Pagi hari menjelang siang, Audrey sudah sampai di depan rumah Bu Cantika untuk bertemu calon kliennya. Sopir yang mengantarnya pun merasa senang, karena mendapatkan job hari ini, walaupun tidak setiap hari. "Makasih, Bu, sudah menyisihkan sebagian rezekinya hari ini untuk saya," kata sopir itu, sambil menutup pintu setelah istri Bosnya turun.Audrey tersenyum, lalu menyahut, "Sama-sama, Pak. Alhamdulillaah, beberapa hari yang lalu, ada sedikit rezeki dari jualan gamis. Tapi mohon maaf, hanya bisa sesekali, belum rutin tiap bulan kayak dulu. Saya masuk ke rumah itu, Bapak bisa tunggu di sini atau mau ke mana terserah, asalkan saat saya selesai, bisa stand by. Hidupkan ponselnya selalu, ya, Pak?" Sopirnya mengangguk sopan. "Tak apa, Bu. Itu sudah mendingan daripada saya menganggur di rumah. Mm, saya tunggu di sini saja, sebab tak ada agenda ke mana-mana dan kebetulan tadi pagi sudah sarapan.""Syukurlah. Mari, Pak." Audrey ikut mengangguk sopan, lalu menuju teras rumah penjahit langg
Beberapa hari kemudian, pesanan Bu Rahma selesai. Meski temannya Bu Cantika itu mengirim pesan kalau tenggang waktu pengerjaan minimal satu bulan, tetapi Audrey tak mau menyia-nyiakan waktu. Lebih cepat lebih baik, sehingga costumer percaya padanya. Pelanggan lama Audrey pun kembali dan usahanya semakin lancar. Costumer baru juga bermunculan, karena mereka tahu dari teman-teman yang sudah membeli gamis di tokonya. Sesekali, Audrey mengajak Dianti ke playground di mall terdekat, tanpa sepengetahuan Juna, Zofia ataupun kakak-kakak iparnya. Hal itu dia lakukan agar tak ada yang mengganggu quality time bersama sang anak.Seiring usia Dianti bertambah dari bulan ke bulan, dia juga mulai mengerti kesibukan Papa-Mamanya, sehingga sudah jarang minta ini-itu. Jika ingin pergi ke rumah teman atau Omanya, tinggal minta izin saja pada Audrey.Edwin terus menyemangati istrinya setiap kali akan menyerah ketika menghadapi suatu masalah. Kebetulan, gajinya di kantor juga mulai naik bulan kemarin. Me
Athena kecewa pada Zofia yang sudah membantu Edwin dalam video klarifikasi, walaupun itu cuma pura-pura. Namun, hatinya terlanjur sakit, karena apa yang dilakukan istri Juna itu, semakin menjauhkannya dari Edwin. Di tengah gemerlap lampu diskotik dengan kerumunan orang yang berjoget ria, diiringi musik yang dipandu seorang DJ, serta bau minuman beralkohol, Athena sedang menangis sendirian."Mau pesan apa, Nona?" tanya bartender di hadapan Athena.Perempuan itu mengusap air matanya, lalu menjawab, "Yang biasa, Mas. Tiga gelas.""Oke!"Setelah beberapa saat, tiga gelas minuman keras tersedia di hadapan Athena."Makasih." Wanita itu minum segelas, lalu merasakan sensasi dalam dirinya."Tante Zofia jahat! Dia tega! Gue jadi makin jauh dari Edwin," gumam Athena tak jelas, lalu minum lagi segelas.Kepalanya menjadi pusing. Dia benar-benar hancur dan kehabisan akal. Apa yang harus dia lakukan untuk mendapatkan Edwin? Obsesi untuk memiliki suami Audrey itu, membawanya ke tempat maksiat ini.
Athena selesai makan dan memberi tip pada pelayan. Kemudian, masuk ke mobil."Enaknya ke mana, ya?" tanyanya sambil mulai menjalankan mesin.Mobil Athena terus berjalan tanpa tujuan. Perempuan itu sendiri bingung mau pergi ke mana. Dia baru sadar, ternyata tak mempunyai teman yang bisa dijadikan sebagai tempat curhat. Jika membuat status sindiran di sosmed pun, pasti yang muncul justru makian untuknya karena cap pelakor terlanjur melekat padanya."Lagian kenapa, sih, netizen itu masih ingat kejadian bertahun-tahun yang lalu? Yang udah mbok, ya, udah! Nggak usah diungkit-ungkit lagi! Emangnya gue nggak butuh temen apa?" kesal Athena, di sepanjang perjalanan.Kini, pikirannya kosong. Kemudian, tanpa sadar, tangannya menyetir ke sebuah jalanan yang cukup padat."Sialan! Gue terjebak macet!" keluhnya lagi.Dia kembali merasakan hatinya panas, hingga air di matanya mengalir lagi. Cobaan untuknya sungguh berat kali ini.Beberapa saat, mobil Athena bisa maju meski hanya satu meter. Setelah i
Keesokan harinya, Edwin dan Audrey sudah siap di depan apartemen yang disewa Athena. "Akhirnya, setelah sekian lama gue berharap sama Edwin, dia perhatian juga sama gue!" gumam Athena licik, seraya memakai kacamata hitamnya.Dia berjalan menuju mobil, lalu membuka pintu depan. Audrey yang sedang menatap lurus ke depan berkata, "Duduk di belakang!"Athena mengembuskan napas kesal, lalu menutup pintu mobil dengan keras. Dia kira, hanya ada Edwin di dalam. "Oke!" Wanita itu pun masuk ke mobil di jok belakang, lalu bertanya, "Kamu mau ajak aku ke mana?""Nggak usah banyak tanya! Ikut aja! Nanti juga kamu tahu sendiri," ketus Audrey."Hiih! Gue nggak tanya sama lu!" balas Athena.Edwin berdeham. "Jika ada orang yang membantu kamu, bersikaplah yang sopan, Athena!"Hal itu membuat Audrey tersenyum simpul, sementara orang di belakangnya merasa semakin dongkol.Mereka menempuh perjalanan yang cukup panjang. Audrey ketiduran karena semalam banyak costumer gamis di toko online miliknya yang ha
Athena mengendarai mobilnya keluar dari area sebuah rumah sakit sambil menangis. Jam menunjukkan pukul tiga sore."Brengsek! Kenapa gue harus hamil anak Rey! Menjijikkan sekali, hasil hubungan terlarang," gumamnya, sambil terus menangis.Tadi setelah terbangun dari tidurnya, dia mandi dan makan siang, lalu periksa ke dokter. Hasilnya sangat mengejutkan, fakta bahwa wanita itu kini berbadan dua."Selamat, ya, Bu. Anda kini sedang hamil. Dari hasil USG, ada janin yang berusia satu bulan." Itu adalah kata-kata keramat dari dokter tadi, yang sangat tidak ingin didengar oleh Athena.Wanita itu tak menyangka, hubungan di luar nikah yang hanya semalam, menghasilkan seorang calon bayi di dalam perutnya. Hatinya tidak bahagia, tetapi justru rasa menyesal dan hancur berkeping-keping terus saja menghantui. Athena menghapus air mata yang menghalangi pandangannya agar bisa menyetir morbid dengan benar. Dia menuju rumah Edwin, sambil berharap pria itu sudah pulang dari kantor. Di antara napas yan
Athena terus berlari menuju apartemennya, yang ternyata hanya beberapa meter dari toko tempat dia memarkirkan mobil tadi. Sesekali menoleh ke belakang. Edwin, Audrey dan Zofia masih berusaha mengejarnya."Ngapain pakai dikejar segala!" kesalnya, sambil terus berlari.Sampai di depan lift, Athena segera menuju lantai paling atas. Audrey menyipitkan mata, sempat melihat di atas pintu lift itu, angka 12 di samping arah panah. Lantai yang dituju oleh Athena. "Maaf, Bapak-Ibu ini siapa? Kenapa lari-lari?" tanya seorang satpam, sambil menghadang mereka.Edwin menangkupkan kedua telapak tangannya di dada. "Maaf, kami izin masuk, karena ada kepentingan darurat.""Untuk apa Anda semua lari-lari. Kalau Bu Athena memang salah seorang penghuni apartemen ini. Kami belum pernah melihat Bapak di sini." Satpam itu merasa curiga."Athena mau bun*uh diri, Pak! Kami mau mencegahnya. Izinkan kami masuk," pinta Edwin, langsung menerobos tangan Pak satpam yang tadi menghadangnya.Audrey mengatur napasnya y
Beberapa saat kemudian, Rey datang. Dia mendapatkan info tentang alamat apartemen dan arah rooftop itu dari Edwin. "Athena, aku ... minta maaf," ucap Rey, ragu.Semua menoleh. Edwin mengembuskan napas lega. "Akhirnya lu ke sini juga!" Dia melirik sinis, teringat kejadian beberapa tahun lalu.Rey tak menjawab, karena merasa tak enak pernah membuat fitnah dalam rumah tangga Edwin. Athena menoleh, lalu berdiri dengan badan yang sedikit terhuyung. "Mau apa lu ke sini, brengsek?"Audrey memegang kedua bahu perempuan di sampingnya, agar tidak jatuh."Aku mau tanggung jawab atas anak di dalam perutmu. Tolong, jangan bun*h diri!" pinta Rey, memelas."Halah! Omong kosong!" teriak Athena, dengan mata yang menyorot tajam pada lelaki yang telah menodainya.Rey mencoba mendekat. "Izinkan aku menebus kesalahanku."Tiba-tiba tubuh Athena bergetar hebat, lalu dia seperti ketakutan. "Pergi! Gue belum sanggup lihat lu!" Audrey membaca situasi. "Tolong kamu pergi, sepertinya Athena masih trauma.""T