"Arvin!"
Teriakan dan gedoran pintu utama rumahnya membuat Arvin yang tengah memejamkan kedua matanya terbuka lebar dengan terkejut.Dia yang memang sengaja tidur di ruang tamu untuk menunggu adiknya pulang."Arvin, buka pintunya! Ada kabar gawat ini," ucap seseorang lagi sambil mengetuk pintu utama rumah Arvin. "Menyangkut adik kamu," imbuhnya.Mendengar kata adiknya, Arvin langsung bangkit dari tidurnya. Berjalan dengan langkah gontai menuju pintu dan membukanya perlahan."Ada apa, Mas? Ada apa dengan adik saya?" tanyanya menatap laki-laki berjaket merah itu dengan cemas."Farhan. Adik kamu kecelakaan di dekat jalan yang mau ke tempat bekas kebun binatang yang angker itu," katanya."Hah!" Kedua mata Arvin melebar sempurna. Bahkan, mulutnya sampai menganga. "Bagaimana keadaannya sekarang? Dia di mana?"Arvin pun semakin panik dibuatnya."Dia ada di rumah sakit yang ada di dekat kota.""Ya sudah. Ayo antar saya ke sana, Mas!" pintanya. "Sebentar, saya ambil jaket sama dompet dulu.""Iya. Saya tunggu di sini."Arvin kembali masuk ke dalam kamarnya. Dia memakai jaket dan mengambil dompet, kemudian memasukkannya ke dalam saku jaket yang ada di dalam agar lebih aman."Ayo, Mas!" ajaknya bersama dengan laki-laki yang dia kenal dengan nama Anton. Dia adalah tetangga yang rumahnya berjarak dua ratus meter dari rumahnya."Pakai helm, Mas!" ujar Anton mengingatkan."Oh, ya. sebentar."Arvin masuk lagi ke dalam rumahnya dan mengambil helm. Kemudian, mereka berdua menuju rumah sakit dengan menggunakan motor Anton."Mas Anton tahu dari mana kalau adik saya kecelakaan?" tanya Arvin penasaran."Biasa, Vin. Aku lagi ronda sama yang lain. Pas lewat jalan yang mau ke bekas kebun wisata itu, kita lihat Farhan sudah tergeletak di atas aspal dengan kening berdarah dan kondisinya tidak sadarkan diri."Anton menjelaskan bagaimana awal mula dia menemukan Farhan."Tertabrak atau bagaimana? Dia sendiri atau ada temannya? Atau ada motor lain gitu?"Arvin terus bertanya. Dia penasaran dengan apa yang menyebabkan adiknya kecelakaan."Kurang tahu. Soalnya, kita lihatnya hanya Farhan saja. Tidak ada orang lain di sana selain adik kamu," sahutnya sambil fokus pada jalanan yang lengang karena jarum jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam."Atau ... bisa jadi kecelakaan tunggal. Menabrak pohon. Soalnya, ada salah satu pohon yang lecet gitu, Vin," paparnya lagi.Arvin mengangguk. "Terus sekarang motornya di mana""Sementara diamankan di rumahku yang rumahnya paling dekat dengan lokasi kejadian.""Oke ...."Mereka kembali diam. Anton lebih memfokuskan pada jalan. Sedangkan Arvin sibuk memikirkan bagaimana kondisi adiknya itu.Anton melajukkan motornya dengan kecepatan lebih tinggi dari sebelumnya. Hampir setengah jam perjalanan, mereka pun akhirnya sampai di halaman rumah sakit yang memang sudah sepi."Di mana Farhan, Mas?""Tadi masih ada di ruang IGD. Coba aku tanyakan dulu."Anton mengetuk pintu ruang IGD, kemudian masuk setelah diizinkan oleh dokter jaga."Maaf, Dok. Mau tanya, pasien atas nama Farhan Sagara masih di sinii?""Oh, yang korban kecelakaan itu, ya?" tanya dokter memastikan."Betul, Dok.""Pasien atas nama Farhan Sagara sudah dipindahkan ke ruang perawatan. Ada di ruang Abimanyu.""Oh, ya. Terima kasih, Dok.""Iya, sama-sama."Antonpun pamit undur diri. Kemudian memberitahu Arvin jika adiknya sudah dipindahkan ke ruang perawatan.Mereka berdua pun bergegas menuju ruang Abimanyu di mana Farhan di rawat. Berjalan dengan langkah cepat melewati lorong rumah sakit yang penerangannya hanya remang-remang."Itu ruangannya, Mas!"Arvin menunjuk papan kayu bertuliskan Ruang Abimanyu yang ada di atas pintu."Oh iya," sahut Anto yang pandangannya tertuju pada papan nama yang ditunjuk oleh Arvin.Sesampainya di depan pintu, mereka mengetuk pintunya terlebih dahulu. Kemudian baru masuk.Mereka menoleh pada satu persatu bilik ruangan yang ada di ruangan itu. Mencari keberadaan Farhan.Hingga salah satu tetangga Arvin menyembulkan kepalanya dari balik tirai yang menjadi pembatas antara pasien satu dan satu lainnya."Nah, itu Kang Supri!" seru Anton sambil menunjuk orang yang dimaksud.Mereka pun langsung menuju bilik yang posisinya ada di paling ujung.Ruangan seluas 10x20 meter persegi itu berisi delapan bilik dengan masing-masing dibatasi gorden."Nah, akhirnya kamu datang juga, Vin," ujar Supri yang bangkit dari duduknya dan mempersilakan Arvin melihat kondisi adiknya."Bagaimana kondisi Farhan, Kang?""Kening Farhan mengalami luka sobek. Dia dijahit tiga jahitan. Ini masih belum sadar karena masih terpengaruh obat kata dokter. Biar dia istirahat," papar Kang Supri menatap Arvin yang mengangguk.Namun, raut wajah cemas masih menghiasi wajah Arvin."Kita pulang dulu, Vin. Mau lanjut ronda. Kalau ada apa-apa kabari saja," ujar Kang Supri sambil menepuk bahu Arvin."Aku di sini kok, Vin. Temenin kamu. Tenang saja," sahut Anton."Iya nggak apa, Kang. Terima kasih banyak atas bantuannya, ya, Kang, Mas," ucap Arvin pada tiga orang yang menjaga dan menolong Farhan saat dia belum datang."Sama-sama, Vin. Semoga adik kamu cepat membaik, ya," ujar warga lainnya."Aamiin ... terima kasih semua, ya.""Iya. Kalau begitu, kita pamit dulu, ya."Mereka pun pamit pulang dan hanya menyisakan Arvin dan Anton yang masih menjaga Farhan.Namun, Anton memilih untuk tidur di luar karena di dalam hanya boleh ada satu orang yang menjaga."Farhan, kenapa kamu jadi begini sih?" gumamnya menatap sang Adik dengan iba.Firasatnya sebelum kepergian Farhan ternyata menjadi nyata.Dia sendiri tidak tahu apa yang terjadi pada Farhan sebelumnya. Karena dia hanya pamit untuk membuat konten uji nyali di bangunan bekas kebun binatang yang sudah lama terbengkalai akibat bencana alam yang membuat kebun binatang itu tak terurus lagi sejak lima tahun terakhir hingga saat ini.Dia sudah melarang sang Adik untuk berangkat, tapi Farhan tidak mempedulikan larangan sang Kakak. Hingga dia mengalami kecelakaan tunggal karena terus dihantui oleh sosok-sosok yang menjadi penghuni bekas kebun binatang terbengkalai itu.Arvin pun memutuskan untuk memejamkan kedua matanya karena kembali diserang rasa kantuk. Dia tidur sambil duduk dengan kepala yang dia letakkan pada tempat tidur yang digunakan Farhan, sementara tubuhnya ada di kursi.Namun, baru beberapa menit dia memejamkan kedua matanya. Bahkan, baru saja dia hampir terlelap, tiba-tiba dia dikejutkan dengan teriakan yang berasal dari mulut Farhan."Han, kamu kenapa?" tanya Arvin yang mencoba menenangkan Farhan yang terus berteriak ketakutan.Bahkan, dia sendiri sekarang sudah dalam posisi duduk memeluk lututnya dengan tubuh yang gemetar ketakutan."Pergi dari sini! Pergi!" teriaknya mencoba mengusir sesuatu.Arvin pun mencoba menoleh pada arah yang ditunjuk oleh Farhan, yaitu di pojokan kamar mandi.Namun, dia tidak mendapati apapun, tapi Farhan terus berteriak histeris ketakutan."Pergi dari sini!""Farhan, kamu kenapa? Di sini ada Aku, Farhan!"Arvin sendiri hanya bisa memeluk sang Adik yang ketakutan dengan pikiran kalut juga bingung. Karena dia tidak tahu apa yang terjadi pada adiknya.Hingga dia berontak dan berteriak sekencang-kencangnya.Membuat pasien lain terganggu. Akhirnya perawat yang mendengar teriakan pun datang."Ada apa ini, Pak? Kenapa teriak-teriak malam-malam begini?" tanya seorang perawat yang juga berusaha menenangkan Farhan yang masih berteriak histeris."Saya juga tidak tahu, Sus. Tiba-tiba saja dia berteriak seperti ini.""Pergi! Jangan ganggu aku!" Farhan kembali berteriak histeris sembari kedua tangannya memeluk lututnya dengan gemetar.Tangan yang terdapat jarum infusnya mengeluarkan darah karena aliran selang infusnya tersendat gara-gara pergerakan Farhan yang tidak beraturan."Farhan, tenang. Ini ada Mas. Mas Arvin di sini," ujar Arvin sambil memeluk tubuh Farhan yang gemetar ketakutan. "Suruh makhluk itu pergi dari sini, Mas. Aku takut!" teriak Farhan yang memilih menyembunyikan wajahnya di dada sang Kakak. Arvin dan perawat itu pun saling melempar pandang dan menatap sekitar yang terlihat sepi. Karena dua pasien yang ada di ruangan itu tengah istirahat. Sementara dua orang lainnya yang menjaga memilih tidak peduli karena mengantuk juga. Mereka memilih untuk tidur."Makhluk? Makhluk apa maksud kamu?" tanya Arvin dengan kening berkerut. Dia bingung dengan makhluk yang disebutkan oleh adiknya. "Itu, Mas! Laki-laki berlum
"Arvin, aku pamit pulang dulu. Mau mandi sama ke rumah Mbah Jenggot untuk membantu menyembuhkan adik kamu.""Sarapan dulu, Mas. Nanti baru pulang.""Nantilah gampang. Aku sarapa di rumah saja. Kamu tuh jangan sampai telat sarapan biar tetap sehat supaya bisa merawat adik kamu," ujar Anton memberi sedikit perhatian pada tetangganya. "Iya, Mas. Terima kasih banyak atas bantuannya." "Sama-sama. Nanti aku ke sini sorean, ya. Pamit dulu. Assalamualaikum.""Wa'alaikumsalam. Hati-hati, Mas." Arvin mengangkat telapak tangannya menatap kepergian Anton meninggalkan ruang rawat. Kini hanya tinggal dirinya dan Farhan yang kembali tertidur usai sarapan dan meneguk obat pemberian dokter. Tadi saat bangun, dia sempat kembali berteriak histeris. Hingga membuat pasien lain yang di kamar itu sedikit terganggu dengan ulah Farhan.Namun untungnya, Arvin bisa menenangkan adiknya.Arvin pun memutuskan untuk tidur sesaat ketika Farhan kembali tidur setelah disuntik obat penenang oleh dokter. Semalam di
Arvin mengurungkan niatnya untuk bangkit dari tempat duduk. Tatapannya mengarah pada laki-laki yang baru saja berbicara dengannya. "Maksud Mas?" tanyanya dengan kerutan dikeningnya. "Saya tahu jika adik kamu dirawat di rumah sakit ini karena kecelakaan setelah membuat konten uji nyali di kebun binatang yang terbengakalai itu kan? Tempat yang sedang viral keangkerannya," ujarnya menatap Arvin dengan senyum tipis. Arvin semakin mengerutkan keningnya. "Dari mana Mas tahu?" tanyanya penasaran. Laki-laki itu tersenyum kecil. Dia meneguk sisa air putih yang tinggal seperempat gelas dengan tandas. Lalu menjawab pertanyaan Arvin. "Tidak penting dari mana saya tahu. Yang jelas, saya bisa bantu kamu untuk menyembuhkan adik kamu seperti semula," katanya dengan penuh keyakinan. "Bagaimana bisa?" tanya Arvin penasaran. "Eh, tapi ...." Dia teringat jika sore ini, Mas Anton akan mendatangkan Mbah Jenggot seorang dukun kampung untuk mencoba menyembuhkan Farhan."Saya juga tahu, jika kamu sudah
Laki-laki berjenggot putih itu tak langsung menjawab pertanyaan Arvin. Dia malah membuka telapak tangannya lebar-lebar. Lalu menggerakkannya dari ujung kepala hingga sampai di ujung kaki Farhan, dia seperti membuang sesuatu dan terlihat sedikit berat. Mbah Jenggot mengulanginya hingga beberapa kali. Keringat sebesar biji jagung keluar dari pori-pori kulit wajahnya yang sudah mengeriput. Dia seperti mengeluarkan sebuah energi yang bersemayam di dalam tubuh Farhan. "Mas, apa yang dilakukan Mbah Jenggot sebenarnya?" tanya Arvin yang mendekatkan bibirnya pada telinga Anton. Dia memang terlalu awam dengan hal seperti itu. Karena memang tidak pernah mengalaminya. "Mengeluarkan jin," balas Anton asal. Bahkan tanpa mengalihkan perhatiannya dari apa yang sedang dilakukan oleh Mbah Jenggot pada Farhan. Arvin mengerutkan keningnya mendengar jawaban yang keluar dari mulut Anton. "Jadi, Farhan benar-benar kerasukan jin?" tanya Arvin menatap sang Adik dengan tatapan tak percaya. Dia pikir, Far
Arvin mulai memikirkan cara bagaimana menguak apa yang terjadi pada adiknya sehingga dia bisa seperti itu. Karena menuntut cerita dari adiknya pun percuma, Farhan malah terlihat kesal padanya. Padahal, Arvin telah mengorbankan banyak hal untuk adik satu-satunya.Dia menoleh saat mendapati pintu kamar Farhan terbuka. Sang empunya keluar dari sana sembari meletakkan tas selempang di bahu kanannya. Entah apa isinya."Kamu mau ke mana, Han?" tanyanya seraya berdiri dari duduknya."Ke basecamp sebentar," jawabnya tanpa menoleh ke arah sang Kakak yang mengikuti langkahnya ke luar rumah."Han, kamu baru pulang dari rumah sakit. Istirahat saja lah dulu," katanya mengingatkan Farhan. Takut terjadi apa-apa dengannya."Aku sudah besar, Mas. Bisa jaga diri," jawabnya menoleh sekilas ke arah Arvin yang akhirnya hanya bisa mengembuskan napas panjang."Sebelum Maghrib sudah harus pulang!" teriaknya sedikit kencang menatap punggung adiknya yang menjauh bersama dengan laju motornya.Farhan hanya menja
Arvin menggedor pintu kamar Farhan yang ternyata terkunci dari dalam. Sementara sang Adik masih berteriak histeris dari dalam kamarnya. Arvin pun semakin cemas saat terdengar suara barang-barang yang dibuang, bahkan suara pecahan kaca. Dia khawatir terjadi sesuatu pada adiknya. "Farhan, buka pintunya!" panggil Arvin dengan bibir sedikit gemetar. Sungguh dia mencemaskan kondisi adiknya.Tak ada pilihan lain, karena dipanggil-paggil sejak tadi pun tidak ada respon membuka pintu. Akhirnya laki-laki bertubuh jangkung itu mundur lima langkah. Kemudian dia berlari dan membenturkan tubuhnya pada pintu kamar. Mencoba mendobrak pintunya secara paksa. Percobaan pertama tidak berhasil. Pintu masih tertutup rapat. Dia pun mencoba lagi, mengerahkan seluruh tenaga yang tersisa untuk mendobrak pintu kamar Farhan hingga akhirnya pintu tersebut berhasil terbuka lebar. Kedua netranya pun gegas mengedarkan pandangannya, menyapu seisi kamar Farhan yang persis seperti kapal pecah. Semua barang-barangny
Jika harus ganti orang, dia khawatir tidak sesuai dengan yang seperti Mbah Jenggot kemarin. Karena Farhan sudah cocok dengan laki-laki berjenggot panjang itu."Gimana, Vin?"Pertanyaan yang terlontar dari mulut Anton membuat Arvin tersadar dari lamunannya. Dia menatap Anton serius."Apa nggak apa-apa ganti orang, Mas? Secara Farhan kemarin sudah cocok dengan Mbah Jenggot," tanyanya ragu."Orang ini kan kenalan Mbah Jenggot, jadi pasti kemampuannya pun sama dengan Mbah Jenggot.""Mas Anton yakin?""Sudahlah, dicoba dulu saja, Vin. Dari pada adik kamu semakin menjadi. Memang kamu mau?"Arvin menggeleng cepat. Tidak. Dia tidak ingin melihat adiknya terus menerus dalam kondisi seperti ini. Dia merasa asing dengan adiknya. Pun kasihan melihat sang Adik harus menderita karena mentalnya terus menerus diteror oleh kedatangan makhluk yang hanya Farhan saja yang melihat.Terkadang, Arvin berpikiran jika Farhan hanya halusinasi. Karena dia juga tidak melihat wujud dari makhluk yang sering dikata
Anton dan Arvin kembali melempar pandang dengan tatapan heran. Anton hanya membalasnya dengan mengangkat kedua bahunya, tanda dia juga tidak tahu. Bersamaan dengan itu, pintu kamar Farhan terbuka lebar. Sang empunya kamar pun sempat mundur lagi dengan tubuh sedikit berjingkrak. Terkejut dengan kehadiran sosok laki-laki yang memakai pakaian serba hitam itu. "Siapa kamu?" tanya menatap Mbah Tejo dingin.Merasa tidak terlalu suka jika ada seseorang yang hendak masuk ke dalam kamarnya. Karena menurutnya, kamar itu adalah privasi. Tidak sembarangan orang boleh memasukinya."Farhan." Arvin mendekat dan berdiri di samping adiknya. "Dia itu Mbah Tejo. Orang yang akan membantumu terbebas dari gangguan makhluk itu," jelasnya hati-hati. Tatapan mata Farhan langsung memindai penampilan Mbah Tejo dari ujung rambut hingga ujung kuku kakinya. Dari tatapannya, Arvin bisa menangkap jika adiknya itu kurang suka dengan kedatangan Mbah Tejo. Padahal, saat dia memberitahu jika akan ada tamu yang datang