Share

Kangen Suami

Penulis: Astika Buana
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-08 21:07:24

"Emak, aku ikut ke Pasar, ya. Kangen pingin makan lupis sama pecel lontongnya Mbok Irah!" teriakku dari kamar mandi, ketika mendengar Emak sibuk mau pergi ke pasar.

"Tidak usah ikut? Emak beliin saja! Kembangnya selak habis!" teriak Emak menjawab.

"Emak, ikut .... !" teriakku lebih kencang. Hening, tidak ada jawaban. Aku buka sedikit pintu kamar mandi keluar, celingak-celinguk tidak ada orang. 

Huuf... ditinggal, deh. Emak ini kagak tahu kalau aku kangen jalan-jalan ke pasar. Di kota emang ada pasar, tetapi, kurang seru. 

Kalau di sini, ke pasar serasa jumpa fans. Dari pintu gerbang sudah ketemu Parjo temen SMP ku yang jaga karcis pasar. Dia dulu sempet naksir aku. Ada juga Mas Tono, penjual ayam, mantanku pas SMA dulu. Kalau beli ayam, pasti dimantepin sambil ngobrol sana-sini yang gak jelas. Mengabaikan orang sebelahnya yang mencucu, istrinya.

Hehehe ....

Belum kalau masuk ke pasar, ketemu Yu Sri, Lek Inem, Mbak Tinah dan yang lainnya. Mereka ada yang tetangga, temen SMA, bahkan ada yang mantan calon mertua seperti Budhe Parji dan Budhe Yato. Dan semua berebut menyapa dan bahkan memaksa untuk mengobrol lama. 

Seneng, kan. 

Belanjanya sebentar, ngobrolnya tiga jam.

Gara-gara, ditinggal emak ke pasar akhirnya aku nganggur di rumah. 

Nunggu lontong pecelnya Mbok Irah yang pedesnya serasa di tampol orang. Pedesnya cabe desa lebih gimana gitu, seger dan nyetrong, dibandingkan cabe kota. Apa hanya perasaanku aja, ya?

Klunting....  Klunting.... 

Ponselku bunyi dengan nada sambung spesial nomor Mas Joni, suamiku.

"Halo Mas Joni .... " teriakku ketika wajah suamiku yang ganteng itu muncul di layar ponselku. 

Mak ser .... rasa di dadaku. 

Berpisah masih satu hari saja, sudah terasa kangen. Selama menikah dua tahun, baru kali ini kami berpisah lebih dari duapuluh empat jam. Rasanya sekarang, gimana cobak. 

Kangen.

"Kenapa Dek Tia, habis senyum kok cemberut?" 

"Kangen berat, Mas," jawabku dengan masih mecucu.

"Sama, Mas juga kangen. Untung sudah dikasih bekal," katanya sambil senyum dan mengedipkan matanya menggoda. 

Aku tersenyum melihat ulahnya.

"Nah, gitu dong. Kalau senyum kan, makin cantik. Cepet pulang pulang ya, Dek. Bekalnya sudah mulai nipis," ucapnya merajuk dengan mata sendu. Baru berpisah sebentar suamiku ini sudah kelimpungan. 

"Mas Joni, bekasnya kemarin saja belum hilang. Aku sampe kemana-mana pakai syal."

Aku buka selendang dileherku untuk menunjukkan beberapa noda merah dileher, dada dan bahuku akibat perbuatannya. Proses pemberian bekal kemarin terlalu berlebihan, sampai berakibat fatal seperti ini.

"Hehehe, itu stempel, Dek. Tanda kepemilikan. Biar, kamu tidak bisa macem-macem!" teriaknya dengan terkekeh.

"Nanti, sampe rumah, tak bikinin lagi!" tambahnya.

"Mas Joni!" teriakku dengan pipi yang memanas. Aku lihat kanan kiri, takut ada yang nguping pembicaraan ala pasutri.

"Hari ini, ziarah ke makam Simbah? Sama emak atau Dek Slamet?"

Slamet, adik lelaki satu-satunya. Kami hanya dua bersaudara. Dialah yang menemani emak di rumah, walaupun hanya hari sabtu dan minggu. Karena dia sekolah di kota kecamatan, hanya hari itu saja bisa pulang ke kampung.

Kalau bapak, jangan nanyak dia, deh. Bapak kawin lagi sama janda kaya di desa sebelah. Dia tidak sanggup menolak pesona janda sexy yang banyak tanahnya. Walaupun itu peninggalan suaminya yang meninggal. 

Yah, diiklaskan saja, kata Emak. Entah karena sudah tidak cinta atau karena sudah tidak sabar menghadapi Bapak yang kerjaannya adu jago saja. Buktinya, sampai sekarang Emak baik-baik saja membiayai hidupnya dengan hasil pertaniannya. 

Yah, khusus untuk pendidikan biaya Slamet adikku, itu tanggunganku. Makanya aku merantau ke kota.

"Dek Tia, kok nglamun? Kangen banget sama Mas, ya?" tanya Mas Joni menyadarkanku.

Aku tersenyum mendengarnya sambil mengangguk mengiyakan.

"Aku ziarah sama Emak. Slamet masih di kota, sekolah."

"Ya udah. Hati-hati, ya. Salam buat Emak. besuk kamu kan sudah pulang. Malamnya kita ketemu lagi. Tak jemput di terminal ya?" 

"Iya, Mas. Bagaimana meetingnya sama Mr. William? Lancar, kan?" 

"Alhamdulillah. Atas doa istriku yang tersayang, semuanya lancar. Lumayan, bisa buat bekal mudik!" ucapnya antusias.

Iya, usaha kami berdua mengalami kemajuan yang pesat. Dengan kemampuan bahasa Inggris yang lancar, bisnis Mas Joni bisa menembus pasar Internasional. 

"Alhamdulillah. Berarti sampai rumah, aku langsung di jos kerjanya ya, Mas," ucapku dengan senyum yang super lebar.

Bayangan keuntungan yang pasti didapat langsung berbayang di kepalaku. Ya aku tahulah, yang ngitung proposalnya, aku.

"Dek Tia, doa kan lagi, ya. Ini aku mau berangkat ke cargo. Mau ngurus pembayaran depositnya. Semoga tidak dikasih cek mundur."

Iya, pembayaran pembeli dari luar, biasanya sudah titip di kantor cargo. Jadi, pelunasan bisa langsung diambil ketika barang pesanan sudah di kirim. Sama-sama aman buat pembeli dan penjual seperti kami ini.

Kami pun menutup pembicaraan setelah saling cium jauh.

Alhamdulillah, bekal mudik sudah ada.

***

Kriuk ... kriuk ....

Bunyi perutku, seperti orkestra saja.

Kebiasaanku yang makan pagi menuntutku untuk segera menenangkan perut ini dengan makanan. Aku beranjak ke dapur. Di meja makan masih bersih, kosong belum ada makanan. 

Aku usah perutku, 'sabar, ya, perut!'

Emak kok belum pulang, ya. Bukan menunggu emak, tapi, mengharap lontong pecel untuk membungkam bunyi kriuk ini.

Brak .... !

Suara pintu dapur mengagetkanku.

Pintu dibuka dengan keras, silau sinar matahari dari luar menyeruak masuk. Terlihat sosok bayangan berdiri di sana.

Aku picingkan mata, mencoba memastikan siapa yang masuk. Yang datang seperti kehilangan rasa sabar.

Masih silau.

Siapa, ya?

******

Bab terkait

  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   Pakde Jangin

    Brak .... !Suara pintu dapur mengagetkanku.Pintu dibuka dengan keras, silau sinar matahari dari luar menyeruak masuk. Terlihat sosok bayangan berdiri di sana.Aku picingkan mata, mencoba memastikan siapa yang masuk. Yang datang seperti kehilangan rasa sabar.Masih silau.Siapa, ya?*Aku lekatkan tanganku di atas alis untuk menahan silau dan mengetahui siapa yang datang."Pakde Jangin!" teriakku kaget.Dia adalah kakak emak yang terkenal jagoan di desaku ini. Tidak ada yang berani melawan dia, memang Pakde ku ini suka bertindak kasar, grusa-grusu, dan tanpa tedeng aling-aling, istilah Jawanya.Kalau ada yang bikin rusuh di kampung, dia nomor satu langsung di depan. Melibas semua yang melanggar aturan. Sebut nama Pakde Jangin, semua preman di sekitar desa ini termasuk sak kecamatan langsung ngibrit. Begitu dahsyatnya nama besar pakdeku ini.Makanya, Pak Lurah mengangkatnya jadi Ketua Keamanan Desa."Suti! Mana Joni, suamimu! Kok dia seenaknya saja, mentang-mentang orang kota!" teriak

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   Tuduhan Mantan

    Nafas emak memburu dan bibir bergetar menahan amarah."Pokoknya aku tidak terima! Anakku diperlakukan seperti ini. Aku tidak terima!"Tubuh emak bergetar, langsung limbung dan luruh jatuh ke lantai.Emak pingsan."Emak .... !" teriakku secepatnya meraih tubuh emak yang lunglai.Pakde Jangin langsung, membopoh tubuhnya ke lincak depan TV. Tempat biasanya emak, nonton sambil rebahan. Aku balurin tubuh emak dengan minyak kayu putih. Gara-gara kabar yang tidak jelas emak jadi seperti ini. Kenapa mereka tidak tanya kepadaku langsung? Lebih baik, aku jelaskan kepada Pakde Jangin. Biar dia yang ngurus emak, mungkin pakai bahasanya bisa nyambung."Pakde, saya mau bicara. Sebenarnya, saya ... ""Sudah! Bicaranya nanti saja. Saya harus panggil Pak Mantri, bahaya kalau emakmu tidak langsung ditangani. Bisa keblabasan!" kata Pakde Jangin tergopong, memotong apa yang aku harus jelaskan. Dia langsung bergegas setengah lari pergi. Kondisi emak masih sama, dia terlihat lemas dan tidak merespon. Ti

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   Minta Bukti

    "Suti! Kamu pacaran sama Mas Mantri?" teriak Emak tiba-tiba menyibak tirai pembatas ruangan. Diikuti Pakde Jangin, mereka duduk di depanku menuntut jawaban.'Ya Allah, apa lagi ini?'Puyeng ... puyeng!"Suti, kamu ini ditanya orang tua kok malah gedeg-gedeg! Kamu pusing? Makanya jangan aneh-aneh jadi orang. Belum lama menjanda sudah pacaran sama Mas Mantri!" teriak Emak."Iya Nduk. Pakde juga kasih saran. Kalau bisa di rem-rem dulu. Tidak enak diomongin tetangga," ucap Pakde Jangin mengambil duduk disebelahku."Emak, Pakde, tolong dengar omongan saya. Jangan dipotong ataupun dibantah, tolong!" teriakku dengan kesal. Bagaimana tidak kesal, semua orang sekampung seakan sudah mengerti benar tentang kehidupanku. Sudah ngeyel, salah lagi!Kriuk ... kriuk ....Perutku berbunyi lagi. Dari tadi pagi belum sarapan, tenagaku sudah habis mungkin minus. Nahan emosi yang sudah diubun-ubun."Lapar ...! Aku tak makan dulu ya, Mak," ujarku sambil cengengesan. Setelah bernegosiasi sama emak yang su

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   Tawaran Gila

    Ada apa lagi ... ini!?Aku dan Widya memang berteman dari sekolah, bahkan pernah bersahabat. Kemana-mana selalu bersama. Bahkan di sekolah pun juga duduk di satu meja. Tidak hanya di sekolah, di rumah kami sering bergantian tidur di rumahku atau di rumah Widya. Kebetulan rumah kami tidak jauh.Kami pribadi yang sangat berbeda, tetapi kami bisa saling melengkapi dan menutupi kekurangan. Aku yang pendiam, kutu buku dan kurang bisa bergaul berbanding dengan Widya yang cerewet, banyak teman walaupun kurang pintar pada pelajaran.Keakraban kami mulai retak, semenjak kami mengenal cinta monyet. Penyakit sahabat, jatuh cinta kepada laki-laki yang sama. Keretakan menjadi pecah setelah aku yang terpilih menjadi labuhan cintanya. Widya yang merasa lebih mempesona, menganggap ini penghinaan baginya. Kami tidak bersua tanpa ada kata perpisahan.Cerita cinta dimulai, diiringi usainya cerita persahabatanku dengan Widya. Itu awal kisahku dengan Mas Danang yang sekarang menjadi mantri di Puskesmas ka

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   JJS Bersama Emak

    Rencana awalku pulang ke kampung untuk nyekar makam Simbah tertunda dengan urusan yang tidak jelas. Sore ini, apapun yang terjadi aku harus sesuai dengan rencana. Setelah salat Ashar, kami berangkat.Dengan berjalan kaki, aku bersama Emak pergi ke pemakaman umum yang terletak di belakang pasar. JJS -jalan-jalan sore- ala kampung, sepanjang jalan tak henti-hentinya orang menyapa dan bertanya kabar. Pertanyaan wajar dan ada juga pernyataan dari sisa gosip yang beredar."Iya sehat. Nyekar ke makam Simbah," jawabku dari pertanyaan yang sama dari ujung jalan sampai terakhir. "Ya harus begitu, Ti. Jadi orang jangan sampai melupakan leluhur, dengan begitu kamu terhindar dari kesialan. Wes tak doakan supaya badai pasti berlalu. Bisnis dan perkawinanmu terhindar dari masalah."Tuh kan, ungkapan yang menyatakan kalau gosip masih beredar.Wes, woles saja. Kalau dijelaskan bisa sampai makam sudah malam.Jarak yang dekat terasa jauh. Waktu tempuh sepuluh menit, menjadi setengah jam. Molor tidak

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   Team Senior

    "Ti ...! Suti ...! Sutiati!" teriak Emak yang baru masuk ke dalam rumah. Aku yang sampai di rumah duluan, langsung masuk kamar mandi. Mengguyur seluruh badan dengan air dingin, pilihan tepat untuk mengurai pikiran yang penat. Air dari mata air di pegunungan terasa sejuk dan menenangkan. Persiapan menjelaskan tentang yang kami kerjakan ke Emak, membutuhkan sabar yang tak terbatas."Suti ...! Kamu di mana?!""Emaaak! Aku mandi!" teriakku dari kamar mandi dan melanjutkan gosok badan pakai batu apung."Sutiati! Kamu ini membuat Emak kawatir saja! Emak mikirnya kamu marah! Mandinya jangan lama, Emak siapkan makanan!" Huufff ....Emak, anakmu ini lagi marah beneran, kesal ngadepin Emak yang tidak peka dan selalu berfikir aneh Aku lanjutkan jeburan air menyiram kepalaku yang terasa mengepul ini. *"Emak tidak makan?" tanyaku setelah sadar, dia hanya memandangiku yang rakus menyantap hidangan kampung ini. Tempe goreng, Nila goreng dan rebusan sayur. Dilengkapi sambal tomat yang pedas. Sam

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-31
  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   Emak Ikutan Kerja

    Klunting .... Klunting ....Laporan pagi dari suami tercinta, Mas Joni. VC."Dek Tia ... Mas kangen. Biasanya bangun pagi langsung disuguhi senyum manismu. Sekarang garing!" keluhnya membuka obrolan. "Kok sudah rapi? Mau pergi? Sama siapa? Jangan aneh-aneh!" cecar Mas Joni. Tambah satu lagi grupnya Emak. Suka sekali punya pemikiran aneh."Suamiku terganteng .... Ini lo yang membuatku harus pergi? Lupa?" tanyaku sambil menunjukkan kertas berisi daftar pesanan Mr William yang tadi malam aku print. Untung di kamar Slamet adikku, ada komputer dan printer nganggur. Sementara di sana aku jadikan kantor sementara."Maaf, ya," ucap Mas Joni dengan muka mohon ampun dan senyum menawan menunjukkan pesonanya. Biasanya kalau di rumah, tanpa babibu langsung aku uwel-uwel menuntaskan kegemaskanku. Berhubung lewat ponsel, ya cium online ajalah."Dek Tia, Mr William ada tambahan lagi. Sudah aku email. Buat revisi PI, ya. Nanti sekalian kamu email dia dan di CC ke cargo!"ucapnya. Alhamdulillah, re

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-31
  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   Mantannya Emak

    "Ini anakmu, Dek? Cantik ya, mirip kamu dulu!" ucap Juragan Sarno melihatku dan emak secara bergantian.Wuaduh ...!Panggilannya itu, lo, membuatku tidak tahan. Dunia sejenak seperti milik mereka berdua ketika saling melempar pandang dan berakhir dengan senyum yang sedikit tertahan, sudah tidak peduli dengan keriput di sana sini. Emak, anakmu ada di sini, lagi nempel di tembok. "Ehem ...! Ehem ...!" suara Pakde Jangin memecah suasana yang kikuk ini. Dia baru datang setelah parkir mobil di bawah pohon mangga. Urusan mobil, memang dia paling ribet. Parkir harus di tempat teduh, kalau kepanasan cat bisa retak dan mengelupas, itu pendapatnya. Makanya emak turun terlebih dahulu menyusul aku yang mengejarnya, meninggalkan Pakde yang sibuk mencari tempat teduh."Eh, Jangin! Sudah lama kita tidak bertemu, kawan. Ayo, sini masuk! Hari ini, hari apa, ya. Kok saya mendapatkan anugrah besar!" kata Juragan Sarno.Kami digiring masuk ke dalam pendopo besar, full kayu jati dengan ukiran klasik.

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-31

Bab terbaru

  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   Dirimu

    Menikah itu tidak sekadar cukup dengan kata cinta, itu yang dulu sempat menyurutkanku mau menerima lamaran Mas Joni. "Dek Tia. Aku itu sudah merasa nyaman ketika bersama kamu seperti ini. Rasanya ada yang hilang ketika aku pamit. Aku mulai tergantung sama kamu," ucapnya kala berkunjung ke kost. Awalnya berkunjung dengan alasan bisnis, lama-lama ngobrol ngalor-ngidul sampai harus diusir supaya cepat pulang. "Ya karena kamu tidak punya teman di sini. Kita sama-sama perantauan. Nanti kalau ada teman yang lebih asyik pasti aku dilupakan," jawabku sambil berusaha sesantai mungkin. "Kami takut kehilangan saya? Kita sama-sama enggan berjauhan. Jangan-jangan kita sekarang sedang jatuh cinta." "Halah, gombal. Ini kopinya diminum," sahutku sembari menyodorkan cangkir blirik biru yang menguar aroma kopi tubruk. Jujur, celetukannya sering bikin jantung ini berdegup tak karuan."Hmmm.... Harum!" serunya setelah menghirup, kemudian menyesap kopi hitam. Yang bikin betah di sini selain ngobrol,

  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   Teman Mas Joni

    Kendaraan yang aku tumpangi melambat seiring mendekati gerbang rumahku yang berwarna orange. Badan ini condong ke depan dengan mata menajam, mendapati laki-laki duduk di atas motor besar yang di parkir di depan pintu gerbang. Kawatir juga ketika mau turun dari taksi ditungguin laki-laki. Apalagi tidak dikenal. Banyak penjahat yang pura-pura menjadi tamu atau kurir, dan ketika penghuninya sendirian mereka beraksi. Untung saja Mbok Iyem langsung membuka gerbang ketika aku telpon. Aku mengamati penjaga rumahku yang berbincang sebentar dengan laki-laki berjaket kulit warna hitam itu. "Periksa bawaannya dulu. Jangan sampai ketinggalan." Ucapan pengemudi menyadarkanku. Dia membukakan pintu dan menunjukkan koper bawaanku yang dia keluarkan dari bagasi. Segera aku berkemas dan keluar dari kendaraan. "Terima kasih, Pak." Aku menyelipkan ongkos beserta uang tip. "Bu Tia, ada tamunya Pak Joni." Mbok Iyem mengambil alih bawaanku. Laki-laki itu mendekat sambil mengulurkan tangan. "Saya Jon

  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   Jijik

    Rasa iba pun hilang sekejap, berganti dengan jijik dan kesal. Tubuh ku beringsut memberi jarak. Aku paling benci dengan penghianatan. Eh, ternyata yang di depanku ini wanita tidak baik. Apapun alasannya, kalau wanita yang mau dengan suami orang itu menurutku sudah orang zolim. Apa dia tidak sadar kalau sikapnya itu menyakiti wanita lain? Memang perselingkuhan bukan hanya kesalahan si wanita ini, si lelaki pun punya andil yang sama. Namun, bukankah tepukan tangan tidak akan berbunyi nyaring kalau keduanya tidak menginginkan. "Saya berharap besar supaya nanti istrinya mengerti," ucapnya sambil mengelus perutnya. 'Bah! Istri mana yang rela suaminya selingkuh? Membayangkan suaminya berbagi peluh dengan wanita lain saja sudah sakitnya setengah mati.' Aku menjawab ucapannya dalam hati. "Ya kalau pun tidak menerima saya, minimal menerima anak ini." Sontak aku memalingkan wajah ke arahnya. Dahiku berkerut tidak mengerti yang dimaksud. "Mbak akan menyerahkan anak ini? Kenapa? " Dia me

  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   Teman Sepesawat

    Pesawat penuh. Untung aku memesan tiket jauh-jauh hari. Dapat jadwal dan tempat duduk sesuai yang aku inginkan-dekat jendela. Bagiku ini tempat yang menjaga privasi. Aku bisa menikmati pemandangan di luar jendela tanpa terhalang orang lain. Sekali lagi aku memeriksa ponsel. Tidak ada pesan masuk dari suamiku. Satu pesan dari Emak yang memberikan doa dan wejangan berderet. Baru saja aku akan mematikan ponsel, ada notifikasi pesan masuk. Hati ini bersorak mendapati yang aku tunggu pun memberi perhatian.[Dek Tia, tiketnya jam sekarang, kan?][Inget jangan lirak-lirik teman sebelah, apalagi cowok ganteng] pesannya dengan emoticon marah. Aku tersenyum. Rasa tersanjung karena dicemburui walaupun tanpa sebab. Mau aku godain, tapi di sana masih tertera tulisan typing.[Aku usahakan pulang lebih awal. Sudah, ya. di sini susah sinyal. Aku saja harus naik][Muach] Senyumku semakin lebar. Entah karena kangen atau apa, jantung ini berdegup lebih kencang. Tanpa menunda, jari ini menuangkan isi

  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   Kebalikan

    Sesapan demi sesapan kopi hitam tanpa gula ini tidak mampu mengusir resahku. Kafein yang biasanya menjadikan isi kepalaku ini bersih, sekarang justru penuh dengan kata jangan-jangan.Kalau dipikir secara jernih, kenapa aku harus kawatir? Selama ini hubunganku dengan Mas Joni suamiku baik-baik saja. Kami saling terbuka dan saling percaya. Tidak ada yang disembunyikan termasuk isi ponsel masing-masing. Aku biasa membuka ponsel Mas Joni yang paswordnya tanggal ulang tahunku. Aman, kok.Namun, beredarnya gosip di kampung kemarin menyadarkan aku kalau kemungkinan bisa saja terjadi. Mereka bergosip dengan menunjukkan alasan yang bisa dipercayai. Katanya aku diceraikan suami karena belum memberi momongan."Menikah itu tujuannya mempunyai anak. Kalau tidak bisa, laki-laki ya mencari wanita lain, lah."Ada juga yang menyoal gini, "Suaminya Suti itu putih, gagah, ganteng, necis, dan berpendidikan. Kalau dapet yang lebih ya wajarlah. Wo

  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   Tapi

    Aku mengerti banget kalau laki-laki itu makhluk visual, yang senang dengan wanita sexy. Walaupun aku tidak berpendidikan tinggi, tapi aku senang membaca buku. Tidak hanya buku hiburan saja, tentang psikologi pun aku lahap. Keinginan Mas Joni akhir-akhir ini yang menurutku nyleneh karena sebelumnya tidak seperti itu. Nah ini yang menjadikan aku kepikiran. Padahal dulu dia jatuh hati kepadaku karena aku yang berpenampilan jujur. Wajahku tidak cantik, tapi justru itu dia memujaku. "Kamu itu cantik alami. Tidak seperti wanita di luar sana yang bermake-up tebal. Aku tidak bisa membayangkan suaminya saat mereka tidur. Kan mereka harus menghapus make-up, melepas bulu mata, bahkan katanya ada yang tanpa alis. Hiii," ungkapnya saat pendekatan dulu. Sekarang tidak lagi seperti dulu. Apa jangan-jangan suamiku itu sudah bosan denganku yang penampilannya apa adanya ini? Di rumah pun pakaianku lebih ke kenyamanan. Kaos oblong lebar dan celana komprang. Jauh dari kata feminim apalagi sexy. Walau

  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   Bab. Kepikiran

    “Pokok’e masalah orderan di sini, pasrah saja ke Emak. Jangan dipikir. Sekarang kamu waktunya konsentrasi sama suamimu.”“Iya, Emak. Tapi kalau aku kirim pesan atau telpon harus diangkat, ya,” tandasku sambil menatap Emak dan Pakde Jangin bergantian. Bukannya tanpa alasan, sering kali mereka menaruh hape di lemari sedangkan mereka entah kemana. Alasannya biar hape awet dan tetap kelihatan baru. Lah, fungsinya hape apa? Handphone, telpon yang di hand. Telpon yang selalu di tangan.“Iya beres, Ti. Aku akan taruh di kantong celana terus. Suaranya juga aku besarin pol,” jawab Pakde Jangin sembari menunjukkan layar ponsel yang cahayanya saingan dengan silaunya matahari. Gak kebayang kalau dia di tempat umum terus ada nada panggil. Bisa jadi bikin orang ngantuk, terjaga seketika.“Emak juga siap, Ti. Ini akan selalu nyantol kemanapun Emak berada. Nah, kalau pakai ini kan jadi hap

  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   Dipanggil

    "Ti ...! Suti!" Suara Pakde Jangin terdengar. Entah kenapa pagi-pagi teriak seperti itu. "Ada apa, Pakde?" tanyaku menghampirinya yang baru masuk ke dalam rumah. "Tadi ada utusan dari Kelurahan, kamu dipanggil Pak Lurah pagi ini. Kamu jadi pulang sore, kan?" tanyanya sambil menata nafasnya yang terengah-engah."Iya, sore ini. Memang ada apa, kok saya dipanggil?""Tidak tahu, katanya Pak Lurah ada perlu dengan kamu. Cepetan kamu bersiap dan kita berangkat! Pakde pulang dulu ganti baju," ucap Pakde dan segera pergi meninggalkanku.Sesuai jadwal, sore ini aku kembali ke kota. Sengaja memilih waktu di sore hari dan sampai di tujuan di pagi hari. Perjalanan malam lebih membuatku tidak capai, selain tidak panas, aku juga bisa tidur walaupun dengan posisi sembilan puluh derajat.*"Hlo Mak, mau kemana kok sudah rapi?" tanyaku melihat Emak sudah bersiap dengan tas di lengannya. "Ada panggilan ke Kelurahan, kan?""Yang dipanggilkan aku saja. Kok Emak ikutan?" "Ya harus ikut. Kita kan te

  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   Obatnya Emak

    "Eh itu anak saya!"Seorang laki-laki berbadan tinggi kurus dengan kulit agak gelap, masuk menghampiri kami dan bersalaman. Berakhir dengan dia menyapa Emak yang sedari tadi duduk."Ada yang bisa saya bantu, Bu?""Oh, saya baik. Yang mau order bukan saya, tetapi dia!" kata Emak sambil mengarahkan wajahnya ke arahku.Dia langsung mengarahkan pandangan kepadaku sambil mengerutkan dahi. Apa sampai segitunya, aku tidak pantas menjadi bos. Begitu besarnya kekuatan penampilan, sampai tampilan santaiku tidak meyakinkan."Iya dengan saya. Sutiati, panggil saja saya Suti!" ucapku sengan mengulurkan tanganku."Ardiyanto. Panggil Ardi. Maaf ya, biasanya yang ke sini sudah tua-tua. Mbak Sutin masih muda, saya pikir asistennya Ibu," ucapnya sambil menyambut uluran tanganku. Dia tersenyum, manis juga."Sudah gek sana bikin nota, Emak tunggu di sini saja!" ucap Emak dengan menyandarkan tubuhnya."Mari Mbk, kita ke kantor," ajaknya.

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status