Share

Akibat Uji Nyali
Akibat Uji Nyali
Author: Aw safitry

Kejanggalan di Rumah Sakit

"Arvin!"

Teriakan dan gedoran pintu utama rumahnya membuat Arvin yang tengah memejamkan kedua matanya terbuka lebar dengan terkejut.

Dia yang memang sengaja tidur di ruang tamu untuk menunggu adiknya pulang.

"Arvin, buka pintunya! Ada kabar gawat ini," ucap seseorang lagi sambil mengetuk pintu utama rumah Arvin. "Menyangkut adik kamu," imbuhnya.

Mendengar kata adiknya, Arvin langsung bangkit dari tidurnya. Berjalan dengan langkah gontai menuju pintu dan membukanya perlahan.

"Ada apa, Mas? Ada apa dengan adik saya?" tanyanya menatap laki-laki berjaket merah itu dengan cemas.

"Farhan. Adik kamu kecelakaan di dekat jalan yang mau ke tempat bekas kebun binatang yang angker itu," katanya.

"Hah!" Kedua mata Arvin melebar sempurna. Bahkan, mulutnya sampai menganga. "Bagaimana keadaannya sekarang? Dia di mana?"

Arvin pun semakin panik dibuatnya.

"Dia ada di rumah sakit yang ada di dekat kota."

"Ya sudah. Ayo antar saya ke sana, Mas!" pintanya. "Sebentar, saya ambil jaket sama dompet dulu."

"Iya. Saya tunggu di sini."

Arvin kembali masuk ke dalam kamarnya. Dia memakai jaket dan mengambil dompet, kemudian memasukkannya ke dalam saku jaket yang ada di dalam agar lebih aman.

"Ayo, Mas!" ajaknya bersama dengan laki-laki yang dia kenal dengan nama Anton. Dia adalah tetangga yang rumahnya berjarak dua ratus meter dari rumahnya.

"Pakai helm, Mas!" ujar Anton mengingatkan.

"Oh, ya. sebentar."

Arvin masuk lagi ke dalam rumahnya dan mengambil helm. Kemudian, mereka berdua menuju rumah sakit dengan menggunakan motor Anton.

"Mas Anton tahu dari mana kalau adik saya kecelakaan?" tanya Arvin penasaran.

"Biasa, Vin. Aku lagi ronda sama yang lain. Pas lewat jalan yang mau ke bekas kebun wisata itu, kita lihat Farhan sudah tergeletak di atas aspal dengan kening berdarah dan kondisinya tidak sadarkan diri."

Anton menjelaskan bagaimana awal mula dia menemukan Farhan.

"Tertabrak atau bagaimana? Dia sendiri atau ada temannya? Atau ada motor lain gitu?"

Arvin terus bertanya. Dia penasaran dengan apa yang menyebabkan adiknya kecelakaan.

"Kurang tahu. Soalnya, kita lihatnya hanya Farhan saja. Tidak ada orang lain di sana selain adik kamu," sahutnya sambil fokus pada jalanan yang lengang karena jarum jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam.

"Atau ... bisa jadi kecelakaan tunggal. Menabrak pohon. Soalnya, ada salah satu pohon yang lecet gitu, Vin," paparnya lagi.

Arvin mengangguk. "Terus sekarang motornya di mana"

"Sementara diamankan di rumahku yang rumahnya paling dekat dengan lokasi kejadian."

"Oke ...."

Mereka kembali diam. Anton lebih memfokuskan pada jalan. Sedangkan Arvin sibuk memikirkan bagaimana kondisi adiknya itu.

Anton melajukkan motornya dengan kecepatan lebih tinggi dari sebelumnya. Hampir setengah jam perjalanan, mereka pun akhirnya sampai di halaman rumah sakit yang memang sudah sepi.

"Di mana Farhan, Mas?"

"Tadi masih ada di ruang IGD. Coba aku tanyakan dulu."

Anton mengetuk pintu ruang IGD, kemudian masuk setelah diizinkan oleh dokter jaga.

"Maaf, Dok. Mau tanya, pasien atas nama Farhan Sagara masih di sinii?"

"Oh, yang korban kecelakaan itu, ya?" tanya dokter memastikan.

"Betul, Dok."

"Pasien atas nama Farhan Sagara sudah dipindahkan ke ruang perawatan. Ada di ruang Abimanyu."

"Oh, ya. Terima kasih, Dok."

"Iya, sama-sama."

Antonpun pamit undur diri. Kemudian memberitahu Arvin jika adiknya sudah dipindahkan ke ruang perawatan.

Mereka berdua pun bergegas menuju ruang Abimanyu di mana Farhan di rawat. Berjalan dengan langkah cepat melewati lorong rumah sakit yang penerangannya hanya remang-remang.

"Itu ruangannya, Mas!"

Arvin menunjuk papan kayu bertuliskan Ruang Abimanyu yang ada di atas pintu.

"Oh iya," sahut Anto yang pandangannya tertuju pada papan nama yang ditunjuk oleh Arvin.

Sesampainya di depan pintu, mereka mengetuk pintunya terlebih dahulu. Kemudian baru masuk.

Mereka menoleh pada satu persatu bilik ruangan yang ada di ruangan itu. Mencari keberadaan Farhan.

Hingga salah satu tetangga Arvin menyembulkan kepalanya dari balik tirai yang menjadi pembatas antara pasien satu dan satu lainnya.

"Nah, itu Kang Supri!" seru Anton sambil menunjuk orang yang dimaksud.

Mereka pun langsung menuju bilik yang posisinya ada di paling ujung.

Ruangan seluas 10x20 meter persegi itu berisi delapan bilik dengan masing-masing dibatasi gorden.

"Nah, akhirnya kamu datang juga, Vin," ujar Supri yang bangkit dari duduknya dan mempersilakan Arvin melihat kondisi adiknya.

"Bagaimana kondisi Farhan, Kang?"

"Kening Farhan mengalami luka sobek. Dia dijahit tiga jahitan. Ini masih belum sadar karena masih terpengaruh obat kata dokter. Biar dia istirahat," papar Kang Supri menatap Arvin yang mengangguk.

Namun, raut wajah cemas masih menghiasi wajah Arvin.

"Kita pulang dulu, Vin. Mau lanjut ronda. Kalau ada apa-apa kabari saja," ujar Kang Supri sambil menepuk bahu Arvin.

"Aku di sini kok, Vin. Temenin kamu. Tenang saja," sahut Anton.

"Iya nggak apa, Kang. Terima kasih banyak atas bantuannya, ya, Kang, Mas," ucap Arvin pada tiga orang yang menjaga dan menolong Farhan saat dia belum datang.

"Sama-sama, Vin. Semoga adik kamu cepat membaik, ya," ujar warga lainnya.

"Aamiin ... terima kasih semua, ya."

"Iya. Kalau begitu, kita pamit dulu, ya."

Mereka pun pamit pulang dan hanya menyisakan Arvin dan Anton yang masih menjaga Farhan.

Namun, Anton memilih untuk tidur di luar karena di dalam hanya boleh ada satu orang yang menjaga.

"Farhan, kenapa kamu jadi begini sih?" gumamnya menatap sang Adik dengan iba.

Firasatnya sebelum kepergian Farhan ternyata menjadi nyata.

Dia sendiri tidak tahu apa yang terjadi pada Farhan sebelumnya. Karena dia hanya pamit untuk membuat konten uji nyali di bangunan bekas kebun binatang yang sudah lama terbengkalai akibat bencana alam yang membuat kebun binatang itu tak terurus lagi sejak lima tahun terakhir hingga saat ini.

Dia sudah melarang sang Adik untuk berangkat, tapi Farhan tidak mempedulikan larangan sang Kakak. Hingga dia mengalami kecelakaan tunggal karena terus dihantui oleh sosok-sosok yang menjadi penghuni bekas kebun binatang terbengkalai itu.

Arvin pun memutuskan untuk memejamkan kedua matanya karena kembali diserang rasa kantuk. Dia tidur sambil duduk dengan kepala yang dia letakkan pada tempat tidur yang digunakan Farhan, sementara tubuhnya ada di kursi.

Namun, baru beberapa menit dia memejamkan kedua matanya. Bahkan, baru saja dia hampir terlelap, tiba-tiba dia dikejutkan dengan teriakan yang berasal dari mulut Farhan.

"Han, kamu kenapa?" tanya Arvin yang mencoba menenangkan Farhan yang terus berteriak ketakutan.

Bahkan, dia sendiri sekarang sudah dalam posisi duduk memeluk lututnya dengan tubuh yang gemetar ketakutan.

"Pergi dari sini! Pergi!" teriaknya mencoba mengusir sesuatu.

Arvin pun mencoba menoleh pada arah yang ditunjuk oleh Farhan, yaitu di pojokan kamar mandi.

Namun, dia tidak mendapati apapun, tapi Farhan terus berteriak histeris ketakutan.

"Pergi dari sini!"

"Farhan, kamu kenapa? Di sini ada Aku, Farhan!"

Arvin sendiri hanya bisa memeluk sang Adik yang ketakutan dengan pikiran kalut juga bingung. Karena dia tidak tahu apa yang terjadi pada adiknya.

Hingga dia berontak dan berteriak sekencang-kencangnya.

Membuat pasien lain terganggu. Akhirnya perawat yang mendengar teriakan pun datang.

"Ada apa ini, Pak? Kenapa teriak-teriak malam-malam begini?" tanya seorang perawat yang juga berusaha menenangkan Farhan yang masih berteriak histeris.

"Saya juga tidak tahu, Sus. Tiba-tiba saja dia berteriak seperti ini."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status