Share

Akad Tanpa Malam Pertama
Akad Tanpa Malam Pertama
Penulis: Nonnie Dyannie

Akad yang Ternoda

Penulis: Nonnie Dyannie
last update Terakhir Diperbarui: 2024-04-27 11:33:21

Bab1

Akad yang Tern0da

“Adnan Malik, saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan anak perempuan saya, Aisyah Medina Suryadinata dengan mas kawin seperangkat alat salat dan uang tun4i lima puluh juta rupiah dibayar tun4i.”

“Saya terima nikah dan kawinnya Aisyah Medina Suryadinata binti Rahadi Suryadinata dengan mas kawin tersebut dibayar tun4i.”

“Bagaimana, Saksi?”

“Sah!”

“Sah!”

“Alhamdulillah.”

Lalu serangkaian doa pun terucap dari semua yang hadir di acara sakral ini. Aku sangat bahagia, bagaimana tidak? Perjalanan cinta yang terjalin selama tiga tahun ini akhirnya berujung semestinya.

Kami menandatangani berkas yang telah disediakan oleh Penghulu, tanda bahwa kami telah resmi menjadi pasangan halal. Lalu aku menc*um tangan Mas Adnan yang kini bergelar suami dan ia pun menci*m keningku lama sekali. Tiba-tiba Mas Adnan m*melukku erat sekali dan berbisik, “Maafkan aku, Aisyah ....”

Aku menjawab bisikannya dengan penuh keheranan. Untuk apa Mas Adnan meminta maaf? Apakah karena dia menikahi aku? Entahlah, perasaanku tidak enak sejak beberapa hari lalu. Firasatku buruk mengenai pernikahan ini.

"Maaf untuk apa, Mas?" Kulihat wajahnya tertunduk lesu. Benar … aku dapat menangkap mimik wajahnya yang seperti tak menunjukkan rasa bahagia atas pernikahan ini. Namun, bukankah dia mencintai aku? Lalu kenapa?

Mas Adnan bangkit tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut.

"Ada apa, Mas? Kamu baik-baik saja, ‘kan?" tanyaku khawatir.

Tiba-tiba Mas Adnan meraih mikrofon yang tadi digunakannya untuk mengucap ijab qobul, dengan suara bergetar Mas Adnan mulai berbicara, “Mohon maaf untuk semua—“

Aku yang berdiri di sampingnya menatap suamiku dan menunggu apa yang hendak ia sampaikan. Ayah, Penghulu, dan Saksi masih duduk di tempatnya karena memang ijab qobul ini baru saja dilaksanakan.

Kulihat Mas Adnan menarik napas dalam-dalam, lalu melanjutkan ucapannya, “Hari ini, tepatnya lima menit yang lalu, saya Adnan Malik telah menikahi wanita yang teramat saya cintai, Aisyah Medina Suryadinata binti Rahadi Suryadinata. Namun, saat ini juga saya kembalikan wanita ini kepada orang tuanya, Aisyah Medina Suryadinata ... mulai saat ini, kamu bukan istriku lagi, aku menjatuhkan talak untukmu!”

Untuk beberapa detik aku terpaku, tak percaya dengan yang diucapkan suamiku, suasana mulai riuh oleh suara-suara di sekeliling.

“Maas ... maksudmu apa? Tidak lucu lho bercanda seperti ini,” ucapku seraya menyentuh lengannya, tetapi dengan kasar ditepisnya.

Lalu Mas Adnan mengeluarkan sesuatu dari balik jas yang dikenakannya. Beberapa lembar foto!

Dilemparkannya foto-foto itu ke atas meja yang masih terdapat susunan rapi berkas-berkas yang belum lama kami tandatangani.

"Ayah ... maaf, aku tidak bisa hidup dengan wanita yang sudah berbuat hal tidak senonoh dengan pria lain, sementara aku selama ini menjaga semuanya sampai dengan hari ini tiba. Namun, Aisyah sendiri yang merusaknya. Mulai saat ini, segala sesuatu tentang Aisyah, kukembalikan padamu, Ayah, aku mohon maaf ...." Dengan suara bergetar Mas Adnan mengucapkan itu. Sementara aku masih bergeming dan belum dapat mencerna semuanya.

“Nak Adnan, duduk dulu. Jelaskan sama Ayah, ada apa ini? Apa yang telah terjadi dan apa yang telah dilakukan Aisyah?” tanya Ayah seraya bergantian menatapku dan Mas Adnan dengan tatapan tajam.

“Aku tidak perlu menjelaskan apa pun lagi, foto-foto itu sudah sangat jelas, Ayah.”

"Maksudmu apa Mas?" tanyaku seraya memungut satu foto yang terjatuh di dekat kakiku.

Seketika mataku membulat sempurna, sangat jelas di foto itu menyuguhkan gambar yang sangat tidak bermoral, sepasang manusia yang tengah memadu kasih di atas r4nj4ng dengan tanpa sehelai benang pun menutupi tub*h mereka. Namun, bukan hanya itu yang membuatku syock, tetapi gambar wanita yang ada di foto itu ... aku!

“Aisyah ...!” Suara Ayah menggelegar memanggil namaku.

“Jelaskan pada Ayah, tentang semua ini!”

“Ayah ... demi Allah ... Aisyah tidak pernah melakukan itu! Mas Adnan ... tolong percaya padaku, mana mungkin aku berhubungan dengan pria lain dan sampai melakukan hal seperti ini!"

Aku mengedarkan pandangan ke semua orang, pada Ayah, Ibu, Saksi, bahkan pada penghulu untuk meminta pembelaan mereka. Sayangnya, semua orang bungkam. Di antara yang hadir dapat kulihat mereka menatapku dengan sinis, berbisik-bisik satu sama lain.

Aku mendekati Mas Adnan, menyent*h tangannya lembut, "Mas, kamu percaya denganku, ‘kan? Aku mencintaimu, Mas. Aku tulus, tidak mungkin aku melakukan hal kotor ini.”

Mas Adnan menepis tanganku dengan kas*r, dia memalingkan wajahnya, menolak netra kami untuk bertemu. "Aku tidak sudi disent*h oleh wanita murahan yang membiarkan pria lain menyent*h dirinya, tanpa status yang sah!"

"Kamu wanita kotor, Aisyah!" bentaknya.

Aku menangis mendengar ucapan itu keluar dari pria yang aku cintai, dari seseorang yang beberapa saat lalu bergelar suami untukku. Kenapa semua ini terjadi? Padahal ia baru saja mengucapkan akad lima menit yang lalu ….

"Ayah, Ayah percaya padaku kan?" tanyaku putus asa. Aku mendekatinya.

Akan tetapi, bukan pembelaan yang kuterima. Ya, Ayah melay*ngkan tangannya dan dengan keras mendarat di pipiku. Ayah menamp4rku berulang kali hingga aku terhuyung dan j4tuh, tub*hku luruh dan tak ada seorang pun yang membantu apalagi membelaku.

"Kamu sudah membuat malu keluarga ini! Ayah kecewa padamu Aisyah! Kami menyesal telah membesarkanmu!"

"Mas Adnan!" teriakku marah. "Mas tega memfitn4h aku? Mas mengenalku dengan baik kan? Lantas, mengapa dengan mudahnya Mas percaya dengan foto-foto itu!”

Mas Adnan yang berada di puncak emosinya mencengkeram erat kedua bahuku, dia menatapku dengan sangat dingin, alisnya menyatu, urat-urat wajahnya menegang.

"Dengar, Aisyah! Aku berbicara seperti ini dan mempercayai foto itu kamu pikir secara sembar4ngan?! Awalnya aku memang tidak percaya, sangat tidak percaya. Lalu aku mendatangi seorang ahli untuk memeriksa keaslian foto itu dan kamu tahu hasilnya? Ya! 100% foto itu asli, tanpa rekayasa apalagi editan! Kamu masih mau mengelak Aisyah?!”

Aku kehabisan kata-kata. Mas Adnan adalah seorang pengus4ha muda yang sukses. Sangat mungkin baginya untuk memesan jasa dari seorang pakar telematika. Namun, aku sangat tidak terima karena tidak melakukan apa seperti apa yang ada di dalam foto itu, dan laki-laki itu, aku pun tidak mengenalnya.

Ya Allah, selamatkan aku dari fitnah keji ini.

"Kamu bersikap seakan-akan kamulah yang menjadi korbannya? Jangan bersikap manipulatif! Kamu lah yang menjadi pelaku di sini! Kamu sudah men0dai kepercayaan dan cinta yang aku berikan!" lanjutnya.

Semua yang hadir menjadikan ini sebagai bahan tontonan. Tanpa peduli seberapa hancurnya perasaanku dipermalukan di depan banyak orang. Namun, tak lama kemudian, seseorang membubarkan mereka. Kini, tinggallah Ayah, Ibu, Mas Adnan dan kedua orang tua serta adiknya yang tersisa di ruangan ini.

Kedua orang tua Mas Adnan mendekat, ibu Mas Adnan menatapku seolah minta penjelasan, jelas sekali raut kecewa di wajahnya. Selama ini Ibu begitu menyayangiku.

“Aisyah, Ibu tidak tahu harus bagaimana bersikap, selama ini Ibu sudah sangat menyayangi dan percaya sepenuhnya bahwa Adnan akan bahagia hidup denganmu. Namun, dengan kejadian ini, Aisyah telah mematahkan hati Ibu, Nak,” ucapnya dengan mata berkaca-kaca.

“Buu ... tolong percaya sama Aisyah. Ini tidak benar! Aisyah tidak melakukan itu! Tolong, Bu,” ratapku tetap mempertahankan harga diri ini.

Akan tetapi, sekeras apa pun aku membela diri, tak satu pun dari mereka percaya, Mas Adnan berlalu dari hadapanku dengan diapit kedua orang tuanya tanpa menoleh lagi padaku. Lalu, Ayah dan Ibu pun pergi begitu saja meninggalkanku sendiri di ballroom h0tel yang rencananya malam ini akan menjadi tempat resepsi.

Dengan hati hancur aku menatap kepergian mereka, tiba-tiba netraku menangkap siluet seorang wanita yang bergerak cepat dari balik pintu keluar sebelah kiri. Siapakah dia?

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Yati Syahira
aduuh bikin tulisan kho halu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Akad Tanpa Malam Pertama    Terusir

    Bab 2 Terusir Gegas aku memutar b4dan untuk mengejarnya, "Tunggu!" Akan tetapi, tak kutemukan siapa pun. Hanya ada satu orang pelayan h0tel yang sepertinya telah selesai mengantarkan pesanan. "Enggak ada siapa-siapa di sini. Apa aku salah lihat?" Sekali lagi aku mengedarkan pandangan ke sekeliling, sepi. Sama sekali tidak ada orang selain diriku. Aku berniat untuk menyusuri tempat ini perlahan karena sangat yakin dengan yang tadi kulihat. Namun, baru beberapa langkah, tiba-tiba netraku menangkap sesuatu yang berkilau di lantai, sebuah anting! Ya, berarti benar tadi ada seseorang di sini. Aku akan menyimpannya siapa tahu suatu saat nanti ini akan aku butuhkan. Aku bergegas menuju resepsionis karena yakin dia belum jauh dan pasti masih ada di sekitar sini. Bukan aku terlalu berpikir buruk, tetapi melihat caranya seperti tadi sangat mencurigakan terlebih lagi dengan fitn4h yang kualami saat ini. “Selamat sore,” sapaku pada resepsionis yang bertugas.“Selamat sore, Bu, ada ya

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-27
  • Akad Tanpa Malam Pertama    Titik Terang

    Bab 3Titik Terang Kuberanikan diri mengetuk pintu. Bagaimana pun aku harus bicara kepada orang tuaku. Memejamkan mata dan menyiapkan mental, hanya itu yang dapat kulakukan selain berdoa.Aku melirik Yudha yang bersandar di pintu mobil, ia tersenyum dan mengangguk seakan paham dengan apa yang menjejali benak ini.Satu kali, salamku tak ada jawaban. Dua kali, masih tetap sama. Hingga akhirnya pada ketukan yang ketiga, terdengar langkah mendekat.Seraut wajah penuh kasih muncul saat pintu terbuka dengan perlahan.“Ibu ....”“Aisyah ....” Sontak aku menghambur ke dalam pelukannya dan menumpahkan tangis, dapat kurasakan belaian lembutnya di punggung dan kepalaku yang tertutup hijab.“Untuk apalagi kamu datang ke sini! Dasar anak tidak tahu diri! Bikin malu keluarga. Pergi kamu, Aisyah!” hardik Ayah yang tiba-tiba sudah ada di belakang Ibu.“Sejak lahir dirawat dan dibesarkan dengan penuh kasih, nyatanya setelah besar bisanya hanya membuat malu keluarga. Pergi kamu dan jangan pernah

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-27
  • Akad Tanpa Malam Pertama    Mendatangi Sang Ahli

    Bab 4Mendatangi sang ahliSudah dua hari aku menempati unit milik Yudha, selama itu pula aku hanya mengurung diri di kamar. Ot4kku seperti tak berfungsi. Semua masalah ini berjegalan di dalam sini, tetapi tak ada satu pun yang mendapat jalan keluar.Aku tak berani menyalakan TV, ponsel pun sejak kemarin sudah dinonaktifkan, yang kubisa hanya men4ngis, meratapi diri. Masih tak percaya dengan apa yang tengah kualami. Saat datang untuk mengantarkan sarapan tadi pagi, Yudha berpesan agar aku bersiap siang ini untuk pergi menemui seseorang.“Nanti kamu akan tahu sendiri.” Begitu jawabnya saat kutanya kami akan pergi ke mana.Saat ini sudah hampir jam sebelas siang, sudah waktunya aku bersiap. Jangan sampai Yudha datang aku masih dalam belum bersiap.Celana jeans yang dipadukan outer berwarna krem serta hijab segi empat sederhana berwarna senada kupilih untuk dipakai siang ini. Selain simpel, juga karena baju itulah yang berada di tumpukan teratas dalam koperku yang sampai saat ini belu

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-27
  • Akad Tanpa Malam Pertama    PoV Adnan

    Bab 5PoV Adnan "Ayo kita menikah." Aku meny0d0rkan cincin lamaranku padanya, berlutut di hadapan Aisyah, juga memberikan sekuntum bunga merah muda yang kupesan jauh-jauh hari bersama cincin itu. "Hah? Kapan? Sekarang?" jawabnya menggemaskan. Matanya membulat, wajahnya memerah, dia tersenyum senang kemudian menangis terharu setelah aku mengucapkan kalimat yang paling ingin didengarnya setelah kami menjalin hubungan selama tiga tahun. "Haha, bukan. Maksudnya, aku ingin segera menikah denganmu. Aku pikir tiga tahun cukup untuk saling mengenal. Orang tua kita juga sudah merestui." "Mas Adnan bicara begini serius, ‘kan? Tidak bercanda?" "Mana mungkin aku bercanda. Aku ingin kita segera ke tahap yang lebih serius, Aisyah." "Mas, terima kasih. Aku terharu juga bahagia. Selama ini pun kamu tidak pernah merendahkan martabatku." "Tentu saja, Aisyah. Tidak ada alasan untuk aku melukai harga diri dan perasaan dari orang yang aku cintai. Kalaupun itu terjadi, artinya aku sudah

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-27
  • Akad Tanpa Malam Pertama    PoV Yudha

    PoV Yudha "Yudha, aku lagi senang sekali!" Mataku membulat penuh, antusias dengan topik pembicaraannya. Kami duduk saling berhadapan sembari menikmati secangkir kopi di sebuah kafe dengan nuansa alam terbuka. Belakangan ini kami jarang bertemu karena sibuk dengan pekerjaan masing-masing. "Apa itu? Katakan padaku hal yang membuatmu sebahagia ini." Gadis berhijab yang memiliki senyuman termanis di dunia itu kembali tersenyum seraya menutup mulut dengan jemari lentiknya. Tiba-tiba wanita yang lebih pantas disebut Bidadari itu bangkit dari duduknya. Aku mengerutkan kening. Mengelus-ngelus dagu yang tidak ditumbuhi oleh janggut sedikit pun. "Aku mau menikah dengan Mas Adnan," ungkapnya seraya mengangkat tangan kirinya dan tampaklah tersemat cincin melingkar di jari manisnya. "Menikah? Kamu tidak bercanda, ‘kan?" tanyaku memastikan. "Tentu tidak. Mas Adnan sudah melamarku kemarin dan kami setuju untuk segera menikah, begitu pula dengan keluarga besar, mereka semua senang mendeng

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-18
  • Akad Tanpa Malam Pertama    Menunjukkan Bukti

    BAB 7MENUNJUKKAN BUKTI Dalam perjalanan pulang, kami tidak banyak bicara. Kepalaku rasanya mau pecah dengan semua kemungkinan dan kebenaran yang ada. Juga, mengenai alasan mengapa orang tuaku menyembunyikan rahasia krusial seperti ini jika memang benar aku memiliki saudara kembar. "Aku harus memastikan kebenaran dari semua ini! Apa pun yang terjadi. Nama baik adalah taruhannya." Tekadku dalam hati. "Kamu baik-baik saja, Aisyah?" tanya Yudha, seraya melirik. Dia tetap fokus mengemudikan mobilnya untuk mengantarku kembali ke apartemen. "Ya? Maaf. Banyak sekali yang tak kumengerti, Yud. Rasanya seperti mimpi, dalam dua hari saja aku dihadapkan pada beberapa peristiwa yang sama sekali tak dapat kupahami.” "Bertahanlah, aku rasa tak lama lagi semua ini akan terjawab. Segera lakukan apa yang kusampaikan tempo hari karena hanya itu satu-satunya cara untuk membuktikan bahwa dirimu tidak bersalah, Aisyah. Kamu tidak seperti yang mereka tuduhkan sekarang ini.” Ucapan Yuda membuatku m

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-19
  • Akad Tanpa Malam Pertama    Bukti

    BUKTI “Buktikan, jangan hanya buang-buang waktuku saja!” Ayah berkata dengan tanpa menoleh ke arahku. Dingin, sikapnya sangat dingin. Hatiku teriris mendengar ucapannya. Ayah yang dulu selalu memperlakukan aku dengan hangat, kini berubah drastis menjadi pembenci paling hebat. Namun, aku tidak bisa menyalahkan mereka yang kecewa atas foto-foto itu. Orang tua manapun, sebebas apa pun mereka mempersilakan sang anak untuk bersosial, pasti akan sakit dan kecewa jika tahu bahwa anaknya sudah menodai diri sendiri, memberikan tubuh pada lelaki tanpa ikatan pernikahan. "Aku sudah membuat janji dengan Dokter Diana. Aku yakin hasilnya nanti akan meruntuhkan rasa kecewa dan marah Ayah padaku," jelasku. Keduanya duduk di kursi tunggu. Ibu masih diam dengan wajah dinginnya. Ayah mendecak kasar. Dia menjawab ucapanku dengan nada tinggi, "kamu masih berani memanggil kami Ayah dan Ibu?" Aku terdiam. Memangnya bagaimana lagi aku harus memanggil mereka? Ikatan darah kami tidak akan pernah

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-20
  • Akad Tanpa Malam Pertama    Misteri

    Misteri"Ibu, Ayah … apakah aku memiliki saudara kembar?"“M-maksudmu?”“Ya, Aisyah bertanya apa selama ini Aisyah memiliki saudara kembar?” Aisyah bertanya dengan harapan mendapat jawaban yang bisa menimbulkan titik terang untuk masalahnya.Aku bertanya kepada Ayah yang dari bahasa tubuhnya dapat kutangkap jika Ayah sedang berusaha menutupi sesuatu. Terlebih saat di rumah sakit tadi, secara tak sengaja aku beberapa kali melihat Ibu dan Ayah memainkan mata seolah memberi kode.“Aisyah, kamu adalah putri kami satu-satunya, tak ada alasan kamu untuk menanyakan hal ini kepada kami karena memang hanya kamu seorang, Nak.” “Maaf,Ayah, bagaimana dengan foto itu? Orang yang ada dalam foto itu sangat mirip denganku, sementara foto itu asli tanpa rekayasa.”Ayah kembali termenung, kali ini kedua alisnya tertaut, sementara Ibu menghela napas dalam. Wanita yang melahirkanku itu tampak seperti tak tenang.“Ayah, Ibu, Aisyah ingin menunjukkan sesuatu,” ucapku seraya membuka tas tangan yang sedar

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-21

Bab terbaru

  • Akad Tanpa Malam Pertama    ENDING

    Bab 80 TAMAT “Masa, sih, itu bukan dia? Mirip banget, Ah.” ~@Dyannie_Alexander.. “Katanya udah ada konfirmasi kalau itu bukan dia, masalahnya udah beres.” ~@Adelia Bellez. “Jaman sekarang emang ngeri banget! Semua bisa dimanipulasi jadi semirip mungkin. Semangat, Kak!” ~@Rina Novita. “Kayaknya emang bukan dia deh. Itu mah cuman orang yang gak suka sama dia. Dia kan penulis sukses, makanya pada iri terus sengaja ngejebak dia pake foto palsu.” ~@Noeroel Arifin. “Ini bukan pengalihan isu, kan? Atau klarifikasinya bohong biar dia dapet simpati, terus bukunya laris lagi?” ~@HambaAllahpalingtaat. “Gue tim Kakak ini, sih, dari dulu, gak pernah ikut ngehujat.” ~@Rafika_Duri.Merasa bosan dan kesepian, pagi hariku setelah sarapan diawali dengan membuka komentar-komentar di media sosial. Ujaran kebencian yang waktu itu sempat memenuhi setiap postingan mengenai diriku, kini mulai reda. Padahal, dulu mereka orang-orang yang sama sekali tidak mengenal aku secara nyata sampai memburu ke ak

  • Akad Tanpa Malam Pertama    Adnan Minta Rujuk

    BAB 79_Adnan Minta RujukBeberapa minggu kemudian, di sebuah ballroom hotel ternama …. Beberapa orang sibuk berlalu lalang, memasang pernak-pernik, menghias ruangan itu dengan beberapa yang memberikan kesan mewah dan indah. Sebagiannya lagi sibuk mendekorasi, mengatur kursi-kursi untuk tamu undangan, tata letak bunga-bungaan untuk menambah kesan mewah, dan panggung utama yang menjadi puncak perhatian dari kedua mempelai. Aku ikut andil dalam proses mempersiapkan semua ini agar hasilnya sesuai dengan yang diinginkan. Sementara Azmina …. “Aisyah!” Gadis itu memanggilku dari arah belakang. Dia datang dengan wajah berseri bersama calon suaminya, Raja yang juga memberikan kesan hangat padaku. “Mina, kok, malah ke sini? Harusnya kamu istirahat. Nanti malam, kan, acaranya jangan sampe kecapean kamu kecapean, lho,” ucapku merasa khawatir. Azmina tiba-tiba memelukku dengan erat sambil berucap, “Jangan khawatir, habis ini aku langsung pulang, kok. Aku ke sini mau bilang makasih ban

  • Akad Tanpa Malam Pertama    Dilamar

    Bab 78Dilamar Malam hari setelah pulang dari acara jalan-jalan bersama keluarga, aku langsung membersihkan diri dan berganti pakaian, kemudian bersiap-siap untuk Salat Magrib berjamaah di ruang keluarga dengan Ayah sebagai imamnya. Azmina yang masih dalam proses belajar mengenal agama lebih dalam, ikut bergabung bersama kami. Aku sangat bersyukur sekali kepada karunia dan kebahagiaan yang Allah berikan padaku. Semoga kebahagiaan dan kehangatan ini bertahan selamanya. Ayah yang sejak lama tidak mengimami salatku dan Ibu dengan dalih sibuk oleh pekerjaannya, kini mulai berubah. Begitu pula dengan Ibu yang hanya sesekali masak dan lebih sering membeli lauk di luar, kini mulai membiasakan dirinya lagi untuk memasak demi keluarganya yang sudah lengkap. Kedatangan Azmina mengembalikan angin lama yang telah hilang di keluarga kami. Usai salat berjamaah, aku dan Azmina langsung masuk kamar. Kami bercengkerama sebentar sambil menunggu azan Isya tiba. “Aisyah, kamu dan Yudha bagaiman

  • Akad Tanpa Malam Pertama    Kehangatan itu kembali kurasakan

    Bab 77_Kehangatan itu kembali kurasakan “Azmina?” Pria paruh baya itu menatapku dengan tatapan bingung. Dia mengaga selama beberapa menit di depan pintu masuk rumah. Sementara aku menunduk dengan canggung. “Sebenarnya bukan pilihan untuk datang ke sini, tapi Raja enggak bisa dihubungi, mungkin dia lagi enggak di apartemen atau lagi sibuk kerja—” “Ya Allah, Alhamdulillah.” Pria itu memeluk tubuhku dengan erat tanpa mengizinkan aku menyelesaikan alasanku datang kemari. Aku? Entah kenapa tak ingin menolak apalagi berontak. Dia mengusap-ngusap punggungku dengan lembut sambil berkata, “Tidak apa-apa, Sayang. Kamu tidak usah memberikan alasan apa pun untuk pulang ke rumahmu sendiri. Maafkan Ayah dan Ibu, ya.” Mendengar ucapannya, hatiku terenyuh. Tanpa sadar, air mataku jatuh tanpa diminta. Bercucuran sampai membasahi baju yang ia gunakan di bagian dada. Aku menangis seperti anak kecil. Dari dalam rumah, terdengar suara seseorang yang sangat aku kenali. “Siapa, Yah? Kok, lama? Ayo,

  • Akad Tanpa Malam Pertama    PoV Azmina

    Bab 76_Pov Azmina Pria itu datang sambil membawa sebuah keranjang kecil berisi bunga yang ia taburkan di atas pusara Ibu, kemudian menengadahkan tangannya untuk berdoa dengan wajah serius, tetapi tenang. Aku mendorong tubuh Raja untuk menjauh, lalu mendekat pada pria itu sembari menodongnya dengan pertanyaan yang penuh dengan perasaan dendam. “Apa yang Anda lakukan di sini? Berani-beraninya Anda datang ke pemakaman Ibu saya!” Dia menyelesaikan doanya, masih berdiam diri di depan pusara Ibu, menjawab pertanyaanku tanpa mengalihkan pandangannya sama sekali. “Ayah datang untuk mendoakan Ibu angkat kamu, Nak. Ayah juga ingin menyampaikan rasa terima kasih karena dia sudah membesarkan dan memberikan kamu kasih sayang selama Ayah dan Ibu tidak ada di sisimu.” Aku tertawa kecil mengejek ucapan tidak masuk akalnya. Kenapa laki-laki biadab ini berperilaku seolah-olah dia adalah orang tuaku yang berbudi setelah meninggalkan aku selama ini? Setelah aku harus bertahan hidup sebagai pela*ur

  • Akad Tanpa Malam Pertama    Ibu, kenapa meninggalkanku?

    Bab 75_Bu, Kenapa meninggalkanku? 77 panggilan tidak terjawab, 105 pesan belum terbaca selama tiga hari. Semuanya berasal dari orang yang sama. Aku ingin sekali mengabaikan semua pesan-pesan itu, tetapi selain dia tidak ada satupun orang di dunia ini yang berpihak padaku, yang menjadi tumpuan dan sandaranku … tidak ada. Apalagi saat ini pikiranku sangat berantakan gara-gara kondisi Ibu. Persetan dengan Rahadi! Dia harus menerima semua konsekuensinya! “Pak, berhenti di depan sana saja, ya, depan toserba.” Sopir taksi meng-iyakan permintaanku. Aku segera turun dan berlari menuju bangunan besar dan megah, lingkungan apartemen yang hanya bisa dimiliki oleh orang tertentu terlepas dari harta kekayaan mereka. Kutekan kata sandi apartemen itu melalui monitor layar sentuh di pintu apartemen. Setelah berhasil terbuka, aku langsung berlari dan memeluknya dengan erat, menangis tersedu-sedu menumpahkan semua kekesalan dan rasa sakit yang membuat isi kepalaku berantakan. Pria itu tertegu

  • Akad Tanpa Malam Pertama    Inikah yang terbaik?

    Bab 74_Inikah yang Terbaik? Kepalaku berdenyut sakit saat mata ini perlahan menangkap cahaya terang dan nuansa putih sebuah ruangan. Kemudian, aroma pekat dan pahit … seperti bau obat-obatan, mulai menusuk indra penciumanku. “Silau dan bau obat.” Adalah kesan pertamaku saat berhasil tersadar sepenuhnya. Aku menoleh ke sekeliling, memperhatikan setiap detail kecil ruangan itu. Lalu terfokus pada tubuhku, tangan yang dipasangi jarum infus, dengan monitor detak jantung di samping kanan. Lalu … seorang pria yang sangat aku kenali sosoknya, tengah tertidur dalam keadaan duduk, dengan kepalanya yang menelungkup di samping ranjang. “Yud ….” ucapku dengan suara lemah dan serak. Namun, entah mengapa dia langsung terbangun setelah kupikir tidurnya nyenyak karena terdengar suara dengkuran halus. “Aisyah? Kamu sudah sadar?” Dia menatapku seolah tidak percaya. “Ya Allah, terima kasih! Akhirnya doa-doaku dijawab! Alhamdulillah, Ya Allah!” “Yud ….” Aku ingin bertanya lebih banyak mengen

  • Akad Tanpa Malam Pertama    PoV Tiara

    Bab: 73_PoV Tiara, “Pak Yudha ke mana, ya? Kok, saya nggak lihat dia dari tadi,” tanyaku pada salah satu karyawan yang sedang melintas. “Pak Yudha? Kalau tidak salah lihat, dia keluar dengan tergesa pagi tadi. Memangnya dia tidak bilang apa-apa sama Bu Tiara?” tanyanya balik. Mungkin dia merasa kebingungan, kenapa seorang sekretaris pribadi tidak mengetahui di mana keberadaan Yudha karena seharusnya aku yang mengatur semua jadwal kerjanya, ke mana dia harus pergi dan apa yang harus ia kerjakan hari ini, seharusnya begitu. “Begitu, ya? Ya sudah, terima kasih,” ucapku setelah termenung beberapa saat. Wanita itu mengangguk dan berjalan kembali menuju ruang kerjanya. Aku sendiri memilih untuk memeriksa ke ruangan Yudha. Selain Yudha, hanya aku yang bisa keluar masuk kapan pun ke ruangan itu. Aku melangkah menuju meja kerja Yudha. Sayangnya tak kutemukan apa pun di sana. Padahal, aku berharap dia meninggalkan pesan atau apa pun itu untuk memberitahukan ke mana dia pergi. “Dia sam

  • Akad Tanpa Malam Pertama    Jangan panggil aku, "Nak!"

    Bab 72_ Jangan panggil aku “Nak”! Aku melangkah lunglai menuju ruang inap Ibu. Hatiku sakit saat melihat keadaannya yang tidak kunjung membaik. Pakaiannya kotor, sorot matanya kosong, dan yang keluar dari mulutnya hanya … perihal tragedi malam itu. “Tipu … aku ditipu … mati … masuk penjara … semuanya hancur,” ujar Ibu. Aku mendekatinya, kemudian duduk di samping ranjang Ibu. “Ibu, sudah berapa lama tidak potong rambut?” Benar, rambut putihnya yang sudah menjamur dimana-mana, telah memanjang tidak rapi. “Azmina bantu potong, ya. Ibu tunggu sebentar di sini.” Aku meminjam gunting pada salah satu perawat di rumah sakit. Namun, saat mencoba untuk memotong rambut Ibu, dia malah memberontak. Memukul keras tanganku hingga gunting yang aku pegang jatuh ke lantai. “Pergi! Pergi kamu! Pergi kamu penipu! Semuanya gara-gara kamu! Dasar manusia biadab tidak tahu diuntung! Sudah baik suami saya ke kamu! Kamu malah menipu kami!” teriak nya keras. Tidak berhenti sampai sana, kini Ibu de

DMCA.com Protection Status