikutan kalau Heaven sedang ada masalah dengan geng motor lain. Karena itu sangat berbahaya bagi lo," ucap Azkia sambil meredakan emosinya."Kalau gua sampai ikutan?" tanya Aksa dengan polosnya."Gua nggak bakalan izinin lo keluar dari kamar. Gua bakalan kunci kamar lo sampai seminggu, biar lo mati bosan di dalam kamar.""Wih, ngeri amat. Lo ini seorang kakak atau pembunuh kejam?""Dua-duanya. Kenapa? Mau ngeluh? Gua bilangin ke Bunda nih ya kalau lo nggak mau nurut sama gua.""Aduh, mainnya nga
Fitri tersenyum lebar saat melihat Aksa sekarang sedang berada di depan rumahnya bersama dengan Fanny. Sudah lama sekali, laki-laki itu tidak kembali ke rumahnya. Sekalinya laki-laki itu kembali hanya sekedar untuk mengantarkan Fanny.Rasanya miris sekali, saat mengingat bahwa dulu Aksa adalah bagian dari keluarganya. Tetapi sekarang Aksa sudah terlihat seperti orang asing. Yang bahkan sama sekali tidak terlihat merindukannya."Nggak masuk dulu?" tanya Fitri saat Aksa mau berbalik.Gerakan Aksa langsung terhenti saat mendengar suara Fitri. Rasa rindu yang selama ini ia telah lupakan, sekarang kembali muncul. Membuatnya ingin memeluk tubuh Fitri dengan erat. Lalu melepaskan semua rasa rindu yang telah ia simpan rapih-rapih selama ini."Saya harus kembali ke rumah sakit untuk membantu Bunda. Jadi mungkin lain waktu," ucap Aksa lalu tersenyum kecil."Atlanta juga butuh sosok kakak laki-laki. Jadi bisa temui dia? Biar dia tau kalau dia punya kakak laki
Aksa menatap perempuan yang ada di hadapannya secara saksama. Ini sama sekali tidak ada di dalam rencananya. Sebelumnya ia hanya berencana makan ramen bersama Putra sambil membahas beberapa hal. Tetapi siapa sangka Azkia dan Fanny berada di sana juga.Dengan paksaan Putra, akhirnya Aksa mau berbagi meja dengan Azkia dan Fanny. Sebenarnya ini adalah rencana Putra dan Azkia. Mereka memang sengaja mengajak Aksa dan Fanny ke warung ini, supaya hubungan mereka bisa menjadi lebih dekat.Dan rencana mereka untuk mempertemukan Aksa dan Fanny berhasil.Aksa menatap wajah Azkia. Mempertanyakan kenapa perempuan itu bisa berada di warung tersebut bersama Fanny. Tetapi hanya dibalas dengan senyuman oleh Azkia."Mau pesan apa, Vin?" ucap seorang perempuan yang bertugas untuk mencatat pesanan Aksa dan teman-temannya.Sontak Fanny, Azkia, dan Putra langsung merasa terheran-heran. Pasalnya perempuan itu memanggil Aksa dengan nama Alvin. Yang artinya perempuan
Sekarang Aksa dan Putra sedang ada di markas besar Heaven. Putra sengaja mengajak Aksa bertemu di sini, agar tidak ada yang menganggu perbicangan mereka. Karena saat ini Putra ingin membicarakan hal yang sangat penting. Dan hal itu sangat bersangkutan dengan kebahagiaan dua orang yang ia sayang.Aksa dan Putra berdiri saling berhadapan. Putra tersenyum lebar, lalu melayangkan sebuah pukulan cepat. Putra sengaja fokus kecepatan bukan kekuatan, karena ia tau kalau ia fokus pada kekuatan, maka kecepatan tangannya akan berkurang dan Aksa akan menangkis pukulannya dengan sempurna.Aksa menyentuh pipinya yang baru saja terkenal pukulan Putra. Ia merasa sedikit nyeri, karena sudah lama tidak merasakan pukulan. Terlebih lagi, pukulan sahabatnya itu memang tidak bisa diremehkan."Lo cinta sama Fanny?" tanya Putra sambil menatap tajam Aksa."Kenapa lo tiba-tiba tanya begitu?" tanya Aksa sambil menatap sinis Putra."Karena gua cinta sama dia.""K
Fanny menatap secara saksama Aqilla yang duduk di seberangnya. Ia sedikit kaget, saat tiba-tiba perempuan itu datang ke rumahnya lalu meminta waktunya sedikit untuk hanya sekedar berbicara tentang Aksa.Dari raut wajah perempuan itu, sepertinya perempuan itu sedang dalam mood yang buruk. Tetapi apa yang membuat sahabatnya itu terlihat seperti itu?"Jujur sama gua. Apa lo pernah bilang sesuatu ke Aksa? Sampai-sampai dia nggak percaya kalau lo cinta sama dia?" tanya Aqilla secara tiba-tiba.Fanny tertegun saat mendengar hal itu. Secara frontal Aqilla menanyakan hal seperti kepadanya. Seakan perempuan itu sangat yakin kalau dirinya pernah melakukan hal itu dengan sengaja."Setahu gua sih nggak pernah," jawab Fanny dengan ragu."Jangan bohong. Karena ini menyangkut masa depan lo sama Aksa," ucap Aqilla sambil menatap tajam Fanny."Enggak, Qilla. Emang kenapa, sih?""Aksa merasa kalau lo nggak cinta sama dia. Makanya sampai sekarang