Home / Pernikahan / Akad Tanpa Malam Pertama / Mendatangi Sang Ahli

Share

Mendatangi Sang Ahli

last update Last Updated: 2024-04-27 11:37:07

Bab 4

Mendatangi sang ahli

Sudah dua hari aku menempati unit milik Yudha, selama itu pula aku hanya mengurung diri di kamar. Ot4kku seperti tak berfungsi. Semua masalah ini berjegalan di dalam sini, tetapi tak ada satu pun yang mendapat jalan keluar.

Aku tak berani menyalakan TV, ponsel pun sejak kemarin sudah dinonaktifkan, yang kubisa hanya men4ngis, meratapi diri. Masih tak percaya dengan apa yang tengah kualami.

Saat datang untuk mengantarkan sarapan tadi pagi, Yudha berpesan agar aku bersiap siang ini untuk pergi menemui seseorang.

“Nanti kamu akan tahu sendiri.” Begitu jawabnya saat kutanya kami akan pergi ke mana.

Saat ini sudah hampir jam sebelas siang, sudah waktunya aku bersiap. Jangan sampai Yudha datang aku masih dalam belum bersiap.

Celana jeans yang dipadukan outer berwarna krem serta hijab segi empat sederhana berwarna senada kupilih untuk dipakai siang ini. Selain simpel, juga karena baju itulah yang berada di tumpukan teratas dalam koperku yang sampai saat ini belum kukeluarkan isinya.

Tepat saat aku keluar dari kamar, pintu pun di ketuk seseorang. Ah, itu pasti Yudha.

“Sudah siap?” tanyanya begitu pintu kubuka.

“Sudah,” jawabku singkat.

“Kita langsung berangkat saja, Aisyah. Kita akan bertemu seseorang di jam makan siang ini.” Aku hanya mengangguk dan kembali masuk kamar untuk mengambil tas.

Yudha tetap bungkam saat kutanya siapa yang akan kami temui dan aku yang tidak mau berdebat, memilih untuk tidak banyak bertanya. Hanya butuh waktu sekitar lima belas menit saja kami sudah tiba di sebuah perkantoran yang tidak terlalu besar, tetapi lumayan ramai.

“Pakai ini,” ucap Yudha seraya menyodorkan sebuah kacamata hitam yang berukuran sedikit besar.

“Untuk apa?” tanyaku.

“Pakai saja, di sini lumayan rame. Bagaimana pun berita tentangmu sedang jadi tranding topik,” ucap Yudha pelan. Sejak dulu, dia memang pria yang lembut dan perhatian. Satu-satunya orang yang tidak meninggalkan aku saat keadaan terpuruk ….

Kami berjalan bersisian dan langsung menaiki lift dengan tombol nomor tiga yang Yudha tekan. Sesaat kemudian, kami sudah berdiri di depan sebuah ruangan yang pintunya tertutup rapat. Yudha mengetuk pelan dan langsung mendapat jawaban, “Masuk.”

“Ayok,” ajaknya seraya mempersilakan aku untuk melangkah lebih dulu.

“Aahh ... selamat siang Mas Yudha, selamat datang. Mari ... silakan ... silakan.” Seorang laki-laki seusia Ayah menyambut kami dengan ramah.

“Terima kasih, Om, oh iya ... kenalkan, ini Aisyah,” ucap Yudha seraya memperkenalkan aku.

“Hallo, saya Fadlan. Senang berkenalan dengan Mbak Aisyah.”

“Saya, Aisyah ...,” jawabku seraya menangkupkan kedua tangan di dada.

“Aisyah, Om Fadlan ini adalah teman baik almarhum Papa, beliau ini seorang Pakar Telematika.” Yudha menjelaskan.

Aku mengangguk. Tak ada salahnya jika aku pun melakukan ini, Mas Adnan bilang kalau ini asli, tanpa rekayasa, tetapi itu hanya ‘katanya’ sedangkan aku sendiri sebagai orang yang dianggap ‘Pemeran Utama’ tidak memegang bukti keaslian foto-foto itu.

Yudha meminta aku untuk bicara yang sebenarnya kepada Om Fadlan. Kami terlibat pembicaraan yang serius, sementara Yudha asyik dengan ponselnya, sesekali dia menimpali. Setelah aku memberikan keterangan pada Om Fadlan, laki-laki yang ternyata baru kembali delapan bulan yang lalu ke Indonesia ini beranjak dari tempat duduknya dan izin untuk mengambil laptop, di meja kerjanya.

“Mbak Aisyah---” ucap Om Fadlan pelan dan menjeda ucapannya. Kemudian ia menatapku.

"Saya sudah memeriksa berkali-kali foto ini. Namun, sayangnya saya tidak menemukan adanya rekayasa sedikit pun di sini. Semuanya asli, tidak ada editan dan semacamnya."

Aku menatap lesu. Sudah kehilangan akal untuk membuktikan bahwa wanita di foto itu bukanlah diriku, terlepas wajah dan tubuh yang kami miliki sangat mirip, bahkan tampak sama.

"Apa tidak ada cara lain lagi untuk memastikannya kembali?"

"Saya sudah mengecek foto ini berkali-kali. Tapi tidak berhasil menemukan celahnya.”

Aku membuang napas kasar.

Om Fadlan kembali mengotak-atik laptop-nya, ”Sepertinya aku ada ide,” ucap Om Fadlan seraya menatapku tajam.

“Apa itu, Om?” tanyaku antusias. Berharap semoga ide yang di kemukakan Om Fadlan dapat membantu aku dari jeratan masalah ini.

"Mbak Aisyah, mohon maaf, saya butuh Mbak untuk berekspresi seperti wanita yang ada di dalam foto ini? Mungkin saya bisa menemukan celah lain."

"Berekspresi?" tanyaku.

"Hanya untuk memastikan. Itu pun jika Mbak Aisyah bersedia."

Aku menelan ludah berkali-kali. Merasa was-was dan takut. Tentu saja itu merupakan pose yang menjijikkan.

Yudha mengangguk, memberikan kepercayaan diriku setelah aku menatapnya untuk meminta saran.

"Semua ini untuk mencari kebenaran. Tidak perlu khawatir," ucap Yuda.

Om Fadlan memintaku berekspresi seperti dalam salah satu adegan tersebut, tidak terlalu sulit memang karena hanya ekspresi biasa saja menurutku. Yudha mengambil gambarku saat melakukan ekspresi itu, lalu menyerahkannya pada Om Fadlan.

Untuk beberapa saat Om Fadlan serius mengamati objek di dalam laptopnya. Sesekali keningnya berkerut, lalu beralih menatapku. Begitu terus sampai berulang.

“Ehm, sepertinya saya sudah menemukan jawabannya,” ucap Om Fadlan seraya menatapku.

“Benarkah , Om?” tanyaku dengan dada dipenuhi harapan.

“Insya Allah.”

“Bagaimana, Om? Apakah foto-foto itu rekayasa?” Yudha yang sedari tadi menyimak, kini ikut bertanya.

“Tidak, kalau untuk foto ini seratus persen, asli,” jelas Om Fadlan.

“Lalu?” tanyaku dan Yudha serempak.

“Ehm, Mbak Aisyah ... maaf, kalau pertanyaan saya membuat Mbak Aisyah tidak nyaman. Tapi, setelah saya meneliti dan membandingkan dengan Mbak Aisyah asli, saya merasa kalau di antara perempuan ini dan Mbak Aisyah adalah dua orang yang berbeda, tetapi mempunyai ciri fisik yang sama?

“Apaa?!” Kembali aku dan Yudha kompak.

Bagaimana mungkin? Semirip itukah wanita itu denganku hingga Mas Adnan pun tak bisa membedakannya? Andai pun benar, siapa dia? Hubungan denganku apa? Hingga tega-teganya berbuat dzalim.

Dalam permasalahan ini bisa kusimpulkan jika Mas Adnan tidak bersalah, tetapi dia juga telah menjadi k0rban.

“Mbak Aisyah, untuk lebih memastikan, silakan Mbak Aisyah teliti sendiri foto ini,” ucap Om Fadlan seraya memberikan laptopnya padaku.

Aku terima dan langsung mulai meneliti apa saja yang ada di laptop itu. Jengkal demi jengkal kuteliti, mulai dari model rambut, hanya saja di bagian ini aku masih belum bisa memastikan dengan jelas karena di foto ini wanita itu tidak mengurai rambutnya.

Tiba-tiba aliran d4r4hku seakan berhenti, ya, aku melihat sesuatu.

Lalu aku memperbesar gambar itu, sepertinya ada sesuatu yang tampak dari bagian tubuhnya yang tak kumiliki. Ya, tanda lahir!

Tanda hitam dengan bentuk agak memanjang terdapat di atas pinggul sebelah kiri dan aku yakin betul kalau aku tidak memiliki tanda lahir itu.

Ya, Allah ... beri aku kemudahan untuk mengungkap semua ini.

Related chapters

  • Akad Tanpa Malam Pertama    PoV Adnan

    Bab 5PoV Adnan "Ayo kita menikah." Aku meny0d0rkan cincin lamaranku padanya, berlutut di hadapan Aisyah, juga memberikan sekuntum bunga merah muda yang kupesan jauh-jauh hari bersama cincin itu. "Hah? Kapan? Sekarang?" jawabnya menggemaskan. Matanya membulat, wajahnya memerah, dia tersenyum senang kemudian menangis terharu setelah aku mengucapkan kalimat yang paling ingin didengarnya setelah kami menjalin hubungan selama tiga tahun. "Haha, bukan. Maksudnya, aku ingin segera menikah denganmu. Aku pikir tiga tahun cukup untuk saling mengenal. Orang tua kita juga sudah merestui." "Mas Adnan bicara begini serius, ‘kan? Tidak bercanda?" "Mana mungkin aku bercanda. Aku ingin kita segera ke tahap yang lebih serius, Aisyah." "Mas, terima kasih. Aku terharu juga bahagia. Selama ini pun kamu tidak pernah merendahkan martabatku." "Tentu saja, Aisyah. Tidak ada alasan untuk aku melukai harga diri dan perasaan dari orang yang aku cintai. Kalaupun itu terjadi, artinya aku sudah

    Last Updated : 2024-04-27
  • Akad Tanpa Malam Pertama    PoV Yudha

    PoV Yudha "Yudha, aku lagi senang sekali!" Mataku membulat penuh, antusias dengan topik pembicaraannya. Kami duduk saling berhadapan sembari menikmati secangkir kopi di sebuah kafe dengan nuansa alam terbuka. Belakangan ini kami jarang bertemu karena sibuk dengan pekerjaan masing-masing. "Apa itu? Katakan padaku hal yang membuatmu sebahagia ini." Gadis berhijab yang memiliki senyuman termanis di dunia itu kembali tersenyum seraya menutup mulut dengan jemari lentiknya. Tiba-tiba wanita yang lebih pantas disebut Bidadari itu bangkit dari duduknya. Aku mengerutkan kening. Mengelus-ngelus dagu yang tidak ditumbuhi oleh janggut sedikit pun. "Aku mau menikah dengan Mas Adnan," ungkapnya seraya mengangkat tangan kirinya dan tampaklah tersemat cincin melingkar di jari manisnya. "Menikah? Kamu tidak bercanda, ‘kan?" tanyaku memastikan. "Tentu tidak. Mas Adnan sudah melamarku kemarin dan kami setuju untuk segera menikah, begitu pula dengan keluarga besar, mereka semua senang mendeng

    Last Updated : 2024-05-18
  • Akad Tanpa Malam Pertama    Menunjukkan Bukti

    BAB 7MENUNJUKKAN BUKTI Dalam perjalanan pulang, kami tidak banyak bicara. Kepalaku rasanya mau pecah dengan semua kemungkinan dan kebenaran yang ada. Juga, mengenai alasan mengapa orang tuaku menyembunyikan rahasia krusial seperti ini jika memang benar aku memiliki saudara kembar. "Aku harus memastikan kebenaran dari semua ini! Apa pun yang terjadi. Nama baik adalah taruhannya." Tekadku dalam hati. "Kamu baik-baik saja, Aisyah?" tanya Yudha, seraya melirik. Dia tetap fokus mengemudikan mobilnya untuk mengantarku kembali ke apartemen. "Ya? Maaf. Banyak sekali yang tak kumengerti, Yud. Rasanya seperti mimpi, dalam dua hari saja aku dihadapkan pada beberapa peristiwa yang sama sekali tak dapat kupahami.” "Bertahanlah, aku rasa tak lama lagi semua ini akan terjawab. Segera lakukan apa yang kusampaikan tempo hari karena hanya itu satu-satunya cara untuk membuktikan bahwa dirimu tidak bersalah, Aisyah. Kamu tidak seperti yang mereka tuduhkan sekarang ini.” Ucapan Yuda membuatku m

    Last Updated : 2024-05-19
  • Akad Tanpa Malam Pertama    Bukti

    BUKTI “Buktikan, jangan hanya buang-buang waktuku saja!” Ayah berkata dengan tanpa menoleh ke arahku. Dingin, sikapnya sangat dingin. Hatiku teriris mendengar ucapannya. Ayah yang dulu selalu memperlakukan aku dengan hangat, kini berubah drastis menjadi pembenci paling hebat. Namun, aku tidak bisa menyalahkan mereka yang kecewa atas foto-foto itu. Orang tua manapun, sebebas apa pun mereka mempersilakan sang anak untuk bersosial, pasti akan sakit dan kecewa jika tahu bahwa anaknya sudah menodai diri sendiri, memberikan tubuh pada lelaki tanpa ikatan pernikahan. "Aku sudah membuat janji dengan Dokter Diana. Aku yakin hasilnya nanti akan meruntuhkan rasa kecewa dan marah Ayah padaku," jelasku. Keduanya duduk di kursi tunggu. Ibu masih diam dengan wajah dinginnya. Ayah mendecak kasar. Dia menjawab ucapanku dengan nada tinggi, "kamu masih berani memanggil kami Ayah dan Ibu?" Aku terdiam. Memangnya bagaimana lagi aku harus memanggil mereka? Ikatan darah kami tidak akan pernah

    Last Updated : 2024-05-20
  • Akad Tanpa Malam Pertama    Misteri

    Misteri"Ibu, Ayah … apakah aku memiliki saudara kembar?"“M-maksudmu?”“Ya, Aisyah bertanya apa selama ini Aisyah memiliki saudara kembar?” Aisyah bertanya dengan harapan mendapat jawaban yang bisa menimbulkan titik terang untuk masalahnya.Aku bertanya kepada Ayah yang dari bahasa tubuhnya dapat kutangkap jika Ayah sedang berusaha menutupi sesuatu. Terlebih saat di rumah sakit tadi, secara tak sengaja aku beberapa kali melihat Ibu dan Ayah memainkan mata seolah memberi kode.“Aisyah, kamu adalah putri kami satu-satunya, tak ada alasan kamu untuk menanyakan hal ini kepada kami karena memang hanya kamu seorang, Nak.” “Maaf,Ayah, bagaimana dengan foto itu? Orang yang ada dalam foto itu sangat mirip denganku, sementara foto itu asli tanpa rekayasa.”Ayah kembali termenung, kali ini kedua alisnya tertaut, sementara Ibu menghela napas dalam. Wanita yang melahirkanku itu tampak seperti tak tenang.“Ayah, Ibu, Aisyah ingin menunjukkan sesuatu,” ucapku seraya membuka tas tangan yang sedar

    Last Updated : 2024-05-21
  • Akad Tanpa Malam Pertama    Masih Misteri

    Bab 10: “Kita harus ceritakan semuanya pada Aisyah, Yah.””Ibu benar, tapi bukankah kita juga belum tahu yang sebenarnya terjadi? Ayah akan mencari informasi dulu, setelah yakin, baru Ayah akan ceritakan semuanya pada Aisyah.”“Kita harus kembali ke panti itu, Yah, semoga ada petunjuk.”“Iya, sekarang Ibu fokus sehat dulu. Kalau Ibu seperti ini, gimana kita bisa pergi ke panti?”Panti? Ayah dan Ibu bicara soal panti, apa sebenarnya yang disembunyikan orang tuaku? Kuputar gagang pintu seraya mengucap salam, “Assalamualaikum.”“Wa’alaikumsalam. Kok, lama sekali, Nak?”“Maaf, Yah, tadi Yudha telepon katanya mau ke sini, jadi Aisyah tunggu dulu tapi lama. Ya, udah ditinggal saja.”“Oalah, anak baik itu mau ke sini?” Kujawab pertanyaan Ayah dengan anggukan. Tidak mungkin kuberitahukan pada Ayah bahwa aku bertemu dengan ibunya Mas Adnan, dan mengenai kondisi mantan suamiku itu. Selama ini Ayah mengenal Mas Ardan sebagai pria yang taat agama, mustahil terjerumus pada hal-hal yang ber

    Last Updated : 2024-05-22
  • Akad Tanpa Malam Pertama    PoV Yudha

    PoV Yudha“Hei! Siapa itu!” Terdengar seruan Om Rahadi dari luar kamar dan refleks membuatku berlari menghampiri.“Ada apa, Om?” tanyaku.“Ada seseorang mengendap barusan.”“Ke mana sekarang, Om?”“Lari ke arah sana.” Aku mengikuti arah yang ditunjukkan Om Rahadi, masih terlihat seseorang berlari menjauh, gegas aku mengejarnya, tak begitu sulit. Kini jarak kami sudah semakin mendekat dan jelas terlihat kalau dia ... seorang wanita!“Hei, Tunggu!” aku semakin melebarkan langkah untuk segera dapat menyusulnya.“Tunggu!” Kini aku telah benar-benar dapat mengejarnya, kucengkeram pergelangan tangan dan menyeretnya ke tempat yang lebih sepi.“Siapa kamu dan apa maksudmu?”“Lepas, Yudha! Sakit!”Dia menyebut namaku yang artinya dia mengenalku! Dan sepertinya aku tidak asing dengan suaranya.“Ti-Tiara? Apa benar ini kamu, Tiara?” “Ya, ini aku.” Jawabnya seraya melepas masker dan topi yang dikenakannya.“Ngapain kamu di sini? Dan tadi, apa yang kamu lakukan?” selidikku.“Hanya mengikutimu.”

    Last Updated : 2024-05-23
  • Akad Tanpa Malam Pertama    Misteri Sebelah Anting

    Misteri sebelah antingSudah dua hari tak ada kabar apa pun dari Yudha. Tumben, aneh sekali dia. Sejak di rumah sakit tempo hari, dia tak pernah muncul lagi. Tentang perempuan yang Ayah pergoki tengah mengendap pun tak jelas infonya, hilang bersama dengan si pencari info.Ponsel Yudha pun selama dua hari ini tidak aktif. Ah, apa dia ke Singapore, ya? Bukankah selama ini Yudha selalu bolak-balik Singapore untuk mengurus bisnis ayahnya. “Ya, sudahlah nanti juga dia nongol sendiri.” “Syah ....” Terdengar panggilan Ibu dari arah belakang dan sukses membuatku melonjak.“Ibu ....” Tak bisa kusembunyikan rasa kagetku.“Aisyah lagin mikirin apa? Kok, sekaget itu?“Enggak, Bu, Aisyah hanya kepikiran Yudha. Kok, sudah dua hari ini enggak ada kabar sama sekali.“Hmm, mungkin Nak Yudha sedang banyak urusan dan gak sempat kasih kabar,” ucap Ibu bijak.“Maybe,” jawabku seraya menghampiri Ibu dan duduk di sampignya.Aku menatap wajah Ibu yang katanya lebih mirip aku, padahal menurutku terbalik, a

    Last Updated : 2024-05-24

Latest chapter

  • Akad Tanpa Malam Pertama    ENDING

    Bab 80 TAMAT “Masa, sih, itu bukan dia? Mirip banget, Ah.” ~@Dyannie_Alexander.. “Katanya udah ada konfirmasi kalau itu bukan dia, masalahnya udah beres.” ~@Adelia Bellez. “Jaman sekarang emang ngeri banget! Semua bisa dimanipulasi jadi semirip mungkin. Semangat, Kak!” ~@Rina Novita. “Kayaknya emang bukan dia deh. Itu mah cuman orang yang gak suka sama dia. Dia kan penulis sukses, makanya pada iri terus sengaja ngejebak dia pake foto palsu.” ~@Noeroel Arifin. “Ini bukan pengalihan isu, kan? Atau klarifikasinya bohong biar dia dapet simpati, terus bukunya laris lagi?” ~@HambaAllahpalingtaat. “Gue tim Kakak ini, sih, dari dulu, gak pernah ikut ngehujat.” ~@Rafika_Duri.Merasa bosan dan kesepian, pagi hariku setelah sarapan diawali dengan membuka komentar-komentar di media sosial. Ujaran kebencian yang waktu itu sempat memenuhi setiap postingan mengenai diriku, kini mulai reda. Padahal, dulu mereka orang-orang yang sama sekali tidak mengenal aku secara nyata sampai memburu ke ak

  • Akad Tanpa Malam Pertama    Adnan Minta Rujuk

    BAB 79_Adnan Minta RujukBeberapa minggu kemudian, di sebuah ballroom hotel ternama …. Beberapa orang sibuk berlalu lalang, memasang pernak-pernik, menghias ruangan itu dengan beberapa yang memberikan kesan mewah dan indah. Sebagiannya lagi sibuk mendekorasi, mengatur kursi-kursi untuk tamu undangan, tata letak bunga-bungaan untuk menambah kesan mewah, dan panggung utama yang menjadi puncak perhatian dari kedua mempelai. Aku ikut andil dalam proses mempersiapkan semua ini agar hasilnya sesuai dengan yang diinginkan. Sementara Azmina …. “Aisyah!” Gadis itu memanggilku dari arah belakang. Dia datang dengan wajah berseri bersama calon suaminya, Raja yang juga memberikan kesan hangat padaku. “Mina, kok, malah ke sini? Harusnya kamu istirahat. Nanti malam, kan, acaranya jangan sampe kecapean kamu kecapean, lho,” ucapku merasa khawatir. Azmina tiba-tiba memelukku dengan erat sambil berucap, “Jangan khawatir, habis ini aku langsung pulang, kok. Aku ke sini mau bilang makasih ban

  • Akad Tanpa Malam Pertama    Dilamar

    Bab 78Dilamar Malam hari setelah pulang dari acara jalan-jalan bersama keluarga, aku langsung membersihkan diri dan berganti pakaian, kemudian bersiap-siap untuk Salat Magrib berjamaah di ruang keluarga dengan Ayah sebagai imamnya. Azmina yang masih dalam proses belajar mengenal agama lebih dalam, ikut bergabung bersama kami. Aku sangat bersyukur sekali kepada karunia dan kebahagiaan yang Allah berikan padaku. Semoga kebahagiaan dan kehangatan ini bertahan selamanya. Ayah yang sejak lama tidak mengimami salatku dan Ibu dengan dalih sibuk oleh pekerjaannya, kini mulai berubah. Begitu pula dengan Ibu yang hanya sesekali masak dan lebih sering membeli lauk di luar, kini mulai membiasakan dirinya lagi untuk memasak demi keluarganya yang sudah lengkap. Kedatangan Azmina mengembalikan angin lama yang telah hilang di keluarga kami. Usai salat berjamaah, aku dan Azmina langsung masuk kamar. Kami bercengkerama sebentar sambil menunggu azan Isya tiba. “Aisyah, kamu dan Yudha bagaiman

  • Akad Tanpa Malam Pertama    Kehangatan itu kembali kurasakan

    Bab 77_Kehangatan itu kembali kurasakan “Azmina?” Pria paruh baya itu menatapku dengan tatapan bingung. Dia mengaga selama beberapa menit di depan pintu masuk rumah. Sementara aku menunduk dengan canggung. “Sebenarnya bukan pilihan untuk datang ke sini, tapi Raja enggak bisa dihubungi, mungkin dia lagi enggak di apartemen atau lagi sibuk kerja—” “Ya Allah, Alhamdulillah.” Pria itu memeluk tubuhku dengan erat tanpa mengizinkan aku menyelesaikan alasanku datang kemari. Aku? Entah kenapa tak ingin menolak apalagi berontak. Dia mengusap-ngusap punggungku dengan lembut sambil berkata, “Tidak apa-apa, Sayang. Kamu tidak usah memberikan alasan apa pun untuk pulang ke rumahmu sendiri. Maafkan Ayah dan Ibu, ya.” Mendengar ucapannya, hatiku terenyuh. Tanpa sadar, air mataku jatuh tanpa diminta. Bercucuran sampai membasahi baju yang ia gunakan di bagian dada. Aku menangis seperti anak kecil. Dari dalam rumah, terdengar suara seseorang yang sangat aku kenali. “Siapa, Yah? Kok, lama? Ayo,

  • Akad Tanpa Malam Pertama    PoV Azmina

    Bab 76_Pov Azmina Pria itu datang sambil membawa sebuah keranjang kecil berisi bunga yang ia taburkan di atas pusara Ibu, kemudian menengadahkan tangannya untuk berdoa dengan wajah serius, tetapi tenang. Aku mendorong tubuh Raja untuk menjauh, lalu mendekat pada pria itu sembari menodongnya dengan pertanyaan yang penuh dengan perasaan dendam. “Apa yang Anda lakukan di sini? Berani-beraninya Anda datang ke pemakaman Ibu saya!” Dia menyelesaikan doanya, masih berdiam diri di depan pusara Ibu, menjawab pertanyaanku tanpa mengalihkan pandangannya sama sekali. “Ayah datang untuk mendoakan Ibu angkat kamu, Nak. Ayah juga ingin menyampaikan rasa terima kasih karena dia sudah membesarkan dan memberikan kamu kasih sayang selama Ayah dan Ibu tidak ada di sisimu.” Aku tertawa kecil mengejek ucapan tidak masuk akalnya. Kenapa laki-laki biadab ini berperilaku seolah-olah dia adalah orang tuaku yang berbudi setelah meninggalkan aku selama ini? Setelah aku harus bertahan hidup sebagai pela*ur

  • Akad Tanpa Malam Pertama    Ibu, kenapa meninggalkanku?

    Bab 75_Bu, Kenapa meninggalkanku? 77 panggilan tidak terjawab, 105 pesan belum terbaca selama tiga hari. Semuanya berasal dari orang yang sama. Aku ingin sekali mengabaikan semua pesan-pesan itu, tetapi selain dia tidak ada satupun orang di dunia ini yang berpihak padaku, yang menjadi tumpuan dan sandaranku … tidak ada. Apalagi saat ini pikiranku sangat berantakan gara-gara kondisi Ibu. Persetan dengan Rahadi! Dia harus menerima semua konsekuensinya! “Pak, berhenti di depan sana saja, ya, depan toserba.” Sopir taksi meng-iyakan permintaanku. Aku segera turun dan berlari menuju bangunan besar dan megah, lingkungan apartemen yang hanya bisa dimiliki oleh orang tertentu terlepas dari harta kekayaan mereka. Kutekan kata sandi apartemen itu melalui monitor layar sentuh di pintu apartemen. Setelah berhasil terbuka, aku langsung berlari dan memeluknya dengan erat, menangis tersedu-sedu menumpahkan semua kekesalan dan rasa sakit yang membuat isi kepalaku berantakan. Pria itu tertegu

  • Akad Tanpa Malam Pertama    Inikah yang terbaik?

    Bab 74_Inikah yang Terbaik? Kepalaku berdenyut sakit saat mata ini perlahan menangkap cahaya terang dan nuansa putih sebuah ruangan. Kemudian, aroma pekat dan pahit … seperti bau obat-obatan, mulai menusuk indra penciumanku. “Silau dan bau obat.” Adalah kesan pertamaku saat berhasil tersadar sepenuhnya. Aku menoleh ke sekeliling, memperhatikan setiap detail kecil ruangan itu. Lalu terfokus pada tubuhku, tangan yang dipasangi jarum infus, dengan monitor detak jantung di samping kanan. Lalu … seorang pria yang sangat aku kenali sosoknya, tengah tertidur dalam keadaan duduk, dengan kepalanya yang menelungkup di samping ranjang. “Yud ….” ucapku dengan suara lemah dan serak. Namun, entah mengapa dia langsung terbangun setelah kupikir tidurnya nyenyak karena terdengar suara dengkuran halus. “Aisyah? Kamu sudah sadar?” Dia menatapku seolah tidak percaya. “Ya Allah, terima kasih! Akhirnya doa-doaku dijawab! Alhamdulillah, Ya Allah!” “Yud ….” Aku ingin bertanya lebih banyak mengen

  • Akad Tanpa Malam Pertama    PoV Tiara

    Bab: 73_PoV Tiara, “Pak Yudha ke mana, ya? Kok, saya nggak lihat dia dari tadi,” tanyaku pada salah satu karyawan yang sedang melintas. “Pak Yudha? Kalau tidak salah lihat, dia keluar dengan tergesa pagi tadi. Memangnya dia tidak bilang apa-apa sama Bu Tiara?” tanyanya balik. Mungkin dia merasa kebingungan, kenapa seorang sekretaris pribadi tidak mengetahui di mana keberadaan Yudha karena seharusnya aku yang mengatur semua jadwal kerjanya, ke mana dia harus pergi dan apa yang harus ia kerjakan hari ini, seharusnya begitu. “Begitu, ya? Ya sudah, terima kasih,” ucapku setelah termenung beberapa saat. Wanita itu mengangguk dan berjalan kembali menuju ruang kerjanya. Aku sendiri memilih untuk memeriksa ke ruangan Yudha. Selain Yudha, hanya aku yang bisa keluar masuk kapan pun ke ruangan itu. Aku melangkah menuju meja kerja Yudha. Sayangnya tak kutemukan apa pun di sana. Padahal, aku berharap dia meninggalkan pesan atau apa pun itu untuk memberitahukan ke mana dia pergi. “Dia sam

  • Akad Tanpa Malam Pertama    Jangan panggil aku, "Nak!"

    Bab 72_ Jangan panggil aku “Nak”! Aku melangkah lunglai menuju ruang inap Ibu. Hatiku sakit saat melihat keadaannya yang tidak kunjung membaik. Pakaiannya kotor, sorot matanya kosong, dan yang keluar dari mulutnya hanya … perihal tragedi malam itu. “Tipu … aku ditipu … mati … masuk penjara … semuanya hancur,” ujar Ibu. Aku mendekatinya, kemudian duduk di samping ranjang Ibu. “Ibu, sudah berapa lama tidak potong rambut?” Benar, rambut putihnya yang sudah menjamur dimana-mana, telah memanjang tidak rapi. “Azmina bantu potong, ya. Ibu tunggu sebentar di sini.” Aku meminjam gunting pada salah satu perawat di rumah sakit. Namun, saat mencoba untuk memotong rambut Ibu, dia malah memberontak. Memukul keras tanganku hingga gunting yang aku pegang jatuh ke lantai. “Pergi! Pergi kamu! Pergi kamu penipu! Semuanya gara-gara kamu! Dasar manusia biadab tidak tahu diuntung! Sudah baik suami saya ke kamu! Kamu malah menipu kami!” teriak nya keras. Tidak berhenti sampai sana, kini Ibu de

DMCA.com Protection Status