Seluruh luka yang Pengawal alami sudah berhasil ditangani para perawat rumah sakit, Rea juga menemuinya untuk membicarakan sesuatu. "Nyonya," sapa Pengawal saat melihat Rea masuk ruang rawatnya, tidak menyangka kalau istri bosnya masih berada di sini menungguinya."Bagaimana keadaanmu, Pengawal?" tanya Rea seraya berdiri di samping ranjang tempat pengawal berbaring."Aku sudah baik-baik saja, Nyonya. Bagaimana keadaan Anda sendiri? Apakah ada yang terluka? Maafkan aku tidak bisa melindungi Anda dengan baik," kata Pengawal benar-benar merasa bersalah."Kamu sudah melakukan yang terbaik, mereka berjumlah banyak orang, sementara kamu hanya seorang diri. Beruntung mereka pergi setelahnya, tapi apakah kamu tahu siapa mereka?" tanya Rea.Pengawal menggeleng, dia tidak tahu persis musuh-musuh Jeno, dia hanya berpikir. "Mungkin itu salah satu saingan bisnis tuan, Nyonya."Mendengar dugaan Pengawal, Rea pun terdiam dan berusaha mengingat sesuatu. "Aku mengenal sekilas satu pria dari keempatnya
Jeno membawa kendaraannya bak kekuatan angin, tubuh kecil Rea seolah menyusut di tempatnya karena takut. "Jeno, bisakah kamu pelan sedikit, kamu harus dengarkan penjelasanku.""Penjelasan apa? Mataku sudah cukup melihatnya, Rea! Kamu wanita menjijikan dan murahan!"Rea melebarkan kelopak matanya tak mengerti. "Apa karena hal tadi kamu berpikir serendah itu tentang aku? Hah!""Memang begitu kan kenyataannya? Dulu juga begitu, demi menikah denganku kamu menukar ginjalmu." Jeno tersenyum sinis.Rea diam, seolah banyak ratusan kerak es tajam menusuk jantungnya, membuat seluruh aliran darah di dalam tubuh Rea membeku, rasanya mati rasa. Rea lelah lagi-lagi menerima penghinan dan tuduhan ini. Jeno melirik istrinya yang tidak menjawab apa-apa, dia pun kembali berkata. "Kenapa diam? Apa sekarang kamu lelah mengelak? Dan memilih mengakuinya saja, lalu berhenti berkata cinta bodohmu itu?"Cinta bodoh? Jeno mengatakan cintanya bodoh? Ya, Rea memang bodoh, sangat bodoh!"Ya," jawab Rea dingin. "
Malam telah larut, hujan di luar pun telah reda seiring keringnya air mata di pipi Rea. Jeno dan Rea tidur saling membelakangi, setelah percintaan panas dan kasar yang Jeno lakukan pada istrinya, mereka tak lagi bertegur sapa.Perasaan Jeno bercampur aduk menjadi satu, mengingat rasa sakit wanita itu hingga air matanya tak kunjung mengering di setiap hentakan tubuh mereka tadi, membuat Jeno merasa tak nyaman. Dia sempat gamang saat melihat tatapan wanita itu, meski kedua netranya basah air mata yang menggenanginya, sorot teduhnya kini redup dan berganti kejam.Jeno memutuskan turun dari tempat tidur untuk menenangkan diri di dalam kamar mandi, dia tidak tahu harus merenung atau apa, yang pasti saat ini hati, otak dan tubuhnya begitu terasa panas. Pria itu memutar tuas shower yang mengucurkan air dingin, meski di luar udara masih sejuk, tapi tidak dengan dirinya.Rea perlahan menoleh ke belakang, melihat Jeno sudah tidak ada di tempat tidur dan terdengar suara air jatuh di lantai dia t
"Dok, tolong selamatkan istri dan ayah mertuaku!" Jeno memberi pesan saat kedua brankar di dorong memasuki ruang ICU."Kami akan lakukan yang terbaik, Tuan. Permisi," jawab Dokter, lantas masuk dan perawat menutup pintu rapat.Jeno sangat panik, bisa dibayangkan seberapa paniknya dia saat ini? Dada pria itu terasa sesak seolah banyak udara di dalamnya, membuat detak jantungnya berdebar kuat, hingga membuat kepalanya menjadi pusing.Belum pernah ia berada dalam situasi seburuk ini, Jeno takut sesuatu yang buruk terjadi pada istri dan mertuanya. Dia akan sangat merasa bersalah jika itu terjadi. "Aku harus telefon Arya," gumamnya, lantas segera merogoh ponselnya di saku celana. Namun, sialnya tadi dia lupa bawa ponsel.Pria itu akhirnya pergi ke bagian informasi untuk meminjam alat komunikasi. "Selamat malam, Tuan. Ada yang bisa kami bantu?" tanya Petugas informasi."Bisakah aku pinjam ponselmu, aku butuh menghubungi seseorang," jawab Jeno."Tentu saja, silakan." Petugas memberikan ponse
BYUUURR!Aruna dan Alex gelagapan saat seember air dingin jatuh mengguyur tubuh mereka berdua. Suara langkah kaki terdengar semakin mendekat dan keduanya melihat sosok pria yang tidak pernah mereka duga akan datang. Suasana ruangan yang gelap perlahan timbul cahaya dari lampu yang berada di atas kepala mereka."Je-jeno, Sa-sayang. Ka-kamu datang untuk selamatkan aku, kan?" Aruna berusaha melepaskan kedua tangannya dari ikatan tali yang tergantung di atas. "Sayang, cepat lepaskan aku," pintanya menatap pada Jeno yang terus berjalan mendekat.Namun, pria itu bukannya melepaskan ikatan tali di tangan perempuan itu, dia malah mencengkram rahang sang wanita dan menatapnya geram. "Apa? Lepaskan? Ini pantas untukmu. Wanita pengkhianat sepertimu pantas aku perlakukan seperti ini, Aruna." Jeno melepas kasar rahang wanita itu hingga berpaling ke samping.Aruna masih tidak mengerti dengan apa yang Jeno katakan. "A-apa yang kamu katakan, Sayang? Aku tidak mengerti, aku mohon cepat kamu lepaskan a
Ruangan ICU, di mana Rea selama seminggu ini terbaring koma, sejak malam itu Rea tak mau bangun hingga pemakaman papanya saja dia tidak ikut menghadiri. Rea seolah tidak punya semangat hidup lagi setelah tahu semua kejahatan Jeno terhadap dirinya dan juga pada orang yang paling wanita itu kasihi.Rasanya sakit sekali, penderitaan Surya disebabkan oleh cintanya pada pria yang salah. Bahkan, kematian papanya tepat di hadapan dirinya malam itu. Rea tidak sanggup menghadapi dunia lagi, dia ingin tidur dan tidak ingin bangun lagi.Jeno masuk dengan membawa sesuatu di tangannya, dia berjalan mendekat dan berdiri di samping ranjang. "Hai, selamat sore, istriku tercinta," sapanya dengan nada bergetar.Jeno lemah, selama seminggu ini tak bisa tidur siang dan malam memikirkan keadaan Rea yang tak juga bangun. "Kamu pasti sangat marah padaku, Rea. Hingga kamu tidak sudi bangun untuk sedikit berbicara padaku. Maafkan aku, Sayang. Karena aku begitu sangat terlambat menyadari kebodohanku. Jeno menu
Musim-musim berlalu setiap tahunnya, terus bergulir hingga mengikis kisah-kisah lalu yang mengubah banyak kehidupan para insan manusia yang ada di bumi. Siang begitu terik, seorang pria berkacamata berjalan cepat menuju sebuah ruangan kantor besar di kota."Tuan, seorang penculik menghubungiku dan meminta tebusan 2 Milyar untuk membebaskan seorang anak yang mirip denganmu."Jeno yang sedang fokus di depan laptopnya pun kini menatap Arya yang berdiri di seberang mejanya, pria yang kini berusia 30 Tahun itu melepas kacamata baca dari wajahnya."Apa maksudmu? Anak siapa yang mirip denganku? Dan kenapa mereka menculiknya?" tanya Jeno penasaran, pria itu menatap Arya dengan serius."Diduga mereka adalah musuh bisnis Anda, Tuan. Mereka mengira anak ini adalah anak Anda karena memiliki kemiripan sembilan puluh sembilan persen." Arya memberikan ponselnya pada Jeno dan menunjukkan foto anak kecil yang sedang disekap pada satu ruangan.Anak laki-laki tampan itu tampak tidak menangis, tapi dia t
Anak kecil itu berhenti makan, dia lantas mengerutkan kening. "Apa yang Paman lihat?" tanyanya waspada."Siapa namamu, Nak?" tanya Jeno."Rayan Lee," jawabnya, lantas kembali makan dan mengabaikan tatapan Jeno yang terus memperhatikan fitur wajah anak itu, Rayan benar-benar mirip seperti Jeno kecil."Apa kamu ingat di mana rumahmu?" tanya Jeno lagi.Anak kecil bernama Rayan itu mengangguk. "Aku tinggal di Green House Asri Nomor A5," jawab Rayan lalu lanjut makan.Jeno pun sedikit terkejut, ada anak kecil yang begitu pintar seperti ini. "Bagus sekali, kamu mengingat tempat tinggalmu sendiri. Habiskan makanmu, nanti Arya akan mengantarkanmu pulang," kata Jeno."Umm!" jawab Rayan seraya mengangguk cepat. Rayan anak yang pintar dan pemberani, buktinya dia tidak sedikit pun menangis atau merengek memanggil ibu dan ayahnya seperti anak-anak pada umumnya."Kalau boleh tahu siapa nama mama dan papamu?" Jujur saja Jeno penasaran dengan orang tua anak ini, terlebih pada nama ibunya. Entah menga